34
BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN TOPIK-TOPIK
BIMBINGAN KLASIKAL
Dalam bab ini disajikan hasil penelitian yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan mengenai seberapa tinggi tingkat kemandirian emosional para siswa
kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 20142015 dan topik- topik bimbingan klasikal mana yang sesuai untuk membantu siswa kelas IX di
SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta dalam meningkatkan kemandirian emosionalnya. Penyajian hasil penelitian dilanjutkan dengan pembahasan dan
usulan topik-topik bimbingan klasikal.
A. Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman
Yogyakarta Tahun Ajaran 20142015
Kategorisasi skor subjek penelitian dilakukan dengan tujuan untuk memetakan tinggi rendahnya kemandirian emosional subjek penelitan. Norma
kategorisasinya adalah sebagai berikut: X maksimum teoritik
: 4 x 35 = 140 X minimum teoritik
: 1 x 35 = 35 Luas jarak
: 140 – 35 = 105
σ standar deviasi : 105 : 6 = 17, 5 dibulatkan menjadi 18
μ mean teoritik : 140 + 35: 2 = 87, 5 dibulatkan menjadi 88
Setelah dilakukan perhitungan, diketahui bahwa tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran
20142015 adalah seperti yang disajikan pada
tabel 6.
Tabel 6 Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman
Yogyakarta Tahun Ajaran 20142015 NormaKriteria
Skor Skor
Jumlah Subyek
Prosentase Kategori
X≤ µ -1,5σ 60
- -
Sangat Rendah µ -
1,5 σ X≤ µ - 0,5 σ
61-79 -
- Rendah
µ - 0,5 σ X≤ µ
+0,5 σ 80-96
35 32, 71
Sedang µ +0,5 σ X≤ µ
+1,5 σ 97-114
68 63, 55
Tinggi µ +1,5 σ X
115 4
3, 74 Sangat Tinggi
Dari tabel 6 terlihat bahwa:
a. Ada 4 3, 74 siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional yang
sangat tinggi. b.
Ada 68 63, 55 siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional yang tinggi.
c. Ada 35 32, 71 siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional
yang sedang. d.
Tidak ada 0 siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional yang rendah dan sangat rendah.
Peneliti menyimpulkan bahwa kebanyakan siswa kelas IX SMP N 2
Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 20142015 memiliki kemandirian emosional yang tinggi.
B. Pembahasan
Untuk membatasi pembahasan dan untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu, tingkat kemandirian emosional yang tinggi dan sangat tinggi
disatukan saja menjadi tinggi. Tingkat kemandirian emosional yang sedang peneliti anggap sebagai tingkat kemandirian emosional yang kurang tinggi.
Hal-hal yang menyebabkan tingkat kemandirian emosional para siswa SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tinggi dapat tercermin dari pendapat siswa
bahwa siswa-siswa tidak harus menjadi seperti orang tuanya. Siswa juga tidak lagi memandang orang tua sebagai orang yang serba tahu. Selain itu, siswa
memiliki sikap yang menganggap orang tuanya sebagai teman dalam mendiskusikan berbagai hal dan siswa juga dapat berbicara dengan leluasa
kepada orang tuanya. Tingkat kemandirian emosional yang tinggi juga disebabkan 3 hal.
Pertama,
para siswa merasa nyaman dalam mengungkapkan pendapatnya kepada orang tua.
Kedua,
siswa memiliki sikap tergantung kepada diri sendiri yang tercermin dari kemampuan siswa yang dapat menyelesaikan masalahnya
sendiri tanpa melibatkan orang tuanya. Selain itu, sikap bergantung pada diri sendiri terlihat dari kemampuan siswa dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler
antara lain seni tari, futsal, basket dan seni musik sesuai dengan pilihannya sendiri; bukan tergantung dari orang tuanya.
Ketiga,
siswa juga merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Hal ini tercermin dari sikap siswa
yang tidak menyalahkan orang tua saat siswa mengalami kekecewaan. Selain
itu, siswa sudah dapat menanggung resiko jika ia tidak mengerjakan tugas sesuai yang telah ditetapkan oleh guru.
Tingkat kemandirian emosional yang tinggi juga dipengaruhi oleh usia para siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta. Usia siswa kelas IX
rata-rata 15 tahun yang masuk dalam usia remaja. Di usia remaja ini, sifat menggantungkan diri pada orang lain semakin berkurang dan akhirnya
menjadi makhluk yang dapat berdiri sendiri. Siswa yang memiliki kemandirian emosional yang tinggi memiliki dua
keuntungan, yaitu:
Pertama,
ia sudah mampu memutuskan hal mengenai dirinya sendiri, sehingga ia mulai terlepas dari ketergantungan orang tuanya.
Kedua
, siswa juga dapat mendiskusikan berbagai hal dengan leluasa kepada orang tuanya.
Pada awal penelitian, peneliti menduga bahwa tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran
20142015 memiliki tingkat kemandirian emosional yang rendah. Namun setelah diadakan penelitian, ternyata hasil penelitian tak sejalan dugaan
semula. Hal ini bisa jadi disebabkan karena pada saat peneliti melakukan obsevasi, banyak siswa yang mengungkapkan bahwa mereka masih sangat
tergantung kepada orang tua dalam memutuskan sesuatu. Dari hasil penelitian 35 siswa masih memilki tingkat kemandirian
emosional sedang dalam hal ini termasuk kategori kurang tinggi. Menurut peneliti, ada tiga hal yang menyebabkan kemandirian emosional siswa
termasuk kategori kurang tinggi. Dalam hal ini peneliti menyesuaikan realita
yang ada di lapangan saat peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada beberapa siswa.
Pertama,
siswa kurang mampu dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang tua. Beberapa siswa mengatakan bahwa mereka
kurang akrab dengan orang tuanya, sehingga siswa merasa cemas dan takut jika ia tidak mengikuti keinginan orang tuanya.
Kedua,
ada beberapa siswa juga yang masih mengandalkan orang tuanya dalam mengambil keputusan
bagi siswa itu sendiri.
Ketiga,
beberapa siswa juga sering mengalami emosi marah karena tidak sejalan dengan orang tua. Tiga hal ini yang mengakibatkan
siswa memiliki tingkat kemandirian emosional yang kurang tinggi. Jika ini dibiarkan terus menerus akan membuat siswa menjadi tidak berkembang.
C. Usulan