Jangka Waktu Pemakaian Kontrasepsi IUD .Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Kontrasepsi IUD 1. Keuntungan Penggunaan IUD

2.4.3. Jangka Waktu Pemakaian Kontrasepsi IUD

Badan Pengawasan obat Federal Amerika USFDA baru-baru ini telah menyetujui pemakaian IUD Copper T-380A secara efektif sebagai kontrasepsi selama maksimum 8 tahun Saifuddin, 2004. Tiap kemasan IUD Copper T-380A mempunyai jangka waktu penyimpanan selama 7 tahun. Hal ini berarti bahwa setiap kemasan yang masih utuh tidak robek dijamin akan tetap steril sampai tanggal kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label kemasan. Setelah lewat tanggal kadaluwarsa, IUD dalam kemasan yang belum terpakai harus dibuangdimusnahkan Speroff, 2005.

2.4.4 .Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Kontrasepsi IUD 1. Keuntungan Penggunaan IUD

Menurut Saifuddin 2004, keuntungan IUD Non hormonal Cu T-380A adalah: a. Sebagai kontrasepsi efektivitasnya tinggi. b. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama satu kegagalan dalam 125-170 kehamilan. c. IUD dapat efektif segera setelah pemasangan. d. Metode jangka panjang. e. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. f. Tidak mempengaruhi hubungan sexual. g. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil. h. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu IUD Cu T-380A Universitas Sumatera Utara i. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. j. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus. k. Dapat digunakan sampai menopause. l. Tidak ada interaksi dengan obat-obat. Hartanto 2004 menambahkan keuntungan IUD hormonal adalah: a. Mengurangi volume darah haid dan mengurangi disminorrhoe. b. Untuk mencegah adhesi dinding-dinding uterus oleh synechiae Asherman’s Syndrome.

2. Kerugian Penggunaan IUD

Menurut Saifuddin 2004, kerugian IUD Cu T-380A Non hormonal: a. Efek samping yang umum terjadi : 1 Perubahan siklus haid. 2 Haid lebih lama dan banyak. 3 Perdarahan spotting antar menstruasi. 4 Di saat haid lebih sakit. b. Komplikasi lain: 1 Merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan. 2 Perforasi dinding uterus sangat jarang apabila pemasangan benar. c. Tidak mencegah IMS termasuk HIVAIDS. d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan. e. Klien tidak dapat melepas IUD oleh dirinya sendiri. Universitas Sumatera Utara f. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD untuk mencegah kehamilan normal.

2.4.5 Persyaratan Pemakaian Kontrasepsi IUD

Ibu yang mengunakan alat kontrasepsi IUD harus mematahui persyaratan agar terhindari dari gangguan efek samping dan kesehatan lainnya yang dapat meningkatkan kesakitan atau kematian. Menurut Saifuddin 2004 peryaratan pemakaian alat kontrasepsi IUD, yaitu: 1. Usia reproduktif 2. Telah mendapat persetujuan dari suami. 3. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang dari 5 cm. 4. Telah cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi. 5. Tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun. 6. Dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur di atas 30 tahun. 7. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. 8. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi. 9. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya. 10. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi. 11. Resiko rendah dari IMS. 12. Tidak menghendaki metode hormonal. 13. Tidak ada kontraindikasi. Universitas Sumatera Utara Pada umumnya ibu dapat menggunakan IUD Cu T-380A dengan aman dan efektif dengan segala kemungkinan keadaan misalnya: perokok, pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi, sedang memakai antibiotik atau antikejang, gemuk ataupun yang kurus dan sedang menyusui, begitu juga dengan keadaan ibu seperti berikut ini penderita tumor jinak payudara, epilepsi malaria, tekanan darah tinggi, penyakit tiroid, setelah kehamilan ektopik dan penderita DM Speroff, 2005. Sedangkan keadaan ibu yang tidak diperkenankan menggunakan IUD atau progestasert antara lain: diketahui atau dicurigai adanya kehamilan, infeksi panggul pelvis yang terus menerus, lecet erosi atau peradangan di leher rahim, dicurigai adanya kanker rahim, perdarahan yang tidak normal yang belum diketahui penyebabnya, perdarahan haid yang hebat, alergi terhadap logam, kelainan rahim misalnya rahim kecil, endometriosis, polipendometrium dan kelainan jaringan perut yang menyulitkan pemasangan dan pernah mempunyai riwayat kehamilan di luar kandungan Prawirohardjo, 2005.

2.4.6. Waktu Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD

Waktu penggunaan alat kontrasepsi IUD yang dianjurkan: 1. Pemasangan dilakukan pada waktu haid yaitu pada akhir haid atau pada hari sebelum berakhirnya haid karena serviks lembut dan sedikit terbuka. 2. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 40 hari pascapersalinan. Perlu diingat angka eksplusi tinggi pada pemasangan segera atau selama 48 jam pascapersalinan. Universitas Sumatera Utara 3. Setelah menderita abortus segera atau dalam waktu 7 hari apabila tidak ada gejala infeksi Saifuddin, 2004. 2.4.7Teknik Pemasangan IUD Metode 10 langkah yang merupakan suatu pendekatan sistematik untuk pemasangan yang aman dan nyaman dari Copper T 380 A IUD adalah berdasarkan teknik tanpa sentuh yang menekankan pentingnya: 1. Muatan IUD dalam kemasan steril. 2. Mengoleskan larutan antiseptik, seperti povidone iodine, sebanyak dua atau tiga kali ke serviks uteri dan vagina. 3. Hindari terjadinya kontaminasi terhadap sonde uterus yang telah di DTT atau yang telah disteril dan selanjutnya isi IUD tanpa menyentuh dinding vagina atau bibir speculum. 4. Sonde uterus dan inserter IUD keduanya dilewatkan hanya sekali melalui kanalis servikalis BKKBN, 2005. Dengan cara aseptik dan teknik tanpa sentuh akan meminimalkan resiko terjadinya infeksi pascapemasangan. Instruksi kepada klien: 1. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan IUD. 2. Selama bulan pertama mempergunakan IUD, periksalah benang IUD secara rutin terutama setelah haid. 3. Setelah bulan pertama pemasangan hanya perlu memeriksa keberadaan benang setelah haid apabila mengalami: Universitas Sumatera Utara a. Kramkejang di perut bagian bawah. b. Perdarahan spotting di antara haid atau setelah senggama. c. Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual. 4. Kembali ke klinik apabila : a. Tidak dapat meraba benang IUD. b. Merasakan bagian yang keras dari IUD. c. IUD terlepas. d. Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan. e. Adanya infeksi Speroff, 2005. Untuk mengeluarkan atau mencabut IUD, ibu harus kembali ke klinik puskesmas. Pengeluaran atau mencabutan IUD dapat dilakukan apabila ibu menginginkannya, ibu ingin hamil, terdapat efek samping yang menetap atau masalah kesehatan lainnya, pada akhir masa efektif dari IUD, misalnya TCu 380A harus dikeluarkan sesudah 8 tahun terpasang. Kesuburan atau fertilitas normal segera kembali sesudah IUD dicabut. Jika ibu tidak ingin hamil, maka IUD yang baru dapat segera dipasang Saifuddin, 2004. 2.5.Pasangan Usia Subur PUS Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan laki- laki dan perempuan sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan perempuan usia Universitas Sumatera Utara subur yang berstatus janda atau cerai. Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan reproduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang akan datang. PUS dalam menjalani kehidupan berkeluarga sangat mudah dalam memperoleh keturunan karena keadaan kedua pasangan tersebut normal. Hal inilah yang menjadi masalah bagi PUS yaitu perlunya pengaturan fertilitas kesuburan, perawatan kehamilan dan persalinan aman. Dalam penyelesaian masalah tersebut diperlukan tindakan dari tenaga kesehatan dalam penyampaian penggunaan metode kontrasepsi rasional untuk menekan angka kelahiran dan mengatur kesuburan dari pasangan tersebut. Maka dari itu, petugas kesehatan harus memberikan penyuluhan yang benar dan dimengerti oleh masyarakat luas Indeks artikel compas.com, 2009. 2.6.Konseling KB 2.6.1. Pengertian Konseling Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli konselor kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah klien yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien Prayitno, 2004. Universitas Sumatera Utara Konseling merupakan upaya untuk klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Konseling ditandai dengan pendekatan: 1. Fokusnya pada perilaku yang tampak dan spesifik. 2. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment perlakuan. 3. Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus. 4. Penilaian objektif mengenai hasil konseling Willis, 2009. Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dimana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar untuk membantu memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseling merupakan proses belajar,bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan- kebutuhan yang akan datang Prayitno 2004. Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan tehnik konseling yang baik, dan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan keleluasaan pada klien dalam memutuskan untuk memilih metode kontrasepsi informed choise yang akan digunakan BKKBN 2006. Universitas Sumatera Utara Pada awalnya pelaksanaan konseling hanya dilakukuan secara peroranganindividu dimana seorang konselor berhadapan dengan seorang klien di setiap sesi konseling untuk bersama-sama mengatasi masalah klien. Perkembangan dan kemajuan konseling yang terus menerus akhirnya melahirkan konsep terbaru yang inovatif dan mendorong ahli konseling untuk menciptakan metode lain yang lebih efektif. Salah satunya adalah mengembangkan konseling kelompok. Sesuai dengan pengunaan kata kelompok tersebut maka konseling kelompok terdapat beberapa orang klien yang ditangani oleh konselor dalam waktu yang bersamaan. Masing-masing anggota kelompok ini diharapkan dapat saling memberikan umpan balik berupa stimulasi dan pilihan baru atas tingkah laku yang ditawarkan oleh anggota dalam menangani masalahnya. Selain itu, melalui kelompok, konselor dapat menciptakan kebersamaan yang hangat sehingga masing-masing anggota kelompok termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya Lubis 2011. Konseling kelompok adalah: suatu proses antar-pribadi yang dinamis dan terfokus pada pikiran dan tingkah laku yang disadari serta dibina dalam satu kelompok yang dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri menuju prilaku yang lebih baik dari sebelumnya.

2.6.2 Tujuan Konseling KB

Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal: a. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi. b. Memilih metode KB yang diyakini. c. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman danefektif. Universitas Sumatera Utara d. Memulai dan melanjutkan KB. e. Mempelajari tujuan, ketidak jelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.

4.6.3 Keuntungan Konseling KB

Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah: 1. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya. 2. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan. 3. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif. 4. Membangun rasa saling percaya. 5. Mengormati hak klien dan petugas. 6. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB. 7. Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.

4.6.4 Tempat Pelayanan Konseling

Dua jenis tempat pelayanan konseling, yaitu: 1. Konseling KB di lapangan non klinik Petugas pelaksana KB lapangan yaitu PPLKB, PLKB, PKB, PPKBD, Sub PPKBD dan kader yang sudah mendapatkan pelatihan konseling yang standar. Tugas utama dipusatkan pada pemberian informasi KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara perseorangan.Adapun informasi yang diberikan mencakup: a. Pengertian manfaat perencanaan keluarga. b. Proses terjadinya kehamilanreproduksi sehat. Universitas Sumatera Utara c. Informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap cara kerja, manfaat, Kemungkinan efek samping, komplikasi, kegagalan, kontra indikasi, tempat kontrasepsi bisa diperoleh, rujukan serta biaya. 2. Konseling KB di klinik dilaksanakan oleh Petugas medis dan para medis terlatih di klinik diupayakan agar diberikan secara perseorangan di ruangan khusus. Pelayanan konseling di klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai pemantapan hasil konseling di lapangan, mencakup hal-hal berikut: a. Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan klien. b. Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi kesehatannya. c. Membantu klien memilih kontrasepsi lain seandainya yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya. d. Merujuk klien seandainya kontrasepsi yang dipilih tidak tersedia di klinik atau jika klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya dalam pemeriksaan ditemui masalah kesehatan lain. e. Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan bahwa klien tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya.

4.6.5 Pentingnya Informed Choice

Klien yang informed choice akan lebih baik dalam menggunakan KB, karena: a. Informed choice adalah suatu kondisi peserta calon peserta KB yang memilih kontrasepsi didasari oleh pengetahuan yang cukup setelah mendapat informasi yang lengkap melalui KIPK. Universitas Sumatera Utara b. Memberdayakan para klien untuk melakukan informedchoice adalah kunci yang baik menuju pelayanan KB yang berkualitas. c. Bagi calon peserta KB baru, informed choice merupakan proses memahami kontrasepsi yang akan dipakainya. d. Bagi peserta KB apabila mengalami gangguan efek samping, komplikasi dan kegagalan tidak terkejut karena sudah mengerti tentang kontrasepsi yang akan dipilihnya. e. Bagi peserta KB tidak akan terpengaruh oleh rumor yang timbul di kalangan masyarakat. f. Bagi peserta KB apa bila mengalami gangguan efek samping, komplikasi akan cepat berobat ke tempat pelayanan. g. Bagi peserta KB yang infomed choice berarti akan terjaga kelansungan pemakaian kontrasepsinya BKKBN, 2006. Untuk mencapai konseling yang baik tentunya sangat diperlukan tenaga- tenaga konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah KB, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki kepribadian yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien. Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan terbaik seperti yang diinginkan klien, bukan sekedar konsultasi yang menghabiskan waktu dan biaya. Hasil penelitianMenne 1975 dalam Willis 2009 bahwa karakteristik konselor yang menunjang kualitas pribadi konselor yaitu 1 memahami dan melaksanakan etika profesional, 2 mempunyai rasa kesadaran diri mengenai Universitas Sumatera Utara kompetensi, nilai dan sikap, 3 memiliki karakteristik diri yaitu respek terhadap orang lain, kematangan pribadi, kemampuan intuitif, fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil dan 4 kemampuan kesabaran untuk mendengarkan orang lain dan kemampuan berkomunikasi. Kualitas konselor merupakan kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor, baik yang diperoleh dari pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan latihan-latihan. Menurut Willis 2009 kriteria kualitas konselor antara lain; memiliki rasa empati, kehangatan, penghargaan positif respek, pengendalian kecemasan, dan pola komunikasi.

2.6.6 Fungsi Konseling

a. Konseling dengan fungsi pencegahan merupakan upaya mencegah timbulnya masalah kesehatan. b. Konseling dengan fungsi penyesuaian dalam hal ini merupakan upaya untuk membantu klien mengalami perubahan biologis, psikologis, sosial, kultural, dan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan. c. Konseling dengan fungsi perbaikan dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan perilaku klien atau pelayanan kesehatan dan lingkungan yang menyebabkan terjadi masalah kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan konseling. d. Konseling dengan fungsi pengembangan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan upaya peningkatan peran serta masyarakat Uripni, 2003. Universitas Sumatera Utara 2.6.7Jenis Konseling KB Komponen penting dalam pelayanan KB dibagi 3 tahapan yaitu: 1. Konseling Awal a. Bertujuan menentukan metode apa yang diambil. b. Bila dilakukan dengan objektif langkah ini akan membentu klien untuk memilih jenis KB yang cocok untuknya. c. Perlu diperhatikan dalam langkah ini: 1. Menanyakan langkah yg disukai klien 2. Apa yang diketahui tentang cara kerjanya, kelebihan dan kekurangannya. 2. Konseling Khusus a. Memberi kesempatan k untuk bertanya tentang cara KB dan membicarakan pengalamannya b. Mendapatkan informasi lebih rinci tentang KB yg diinginkannya c. Mendapatkan bantuan untuk memilih metoda KB yang cocok dan mendapatkan penerangan lebih jauh tentang penggunaannya. 3. Konseling tindak Lanjut a. Konseling lebih bervariasi dari konseling awal b. Pemberi pelayanan harus dapat membedakan masalah yg serius yang memerlukan rujukan dan masalah yang ringan yang dapat diatasi di tempat Uripni, 2003. Universitas Sumatera Utara

2.6.8 Langkah Langkah dalam Konseling KB

Menurut Uripni 2003 tahapan konseling tentang kontrasepsi meliputi: a. Pendahuluan Langkah pendahuluan atau langkah pembuka merupakan kegiatan untuk menciptakan kontak, melengkapi data klien untuk merumuskan penyebab masalah, dan menentukan jalan keluar b. Bagian IntiPokok Bagian intipokok dalam konseling mencakup kegiatan mencari jalan keluar, memilih salah satu jalan keluar yang tepat bagi klien, dan melaksanakan jalan keluar tersebut. c. Bagian Akhir Bagian akhir kegiatan konseling merupakan kegiatan penyimpulan dari seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jalan keluar. Langkah tersebut merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan juga penetapan untuk pertemuan berikutnya. Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan satu tuju tersebut tidak perlu dilakukan secara berulang- ulang karena konselor harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut: SA : SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempat yang nyaman serta Universitas Sumatera Utara terjamin privasinya. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat diperoleh. T : Tanyakan pada klien informasi entang dirinya. Bantu klien untuk berbicara mengenai pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan Kontrasepsi yang diinginkan oleh klien. Coba tempatkan diri kita di dalam hati klien. U : Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beri tahu apa pilihan kontrasepsi. Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang di ingini. TU : Ban TUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan. J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien akan kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau permintaan konterasepsi jika dibutuhkan Saifuddin, 2004. Aspek-aspek konseling KB dalam memberikan pesan kepada calon akseptor KB, antara lain: 1. Materi Konseling Materi konseling KB berisikan pesan penjelasan spesifik tentang alat-alat kontrasepsi yang diinginkan calon atau akseptor KB. Materi konseling biasanya bersifat mudah dipahami, ringkas, padat atau memiliki muatan pesan. 2. Media Konseling Media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran Djamarah, 2002. Media merupakan segala sesuatu Universitas Sumatera Utara yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat seseorang sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar Purnamawati dan Eldarni, 2001. Media konseling dapat berupa gambar-gambar yang disampaikan oleh konselor untuk mempermudah pemahaman calonakseptor KB BKKBN, 2001. Menurut Purnamawati dan Eldarni 2001, ada beberapa prinsip media yang perlu diperhatikan dalam memberikan pesan antara lain: a. Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih Dapat pula tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya proses kimia farmasi, atau pembelajaran pembedahan kesehatan. b. Karakteristik media pembelajaran. Setiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki konselor dalam kaitannya pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada konselor untuk menggunakan berbagai media secara bervariasi. c. Alternatif pilihan, yaitu adanya sejumlah media yang dapat dibandingkan atau dikompetisikan. Dengan demikian konselor bisa menentukan pilihan media mana yang akan dipilih, jika terdapat beberapa media yang dapat dibandingkan. Universitas Sumatera Utara 3. Pola Komunikasi Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi antara satu individu dengan individu yang lain, untuk itu dari masing-masing individu diharapkan memiliki kamampuan serta keterampilan yang dibutuhkan dalam proses komunikasi Rakhmat, 2000. Terdapat dua pola komunikasi dalam proses konseling yaitu komunikasi bentuk ritual dan bentuk responsif atau interaktif. Pola komunikasi bentuk ritual ditunjukan dengan perilaku rutin yang ditunjukan oleh konselor atau klien. Sedangkan pola komunikasi responsif ditunjukan dengan negosiasi antara konselor dengan klien, dengan maksud menyelesaikan beberapa permasalahan Nurihsan, 2005. Menurut Effendy 2007, variabel-variabel yang berpengaruh pada kualitas hubungan komunikasi antara dua adalah: a. Penyingkapan diri self disclosure adalah membeberkan informasi tentang diri sendiri. Penyingkapan diri merupakan suatu usaha untuk membiarkan keotetikan memasuki hubungan sosial seseorang dan berkaitan dengan kesehatan mental dan dengan pengembangan konsep diri. b. Kepercayaan dan keberbalasan. c. Keakraban. d. Kebersamaan. e. Kesalingbergantungan yang berkaitan dengan rasa percaya, komitmen dan perhatiankepedulian. Universitas Sumatera Utara f. Afiliasi yang berkaitan dengan sikap bersahabat, suka berkumpulbersama dengan orang lain serta ramah. Ciri-ciri perilaku berafiliasi tinggi adalah memberi nasehat, mengkoordinasikan, mengarahkan, memulai dan memimpin. 4. Sikap petugas Untuk mencapai tujuan konseling, perilaku atau sikap konselor merupakan faktor yang menentukan apakah pesan yang disampaikan berhasil atau tidak. Okun 1987 menyatakan bahwa rentang perilaku konselor yang efektif seperti pada Tabel 2.1. berikut. Tabel 2.1 Perilaku Konselor yang Efektif Perilaku Verval Perilaku Non Verval - Menggunakan kata-kata yang dapat dipahami klien - Memberikan refleksi dan penjelasan terhadap pernyataan klien - Penafsiran yang baiksesuai - Membuat kesimpulan-kesimpuan - Merespon pesan utama klien - Memberi dorongan minimal - Memanggil klien dengan nama penggilan atau ”anda” - Memberi informasi sesuai keadaan - Menjawab pertanyaan tentang diri konselor - Tidak menilai klien - Menggunakan humor secara tepat - Membuat pemahanan yang tepat tentang pernyataan klien - Penafsiran yang sesuai dengan situasi - Nada suara disesuaikan dengan klien - Memelihara kontak mata yang baik - Sesekali menganggukkan kepala - Wajah yang bersemangat - Ucapan tidak terlalu cepatlambat - Sentuhan disesuaikan dengan usia klien - Air muka ramah dan senyum Sumber: Okun, 1987 S ikap petugas kesehatan dalam melakukan konseling yang baik terutama bagi calon klien KB antara lain: Universitas Sumatera Utara 1. Memperlakukan klien dengan baik Petugas bersikap sabar, memperlihatkan sikap menghargai setiap klien, dan menciptakan suatu rasa percaya diri sehingga klien dapat berbicara secara terbuka dalam segala hal termasuk masalah-masalah pribadi sekalipun. Petugas meyakinkan klien bahwa ia tidak akan mendiskusikan rahasia klien dengan orang lain. 2. Interaksi antara petugas dan klien Petugas harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien karena setiap klien mempunyai kebutuhan dan tujuan reproduksi yang berbeda. Bantuan terbaik seorang petugas adalah dengan cara memahami bahwa klien adalah manusia yang membutuhkan perhatian dan bantuan. 3. Memberikan informasi yang baik kepada klien Konselor mendengarkan apa yang disampaikan klien berarti petugas belajar mendengarkan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap klien. 4. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan Klien membutuhkan penjelasan untuk menentukan pilihan informed choice. Bidan harus menjelaskan keuntungan dan kerugian setiap jenis alat kontrasepsi dengan jujur dan netral, tidak memaksakan suatu metode kontrasepsi tertentu. Mengingat bahwa belum ada satu metode kontrasepsi yang aman dan efektif 100. Namun tidak semua klien dapat menangkap semua informasi tentang berbagai jenis kontrasepsi. Terlalu banyak informasi yang diberikan akan menyebabkan kesulitan bagi klien dalam mengingat informasi yang penting. Universitas Sumatera Utara 5. Tersedianya metode yang diinginkan klien Petugas membantu klien membuat keputusan mengenai pilihannya dan harus tanggap terhadap pilihan klien meskipun klien menolak memutuskan penggunaan kontrasepsi. 6. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat Petugas memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar memahaminya dengan memperlihatkan bagaimana cara-cara penggunaannya. Petugas juga memperlihatkan dan menjelaskan dengan flip charts, poster, pamflet, atau halaman bergambar Azwar 2003.

2.6.9 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Konseling

a. Faktor individual Orientasi kultural keterikatan budaya merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari: 1. Faktor fisik Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan konselor. 2. Sudut pandang Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang dikonselingkan. Universitas Sumatera Utara 3. Kondisi sosial Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam memahami materi. 4. Bahasa Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien. b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap orang lain seperti kehangatan, perhatian, dukungan serta sejarah hubungan antara konselor dan klien akan mempengaruhi kesuksesan proses konseling. c. Faktor situasional Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas. d. Kompetensi dalam melakukan percakapan Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah : 1. Kegagalan menyampaikan informasi penting. 2. Perpindahan topik bicara yang tidak lancar. 3. Salah pengertian Lukman, 2002. Universitas Sumatera Utara

2.6.10 Upaya Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Masalah Pemilihan Kontrasepsi

Menurut Sukardi 2008 efektivitas konseling petugas kesehatan akan menimbulkan kepercayaan ibu terhadap kontrasepsi yang akan dipergunakan. Dalam memberikan konseling, petugas kesehatan harus memperhatikan hal-hal antara lain: perlakuan terhadap akseptor KB secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan, pemahaman akseptor KB secara empatik, penghargaan terhadap martabat akseptor KB sebagai individu, penerimaan akseptor KB secara apa adanya dan kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh akseptor KB. 2.7Landasan Teori Informasi kesehatan merupakan suatu bagian dari pelayanan kesehatan sangat berpengaruh bagi calon akseptor maupun akseptor pengguna mengetahui apakah kontrasepsi yang dipilih telah sesuai dengan kondisi kesehatan dan sesuai dengan tujuan akseptor dalam memakai alat kontrasepsi tersebut. Informasi kesehatan sangat menentukan pemilihan alat kontrasepsi yang dipilih, maka informasi yang lengkap mengenai IUD sangat diperlukan guna memutuskan metode kontrasepsi yang dipakai Notoadmodjo, 2007. Petugas kesehatan dalam memberikan informasi kesehatan tentang alat kontrasepsi IUD yang lengkap, maka perlu dilakukan konseling kepada PUS karena petugas kesehatan langsung bertatap muka dengan PUS secara dua arah sehingga lebih mudah memahami informasi tersebut. Konseling yang berkualitas merupakan Universitas Sumatera Utara salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program KB BKKBN, 2001. Untuk meningkatkan kesehatan resproduksi PUS khususnya tentang alat kontrasepsi IUD dengan efektivitas yang tinggi, pemerintah menyelenggarakan program konseling KB di setiap sarana kesehatan khususnya puskesmas supaya PUS lebih memahami dan mengerti serta cakupan akseptor KB tercapai. Kebersihan konseling tersebut sangat ditentukan oleh kualitas konselor. Keefektifan konseling dapat disertai materi, metode dan media yang digunakan agar PUS lebih mudah memahami dan mengerti tentang pesan yang disampaikan. Keefektifan konseling disertai dengan menggunakan atau menentukan materi, metode ataupun media yang sesuai, mudah disampaikan sehingga mudah dipahami oleh PUS Notoadmodjo, 2007. Konteks penelitian pendidikan kesehatan PUS yang memengaruhi terhadap pengetahuan dan niat PUStentang KB IUD,mengacu kepada konsep teori dissonance theory oleh Festinger dalam Seokidjo 2007 dan tiory of planned behavior olehFishbein dan Ajzen 1975 menjelaskan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari : 1. Stimulus atau rangsangan yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila Universitas Sumatera Utara stimulus di terima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. 2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme diterima maka ia mengerti stimulus ini sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan dilanjutkan kepada proses perubahan sikap. 3. Setelah itu organisasi mengolah stimulus sehingga Kemudian menimbulkan niat 4. Kemudian terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang diterima. 5. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungannya, maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari pada individu tersebut perubahan perilaku. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1. Skema Teori Stimulus-Organisme-Respons Sumber: Dissoance Theory: Notoadmodjo, 2007 Kombinasi tiory of planned behavior: Fishbein dan Ajzen 2005 NIAT Stimulus Organisme : 1.Perhatian 2.Pengertian 3.Penerimaan Reaksi perubahan praktik Reaksi tertutup perubahan sikap Peningkatan pengetahuan Universitas Sumatera Utara

2.8 Kerangka Konsep

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Keluarga Berencana (KB) dengan Pelaksanaan KB di Kecamatan Sei Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

1 62 79

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 1 17

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 0 9

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 1 34

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 1 4

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Tindakan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

0 0 36

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

0 0 39

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

0 1 13

Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

0 0 16