Dalam Larutan NaOCl 1 selama 30 mnt me\menit
                                                                                26
C.2. Analisis Sifat Fisiko-Kimia Tepung Rumput Laut
Rumput Laut Segar
Pencucian dengan Air Mengalir
Perendaman : 1.  Dalam Air Tawar 1 : 3 selama 9 jam
2.  Dalam Larutan NaOCl 1 selama 30 mnt me\menit
Pengecilan Ukuran
Grinder
Bubur Rumput Laut
Pengeringan Drum Dryer
Penggilingan
Disc Mill
Pengayakan 32 mesh
Tepung Rumput Laut TRL
Gambar 5  Diagram Alir Pembuatan Tepung Rumput Laut
27 Tepung  rumput  laut  yang  dihasilkan  kemudian  dikemas  dengan  wadah
gelas tertutup dan dilakukan analisis fisiko-kimia.
C.2.1.  Indeks  Penyerapan  Air  IPA  dan  Indeks  Kelarutan  Air  IKA Metode Anderson Paton dan Spratt 1984
Sebanyak  2.5  gram  tepung  dimasukkan  ke  dalam  tabung  sentrifuse kemudian  ditambahkan  25  ml  aquades,  diaduk  menggunakan  vibrator  sampai
semua  bahan  terdispersi.  Selanjutnya  tabung  disentrifusi  dengan  kecepatan  2000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit.
Supernatan  yang  diperoleh  dituangkan  secara  hati-hati  ke  dalam  wadah lain, sedangkan tabung sentrifuse beserta residunya dipanaskan dalam oven 50
°C selama 25 menit pada posisi miring 25
° dan ditimbang. Sebanyak  2  ml  supernatan  dimasukkan    ke  dalam  cawan  dan  dipanaskan
pada  oven  105 °C  selama  1  jam.  Kemudian  didinginkan  dan  ditimbang  sebagai
bahan  kering  yang  terlarut  dalam  supernatan.  Indeks  penyerapan  dan  indeks kelarutan dalam air, ditentukan dengan persamaan berikut :
C B
A g
ml IPA
− =
F D
ml g
IKA =
dimana : A  :  berat residu dari tepung asumsi berat jenis BJ =1
B  :  berat sampel C  :  berat bahan terlarut dalam supernatan faktor koreksi
D  :  berat bahan terlarut dalam 2 ml F   :  2 ml larutan
C.2.2. Viskositas AOAC 1984
Viskositas  tepung  rumput  laut  diukur  dengan  menggunakan  alat viskometer  yang  mempunyai  beberapa  spindel  dengan  ukuran  tertentu  dan
dilengkapi  tabel  yang  memuat  faktor  pengali  konversi  untuk  masing-masing spindel pada kecepatan rpm tertentu. Sebanyak 5 gram sampel ditambahkan 100
ml  air  dan  kemudian  diaduk  merata  sambil  dipanaskan  menggunakan  plat pemanas pada suhu 60
°C, lalu diukur kekentalannya. Hasil pengukuran diperoleh atau dinyatakan dalam satuan sentripois.
28
C.2.3. Kadar Air AOAC 1984
Cawan  aluminium  dikeringkan  dalam  oven  pada  suhu  105 C  selama  15
menit,  kemudian  didinginkan  lalu  ditimbang  A.  Sampel  ditimbang  sebanyak 5  gram  B.  Setelah  itu  cawan  berisi  sampel  dikeringkan  dalam  oven  pada  suhu
105 C selama 6 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga
diperoleh bobot tetap C. Kadar air dihitung dengan rumus :
[ ]
100 ×
− −
= B
A C
B wb
Air Kadar
[ ]
100 ×
− −
− =
A C
A C
B db
KadarAir
C.2.4. Kadar Abu AOAC 1984
Sampel  ditimbang  sebanyak  1-5  gram,  lalu  dimasukkan  ke  dalam  cawan porselen yang sudah diketahui bobot tetapnya. Sampel diarangkan di atas Bunsen
dengan  nyala  api  kecil  hingga  tidak  berasap,  selanjutnya  dimasukkan  ke  dalam tanur  pada  suhu  500-600
C  sampai  menjadi  abu  yang  berwarna  putih.  Cawan yang  berisi  abu  didinginkan  dalam  desikator  dan  dilakukan  penimbangan  hingga
diperoleh bobot tetap. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus : 100
× =
g Sampel
Berat g
Abu Berat
Abu Kadar
C.2.5. Kadar Protein AOAC 1984
Sampel  ditimbang  sebanyak  0.5-3  gram  lalu  dimasukkan  ke  dalam  labu Kjeldahl  dan  didestruksi  dengan  menggunakan  20  ml  asam  sulfat  pekat  dengan
pemanasan  sampai  terjadi  larutan  berwarna  jernih.  Larutan  hasil  destruksi diencerkan  dan  didestilasi  dengan  penambahan  10  ml  NaOH  10.  Destilat
ditampung  dalam  25  ml  larutan  H
3
BO
3
3.  Larutan  H
3
BO
3
dititrasi  dengan larutan  HCl  standar  dengan  menggunakan  metil  merah  sebagai  indikator.  Dari
hasil  titrasi  ini  total  nitrogen  dapat  diketahui.  Kadar  protein  sampel  dihitung dengan mengalikan total nitrogen dan faktor koreksi.
100 14
× ×
× ×
= mg
Sampel Bobot
fk HCL
N titran
ml Nitrogen
Total 25
. 6
r ×
= Nitrogen
Total otein
P Kadar
29
C.2.6. Kadar Lemak AOAC 1984
Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ektraksi soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot
tetap. Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan  kapas  wool  yang bebas  lemak.  Kertas  saring  yang  berisi  sampel  tersebut
dimasukkan  dalam  alat  ektraksi  soxhlet,  kemudian  dipasang  alat  kondensor  di atasnya dan labu lemak di bawahnya.
Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5
jam  sampai  pelarut  yang  turun  kembali  ke  labu  lemak  berwarna  jernih.  Pelarut yang  ada  di  dalam  labu  lemak  didestilasi  dan  ditampung.  Kemudian  labu  lemak
yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C. Selanjutnya
didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan  hingga diperoleh bobot tetap.
100 ×
= g
Sampel Berat
g Lemak
Berat Lemak
Kadar
C.2.7. Kadar Karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus : Lemak
K otein
K Abu
K bk
t Karbohidra
Kadar .
Pr .
. 100
+ +
− =
C.2.8. Kadar Serat Pangan Asp et al. 1983
Sampel kering homogen diekstraksi lemaknya dengan petroleum eter selama 15 menit pada suhu kamar. Kemudian diambil 1 gram dan dimasukkan ke dalam
labu  erlemeyer  dan  ditambahkan  25  ml  0,1M  buffer  Natrium  fosfat  pH  6.0  serta dicampur  secara  menyeluruh.  Setelah  itu  ditambahkan  0.1  ml  alfa  amilase
Termamyl 120 L dan labu ditutup dengan alumonium foil, kemudian diinkubasi selama  15  menit  dalam  penangas  air  panas  80
C  bergoyang.  Selanjutnya didinginkan  lalu  ditambahkan  20  ml  air  destilata,  pH  diatur  menjadi  1.5  dengan
HCl  0.1  N  dan  elektroda  dibersihkan  dengan  beberapa  ml  air.  Kemudian ditambahkan  pepsin  0.1 gram,  ditutup  dengan  alumonium  foil  dan  diinkubasikan
dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 C selama 1 jam, lalu ditambahkan 20
ml  air  destilata  dan  diatur  pHnya  menjadi  6.8  dengan  NaOH,  elektroda
30 dibersihkan  dengan  5  ml  air.  Selanjutnya  ditambahkan  0.1  gram  pankreatin,
kemudian  labu  ditutup  dengan  almuminium  foil  dan  diinkubasi  dalam  penangas air bergoyang pada suhu 40
C selama 1 jam, serta pH diatur menjadi 4.5 dengan HCl  0.1  N.  Kemudian  disaring  dengan  crucible,  dicuci  dengan  2  x  10  ml  air
destilata.
Residu serat pangan tidak larut IDF
Residu dalam crucible dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90 dan 2 x 10 ml aseton. Crucible dikeringkan pada suhu 105
C sampai bobot tetap dan ditimbang
setelah  didinginkan  dalam  desikator  D1.  Kemudian  diabukan  pada  suhu  550 C
selama  kurang  lebih  5  jam  serta  ditimbang  setelah  pendinginan  dalam  desikator
I1. Filtrat Serat Pangan Larut SDF.
Volume  filtrat  diatur  dan  dicuci  dengan  air  sampai  100  ml,  kemudian ditambahkan  400  ml  etanol  95  hangat  60
C  dan  dibiarkan  presipitasi  selama 60  menit  waktu  dapat  diperpendek.  Lalu  disaring  dengan  crucible  yang  kering
porositas  2  yang  mengandung  0.5  gram  celite,  selanjutnya  dicuci  berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol 78, 2 x 10 ml etanol 95 dan 2 x 10 ml aseton. Setelah
itu  filter  gelas  dikeringkan  dalam  oven  suhu  105 C  sampai  berat  tetap  dan
ditimbang  setelah  didinginkan  dalam  desikator  D2,  dan  terakhir  diabukan  pada
suhu 550 C selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan dalam
desikator I2.
Dilakukan  pula  perhitungan  serat  blanko  dengan  menggunakan  prosedur seperti  diatas tetapi tanpa  menggunakan  sampel. Nilai  blanko  ini  harus  diperiksa
secara berkala dan bila enzim yang digunakan berasal dari batch baru. Kadar serat pangan total dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
100 1
1 1
× −
− =
W B
I D
IDF
100 2
2 2
× −
− =
W B
I D
SDF SDF
IDF TDF
+ =
Keterangan : W  = berat sample gram
31 D  = berat setelah pengeringan gram
I = berat setelah pengabuan gram
B  = berat blanko bebas serat gram
C.3. Analisis Biologis
Pada  tahap  ini  dilakukan  uji  biologis  pada  hewan  percobaan  yaitu  tikus. Tikus-tikus  yang  akan  diberi  perlakuan  dalam  penelitian  ini  diadaptasi  terlebih
dahulu  dengan  ransum  standar  selama  satu  minggu,  setelah  itu  mengalami  masa peningkatan kolesterol dibuat menjadi kondisi hiperkolesterolemia, kecuali pada
grup  kontrol  negatif.  Peningkatan  kolesterol  dilakukan  dengan  memberikan ransum yang mengandung kolesterol 1 dengan mengurangi porsi pati sebanyak
1,  perlakuan  ini  dilakukan  selama ±  2  bulan,  dan    pada  14  hari  terakhir  tikus
diberi  propil  tiourasil  PTU  0,01  secara  oral  atau  dicekok.  PTU  merupakan suatu  zat  anti  tiroid  untuk  meningkatkan  kolesterol  darah  secara  endogen.    Pada
akhir masa ini kadar kolesterol serum diuji dengan mengambil darah dari 3-4 ekor tikus yang dipilih secara acak. Setelah kadar total kolesterol serum mencapai 130
mgdl  atau  pada  kondisi  hiperkolesterolemia,  tikus-tikus  hiperkolesterolemia dikelompokkan dalam 4 grup perlakuan, yaitu :
- Kontrol Positif KP : Kolesterol 1 +  0 TRL
- PerlakuanTRL “E” : Kolesterol 1 + 10 TRL Eucheuma cottonii
- Perlakuan TRL “G” : Kolesterol 1 + 10 TRL Gelidium sp
- Perlakuan TRL “S” : Kolesterol 1 + 10 TRL Sargassum sp
Komposisi ransum yang digunakan pada setiap grup perlakuan tertera pada Tabel  4.  Ransum  perlakuan  diberikan  secara  ad  libitum  selama
±  4  minggu. Selama percobaan, dilakukan penimbangan jumlah ransum yang dikonsumsi serta
penimbangan berat badan setiap 2 hari sekali. Pada  akhir  masa  percobaan,  tikus  dipingsankan  dengan  menggunakan
metode fisik yaitu dengan mematahkan tengkuk dislokasio cervicalis, kemudian dibedah. Darah diambil melalui jantung dengan menggunakan syringe bervolume
5 ml. Darah yang diperoleh kemudian disentrifuse untuk mendapatkan serumnya, kemudian  dilakukan  analisis  kadar  total  kolesterol,  HDL,  LDL,  Trigliserida  dan
Indeks Aterogenik. Sekum diambil dan dilakukan analisa kadar kolesterol digesta, kadar asam propionat dan butirat. Pada organ aorta dan kolon dilakukan pengujian
32 histologi,  yang  bertujuan  untuk  melihat  penebalan  dinding    aorta  dan  inflamasi
kolon sebagai indikasi kanker kolon. Tabel 4. Komposisi Ransum Tikus
Bahan KN
KP TRL E
TRL G TRL S
Kasein 12.45
12.45 12.45
12.45 12.45
Minyak Jagung 7.94
7.94 7.94
7.94 7.94
Selulosa 0.96
0.96 0.96
0.96 0.96
Mineral mixture 4.56
4.56 4.56
4.56 4.56
Vitamin mixture 1
1 1
1 1
Air 3.61
3.61 3.61
3.61 3.61
Kolesterol Murni -
1 1
1 1
Tepung Rumput Laut -
- 10
10 10
Maizena 69.48
68.48 58.48
58.48 58.48
Sumber : Modifikasi dari AOAC 1990
C.3.1. Pengujian Total Kolesterol  TK Boehringer Kits
Kadar  Kolesterol  total  diukur  dengan  metode  CHOD-PAP  Cholesterol Oxidase-p-aminophenozone
dengan  prinsip  pengujian  secara  enzimatis kalorimetri  berdasarkan reaksi :
kolesterol esterase
Kolesterol ester + H
2
O kolesterol + RCOOH
kolesterol oksidase
Kolesterol + O
2
4-kolesten-3-one + H
2
O
2
Peroksidase
2H
2
O
2
+ Phenol  + 4-aminoanthipyrine                                   red quinine + 4H
2
O Prosedur Analisis :
Serum  darah  diambil  sebanyak  0.01  ml  dan  dicampurkan  dengan  1  ml reagen kit Komersial kemudian dimasukkan kedalam tabung lalu  dicampurkan
sampai  homogen.  Setelah  campuran  homogen  kemudian  diinkubasi  pada  suhu 37
C  selama    5  menit.  Setelah  itu  dibaca  absorbansinya  pada λ  546  nm.
Perhitungan kadar kolesterol total dilakukan dengan menggunakan rumus : Kadar kolesterol mgdl =
[absorbansi sample  absorbansi standar] x 200 mgdl
C.3.2. Pengujian High Density Lipoprotein  HDL Boehringer Kits
Pengukuran  HDL  dilakukan  dengan  metode  CHOD-PAP.  Sebelum pengujian  kadar  HDL,  dilakukan  persiapan  sampel  yaitu  sebanyak  200
µl  serum
33 darah dicampurkan dengan 500
µl reagen presipitasi kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Setalah itu dilakukan sentrifuse pada 4000 rpm selama
10  menit  sehingga  dihasilkan  supernatan  yang  siap  untuk  dianalisis.  Tahapan selanjutnya  dilakukan  analisis  kadar  HDL  dengan  metode  CHOD-PAP  yaitu
diambil 100 µl supernatan kemudian dicampurkan dengan 1000 µl larutan reagen.
Setelah  tercampur  diinkubasi  pada suhu 37 C selama  5  menit.  Setelah  itu  dibaca
absorbansinya pada λ 546 nm. Perhitungan kadar HDL dilakukan dengan rumus:
[ ]
2 .
219 ×
= sampel
absorbansi dl
mg HDL
Kadar mgdl
C.3.3. Pengujian TrigliseridaTG Boehringer Kits
Prinsip pengujian berdasarkan reaksi dibawah ini :
lipase
Trigliserida + H
2
O glycerol  + 3RCOOH
Glyserol kinase
Glyserol + ATP glycerol-3-fosfat +ADP
Glycerol-3-fosfat oksidase
glycerol-3-fosfat + O
2
dihidroksiaseton fosfat + H
2
O
2
Peroksidase
2H
2
O
2
+  4-aminofenazon  +  4-Klorofenol                                     quinomeimine  +  HCl  + 4H
2
O Prosedur Analisis
Diambil 0.01 ml serum darah, lalu dicampurkan dengan 1 ml reagen kit. Setelah  itu  diinkubasi  pada  suhu  37
C  selama  5  menit,  kemudian  dibaca absorbansinya  pada
λ  546  nm.  Perhitungan  kadar  trigliserida  dilakukan  dengan menggunakan rumus :
200 Standar
Absorbansi Sampel
Absorbansi ×
= dl
mg da
Trigliseri Kadar
mgdl
C.3. 4. Pengujian Kadar Low Density LipoproteinLDL Baraas 1994
Kadar LDL dihitung secara langsung menggunakan rumus : +
− =
5 TG
HDL Kolesterol
Total LDL
Kadar
34 dimana diasumsikan bahwa TG5 merupakan kadar VLDL very low density
lipoprotein .
C.3.5. Pengujian Indeks Aterogenik  IA
Indeks aterogenik dihitung dengan menggunakan rumus : HDL
HDL TK
IA Aterogenik
Indeks −
=
C.3.6. Pengujian Kadar Kolesterol Digesta Metode Liebermann-Buchards
Sebanyak  0.1  gram  sampel  dimasukkan  ke  dalam  tabung  sentrifuse,  lalu ditambahkan  10  ml  alkohol  :  eter  dengan  perbandingan  3:1,  kemudian  diaduk
dengan batang pengaduk sampai homogen. Setelah homogen dilakukan sentrifuse pada  3000  rpm  selama  10  menit  sehingga  menghasilkan  supernatan.  Supernatan
tersebut dituang ke dalam gelas piala lalu diuapkan di penangas air sampai kering. Residu yang didapat kemudian dilarutkan dengan menggunakan kloroform sedikit
demi  sedikit,  setelah  selesai  dituang  ke  dalam  tabung  berskala  sampai  5  ml. Setelah itu ditambahkan asam asetat glacial sebanyak 2 ml dan H
2
SO
4
0,02 ml dan dipindah-pindahkan ke tabung lain sampai beberapa kali. Kemudian dibiarkan di
tempat gelap selama 15 menit. Tahapan terakhir dibaca absorbansinya pada λ 550
nm. Perhitungan kadar kolesterol digesta dilakukan dengan rumus :
Sampel Berat
g mg
Kolesterol 10
dar Kons.Stan
4 .
Standar Absorbansi
Sampel Absorbansi
× ×
=
C.3.7. Analisis Asam Propionat dan Butirat AOAC 1995
Pengujian  asam  lemak  rantai  pendek  asam  propionat  dan  butirat dilakukan dengan Gas Kromatografi GC.
Preparasi  sampel  :  Sampel  di  ekstraksi  dengan  menggunakan  metode soxlet untuk mendapatkan minyaknya. Minyak sampel  diambil 0.02 – 0.05 gram
dan ditambahkan dengan 2 – 5 ml NaOH dalam methanol. Setelah itu dipanaskan pada suhu 80
°C selama 20 menit kemudian didinginkan. Kemudian ditambahkan BF3 sebanyak 2 – 5 ml dan dipanaskan kembali pada suhu 80
°C selama 20 menit. Setelah digin ditambahkan 2 – 5 ml NaCl jenuh dan 2 – 5 ml hexan,  dikocok agar
35 merata. Setelah itu diambil lapisan hexan sebanyak 2 – 5
µl untuk diinjekkan ke alat  Gas  Kromatografi.    Kondisi  alat  GC  yang  digunakan  yaitu  kolom  DEGS
diethyl  glikol  sukcianat,  suhu  inisial  150 °C,  suhu  final  180°C,  suhu  injeksi
200 °C dan suhu detektor 250°C. Detektor FID flame ionitation detectorI dengan
gas pembawa nitrogen dan hidrogen.
C.3.8. Analisis Histologi
Analisis histologi dilakukan pada aorta dan kolon. Tahapan pertama dalam pengamatan  ini  adalah  pembuatan  preparat  yang  mengacu  pada  prosedur  umum
mikrotehnik dengan fiksatif larutan Bouin. Sampel  difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam lalu dipotong dengan ukuran 3 – 5 mm. Potongan jaringan tersebut
didehidrasi  yaitu  dimasukkan  kedalam  alkohol  dengan  konsentrasi  70,  80, 90 masing-masing selama
± 24 jam dan alkohol 95 selama 22 jam kemudian dimasukkan dalam alkohol 100 selama satu jam sebanyak 3 kali. Setelah proses
dehidrasi,  kemudian  jaringan  tersebut  dimasukkan  kedalam  xylol  proses clearing
selama  satu  jam  sebanyak  3  kali,  pada  xylol  ketiga  dibagi  menjadi  2 yaitu  30  menit  di  suhu  kamar  dan  30  menit  lainnya  di  inkubasi  pada  suhu  55°C
dan  setelah  itu  dilakukan  penanaman  jaringan  kedalam  parapin  embedding. Jaringan  yang  telah  ada  dalam  blok-blok  paraffin  disayat  dengan  menggunakan
mikrotom.  Hasil  potongan  jaringan  dibentangkan  dalam  waterbath  dengan  suhu 40
C  setebal ±  5  mikron.  Sayatan  diletakkan  di  atas  gelas  obyek,  kemudian
diinkubasi  selama  24  jam  pada  suhu  37 C  dan  setelah  itu  siap  untuk  diwarnai
setelah  melekat  sempurna  pada  objek  gelas.  Tahapan  selanjutnya  adalah pewarnaan.  Untuk  aorta  dilakukan  dengan  menggunakan  pewarnaan  Verhoff-von
Gieson, sedangkan untuk usus di lakukan dengan pewarnaan Haemotoxylin-eosin.
Secara  rinci  prosedur  pewarnaan  dapat  dilihat  pada  Lampiran  1  dan  2.  Tahapan terakhir  dilem  dengan  entelan  dan  ditutup  dengan  cover  glass  mounting,
kemudian  diamati  di  bawah  mikroskop  dan  kemudian  dilakukan  pengambilan gambar dengan mikroskop kamera Nikon E6000.