Lingkungan Pembentuk Perilaku Menyimpang

2.3 Lingkungan Pembentuk Perilaku Menyimpang

1. Ketidaksempurnaan Sosialisasi Nilai-nilai Perilaku manusia dikendalikan oleh nilai dan norma sosial. Nilai dan norma tersebut diterima seorang individu melalui proses sosialisasi. Sosialisasi dialamiseseorang melalui berbagai media. Apabila di antara media-media itu tidak sejalan dalam menyosialisasikan nilai dan norma, maka terjadilah ketidaksem-purnaan sosialisasi. Salah satunya adalah ketidakselarasan antara sosialisasi dirumah, di sekolah, dan di masyarakat. Misalnya, sekolah menanamkan nilai kesehatan sehubungan dengan bahayarokok. Siswa dilarang merokok karena tidak baik untuk kesehatan. Namun, dirumah ayahnya sendiri merokok, dan di masyarakat merokok menjadi perilakuumum. Akibatnya, nilai-nilai yang disosialisasikan di sekolah tentang bahayamerokok tidak berhasil. Berbagai anjuran guru yang didasari alasan ilmiahsekalipun tidak akan dipercaya siswa, apabila guru tersebut, atau guru- guru laindi sekolah itu juga tampak sering merokok. Ketidaksempurnaan sosialisasi banyak terjadi dalam berbagai persoalan. Nilai kejujuran yang selalu ditanamkan di sekolah berlawanan dengan praktik kecurangan di masyarakat. Di sekolah diajarkan bahwa negara kita adalah negarahukum, setiap orang sama kedudukannya dalam hukum. Akan tetapi, kenyataandi masyarakat menunjukkan hal yang berlawanan. Para pelanggar hukum dapatdibebaskan atau diperingan dari tuntutan jika membayar atau memiliki ke-kuasaan, sehingga orang lebih percaya bahwa orang kaya dan pejabat dapatmenghindar dari hukum. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penyimpangan tingkah laku juga terjadi sebagai akibat tidak berfungsinya media sosialisasi secara baik. Misalnya, keluarga diharapkan berperan sebagaisumber kasih sayang bagi anak. Peran itu dapat saja tidak terpenuhi karenaberbagai hal antara lain kehancuran keluarga broken home, akibat perceraian,perselingkuhan, kematian salah satu atau kedua orang tuanya, sifat otoriterorang tua dalam mendidik anak, tekanan ekonomi yang menghimpit kehidupansehari-hari keluarga, ataupun karena kemiskinan. Hal- hal tersebut di atas, men- jadikan keluarga tidak mampu menjadi media sosialisasi yang wajar. Akibatnya,anak-anak yang berasal dari keluarga demikian banyak yangberperilakumenyimpang. 2. Menganut Nilai-nilai Subkebudayaan Menyimpang Masyarakat adalah satu kesatuan hidup bersama yang memiliki kebudayaan.Di dalam suatu masyarakat terdapat bagian-bagian sub-sub atau kelompok-kelompok orang. Setiap kelompok memiliki ciri-ciri kebudayaan tersendiri namun masih merupakan bagian dari keseluruhan masyarakat itu. Inilah yangdinamakan subkebudayaan. Ada kalanya subkebudayaan menganut tata nilai yang menyimpang. Misalnya, sekelompok warga masyarakat yang sehari-harihidup dalam dunia pelacuran, perjudian, dan berbagai kehidupan malam tidak sehat lainnya. Penyimpangan perilaku bersumber dari pergaulan dengan orang ataukelompok yang menerapkan nilai dan norma yang berbeda differential association . Nilai dan norma yang berbeda dipelajari melalui proses alih budayaculture transformation . Melalui proses alih budaya seseorang menyerapsubkebudayaan menyimpang deviant subculture dari lingkungan tertentu dalammasyarakat.Seseorang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kadang-kadang terjerumus dalam kelompok pergaulan yang tidak menguntungkan seperti itu. Pergaulan negatif membuat seseorang berperilakumenyimpang. Seorang anak berasal dari keluarga baik-baik, namun dia tinggaldi lingkungan para pemabuk dan penjudi. Setiap hari melihat, bertemu, danbergaul dengan pemabuk dan penjudi. Akibatnya, dia berperilaku seperti itupula. 3. Kesalahan Memahami Informasi Seringkali kita salah dalam memahami suatu kejadian, peristiwa atauinformasi yang disampaikan oleh pihak lain, terutama media massa elektronik. Penggambaran peristiwa, berita, dan tayangan - tayangan yang menampilkanperilaku menyimpang sangat berpotensi untuk ditiru oleh masyarakat. Hal ini,karena mayoritas masyarakat kita belum terbiasa menyeleksi atau menganalisis secara kritis terhadap berbagai informasi yang datang. Masyarakat cenderunguntuk menerima mentah-mentah dan menganggapnya sebagai hal yang lumrah. Contoh yang aktual dapat dilihat dari media televisi di masyarakat antara lain informasi-informasi kriminalitas, perselingkuhan artis, sinetron-sinetron yangmenceritakan konflik warisan, dan lain-lain. Informasi dan acara-acara tersebutmemperoleh apresiasi yang tinggi dari masyarakat, sehingga secara tidak langsung mereka terobsesi untuk apa yang ditayangkan media televisi. Pengaruhterbesar biasanya terjadi pada anak-anak yang belum dapat secara optimalmenyeleksi informasi yang ada. Para pengelola televisi mungkin menyadaribahwa program-program tersebut mempunyai dampak serius di masyarakat, namun kepentingan untuk UNIVERSITAS SUMATERA UTARA meraih keuntungan nampak lebih penting daripadadampak-dampak sosial yang terjadi. 4. Ikatan Sosial Menyimpang Di dalam masyarakat terdapat berbagai individu yang berbeda perilaku dan kebiasaannya. Ada yang hidup tertib dan santun karena sudah mapan secarasosial ekonomi, namun ada pula yang kurang beruntung sehingga kekecewaanhidup itu mereka terlampiaskan lewat berbagai perilaku keseharianyangmenyimpang dari norma-norma. Di sisi lain, setiap orang cenderung memilih teman bergaul. Apabila orang yang dipilih baik, maka baiklah perilakunya. Sebaliknya, apabila temanbergaulnya berperilaku menyimpang, maka dia pun akan ikut berperilakumenyimpang. Seseorang tidak akan mudah menghindar dari ikatan sosialnya.Ikatan sosial dapat berupa teman bergaul, kelompok atau organisasi yang diaikuti. Seseorang terikat secara sosial dan secara emosional dengan orang lain atau kelompok yang diikuti. Misalnya, seorang anak dari keluarga baik-baik tetapi bergaul dengan sekelompok anak nakal. Apabila teman atau kelompoknya berkelahi, mau tidak mau dia akan ikut berkelahi. Ikatan sosial membuatnya menunjukkan solidaritas kelompok Suhardi, Sunarti Sri, 2009:135-137. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.4 Teori D i f f e r e n t i a l Association