46 5.
Sekitar 40 orang lagi anggota pasukan dan rakyat ikut mengungsi ke Simalungun.
4. Kesultanan Asahan
Gerakan revolusi sosial di Asahan dipimpin oleh Harris Fadilah, Usman Manurung, Rakutta Sembiring dan lain-lain, telah melaksanakan pembunuhan massal
baik laki-laki dan perempuan dari kalangan bangsawan dan tokoh-tokoh Melayu sehingga mendekati korban 400 orang. Ketua KNI Asahan, Abdullah Eteng sempat
ditahan, bahkan wakil NRI di Asahan, T. Moesa ikut dibunuh.
Daerah Asahan terutama di Kota Tanjung Balai merupakan daerah yang terkena revolusi sosial 1946 paling dahsyat. Keadaan Kota Tanjung Balai pada saat itu sangat
mencekam. Sasaran kaum pemuda adalah T. Moesa. T. Moesa beserta isterinya disergap pada tanggal 3 Maret 1946. Dikediaman T. Moesa, setelah beliau
diamankan, volksfront dijadikan markas dan sebagai tempat pengumuman nama- nama kaum bangsawan yang akan dibunuh.
Raja Maimunah seorang guru Sekolah Rakyat menjahit bendera Belanda dilokasi lain dan setelah terjadinya pembunuhan para bangsawan, meletakkan
bendera tersebut dirumah T. Moesa dan berteriak-teriak kepada masyarakat ramai bahwa dia menemukan bendera Belanda dirumah T. Moesa. Hal tersebut semakin
membuat rakyat marah kepada kaum bangsawan dan menimbulkan opini bahwa kaum bangsawan dan menimbulkan opini bahwa kaum bangsawan pro Belanda.
Universitas Sumatera Utara
47 Esok harinya tanggal 4 Maret 1946 semua Aristrokat Melayu yang pria dikota
Tanjung Balai ditangkap dan dibunuh. Beberapa hari kemudian sudah ditemukan 140 mayat dikota tersebut beberapa penghulu dan pegawai didikan Belanda serta seluruh
kelas “Tengku”. Anak laki-laki usia 16 tahun keatas dibunuh.
Setelah didata baru ditemukan sekitar 71 orang dari 140 orang versi Anthony Reid, Australia yang terbunuh di pihak keluarga sultan, belum termasuk dari rakyat
biasa. Belakangan ini baru diketahui bahwa para korban dibunuh ke Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah Tanjung Balai oleh para sanak saudara pada tanggal 11 12 Mei
2002. Dalam revolusi sosial di Asahan, tiga orang putera Tengku Mohammad Adil meninggal, diantaranya: Tengku Moesa, Tengku Bahari, Tengku Nazar.
42
Sebelum peristiwa revolusi sosial ini terjadi, Kesultanan Deli telah memberitahu keluarga Asahan agar segera mengasingkan diri ke Kota Medan karena
berita bahwa akan ada semacam grakan revolusi. Tetapi pihak Asahan tidak menanggapi peringatan tersebut karena situasi di Kota Tanjung Balai biasa-biasa saja.
dr. Mansoer dan T. M. Noer selamat dari revolusi sosial dikarenakan mereka tidak berada di Kota Tanjung Balai pada waktu revolusi sosial tersebut. Seandainya
mereka ada disana, mereka akan dijadikan target pembunuhan. Setelah mendengar ada gerakan revolusi sosial secara serentak di Sumatera Timur, dr. Mansoer melalui
seorang kurir orang India memerintahkan kepada sanak saudara yang selamat agar
42
Tengku Moesa, Tengku Bahari, Tengku Nazar merupakan saudara-saudara dr. Mansoer yang meninggal dalam revolusi sosial.
Universitas Sumatera Utara
48 segera mengungsi ke Kota Medan dan meninggalkan Kota Tanjung Balai pada tahun
1947.
43
5. Labuhan Batu