BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, dan atau
peningkatan resistensi insulin seluler terhadap insulin. Hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolik DM lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan
organ, seperti di mata, ginjal, syaraf, dan sistem vaskular Cavallerano, 2009.
DM tipe 2 merupakan jenis DM yang paling banyak diderita di seluruh
dunia. Prevalensi penyakit ini terus meningkat. Pada tahun 2000 jumlah
penderita sekitar 150 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah
penderita bertambah menjadi dua kali lipat Inzucchi et.al., 2005.
DM jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi pada
berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, dan
syaraf. Pemantauan status metabolik pasien DM merupakan hal yang penting.
Pengendalian DM yang baik berarti menjaga kadar glukosa darah dalam kisaran
normal. Dengan pengendalian DM yang baik, diharapkan pasien terhindar dari
komplikasi DM Waspadji, 1996.
Metode yang digunakan untuk menentukan pengendalian glukosa darah
pada semua tipe DM adalah pengukuran glikat hemoglobin HbA1c.
Hemoglobin pada keadaan normal tidak mengandung glukosa ketika pertama
kali keluar dari sumsum tulang Price dan Wilson, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Pada orang normal sebagian kecil fraksi hemoglobin akan mengalami
glikosilasi. Artinya glukosa terikat pada hemoglobin melalui proses non‐
enzimatik dan bersifat reversibel. Pada pasien DM glikosilasi hemoglobin
meningkat secara proporsional dengan kadar rerata glukosa darah selama
2 ‐3 bulan sebelumnya. Bila kadar glukosa darah berada pada kisaran normal
antara 70‐140 mg selama 2‐3 bulan terakhir, maka hasil tes HbA1c akan
menunjukkan nilai normal 3,5‐5,5. Pemeriksaan HbA1c sebagai pemeriksaan
tunggal sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang Waspadji,
1996. Komplikasi
oftalmik pada DM meliputi abnormalitas kornea, glaukoma, neovaskularisasi
iris, katarak, neuropati, dan retinopati diabetik. Namun retinopati
diabetik merupakan komplikasi yang paling umum terjadi dan potensial
menyebabkan kebutaan Bhavsar, 2009. Retinopati
diabetik merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan
oleh radang dan ditemukan pada penderita DM Ilyas, 2008. Retinopati
diabetik merupakan suatu mikroangiopati progressif yang ditandai dengan
kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil. Perubahan patologis paling
awal adalah penebalan membran basal endotel kapiler retina dan berkurangnya
jumlah perisit,
selanjutnya berkembang
membentuk mikroaneurisma,
perdarahan, dilatasi pembuluh darah, hard exudate, soft exudate,
pembentukan pembuluh darah baru, edema retina, dan pembentukan parut
Ilyas, 2008; Vaughan et.al., 2000.
Universitas Sumatera Utara
Retinopati diabetik adalah penyebab kebutaan akibat kerusakan retina,
dan diperkirakan 25 kali lebih banyak diderita pada pasien DM dibandingkan
pasien yang tidak menderita DM Taylor dan Williams, 1994; Vaughan et.al.,
2000; Waspadji, 1996. Retinopati diabetik merupakan penyebab utama
kebutaan di negara Barat. Di Inggris retinopati diabetik merupakan penyebab
kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan Ilyas, 2008.
Di Amerika Serikat kira‐kira 16 juta orang penderita DM, sekitar 50
penderita tidak tanggap dengan komplikasi DM terhadap mata mereka. Hanya
sekitar 50 penderita DM yang menerima perawatan mata, sehingga tidak
mengherankan jika retinopati diabetik penyebab kebutaan pada pasien berumur
25 ‐74 tahun. Di Amerika Serikat retinopati diabetik menyebabkan lebih
8000 kasus kebutaan baru setiap tahunnya Aiello et.al., 1998; Bhavsar, 2009.
Beberapa faktor risiko penyebab retinopati diabetik adalah lamanya
menderita DM, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, hipertensi, nefropati
diabetik, kehamilan, dan faktor lain seperti merokok, obesitas, dan kadar
kolesterol tinggi Cignarelli et.al., 1992; Inzucchi et.al., 2005; Ling et.al., 2006;
Stratton et.al., 2001.
Berdasarkan penelitian di 26 sentra di Amerika Serikat dan 3 sentra di
Kanada selama 10 tahun pada pasien DM bergantung insulin tampak bahwa
kontrol kadar gula darah yang baik dengan pengobatan intensif dapat mencegah
dan menghambat timbulnya mau pun progresifitas retinopati Waspadji, 1996.
Kebanyakan pasien dengan retinopati diabetik tidak selalu memberikan
gejala atau keluhan penglihatan seperti kabur tetapi sangat bergantung pada
Universitas Sumatera Utara
letak dan derajat retinopatinya. Tanpa penatalaksanaan, retinopati diabetik akan
semakin parah dan akan mengawali hilangnya penglihatan kebutaan
Waspadji, 1996. Identifikasi dan penanganan retinopati proliferatif atau edema
makular dengan pembedahan dan teknik medis lain akan mengurangi kebutaan
hingga 90 Fonseca et.al., 1996; Inzucchi et.al., 2005.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian