terstruktur ini adalah peneliti dapat secara sistematis bertanya dan mengorek pemikiran siswa Suparno, 2005.
2. Peta Konsep
Siswa dapat diminta untuk membuat peta konsep untuk melihat ide awal siswa tentang topik tertentu, untuk menunjukkan bagaimana siswa
melihat hubungan antara ide-ide mereka, untuk mengetahui seberapa banyak yang diketahui siswa dan melihat sejauh mana siswa memahami
topik tersebut Taber, 1999. 3.
Gambar Siswa dapat diminta menggambar untuk mewakili pemahaman mereka
tentang konsep tertentu. Menggambar dapat digunakan dalam situasi klinis, tetapi juga dapat digunakan di dalam kelas saat proses belajar
mengajar berlangsung Taber, 1999.
F. Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi bentukan kita sendiri. Seseorang
membentuk skema, kategori, konsep dan strukur pengetahuan yang
diperlukan untuk pengetahuan Bettencourt dalam Suparno, 1997.
Siswa aktif mengkonstruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai
dengan konsep ilmiah. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid itu sendiri untuk menalar. Guru
sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus Suparno, 1997.
G. Teori Perubahan Konsep
Menurut Posner dkk. 1982, dalam Suparno, 1997, dalam proses belajar ada proses perubahan konsep. Suparno 1997 menyatakan bahwa
pengetahuan seseorang itu tidak sekali jadi, melainkan merupakan proses perkembangan yang terus menerus. Dalam perkembangan tersebut ada yang
mengalami perubahan melalui asimilasi dan ada pula dengan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang
menginterpretasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang ada di dalam pikirannya. Menurut Wadsworth dalam
Suparno, 1997, asimilasi tidak menyebabkan perubahan skema, melainkan memperkembangkan skema. Akomodasi adalah keadaan dimana pengalaman
yang baru tidak cocok dengan skema yang telah ada sehingga seseorang membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru.
Sistem pemikiran Piaget menuntut seorang anak untuk aktif terhadap lingkungannya agar ia dapat berasimilasi dan berakomodasi, sehingga proses
belajar mengakibatkan terjadinya proses perubahan konsep yang terus menerus Suparno, 1997.
Proses Asimilasi dan akomodasi yang seimbang diperlukan dalam perkembangan intelek seseorang. Peraturan diri secara mekanis untuk
mengatur keseimbangan kedua proses tersebut disebut dengan equilibrium,
sedangkan keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi disebut Disequilibrium. Proses dari disequilibrium dan equilibrium membuat
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan strukur dalamnya. Jika terjadi ketidakseimbangan, maka seseorang dipacu untuk mencari
keseimbangan dengan jalan asimilasi dan akomodasi Suparno, 1997. Piaget kemudian mengklaim bahwa seseorang mencoba untuk memahami
pengalaman baru dengan mengasimilasi ke dalam skema atau struktur kognitif yang sudah dimiliki. Jika asimilasi tidak bekerja sepenuhnya, ada
ketidakseimbangan antara pengalaman baru dan skema lama yang disebut dengan keadaan ketidakseimbangan kognitif disequilibrium. Untuk
mengatasi ketidakseimbangan tersebut, mereka mengakomodasi atau menyesuaikan skema lama sehingga lebih cocok untuk pengalaman baru
Beilin, 1994 dalam Cook, Joan L. Cook Greg, 2005.
H. Deskripsi Materi