1
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel.
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia terlahir dalam kondisi yang tidak berdaya dan akan tergantung pada orang tua atau orang-orang yang berada di lingkungannya hingga
waktu tertentu. Seiring berlalunya waktu dan perkembangan selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua
dan belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk hidup Mutadin: 2002.
Pada masa remaja, terdapat tugas perkembangan yang harus diselesaikan antara lain mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya. Remaja yang mencapai kemandirian emosional mampu mengembangkan kasih sayang terhadap orang tua, menunjukkan perasaan hormat terhadap orang
tua dan orang dewasa lainnya serta membina ikatan emosional terhadap lawan jenis Prayitno, 2006: 45. Remaja terkadang harus menentang, berdebat,
bertarung pendapat dan mengkritik dengan pedas sikap-sikap orang tua dalam mencapai kemandirian emosional. Hal ini menyebabkan konflik berkepanjangan
sehingga timbul sikap pertentangan dan hubungan yang semakin jauh antara orang tua dan anaknya Ariani, 2004: 103.
Di tengah berbagai gejolak perubahan yang terjadi di masa remaja, banyak remaja yang mengalami kekecewaan dan rasa frustrasi mendalam terhadap orang
tua. Akibatnya remaja yang bersangkutan tidak memiliki motivasi belajar, kehilangan gairah untuk sekolah dan tidak jarang justru berakhir dengan drop out
dari sekolah Mutadin: 2002. Mencermati kenyataan tersebut, dibutuhkan dukungan dan dorongan dari
keluarga serta lingkungan di sekitarnya untuk dapat mencapai kemandirian emosional. Guru pembimbing juga mempunyai peran yang besar dalam proses
pembentukan kemandirian emosional siswanya. Guru pembimbing diharapkan dapat memberikan kesempatan pada siswa agar dapat mengembangkan
kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya. Dengan demikian siswa akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi mandiri.
Jika kemandirian emosional tidak dicapai, hal ini bisa saja dapat menghambat perkembangan psikologis remaja di masa mendatang Mutadin:
2002. Apabila remaja masih bergantung pada orang tuanya dan belum memiliki kemandirian yang sesuai dengan usianya, remaja akan mengalami kesulitan
membangun hubungan heteroseksual, mengejar pekerjaan dengan rasa percaya diri atau mendapatkan identitas diri yang jelas Conger: 1991 dalam Permana,
2011: 3. Dacey Kenny 1997 dalam Desmita, 2009: 222 juga mengatakan
remaja yang tetap tergantung secara emosional pada orangtuanya mungkin dirinya selalu merasa enak, mereka terlihat kurang kompeten, kurang percaya diri,
kurang berhasil dalam belajar dan bekerja dibanding dengan remaja yang mencapai kebebasan emosional.
Perkembangan kemandirian emosional pada remaja merupakan salah satu isu yang sama penting dan menarik untuk diuji secara serius. Pentingnya kajian
secara serius terhadap isu perkembangan kemandirian remaja didasarkan pada pertimbangan bahwa bagi remaja, pencapaian kemandirian merupakan dasar
untuk menjadi orang dewasa. Kemandirian dapat mendasari orang dewasa dalam menentukan sikap, mengambil keputusan dengan tepat, serta keajegan dalam
menentukan dan melakukan prinsip-prinsip kebenaran dan kebaikan. Pentingnya kemandirian dimiliki oleh remaja juga tampak dari komitmen profesi bimbingan
dan konseling yang menyarankan bahwa bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal adalah bimbingan dan konseling yang memandirikan Ditjen
PMPTK 2007 dalam Budiman: 2012. Guru pembimbing hendaknya mampu membuat program yang relevan untuk mengembangkan kemandirian siswa,
karena bimbingan dan konseling di sekolah juga berfungsi dalam memandirikan siswanya.
Banyak siswa yang masih tergantung kepada orang tua dalam memutuskan sesuatu dan siswa merasa cemas dan takut jika ia tidak mengikuti
keinginan orang tuanya adalah kenyataan yang peneliti lihat di SMP N 2 Mlati
Sleman Yogyakarta tahun ajaran 20142015 pada kelas IX. Untuk itu guru pembimbing perlu mampu menyajikan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk
mengembangkan kemandirian emosional siswa. Hal ini perlu dilakukan karena para siswa juga perlu mampu mengembangkan kemandirian emosionalnya
sebagai bekal menghadapi tantangan dan tugas perkembangan di masa dewasa. Maka diperlukanlah sebuah penelitian untuk menjawab seberapa tinggi tingkat
kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Yogyakarta tahun ajaran 20142015 guna mendukung perkembangannya sebagai pribadi.
B. Rumusan Masalah