Asam butirat dalam Pencegahan terjadinya kanker kolon oleh asam butirat

59 10,87a 11,93ab 12,13b 15,18c 12,79ab - 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 16,0 K a d a r B u ti ra t K. Negatif K. Positif TRL E TRL G TRL S Perlakuan kontrol negatif 10.87. Kromatogram GC asam butirat dapat dilihat pada Lampiran 3. Analisis sidik ragam Lampiran 38 menunjukkan bahwa penambahan TRL ke dalam ransum berpengaruh nyata p0.05 terhadap peningkatan kadar asam butirat sekum. Uji beda nyata Duncan Lampiran 39 menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kontrol negatif dan positif, hanya penambahan TRL Gelidium sp yang memberikan pengaruh nyata dalam peningkatan kadar asam butirat sekum. Gambar 26 Kadar butirat sekum tikus Hasil fermentasi serat pangan oleh bakteri menguntungkan di usus besar yaitu asam butirat akan mempunyai efek perlindungan terhadap timbulnya kanker usus besar. Asam butirat merupakan komponen gizi yang penting untuk berlangsungnya metabolisme lemak di dalam usus besar dan diduga mempunyai efek penstabil terhadap regenerasi sel-sel di usus besar Astawan dan Wresdiyati

2004. Asam butirat dalam Pencegahan terjadinya kanker kolon oleh asam butirat

melalui mekanisme menurunnya pH kolon oleh adanya asam butirat tersebut. Pada kondisi pH kolon yang rendah dapat mereduksi konversi asam empedu oleh α-hidroksilasi membentuk karsinogen yang potensial. Asam butirat ini dapat meningkatkan apoptosis sel kolonik mutan dan memberikan energi untuk pertumbuhan bakteri yang membantu menginaktifasi senyawa-senyawa toksik Sardesai 2003. D.9. Gambaran Histologi Aorta Pengamatan terhadap aorta tikus dimaksudkan untuk melihat kejadian plak atau lesi aterosklerosis. Plak atau lesi aterosklerosis merupakan penebalan 60 pada dinding aorta karena penumpukan masa lipid atau kolesterol teroksidasi dalam bentuk sel busa. Aorta tikus grup kontrol negatif dibandingkan dengan kontrol positif terdapat perbedaan permukaan pada dinding aorta Gambar 27. Gambar 27 Mikrofotografi aorta tikus perlakuan Perwarnaan Verhoff-von Gieson , pembesaran 20x Keterangan : : Garit lemak K- : Tikus grup kontrol negatif 0 kolesterol dan 0 TRL K + : Tikus grup kontrol positif 1 kolesterol dan 0 TRL E : Tikus grup perlakuan 1 TRL dan 10 TRL Eucheuma cottonii G : Tikus grup perlakuan 1 TRL dan 10 TRL Gelidium sp S : Tikus grup perlakuan 1 TRL dan 10 TRL Sargassum sp Permukaan dinding aorta grup kontrol negatif terlihat bersih sedangkan pada kontrol positif terdapat garit lemak yang merupakan proses awal terbentuknya plak atau lesi aterosklerosis. Garit lemak yang terbentuk masih K- K+ E G S 61 sangat tipis sehingga belum dapat di ukur luasannya. Aorta tikus grup penambahan TRL Eucheuma cottonii, Gelidium sp dan sargassum sp terlihat bersih seperti pada kontrol negatif. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan dari serat pangan tepung rumput laut untuk mencegah terjadi aterosklerosis. Hasil pengamatan terhadap gambaran histologi aorta tikus ini juga didukung oleh hasil perhitungan indeks aterogenik. Nilai indeks aterogenik dibawah 4.06 pada tikus belum menimbulkan plaklesi aterosklerosis. Penelitian yang relatif singkat yaitu dengan pemberian diet kolesterol 1 selama 8 minggu pada tikus masih belum menyebabkan terbentuknya lesi aterosklerosis, karena metabolisme lipoprotein tikus berbeda dengan kelinci atau manusia maka perlu penambahan asam kolat ke dalam diet tikus agar terbentuk lesi aterosklerosis Paigen et al. 1994. Selain itu juga Amstrong dan Heistad 1990 menyatakan bahwa tikus bukan merupakan hewan model yang ideal untuk studi aterosklerosis. D.10. Gambaran Histologi Kolon Pengamatan terhadap histologi kolon tikus dilakukan untuk membuktikan bahwa serat pangan dan asam lemak rantai pendek terutama butirat yang dihasilkan dari fermentasi serat pangan di usus dapat menghambat terjadinya kanker kolon. Hasil pengamatan terhadap ketebalan mukosa dan tunika muskularis tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Ketebalan Mukosa Tunika Muskularis Tikus Perlakuan Ketebalan lapisan mukosa µm Ketebalan lapisan tunika muskularis µm 0 kol, 0 TRL 227.10 ± 38.04 a 226.62 ± 50.41 a 1 kol, 0 TRL 160.92 ± 56.33 a 160.50 ± 44.24 a 1 kol, 10 TRL “E” 149.52 ± 44.79 a 101.64 ± 32.34 a 1 kol, 10 TRL “G” 132.48 ± 10.23 a 121.32 ± 30.75 a 1 kol, 10 TRL “S” 175.20 ± 42.57 a 165.42 ± 66.93 a Hasil analisis sidik ragam Lampiran 40 dan 41 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan TRL Eucheuma cottonii, Gelidium sp dan sargassum sp ke dalam ransum tidak berpengaruh nyata p0,05 terhadap ketebalan mukosa 62 dan tunika muskularis kolon tikus. Sedangkan hasil pengamatan terhadap kejadian peradangan pada kolon tikus perlakuan menunjukkan bahwa kontrol positif memiliki sel radang lebih banyak dan mengelompok dibandingkan dengan kontrol negatif, perlakuan TRL Eucheuma cottonii, TRL Gelidium sp dan TRL Sargassum sp. Jumlah sel radang pada grup tikus perlakuan TRL ketiga jenis tersebut masih sedikit dan soliter dimana jumlah sel radang paling sedikit terdapat pada kelompok tikus yang diberi ransum TRL Gelidium sp. Hal ini didiukung dengan hasil analisis kadar asam butirat sekum yang menunjukkan bahwa kelompok TRL Gelidium sp memiliki kadar tertinggi dibandingkan kelompok perlakuan yang lain. Hal ini diduga bahwa asam butirat yang dihasilkan dari fermentasi serat pangan di kolon mampu mencegah terjadinya peradangan sel pada kolon. Peradangan sel ini dapat mengindikasikan terjadinya kanker kolon. Sardesai 2003. Serat pangan diketahui akan mempengaruhi mikroflora usus dan mengurangi waktu transit makanan dalam usus. Diduga bahwa komponen tertentu dari makanan dapat merupakan karsinogen atau mikroflora usus dapat bereaksi pada residu makanan yang sampai ke usus dan mengubahnya menjadi senyawa karsinogenik. Senyawa tersebut apabila kontak dengan sel-sel mukosa usus besar kolon selama periode tertentu akan menimbulkan tumbuhnya sel-sel kanker Muchtadi 2000. Hipotesa mengenai mekanisme serat pangan dalam mencegah timbulnya kanker usus besar melalui beberapa jalur yaitu 1 Serat pangan dapat mempengaruhi mikroflora usus sedemikian rupa sehingga senyawa karsinogenik tidak terbentuk, 2 Serat pangan bersifat dapat mengikat air sehingga dapat meningkatkan kandungan air dalam usus besar. Dengan demikian konsentrasi senyawa karsinogenik menjadi rendah dan tidak efektif lagi membentuk sel kanker, 3 Serat pangan dapat mempercepat waktu transit residu makanan di dalam usus besar sehingga tidak terdapat cukup waktu bagi senyawa karsinogen untuk melakukan kontak dengan sel-sel mukosa usus Muchtadi 2000. Gambaran histologi kolon dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kelainan patologis atau inflamasi usus besar, secara jelas dapat terlihat pada Gambar 28. 63 Gambar 28 Mikrofotografi kolon tikus perlakuanPewarnaan Haemotoxylin- Eosin pembesaran 4X Keterangan : : Mukosa : tunika muskularis K- : Tikus grup kontrol negatif 0 kolesterol dan 0 TRL K + : Tikus grup kontrol positif 1 kolesterol dan 0 TRL E : Tikus grup perlakuan 1 Kolesterol dan 10 TRL E.cottonii G : Tikus grup perlakuan 1 Kolesterol dan 10 TRL Gelidium sp S : Tikus grup perlakuan 1 Kolesterol dan 10 TRL Sargassum sp K- K+ E G S 64

V. SIMPULAN DAN SARAN