Faktor Keputusan Struktur Modal

Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan, maka besar manfaat penggunaan utang Brigham, 2001. 7. Pengendalian Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila managemen saat ini mempunyai hak suara untuk mengendalikan perusahaan mempunyai saham lebih dari 50 persen tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka mungkin memilih utang untuk pembiayaan baru. Dari lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan pada resiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut, para manajer tersebut akan kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi resiko pengambilalihan. Jadi, pertimbangan pengendalian tidak selalu menghendaki penggunaan utang atau ekuitas karena jenis modal yang memberi perlindungan terbaik bagi manajemen bervariasi dari satu situasi ke situasi yang lain. Bagaimana pun, jika posisi manajemen sangat rawan, situasi pengendalian perusahaan akan dipertimbangkan Brigham, 2001. 8. Sikap manajemen Karena tidak seorang pun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal lainnya, manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap struktur modal yang tepat. Sejumlah manajemen cenderung lebih konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah utang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain lebih cenderung menggunakan banyak utang dalam usaha manajer laba yang lebih tinggi Brigham, 2001. Sebagian manajer lebih agresif dari yang lain, sehingga sebagian perusahaan lebih cenderung menggunakan utang untuk meningkatkan laba. Faktor ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal atau yang memaksimalkan nilai, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan yang ditetapkan manajer Brigham, 2001. 9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat rating agency seringkali mempengaruhi keputusan struktur modal. Dalam sebagian besar kasus, perusahaan membicarakan struktur modalnya dengan memberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat serta sangat memperhatikan masukan yang diterima. 10. Kondisi Pasar Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka panjang dan pendek yang dapat sangat berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan yang optimal. Misalnya, selama situasi kacaunya kredit belum lama ini di A.S., pasar obligasi bernilai rendah junk bonds kosong, dan tidak ada pasar dengan tingkat suku bunga yang “wajar” untuk obligasi jangka panjang yang baru dengan peringkat dibawah tiga B. Karena itu, perusahaan berperingkat rendah yang membutuhkan modal terpaksa beralih ke pasar saham atau pasar utang jangka pendek, tanpa memperdulikan struktur modal yang ditargetkan. Tetapi, setelah keadaan membaik, perusahaan ini dapat menjual obligasi untuk mengembalikan struktur modalnya yang ditargetkan semula. 11. Kondisi internal perusahaan Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkannya. Misalnya, andaikan suatu perusahaan baru saja menyelesaikan program litbang-nya dan perusahaan tersebut meramalkan laba yang lebih tinggi dalam waktu dekat. Namun, kenaikan laba tersebut belum diantisipasi oleh investor, karena belum tercermin dalam harga saham. Perusahaan ini tidak ingin menerbitkan saham-ia lebih menyukai pembiayaan dengan utang sampai kenaikan laba tersebut terealisasi dan tercermin pada harga saham. Kemudian pada saat itu perusahaan akan menerbitkan saham biasa, melunasi utang, dan kembali pada struktur modal yang ditargetkan Brigham, 2001. 12. Fleksibilitas keuangan Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk, para manajer dana perusahaan mengetahui bahwa penyediaan modal yang mantap diperlukan untuk operasi yang stabil, yang merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. Mereka juga mengetahui bahwa dalam keadaan perekonomian yang sulit, atau bila perusahaan menghadapi kesulitan operasi, pada pemilik modal lebih suka menanamkan modalnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik. Karena itu, kemungkinan tersedianya dana di masa mendatang, dan konsekuensi akibat kurangnya dana, sangat berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkan semakin besar kemungkinan kebutuhan modal dimasa mendatang Brigham, 2001.

2.2 Teori Struktur Modal

Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi, MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan kata lain, hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya struktur modal tidak relevan. Tetapi, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain: 1. Tidak ada biaya broker pialang. 2. Tidak ada pajak. 3. Tidak ada biaya kebangkrutan. 4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan. 5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan di masa mendatang. 6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang. Meskipun beberapa dari asumsi ini terlihat tidak realistis, hasil-hasil MM yang tidak relevan sangat penting artinya. Dengan menunjukan kondisi-kondisi dimana struktur modal tidak relevan, MM juga memberikan beberapa petunjuk kepada kita tentang apa yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan sehingga akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Hasil kerja MM menandai awal dari riset atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk melemahkan asumsi-asumsi MM dengan upaya mengembangkan teori struktur modal yang lebih realistis Brigham, 2001.

2.2.1 Efek Pajak

MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal mereka. Sebenarnya, MM memperlihatkan bahwa jika semua asumsi yang lain berlaku, perbedaan perlakuan ini menyebabkan suatu situasi yang memerlukan pembelanjaan dengan 100 persen uang. Kesimpulan ini diubah beberapa tahun kemudian oleh Merton Miller kali ini tanpa Modigliani ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Ia menyatakan bahwa semua penghasilan dari obligasi pada umumnya adalah bunga, yang dikenakan pajak sebagai penghasilan perorangan pada tarif yang mencapai 39 persen, sementara penghasilan dari saham biasanya sebagian berasal dari dividen dan sebagian dari keuntungan modal. Selanjutnya, keuntungan modal dikenakan pajak dengan tarif maksimum 28 persen dan pajak ini ditangguhkan sampai saham itu terjual dan keuntungan terealisasi. Jika saham itu ditahan sampai si pemiliki meminggal, tidak ada pajak keuntungan modal apa pun yang harus dibayar. Jadi, bila ditimbang pengambilan atas saham biasa dikenakan pajak dengan tarif efektif yang lebih rendah daripada pengembalian atas utang. Karena situasi pajak ini, Miller berpendapat bahwa investor bersedia menerima pengembalian atas saham sebelum pajak yang relatif rendah dibandingkan dengan pengembalian atas obligasi sebelum pajak. Sesuai dengan yang dikemukakan Miller, 1 dapat dikurangkannya bunga untuk tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang, tetapi 2 perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham menurunkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan pada saham dan dengan demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas. Sulit untuk menentukan beberapa efek bersih dari kedua faktor ini. Kebanyakan pengamat yakin bahwa dapat dikurangkanya bunga mempunyai efek yang lebih besar, sehingga sistem pajak kita masih menguntungkan perseroan yang menggunakan utang. Namun, efek itu jelas berkurang dengan tarif pajak keuntungan modal yang lebih rendah Brigham, 2001.

2.2.2 Teori Trade-Off

Teori Trade-Off menggambarkan bahwa struktur modal yang optimal dapat ditentukan dengan menyeimbangkan keutungan atas penggunaan utang tax shield benefit of leverage dengan cost of financial distress dan agency problem. Teori Trade-Off menekankan pada permasalahan pajak, financial distress cost dan agency Sugiarto, 2009. Utang memberikan kesempatan perusahaan untuk menjalankan investasi yang menghasilakn NPV positif. Pada kondisi perusahaan tidak memiliki dana yang cukup, maka perusahaan tidak dapat melakukan pengembangan investasi. Utang juga memunculkan sinyal “berita baik” dalam teori pemberian isyarat, yang menganggap bahwa penggunaan utang merupakan sinyal bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik Sugiarto, 2009. Manfaat berutang terkait pajak penghasilan badan dan pajak penghasilan pribadi mempengaruhi laba perusahaan dan juga daya tarik penerbitan utang relatif terhadap penerbitan saham, disamping pertimbangan cost of fund dari kebijkaan berutang yang lebih rendah dalam kondisi normal Stultz Johnson, 1985 dalam Sugiarto, 2009. Ketika pajak penghasilan naik maka perusahaan cenderung menaikan porsi utangnya dan penurunan pajak penghasilan pribadi atas deviden atau capital gain akan cenderung mengurangi pemakaian utang oleh perusahaan Sugiarto, 2009. Argumen-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut dengan “teori trade off dari leverage”, dimana perusahaan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi. Ringkasan teori trade-off diungkapkan secara grafis dalam gambar: