Proses Reduplikasi Bahasa Jawa Ngoko

57

4.3 Proses Reduplikasi Bahasa Jawa Ngoko dan Bahasa Indonesia

4.3.1 Proses Reduplikasi Bahasa Jawa Ngoko

4.3.1.1 Dwilingga

Bentuk reduplikasi dwilingga DL pada bahasa Jawa ngoko dapat berupa kata dasar, kata berimbuhan baik berupa awalan, sispan, maupun akhiran dan perulangan sebagian.

4.3.1.1.1 Dwilingga Kata Dasar

Contoh: lunga ‘pergi’ lunga-lunga ‘bepergian’ omah ‘rumah’ omah-omah ‘berumah tangga’ wit ‘pohon’ wit-wit ‘pohon-pohon’ apik ‘bagus’ apik-apik ‘bagus-bagus’ siji ‘satu’ siji-siji ‘satu-satu’ adoh ‘jauh’ adoh-adoh ‘jauh-jauh’ elek ‘jelek’ elek-elek ‘jelek-jelek’ mlayu ‘lari’ mlayu-mlayu ‘berlari-lari’ seger ‘segar’ seger-seger ‘penyegar’ Universitas Sumatera Utara 58 Dari contoh yang telah dipaparkan sebelumnya dapat dilihat bahwa ada beberapa kata dasar yang apabila direduplikasikan secara dwilingga maka akan membentuk kata yang baru. Misalnya, pada kata seger KS ‘segar’ menjadi seger-seger KB ‘penyegar’, begitu pula dengan kata omah KB ‘rumah’ menjadi omah-omah KK ‘berumah tangga’. Maka, dapat disimpulakan bahwa tidak semua hasil reduplikasi dwilingga sama dengan bentuk dasarnya.

4.3.1.1.2 Dwilingga Berimbuhan

Dwilingga berimbuhan pada bahasa Jawa ngoko terdapat pada proses penambahan awalan N+DL, sa+DL, penambahan akhiran DL+an, dan penambahan awalan dan akhiran N+DL+ake, dan N+DL+i. Contoh: N-idaq ‘injak’ ngidak ‘mengijak’ ngidaq-ngidaq N-iris ‘iris’ ngiris ‘mengiris’ ngiris-ngiris N-ombe ‘minum’ ngombe ‘minum’ ngombe-ngombe N-pacul ‘cangkul’ macul ‘mencangkul’ macul-macul N-thuthuq ‘pukul’ nuthuq ‘memukul’ nuthuq-nuthuq N-gawe ‘buat’ nggawe ‘membuat’ nggawe-nggawe Universitas Sumatera Utara 59 sa-kilo ‘kilo’ sakilo ‘satu kilo’ sakilo-sakilo sa-beseq ‘besek’ sabeseq ‘satu besek’ sabeseq-sabeseq sa-gajah ‘gajah’ sagajah ‘sebesar gajah’ sagajah-sagajah wit-an ‘pohon’ witan ‘pepohonan’ wit-witan N-towo-ake ‘menawar’ nawaqake ‘menawarkan’ nawaq-nawaqake N-jupoq-ake ‘ambil’ njupoqake ‘mengambilkan’ njupoq-njupoqake N-tuku-i ‘beli’ nukoni ‘membeli’ nukon-nukoni N-moro-i ‘datang’ marani ‘mendatangi’ maran-marani Pada contoh yang telah dipaparkan terlihat bahwa proses reduplikasi dwilingga DL berimbuhan ada beberapa kata yang memiliki arti ‘seperti’ yaitu pada kata gajah ‘gajah’ ketika diikuti dengan imbuhan sa menjadi sagajah-sagajah yang memiliki arti sebesar gajah-sebasar gajah. Maksud dari kata tersebut adalah mengibaratkan sebuah benda yang memiliki besar seperti gajah. Ada pula kata yang apabila diawali dengan fonem t maka akan menjadi fonem n misalnya pada kata tuku ‘beli’ direduplikasikan dengan penambahan imbuhan N dan akhiran i maka menjadi nukon-nukoni. Universitas Sumatera Utara 60

4.3.1.1.3 Dwilingga Sebagian

Kata yang mengalami DL sebagian biasanya adalah yang mendapatkan awalan N-, di-, dan ke-.

4.3.1.1.3.1 Dwilingga Sebagian Berprefiks N-

Tabel 2 Dwilingga Sebagian Berprefiks N- Kata Dasar Bentuk Dasar DL Sebagian Berprefiks N- iris ‘iris’ ngiris ‘memotong’ ngiris-iris ‘memotong-motong’ uyak ‘kejar’ nguyak ‘mengejar’ nguyak-uyak ‘mengejar terus’ ajak ‘mengajak’ ngajak ‘mengajak’ ngajak-ajak ‘berulang kali mengajak’ olo ‘ejek’ ngolo ‘mengejek’ ngolo-olo ‘mengejek-ejek’ idaq ‘injak’ ngidaq ‘menginjak’ ngidaq-idaq ‘menginjak-injak’ Khusus pada kata iris, uyak, ajak, dan idak dapat diulang secara penuh ataupun sebagian. Universitas Sumatera Utara 61

4.3.1.1.3.2 Dwilingga Sebagian Berprefiks di-

Adanya penambahan pada kata dasar yaitu berupa awalan di- menimbulkan dua kemungkina proses perulangan. Pertama, bentuk dasar diulang secara penuh ataupun kedua, bentuk dasar hanya diulang sebagian. Tabel 3 Dwilingga Sebagian Berprefiks di- Kata Dasar Bentuk Dasar DL Sebagian Berprefiks di- idaq ‘injak’ diidaq ‘diinjak’ diidaq-idaq ‘diinjak-injak’ thuthuk ‘pukul’ dithuthuk ‘dipukul’ dithuthuk-thuthuk ‘dipukul berulang kali’ pacul ‘cangkul’ dipacul ‘dicangkul’ dipacul-pacul ‘dicangkul-cangkul’ uyak ‘kejar’ diuyak ‘dikejar’ diuyak-uyak ‘dikejar-kejar’ Universitas Sumatera Utara 62

4.3.1.1.3.3 Dwilingga Sebagian Berprefiks ke-

Dwilingga sebagian yang mendapat awalan ke- juga mengalami hal yang sama dengan DL sebagian yang berprefiks di- yaitu memiliki dua kemungkinan dalam proses perulangan, yaitu perulangan penuh ataupun perulangan sebagian. Tabel 4 Dwilingga Sebagian Berprefiks ke- Kata Dasar Bentuk Dasar DL Sebagian Berprefiks ke- senggol ‘sentuh’ kesenggol ‘tersentuh’ kesenggol-senggol ‘tersentuh-sentuh’ thuthuk ‘pukul’ kethuthuk ‘terpukul’ kethuthuk-thuthuk ‘terpukul-pukul’ banting ‘pelanting’ kebanting ‘terpelanting’ kebanting-banting ‘terpelanting-pelanting’ pacul ‘cangkul’ kepacul ‘tercangkul’ kepacul-pacul ‘tercangkul-cangkul’ cekel ‘tangkap’ kecekel ‘tertangkap’ kecekel-cekel ‘tertangkap-tertangkap’ seret ‘seret’ keseret ‘terseret’ keseret-keseret ‘terseret-terseret’ Universitas Sumatera Utara 63

4.3.1.2 Dwilingga Salin Suara

Dwilingga salin suara DLS merupakan pengulangan penuh pada kata dasar dengan adanya perubahan bunyi pada vokal kata dasar tersebut. Contoh: mlayu ‘lari’ mloya-mlayu ‘berlari-lari’ cokot ‘gigit’ kecokat-kecokot ‘berkali-kali tergigit’ takon ‘bertanya’ tokan-takon ‘berkali-kali bertanya’ mangan ‘makan’ mongan-mengen ‘berkali-kali makan’ tubruq ‘tabrak’ ketubraq-tubroq ‘tertabrak-tabrak’ njaluk ‘minta’ njolak-njaluk ‘meminta-minta’ nangis ‘menangis’ nongas-nangis ‘berkali-kali menangis’ Reduplikasi DLS merupakan reduplikasi yang memiliki arti merupakan ungkapan perasaan pembicara seperti marah ataupun tidak suka terhadap suatu perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus. Contoh dalam kalimat: 1. Bocah iku kawit mau mongan-mangan wae. ‘Anak itu berkali-kali makan saja’ Universitas Sumatera Utara 64 2. Wis ta meneng, aja nongas-nangis wae. ‘Sudahlah diam, jangan berkali-kali menangis saja’. 3. Bocah iku mloya-mlayu wae nang latar. ‘Anak itu berlari-lari saja di halaman’. Terlihat pada contoh di atas bahwa rasa tidak suka si pembicara terhadap perilaku seseorang yang dilakukan berulang kali.

4.3.1.3 Dwipurwa

Reduplikasi dwipurwa DP merupakan pengulangan KV pada gugus pertama kata dasar. Pengulangan ini sangat jarang digunakan dalam bahasa Jawa ngoko. Contoh: resik reresik ‘membersihkan’ lara lelara ‘penyakit’ reged rereged ‘kotoran’ tombo tetombo ‘berobat’ tuku tetuku ‘membeli’ Universitas Sumatera Utara 65 Reduplikasi DP tidak memiliki arti khusus tetapi hanya ada perubahan pada jenis kata. Misalnya, pada kata tombo ‘obat’ KB tetombo ‘berobat’ KK, resik ‘bersih’ KS reresik ‘membersihkan’ KK, dan lara ‘sakit’ KS lelara ‘penyakit’ KB.

4.3.1.4 Dwiwasana

Dwiwasana DW merupakan proses perulangan yang dibentuk dengan mengulang suku akhir kata dasar. Akan tetapi DW yang sebenarnya sulit sekali ditemukan, karena sulit untuk membedakan DW dengan kata ulang semu. Hal ini terjadi karena tidak ada batasan antara DW dengan kata ulang semu. Contoh: cengenges ‘tertawa sinis’ cekikik ‘tertawa terkekeh-kekeh’ cekakak ‘tertawa-tawa’ pethuthuk ‘membesar’ Universitas Sumatera Utara 66 Adapun pola dalam DW yaitu K 1 V 1 K 2 V 2 K 2 V 2 K 3 atau dapat pula berpola K 1 V 1 K 2 V 2 K 3 V 3 V 2 K 4 . Contoh: pethentheng ‘tiba-tiba bertolak pinggang’ pethunthung ‘tiba-tiba agak membesar’

4.3.1.5 Dwi Dwipurwa

Dwi dwipurwa DDP merupakan perulangan penuh dengan bentuk dasar berupa dwipurwa. Perulanag ini dapat pula digolongkan kedalam perulangan dwilingga DL. Contoh: tetuku tetuku-tetuku ‘berbelanja’ gegeni gegeni-gegeni ‘berdiang’ Universitas Sumatera Utara 67

4.3.1.6 Dwi Dwiwasana

Dwi dwiwasana DDW merupakan perulangan dengan bentuk dasar dwiwasana DW dengan mengulangnya secara penuh utuh. Contoh: pecicil pecicil-pecicil ‘tidak biasa diam’ pethentheng pethentheng-pethentheng ‘berlagak’ cekikik cekikik-cekikik ‘tertawa-tawa’ sethithik sethithik-sethithik ‘sedikit-sedikit’ Makna dalam perulangan ini sama dengan DL dan DDP karena melihat hasil dari perulangan sama dengan dua perulangan tersebut.

4.3.1.7 Dwi Dwipurwa Salin Suara

Dwi dwipurwa salin suara DDPS merupakan perulangan dengan bentuk dasar dwi dwipurwa dengan adanya pergantian atau perubahan suara. Universitas Sumatera Utara 68 Contoh: tetuku-tetuku tetuka-tetuku ‘berbelanja’ teturu-teturu tetura-teturu ‘berkali-kali tidur’ beburu-beburu bebura-beburu ‘berburu terus-menerus’ gegeni-gegeni gegena-gegeni ‘berdiang-diang’ njenjaluk-njejaluk njenjulak-njejaluk ‘meminta-minta’ Makna dalam perulangan DDPS adalah rasa jengkel pembicara terhadap suatu perbuatan yang dilakukan berulang kali oleh seseorang. Contoh dalam kalimat: 1. Bocah kok kawit mau tetura-teturu wae ‘Anak itu sejak tadi tidur-tidur saja’ 2. Aja mung gegena-gegeni wae, iki wis awan. ‘Jangan berdiang-diang saja, ini sudah siang ’ 3. Wiwit mau kok njenjulak-njenjaluk kalmbi anyar wae. ‘Sejak tadi meminta-minta baju baru saja’ Universitas Sumatera Utara 69

4.3.1.8 Dwi Dwiwasana Salin Suara

Sama halnya dengan DDPS, dwi dwiwasana salin suara DDWS juga merupakan perulangan yang dibentuk dasar bentuk dasar dwi dwiwasana akan tetapi dengan adanya perubahan bunyi. Contoh: pethentheng-pethentheng pethenthang-pethentheng ‘berlagak’ cekikik-cekikik cekikak-cekikik ‘tertawa kecil’ sethithik-sethithik sethithak-sethithik ‘sedikit-sedikit’ Makna dari perulangan DDWS merupakan sebuah penekanan, yaitu penekanan terhadap suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Universitas Sumatera Utara 70

4.3.2 Proses Reduplikasi Bahasa Indonesia