1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bermain merupakan hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Semua orang dari berbagai usia, mulai anak-anak sampai orang dewasa suka melakukan
kegiatan bermain. Hurlock 1999 mengatakan bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk bersenang-senang, tanpa mempertimbangkan hasil
akhirnya. Menurut Ismail 2006 ada 2 jenis permainan yaitu permainan tradisional dan permainan modern. Permainan tradisional adalah jenis permainan
yang mengandung nilai-nilai budaya yang merupakan warisan leluhur seperti bermain petak umpet, lompat tali, dakon, pasaran, dan lain-lain. Permainan
modern yaitu permainan yang menggunakan teknologi dan bersifat elektrik, sehingga permainan modern dianalogikan juga sebagai permainan elektronik.
Pada saat ini bentuk permainan yang paling digemari adalah jenis video game Libur sekolah toko game panen, 2008. Hal ini terlihat dari kutipan berita berikut:
…masa permainan tradisional kini telah hilang ditelan waktu. Semua berubah serba digital. Anak-anak bahkan orang dewasa dianggap tidak
modern jika tidak mengikuti segala yang berbau digital. Jika dulu anak- anak cukup bermain kelereng, petak umpet atau main tembak-tembakan
sengan teman sepermainannya, sekarang sudah dianggap tidak seru lagi. Permainan kini sudah beralih pada pola permainan virtual, seperti yang
disuguhkan PlayStation.
Habiskan waktu bersama PS, 2009
Universitas Sumatera Utara
2 Video game
adalah seperangkat alat elektronik atau seperangkat komputer berisikan permainan game yang dimainkan dengan memanipulasi gambar-
gambar dan dimunculkan pada layar monitor Wikipedia, 2002. Menurut Prensky 2000 video game merupakan bentuk lingkungan virtual yang menampilkan
tantangan, aturan, tujuan yang hendak dicapai, umpan balik, interaksi serta adanya alur cerita. Kirriemuir dan McFarlene 2006 mendefinisikan video game sebagai
sesuatu yang: menyediakan informasi digital dalam bentuk visual kepada satu pemainnya atau lebih; menerima masukan data dari pemainnya; memproses data
yang masuk sesuai peraturan yang telah diprogram; mengubah informasi digital yang disesuaikan untuk pemain. Jadi berdasarkan berbagai definisi diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa video game adalah bentuk lingkungan virtual yang berisikan tantangan, aturan serta tujuan yang hendak dicapai yang ditampilkan
dalam bentuk visual dan dimainkan dengan memanipulasi gambar pada layar. Berdasarkan media yang digunakan, Video game dapat dimainkan melalui
beberapa bentuk Kirriemuir dan McFarlene, 2006 yaitu menggunakan hardware perangkat keras yang lebih dikenal dengan konsol video game seperti Sony
PlayStation PS 2 dan PS 3 , Microsoft Xbox, dan Nintendo GameCube dan Wii; menggunakan personal computer; mobile device, seperti ponsel dan PSP atau
Nintendo GameBoy Advance. Berbagai bentuk dari konsol game ini menawarkan berbagai jenis permainan genre. Menurut Herz dalam Kirremuir dan McFarlane
2006 beberapa jenis game yang ada antara lain Action; Adventure; Fighting Puzzle
; Role playing game RPG; simulation; sport; dan strategy.
Universitas Sumatera Utara
3 Media-media seperti konsol video game atau komputer biasanya dimiliki
dan dimainkan individu di rumah. Meskipun demikian, bagi individu yang tidak memiliki konsol atau komputer untuk bermain video game tersebut, tempat
penyewaan rental dan warung internet warnet menjadi tempat untuk dikunjungi. Rental PlayStation dapat dilihat dimana-mana, termasuk di daerah
hunian orang yang kurang mampu. Warung Internet, seperti halnya rental Playstation, menawarkan permainan digital komputer sebagai basis utama
penerimaan mereka Kompas, 2002. Fenomena bermain video game ini dapat kita lihat di kota-kota besar di
Indonesia, salah satunya seperti yang terjadi di kota Medan. Pertumbuhan ekonomi yang baik ikut mendorong industri video game semakin berkembang.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, banyak terdapat rental Playstation dan warnet di daerah-daerah yang merupakan pusat pendidikan seperti
di sekitar sekolah dan perguruan tinggi. Peneliti melakukan wawancara dengan salah seorang petugas rental PlayStation. Hal ini diungkapkan sebagai berikut:
Jumlah orang yang main disini sekitar 50 sampai 100 orang per hari mungkin ya, soalnya kita buka 24 jam. Permainan yang paling banyak
dimainin itu bola sama petualangan. Biasanya orang tu mainnya 2 jam, ada juga kadang-kadang yang minta tambah waktunya . Yang main
macam-macam, mulai dari anak sekolah sampai orang kantoran juga ada.
Komunikasi personal, 15 Mei 2009 Video game
telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian remaja sebagai sarana bersenang-senang . Funk dalam Harris, 2001 mengatakan
bahwa frekuensi bermain video game pada remaja cukup tinggi. Hal ini juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Lenhart et al 2008 yang
menyebutkan bahwa sekitar 97 remaja bermain video game, khususnya remaja
Universitas Sumatera Utara
4 awal Gentile and Walsh, 2002. Sebagian besar dari para remaja ini masih duduk
di bangku sekolah. Rata-rata para remaja bermain video game selama 7 jam seminggu Gentile Walsh, 2002. Remaja perempuan rata-rata bermain 5 jam
seminggu sedangkan remaja laki-laki bermain 13 jam seminggu Gentile Walsh, 2002. Menurut Papalia 2001 masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun
atau awal dua puluhan tahun. Jika dilihat dari segi usia biasanya remaja duduk di bangku sekolah. Pada rentang usia ini remaja berada pada masa pendidikan
menengah yaitu Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum. Berdasarkan intensitas waktu bermain, Fromme 2003 membagi individu
yang bermain video game ke dalam tiga jenis. Pertama adalah regular gamers, dikarakteristikkan dengan bermain video game beberapa kali sehari, bermain
setiap hari atau sedikitnya satu kali selama seminggu. Kedua, casual gamers ditandai dengan bermain hanya pada akhir pekan, bermain sekali atau dua kali
selama seminggu. Ketiga adalah non-gamers yaitu individu yang tidak pernah bermain video game, atau seseorang yang pernah mencoba untuk memainkan
video game akan tetapi tidak meneruskannya atau seseorang yang dahulunya
adalah pemain video game tetapi sekarang tidak bermain lagi. Malone dalam Hamlen, 2008 mengidentifikasikan tiga hal yang menjadi
alasan mengapa seseorang bermain video game yaitu fantasi, tantangan dan rasa ingin tahu. Pendapat ini didukung oleh Amy et al dalam Stanford 2005 yang
mengatakan bahwa rasa ingin tahu merupakan motif yang umum dalam bermain
Universitas Sumatera Utara
5 video game
. Berdasarkan sebuah survey yang telah dilakukan, Kirremuir dan McFarlane 2006 menemukan 4 alasan utama mengapa seseorang bermain video
game yaitu bermain video game merupakan hal yang menyenangkan; bermain
video game merupakan hal yang memberikan tantangan; bermain video game
adalah sebagai sarana berinteraksi dengan teman dan keluarga dan video game menyediakan hiburan yang sesuai dengan uang yang dikeluarkan.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat dampak bermain video game
. Salah satu dampak yang menjadi perhatian dalam bermain video game adalah terjadinya kecanduan dalam bermain video game Griffts Davis, 2005.
Anderson 2008 mengatakan bahwa video game dapat menyebabkan peningkatan agresivitas dari pemainnya. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Walsh
dalam Gentile el al, 2004 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara bermain video game dan performansi akademis anak-anak, remaja, dan
mahasiswa. Meskipun demikian, banyak ahli yang berpendapat bahwa video game
juga membawa pengaruh positif. Kirremuir dan McFarlen 2006 mengatakan bahwa video game dapat berperan sebagai media pembelajaran, yang distimulasi
oleh isi yang ada di dalam video game. Bermain video game adalah sebagai salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan untuk menstimulasi kreativitas
Van Lier, 2008. Perpaduan yang luar biasa antara realita dan fantasi di dalam video game
membuatnya menjadi stimulus yang ideal bagi perkembangan kreativitas Rylands, dalam Heppel 2006. Hartung 2002 mengatakan terdapat
Universitas Sumatera Utara
6 beberapa aspek dari video game yang dapat meningkatkan kemampuan membaca,
berpikir, dan kreativitas. Sternberg dan Lubart 1999 mengatakan bahwa strategi untuk
mengembangkan kreativitas adalah dengan adanya tantangan. Salah satu elemen yang terdapat dalam video game adalah tantangan, dimana tantangan ini
merupakan salah satu alasan kenapa seseorang bermain video game Malone, dalam Hamlen 2003. Video game memiliki tantangan-tantangan yang harus
diselesaikan agar dapat melanjutkan permainan pada tingkatan yang lebih tinggi. Video game
s dibuat agar menarik bagi pemainnya dan menyediakan tantangan yang harus diselesaikan untuk menang Hamlen, 2008. Pemecahan masalah yang
baik dibutuhkan agar dapat menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut. Kemampuan pemecahan masalah ini tergantung kepada kreativitas yang
dimiliki oleh seseorang sehingga dengan bermain video game yang menuntut adanya pemecahan masalah, maka kreativitas akan berkembang Prensky, 2001.
Hal ini sesuai dengan pendapat James et al 2009 yang mengatakan bahwa kreativitas merupakan bentuk lain dari penyelesaian masalah, sehingga strategi
pemecahan masalah yang baik juga akan mengembangkan kreativitas. Proses kreativitas adalah penemuan masalah atau pemilihan masalah yang muncul James
et al , 2009. Terdapat banyak cara untuk memikirkan dan memecahkan masalah.
Banyak yang berpendapat bahwa kreativitas adalah bentuk lain dari pemecahan masalah, sehingga pengaplikasian starategi untuk memecahkan masalah dapat
meningkatkan kreativitas.
Universitas Sumatera Utara
7 Kreativitas menurut Drevdahl dalam Munandar, 1999 adalah
kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan
pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan masa sekarang. Sternberg dalam Batey Furnham, 2006 mengatakan
bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru orisinal, tidak terduga dan cocok berguna, sesuai dengan tugas. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh Reed 2004 bahwa kreativitas tidak hanya menghasilkan solusi yang tepat, tetapi juga baru dan berguna. Kreativitas atau
daya cipta memungkinkan munculnya penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia lainnya.
Guilpord dalam Munandar, 1999 menyatakan ada 4 ciri utama dari individu yang kreatif, yaitu keluwesan berpikir, kepekaan terhadap masalah,
orisinalitas, dan kefasihan akan gagasan. Guilford dalam Ali, 2008 mengatakan bahwa pemikiran dapat dibagi menjadi 2 yaitu, konvergen dan divergen.
Pemikiran konvergen menerapkan pemikiran deduktif mulai dari umum ke khusus. Pemikiran konvergen mengarah kepada solusi yang benar secara umum,
seperti jawaban pertanyaan matematika atau pada tes inteligensi. Pemikiran divergen menggunakan pemikiran induktif mulai dari khusus ke umum.
Pemikiran divergen menyediakan cara bagi pemecahan masalah, dapat merupakan sesuatu yang unik dan orisinil. Pemikiran divergen inilah yang dimaksud oleh
Guilford dalam Munandar, 1999 sebagai bentuk pemikiran kreatif. Menurut
Universitas Sumatera Utara
8 Guilford dalam Munandar, 2004 bahwa orang-orang kreatif lebih banyak
memiliki cara-cara berpikir divergen daripada konvergen. Bakat kreatif sesungguhnya dimiliki setiap individu, tetapi perkembangan
bakat kreatif ini sangat tergantung pada lingkungan dimana individu itu tinggal. Lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bakat kreatif adalah lingkungan
yang memberi keamanan dan kebebasan psikologis pada individu untuk berkembang, baik kemampuan kognisi, kemampuan afeksi, maupun kemampuan
psikomotoriknya secara bersama-sama. Torrance dalam Ali, 2008 mengatakan kreativitas bukan semata-mata merupakan bakat kreatif atau kemampuan kreatif
yang dibawa sejak lahir, melainkan merupakan hasil dari hubungan interaktif dan dialektif antara potensi kreatif dengan proses belajar dan pengalaman dari
lingkungan. Kreativitas perlu dipupuk dan dikembangkan karena a dengan berkreasi
orang dapat mewujudkanmengaktualisasikan dirinya dan perwujudanaktualisasi diri merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tertinggi dalam hidup manusia.
Kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya; b kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-
macam kemungkinan penyelesaian masalah terhadap suatu masalah; c bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan bagi lingkungan
tetapi juga memberikan kepuasan kepada individu; e kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya dengan adanya ide-ide baru, penemuan-
penemuan baru dan teknologi baru Munandar, 2004.
Universitas Sumatera Utara
9 Piaget dalam Ali, 2008 mengatakan bahwa perkembangan kreativitas
merupakan perkembangan proses kognitif sehingga kreativitas dapat ditinjau melalui perkembangan proses kognitif. Salah satu tahap yang dikemukan oleh
Piaget adalah tahap operasional formal. Tahap operasional formal adalah tahapan perkembangan kognitif yang biasanya dicapai ketika seseorang berusia 11 tahun
dan dikarakteristikkan dengan kemampuan untuk berpikir abstrak Piaget, dalam Lahey, 2003. Masa remaja merupakan masa dimana perkembangan kognitifnya
sedang berada dalam masa operasional formal Lahey, 2003. Jika dilihat dari perspektif ini perkembangan kreativitas sedang berada pada tahap yang potensial
untuk berkembang Piaget, dalam Ali 2008. Peneliti melakukan survei pada 150 orang siswa SMP Negeri 7 Medan.
Hasil survei menunjukkan bahwa keseluruhan dari para siswa ini bermain video game
. Berdasarkan intensitas waktu bermain dalam sehari ditemukan bahwa 31 orang siswa bermain selama 30 menit – 1 jam, 54 orang siswa bermain selama 1
sampai 2 jam, 30 orang bermain selama 2 sampai 3 jam dan 31 orang bermain lebih dari 3 jam sehari. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa cukup banyak
waktu yang dihabiskan oleh para siswa ini untuk bermain video game yang dapat membawa beberapa dampak tertentu pada mereka. Hal ini didukung oleh hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti yang menunjukkan bahwa banyak siswa bermain video game sepulang sekolah di beberapa warnet yang ada di sekitar
sekolah. Video game
merupakan sarana bermain yang popular diantara para siswa. Banyak waktu yang dihabiskan untuk bermain video game. Fenomena ini juga
Universitas Sumatera Utara
10 terlihat pada SMP Negeri 7 Medan berdasarkan survei dan wawancara yang telah
dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan pemaparan di atas maka peneliti tertarik untuk melihat gambaran kreativitas siswa yang bermain video game di SMP
Negeri 7 Medan.
B. Perumusan Masalah