Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

Oleh

CAHYO WIDODO

H24104071

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

CAHYO WIDODO

H24104071

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(3)

i

RINGKASAN

CAHYO WIDODO. H24104071. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dibimbing oleh FARIDA RATNA DEWI.

Keputusan pendanaan merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai peningkatan nilai perusahaan. Struktur modal didefinisikan sebagai proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas yang ditetapkan perusahaan (Mardiyanto, 2009). Keputusan mengenai penetapan struktur modal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat risiko dan pengembalian. Kesalahan dalam menentukan struktur modal akan menimbulkan biaya modal yang berlebihan sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan bahkan menyebabkan kebangkrutan. Sektor pertambangan di Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi yang masih terus berkembang. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya data statistik nilai realisasi investasi, baik oleh PMA maupun PMDN. Selain itu, di pasar bursa saham, sektor pertambangan memiliki jumlah emiten yang terus meningkat setiap tahunnya dengan nilai kapitalisasi pasar yang dapat mempengaruhi pergerakan IHSG mencapai porsi rata-rata 12,83% dari tahun 2006-2012. Disisi lain, berdasarkan data keuangan, perusahaan sektor pertambangan memiliki tingkat struktur modal yang cukup bervariasi. Oleh sebab itu, pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan tingkat struktur modal wajib diketahui oleh pengelola keuangan perusahaan sektor pertambangan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam menetapkan tingkat struktur modal yang optimal sesuai dengan kemampuan dan kodisi masing-masing perusahaan.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) baik secara simultan maupun parsial. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Perhitungan serta uji statistik dibantu dengan menggunakan software IBM SPSS Statistics 20.0.

Hasil penelitian secara simultan menyatakan bahwa ukuran perusahaan, pertumbuhan aktiva, struktur aktiva, profitabilitas dan pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap struktur modal. Tingkat koefisien determinasi yang disesuaikan 0,371 yang artinya adalah sebesar 37,1% struktur modal (LDER) dapat di definisikan oleh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES), sedangkan sisanya sebanyak 62,9% dijelaskan oleh sebab maupun variabel lain di luar model. Secara parsial, ukuran perusahaan (SIZE) berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal (LDER); pertumbuhan aktiva (GROWTH) berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal (LDER); struktur aktiva (STR_A) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap struktur modal (LDER); profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal (LDER); dan pertumbuhan penjualan (SALES) berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal (LDER).


(4)

DI BURSA EFEK INDONESIA

Cahyo Widodo

Alumni Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Istitut Pertanian Bogor

c.widodo.9001@gmail.com

Farida Ratna Dewi

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT

The level of capital structure that is part of the funding decision is one important factor in increasing the value of the company. Decisions regarding the optimal capital structure should consider the balance between risk and benefit levels. The purpose of this study was to analyze the effect of firm size (SIZE), asset growth (GROWTH), the structure of assets (STR_A), profitability (ROA) and sales growth (SALES) the capital structure (LDER) either simultaneously or partially on mining companies . The sample used in this study is a mining company listed on the Indonesia Stock Exchange in the period 2007 to 2011. Samples were taken using a sampling method porpose. The analytical method used is linear regression with error tolerance level α of 5%. The results of the study states that the SIZE, GROWTH, STR_A, ROA and SALES simultaneously affect LDER with Adjusted R2 of 37.1%. Partial results of the study indicate that the variable SIZE, ROA and SALES individually has negative and significant effect of the LDER, GROWTH has a positive and significant effect of the LDER while STR_A has a negative influence but no significant effect on LDER.

Keywords: Capital Structure, Laverage, Long Term Debt, Equity, Mining

ABSTRAK

Tingkat struktur modal yang merupakan bagian dari keputusan pendanaan yang merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan nilai perusahaan. Keputusan mengenai struktur modal yang optimal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat risiko dan manfaat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan sektor pertambangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007 sampai dengan 2011. Sampel diambil dengan


(5)

berpengaruh terhadap LDER dengan Adjusted R2 sebesar 37,1%. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel SIZE, ROA dan SALES masing-masing berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDER, variabel GROWTH berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDER sedangkan variabel STR_A memiliki arah hubungan yang negatif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap LDER.


(6)

ii

Judul Skripsi: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Nama : Cahyo Widodo NIM : H24104071

Disetujui oleh: Dosen Pembimbing

Farida Ratna Dewi, S.E., M.M. NIP 19710307 200501 2 001

Diketahui oleh: Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. NIP. 19610123 198601 1 002


(7)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 06 Maret 1988 sebagai anak dari Bapak Darmaji Dwiyanto dan Ibu Dwi Susilorini. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Masa pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari 42 Pati, kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar (SD) Negeri Taman Sari 02 Pati dan lulus pada tahun 2000, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 03 Pati. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 02 Pati. Penulis lulus SMA tahun 2006 dan diterima melanjutkan pendidikan di Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Akuntansi melalui jalur PMDK dan berhasil lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2009 penulis sempat bekerja di perusahaan rekanan PT Pertamina sebagai staf keuangan hingga tahun 2012. Tahun 2010 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Di luar aktivitas perkuliahan, pada tahun 2012 penulis dilibatkan sebagai tenaga survey dan sosialisasi sensus pajak nasional yang merupakan program tahunan Direktorat Jenderal Pajak dalam kurun waktu enam bulan. Selain itu, penulis juga telah mengikuti beberapa training yang berhubungan dengan manajemen.


(8)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang membuat segala sesuatu indah tepat pada waktunya dan yang telah melimpahkan rahmat, kasih dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa baik dalam pengungkapan, penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran, kritik dan segala bentuk pengarahan yang bersifat membangun dari semua pihak yang dapat ditujukan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membacanya serta mampu berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen keuangan.

Bogor, Juli 2013


(9)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan apabila dalam kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga atas segala doa, bimbingan serta dukungan yang telah diberikan, kepada:

1. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc., selaku Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

2. Farida Ratna Dewi, S.E., M.M., sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan banyak waktu dan pikiran untuk dapat memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.S., M.Ec., selaku dosen wali penulis selama menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen IPB.

4. Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, M.Si., dan Yusrina Permatasari, S.Sos., M.E., selaku dosen penguji, terima kasih atas waktu, penilaian, saran, nasihat serta kesediaannya dalam menghadiri ujian sidang skripsi.

5. Hardiana Widyastuti, S.Hut., M.M., sebagai moderator dalam sesi seminar penelitian penulis serta sebagai dosen QC skripsi yang bersedia meluangkan waktu serta saran dalam proses penulisan skripsi.

6. Ayahanda Darmaji Dwiyanto dan Ibunda Dwi Susilorini tercinta yang telah melahirkan, merawat dan membesarkan aku dengan setiap tetes peluh atas kerja keras dan untaian doa serta harapan yang tak pernah sedikitpun padam dalam hidupku. Terima kasih Ayah, Ibu.

7. Novita Sintya Dewi, adikku tersayang, yang selalu menjadi motivasi bagi setiap kami dalam keluarga untuk selalu berusaha dan berjuang untuk memberikan yang terbaik. I’m proud of youmy little sister.

8. Spesial untuk Dyas Semiartya Kristi, yang selalu memberikan semangat, motivasi, keyakinan, serta jalan keluar dalam proses menyelesaikan masa studi sarjana. Terima kasih telah bersedia berbagi banyak hal yang tidak


(10)

vi

ternilai dalam hidup ini, baik suka maupun duka. Selalu ada dan akan tetap ada. Let’s enjoy our time together.

9. Keluarga besar Ayah dan Ibuku serta keluarga besar Dyas Semiartya Kristi terima kasih atas dukungan baik moral maupun materi selama ini.

10. Teman satu bimbingan, Chinderaka Yulandita, Sri Rahayu, dan Irvan Sandy atas bantuan serta dukungannya dalam setiap proses meraih kelulusan. 11. Abed Ago, Aira, Andi Pebriananta, Choirul Azis, Condro Yas, Dian

Puspitaning, Dhenta, Dicky Wisnu, Erick, Lek Anto, Mbak Endah, Onoth Tono, Ook, Pewe, Proboniscoyotiwi, Ragil, Rhieno, Tia, Reza Ramadhany (teman bergadang dan diskusi selama proses penulisan skripsi), Pras, serta seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

12. Seluruh dosen, staf dan pengurus Program Sarjana Alih Jenis Manajemen IPB.

13. Warga maupun alumni kost Cidangiang 21 serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, hanya doa dan ucapan syukur yang dapat penulis panjatkan semoga Allah berkenan membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara, Sahabat dan teman-teman sekalian.


(11)

vii DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Manajemen Keuangan ... 7

2.2. Struktur Modal ... 8

2.3. Struktur Modal Optimal ... 13

2.4. Teori Struktur Modal ... 14

2.4.1 Teori Modigliani dan Miller (MM) ... 15

2.4.2 Agency Theory ... 17

2.4.3 Trade Off Theory ... 21

2.4.4 Asymmetric Information Theory ... 25

2.4.5 Signaling Theory ... 26

2.4.6 Pecking Order Theory ... 27

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal ... 30

2.6. Penelitian Terdahulu ... 35

III. METODE PENELITIAN ... 41

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 41

3.2. Hipotesis ... 41

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 43

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 45

3.5. Populasi dan Sampel ... 46

3.5.1 Populasi ... 46

3.5.2 Sampel ... 46

3.6. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.7. Metode Analisis Data... 47

3.8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 48

3.9. Statistik Deskriptif ... 52

3.10. Uji Hipotesis ... 52

3.10.1 Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F) ... 53

3.10.2 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ... 54


(12)

viii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 56

4.2. Analisis Data Deskriptif ... 56

4.3. Uji Asumsi Klasik ... 58

4.3.1 Uji Normalitas ... 58

4.3.2 Uji Multikolinieritas ... 59

4.3.3 Uji Autokorelasi ... 60

4.3.4 Uji Heteroskedastisitas ... 60

4.4. Uji Hipotesis ... 61

4.4.1 Uji F (Uji Simultan) ... 61

4.4.2 Koefisien Determinasi ... 62

4.4.3 Uji t (Uji Parsial) ... 62

4.4.4 Analisisi Regresi Berganda ... 64

4.5. Pembahasan Uji Hipotesis... 65

4.5.1 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Pertama ... 65

4.5.2 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kedua ... 66

4.5.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga ... 68

4.5.4 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keempat ... 69

4.5.5 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Kelima ... 71

4.5.6 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis Keenam ... 72

4.6. Keterbatasan Penelitian ... 73

KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

1. Kesimpulan ... 74

2. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(13)

ix

DAFTAR TABEL

1. Penelitian terdahulu ... 36

2. Daftar nama perusahaan sektor pertambangan periode 2007-2011 ... 56

3. Deskripsi statistik variabel ... 57

4. One-SampleKolmogorov-Smirnov Test... 58

5. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (tanpa data outlier) ... 59

6. Hasil uji Multikolinieritas ... 59

7. Hasil uji Durbin Watson ... 60

8. Hasil uji F (uji simultan) ... 62

9. Koefisien determinasi ... 62

10. Hasil uji t (uji parsial) ... 63


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

1. Nilai realisasi investasi PMDN & PMA sektor pertambangan ... 2

2. Rata-rata tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan ... 3

3. Kerangka pemikiran penelitian ... 41


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. One-Sample-Kolmogorov-Smirnov (tanpa outlier) ... 81

2. Histogram ... 82

3. P-P Plot ... 83

4. F Test (ANOVA) ... 84

5. Deteminasi yang disesuaikan (Adjusted R Square)... 85

6. t Test (Parsial) ... 86

7. Beta Coefficients ... 87

8. Hasil perhitungan ukuran perusahaan (SIZE) ... 88

9. Hasil perhitungan pertumbuhan aktiva (GROWTH) ... 89

10. Hasil perhitungan struktur aktiva (STR_A) ... 90

11. Hasil perhitungan profitabilitas (ROA)... 91

12. Hasil perhitungan pertumbuhan penjualan (SALES)... 92


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Persaingan di dalam dunia usaha dan ekonomi yang semakin ketat seiring kemajuan fungsi manajemen dalam mengelola perusahaan memaksa pemilik maupun pihak manajemen perusahaan untuk lebih bekerja keras dalam meningkatkan nilai perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya iklim persaingan yang kompetitif dibidang usaha baik di sektor industri maupun jasa. Persaingan usaha merupakan tantangan bagi perusahaan untuk selalu berusaha menerapkan tata kelola perusahaan yang baik demi mencapai tujuan utama perusahaan yaitu peningkatan nilai perusahaan yang mencerminkan peningkatan kekayaan pemegang saham.

Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi manajemen yang berperan penting dalam mengelola suatu perusahaan, diantaranya adalah menyangkut ketersediaan modal yang berkaitan dengan keputusan pendanaan. Kebutuhan dana untuk mendukung semua aktivitas fungsi manajemen akan terus mengalami peningkatan seiring berkembangnya suatu perusahaan. Manajemen perusahaan harus cermat dan teliti dalam mencari sumber dana yang digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. Pentingnya penentuan sumber dana yang tepat dikarenakan masing-masing sumber dana memiliki konsekuensi langsung bagi perusahaan berupa biaya modal.

Struktur modal didefinisikan sebagai proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas yang ditetapkan perusahaan (Mardiyanto, 2009). Keputusan mengenai penetapan struktur modal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat pengembalian dan biaya modal yang timbul akibat dari keputusan pendanaan tersebut sehingga tercapai tingkat struktur modal yang optimal. Kesalahan dalam keputusan pendanaan akan mengakibatkan timbulnya biaya modal yang berlebihan sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan bahkan dapat menyebabkan risiko kebangkrutan bagi perusahaan. Sebaliknya, tingkat struktur modal yang optimal akan memberikan pengembalian yang maksimum berupa peningkatan nilai perusahaan.


(17)

Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor industri yang mampu menarik minat investor, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. Potensi alam Indonesia yang kaya akan sumber daya mineral menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terkemuka di dunia dalam hal produksi serta peranannya dalam mencukupi kebutuhan komoditas pertambangan di dunia. Selain itu, dalam tiga tahun terakhir, nilai realisasi investasi sektor pertambangan terus mengalami peningkatan baik oleh Penanam Modal Asing (PMA) maupun Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) yang ditunjukan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Nilai realisasi investasi PMDN & PMA sektor pertambangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat jumlah emiten perusahaan yang termasuk ke dalam sektor pertambangan sepanjang tahun 2007 hingga tahun 2011 terus mengalami peningkatan. Emiten perusahaan sektor pertambangan pada tahun 2007 berjumlah 10 perusahaan dan terus mengalami pertumbuhan hingga mencapai 31 perusahaan pada tahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan sektor pertambangan semakin memiliki pengaruh yang besar terhadap pergerakan pasar bursa saham BEI. Selain itu, saham perusahaan sektor pertambangan juga memiliki nilai kapitalisasi pasar yang cukup mendominasi terhadap pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2006 sampai dengan 2012 dengan porsi rata-rata mencapai 12,83 % setiap tahunnya. Peningkatan nilai realisasi investasi, jumlah perusahaan serta besarnya nilai kapitalisasi pasar merupakan bukti bahwa bahwa sektor pertambangan masih

3.075,0

6.899,2

10.480,9 19.784,7

32.818,9

41.162,5

0,0 5.000,0 10.000,0 15.000,0 20.000,0 25.000,0 30.000,0 35.000,0 40.000,0 45.000,0

2010 2011 2012

PMDN (Rp. Miliar) PMA (Rp. Miliar)


(18)

memiliki peluang besar sebagai salah satu sektor usaha yang akan terus berkembang di masa yang akan datang.

Gambar 2. Rata-rata tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2007-2011

Gambar 2 menyatakan bahwa tingkat rata-rata struktur modal pada perusahaan pertambangan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sangat bervariasi. Semakin tinggi tingkat struktur modal perusahaan berarti semakin tinggi penggunaan hutang jangka panjang oleh perusahaan. Perusahaan sektor pertambangan yang memiliki tingkat struktur modal paling tinggi adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan tingkat struktur modal sebesar 2,485 yang berarti bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan dengan hutang jangka panjang. PT Radian Utama Interinsco Tbk (RUIS) memiliki tingkat struktur modal sebesar 0,949 yang berarti bahwa perusahaan hampir menyeimbangkan proporsi antara penggunaan hutang jangka panjang dan ekuitas dalam mencukupi kebutuhan pendanaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat struktur modal paling rendah dimiliki oleh PT Timah (Persero) Tbk (TINS) dengan tingkat struktur modal sebesar 0,098 yang berarti perusahaan cenderung untuk mencukupi sebagian besar kebutuhan modalnya dari ekuitas dibanding dari penggunaan hutang jangka panjang.

Variasi tingkat struktur modal pada perusahaan sektor pertambangan menunjukkan bahwa masing-masing perusahaan memiliki strategi dan pertimbangan tertentu yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh perusahaan demi mencapai struktur modal yang optimal. Brigham

2,485

0,176 0,471

1,267 0,949

0,173 0,165 0,206 0,098 0,116 0,750

0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000


(19)

dan Houston (2001) berpendapat bahwa penentuan tingkat struktur modal optimal bukan merupakan ilmu pasti, bersifat dinamis serta tidak bisa ditentukan secara tepat. Karena itu meskipun perusahaan-perusahaan berada dalam industri yang sama, seringkali mempunyai struktur modal yang sangat berbeda.

Potensi pertumbuhan investasi pada perusahaan sektor pertambangan yang cukup baik serta karakteristik struktur modal yang dinamis dan bervariasi pada perusahaan sektor pertambangan menjadi dasar pemikiran peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para manajer untuk memahami terjadinya tingkat struktur modal perusahaan sektor pertambangan yang bervariasi serta dalam memahami faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan tingkat struktur modal yang optimal bagi perusahaan sektor pertambangan.

1.2. Rumusan Masalah

Tingkat struktur modal suatu perusahaan sangat memungkinkan berubah atau dinamis sesuai dengan kondisi internal maupun eksternal perusahaan. oleh sebab itu, pada umumnya tingkat struktur modal yang dimiliki perusahaan satu berbeda dengan perusahaan yang lainnya. Salah satu hal penting dalam proses pencapaian keputusan struktur modal yang optimal adalah pengetahuan mengenai teori dan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, dimana menurut Weston (1996) rasio hutang jangka panjang dan modal sendiri (LDER) dapat menggambarkan tingkat struktur modal suatu perusahaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana secara bersama-sama (simultan) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

2. Bagaimana secara individu (parsial) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas


(20)

(ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

1.3. Tujuan

Sesuai dengan perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis secara bersama-sama (simultan) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Menganalisis secara individu (parsial) pengaruh ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) terhadap struktur modal (LDER) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Bagi perusahaan dan manajemen sebagai masukan yang dapat dijadikan tolok ukur pemikiran dalam mengambil keputusan keuangan khususnya mengenai struktur modal berdasarkan perimbangan antara biaya dan manfaat dengan tujuan dapat meningkatkan nilai perusahaan.

2. Memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan, khususnya sektor pertambangan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Menurut Brigham dan Houston (2001) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal perusahaan, antara lain: stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengawasan, sifat manajemen, sikap kreditur dan konsultan, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan. Riyanto (2001) juga


(21)

menambahkan bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi struktur modal adalah tingkat bunga, stabilitas laba, susunan aktiva, kadar risiko aktiva, jumlah modal yang dibutuhkan, keadaan pasar modal, sifat manajemen dan besarnya perusahaan. Namun dalam penelitian ini tidak membahas semua faktor yang diduga mempengaruhi struktur modal perusahaan. Beberapa faktor yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: ukuran perusahaan (SIZE), pertumbuhan aktiva (GROWTH), struktur aktiva (STR_A), profitabilitas (ROA) dan pertumbuhan penjualan (SALES) serta pengaruhnya terhadap struktur modal pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007 – 2011.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Keuangan

Riyanto (2001) mendefinisikan manajemen keuangan sebagai keseluruhan aktivitas yang berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut. Manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan kegiatan pengendalian kegiatan keuangan. Secara spesifik, manajemen keuangan dalam suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lain biasanya sesuai dengan karakteristik suatu perusahaan. Walaupun demikian, secara umum manajemen keuangan memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan stabilitas finansial perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemegang saham.

Menurut Husnan (2000), manajemen keuangan dalam kegiatannya harus mengambil beberapa keputusan penting yang sering disebut dengan fungsi keputusan manajemen keuangan, yaitu :

1. Penggunaan dana, disebut keputusan investasi (investment decision) 2. Memperoleh dana, disebut keputusan pendanaan (financial decision) 3. Pembagian laba, disebut kebijakan deviden (earning decision)

Keputusan investasi tercermin dalam sisi aktiva neraca perusahaan. Sebaliknya keputusan pendanaan dan dividen tercermin dalam sisi pasiva neraca perusahaan. Keputusan pendanaan dan dividen mempengaruhi besarnya proporsi struktur modal perusahaan. Aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan menunjukkan penggunaan bersih dari dana, sedangkan hutang dan modal sendiri mencerminkan sumber dananya. Keputusan yang diambil oleh manajer keuangan akan tercermin pada nilai perusahaan. Keputusan investasi akan mempengaruhi struktur kekayaan perusahaan, yaitu perbandingan antara aktiva lancar dan aktiva tetap. Sedangkan keputusan pendanaan dan kebijakan dividen akan mempengaruhi struktur modal. Secara umum perbandingan dana yang tertanam dalam jangka waktu lama disebut sebagai struktur modal (Husnan, 2000). Keputusan yang diambil oleh manajer keuangan akan sangat menentukan nilai suatu perusahaan.

Nilai perusahaan secara normatif merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Pengertian lain


(23)

menyebutkan bahwa nilai perusahaan pada dasarnya sama dengan nilai pasar saham ditambah nilai pasar hutang. Apabila besarnya nilai hutang konstan maka setiap peningkatan nilai saham dengan sendirinya akan meningkatkan nilai perusahaan. Namun, bila nilai hutang berubah, maka struktur modal akan berubah pula. Perubahan dalam struktur modal akan menguntungkan bagi pemegang saham jika nilai perusahaan meningkat. Setiap fungsi manajemen keuangan harus mempertimbangkan tujuan perusahaan yaitu dengan mengoptimalkan kombinasi tiga kebijakan keuangan yang mampu meningkatkan nilai kekayaan bagi para pemegang saham.

Beberapa pandangan, diantaranya Brigham dan Houston (2001), Brealey at al. (2008), Horne dan Wachowicz (1998), dan Husnan (2000) menyatakan bahwa peningkatan nilai kekayaan bagi pemegang saham dapat direfleksikan oleh peningkatan harga saham. Secara mendasar tujuan pemaksimalan kekayaan para pemegang saham secara rasional yaitu mampu menunjukkan operasi bisnis perusahaan melalui alokasi sumber daya secara efisien, dengan asumsi bahwa manajemen keuangan harus melalui pertimbangan kebijakan keuangan sesuai perencanaan dan pengendalian secara efektif dan efisien (costefectiveness), dengan tetap mencermati kondisi ekonomi secara makro mengarah pada pemaksimalan kekayaan para pemegang saham.

2.2. Struktur Modal

Struktur modal merupakan salah satu keputusan keuangan yang kompleks karena berhubungan dengan variabel keputusan keuangan yang lainnya. Manajer keuangan harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan risiko, pengembalian dan nilai perusahaan. Kesalahan dalam membuat keputusan struktur modal dapat menimbulkan biaya modal yang cukup besar bagi perusahaan. Sebaliknya, keputusan struktur modal yang efektif dapat meminimisasi biaya modal sehingga mampu berkontribusi dalam meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan porsi laba bagi pemilik perusahaan.

Neraca perusahaan (balance sheet) terdiri dari dua sisi yaitu sisi aktiva yang mencerminkan struktur kekayaan dan sisi pasiva sebagai struktur keuangan. Struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan proporsi hutang jangka panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan oleh


(24)

perusahaan. Sehingga, apabila struktur keuangan tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. Margaretha (2006) juga menyatakan bahwa terminologi modal hanya menunjukkan modal jangka panjang pada suatu perusahaan. Modal jangka panjang meliputi semua komponen di sisi pasiva pada neraca perusahaan kecuali hutang lancar. Dengan demikian, maka struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur keuangan (Mardiyanto, 2009).

Weston (1996) mengemukakan bahwarasio hutang jangka panjang terhadap modal sendiri (long term debt to equity ratio) menggambarkan struktur modal perusahan. Menurut Abor dan Biekpe (2009) struktur modal merupakan kombinasi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan untuk mendanai pengoperasiannya. Sedangkan, Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa struktur modal merupakan campuran atau kumpulan dari hutang jangka panjang, saham preferen dan saham sendiri yang digunakan untuk menggalang modal. Kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu perimbangan (trade-off) antara resiko dan tingkat pengembalian, penggunaan lebih banyak hutang akan meningkatkan resiko yang ditanggung oleh para pemegang saham. Namun, penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan terjadinya ekspektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi.

Keputusan pemenuhan dana mencakup berbagai pertimbangan apakah perusahaan akan menggunakan sumber internal maupun sumber eksternal yang berasal dari hutang atau emisi saham baru. Manajer harus mampu menghimpun dana baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar perusahaan secara efisien, dalam arti keputusan pendanaan tersebut mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah dan komposisi modal dari tiap-tiap perusahaan, tetapi pada dasarnya pengaturan terhadap struktur modal dalam perusahaan harus berorientasi pada perimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian yang diperoleh perusahaan demi tercapainya stabilitas finansial dan peningkatan nilai perusahaan.


(25)

Sundjaja et al. (2007) menyatakan bahwa terminologi modal menunjukkan modal jangka panjang pada suatu perusahaan. Modal jangka panjang meliputi semua komponen pada posisi pasiva neraca perusahaan kecuali hutang lancar. Modal terdiri dari modal hutang dan modal sendiri / ekuitas yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Modal Hutang

Modal hutang merupakan semua pinjaman jangka panjang yang diperoleh perusahaan baik dengan cara negosiasi dengan lembaga keuangan maupun dengan menjual obligasi. Biaya modal pinjaman jangka panjang relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan pendanaan dengan penerbitan saham. Hal ini disebabkan karena kreditur memperoleh risiko yang paling kecil atas segala jenis modal jangka panjang, seperti:

a. Pemegang pinjaman memiliki prioritas terhadap pembayaran bunga atas pinjaman atau terhadap aset yang akan dijual untuk membayar hutang.

b. Pemegang modal pinjaman memiliki kekuatan hokum atas pembayaran hutang dibanding dengan pemegang saham preferen dan pemegang saham biasa.

c. Bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak, sehingga biaya modal pinjaman yang sebenarnya secara subtansial menjadi lebih rendah.

Pembiayaan jangka panjang dapat diperoleh dalam beberapa bentuk pinjaman berjangka sebagai berikut:

a. Pinjaman berjangka

Pinjaman berjangka adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada perusahaan dengan suatu perjanjian formal yang jatuh temponya lebih dari satu tahun. Pinjaman berjangka biasa digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain atau membeli mesin dan peralatan.

b. Obligasi perusahaan

Obligasi perusahaan merupakan instrument hutang jangka panjang yang menyatakan bahwa perusahaan meminjam uang dari


(26)

suatu lembaga atau perorangan dan berjanji akan membayar kembali di masa yang akan datang dengan aturan-aturan yang jelas. Beberapa jenis obligasi yang umum dijumpai diantaranya adalah:

i. Obligasi tanpa jaminan yaitu obligasi yang dijual tanpa mensyaratkan adanya suatu agunan bagi pemegang obligasi. Hanya perusahaan terpercaya yang dapat menerbitkan obligasi tanpa jaminan.

ii. Obligasi pendapatan yaitu obligasi yang bunganya hanya dibayarkan jika perusahaan membukukan laba bersih, tetapi hutang pokok harus dibayar pada waktunya

iii. Obligasi hipotik yaitu obligasi yang dijamin dengan aset berupa properti.

iv. Obligasi dengan jaminan saham dan (atau) obligasi yaitu obligasi yang dijamin dengan saham dan (atau) obligasi yang dimiliki oleh penerbit. Nilai jaminan umumnya antara 25% sampai 30% lebih besar dari nilai obligasi.

Modal hutang jangka panjang merupakan sumber dana bagi perusahaan yang harus dibayar kembali dalam jangka waktu tertentu. Semakin lama jangka waktu, maka semakin ringan syarat-syarat pembayaran kembali hutang tersebut sehingga akan mempermudah bagi perusahaan untuk mendayagunakan hutang jangka panjang tersebut. Meskipun demikian, hutang harus dibayar pada waktu yang sudah ditetapkan tanpa memperhatikan kondisi finansial perusahaan pada saat itu dan harus sudah disertai dengan bunga yang sudah diperhitungkan sebelumnya, dengan demikian seandainya perusahaan tidak mampu membayar kembali hutang dan bunga, maka kreditur dapat memaksa perusahaan dengan menjual asset yang dijadikan jaminannya. Oleh karena itu, kegagalan membayar hutang atau bunganya akan mengakibatkan perusahaan kehilangan kontrol terhadap perusahaannya seperti halnya sebagian atau keseluruhan modal yang ditanamkan dalam perusahaan, begitu pula sebaliknya para kreditur dapat kehilangan kontrol sebagian atau


(27)

keseluruhan dana pinjaman dan bunganya, karena segala macam bentuk yang ditanamkan dalam perusahaan selalu dihadapkan pada risiko kerugian.

Semakin besar proporsi modal hutang jangka panjang dalam struktur modal perusahaan akan semakin besar pula risiko kemungkinan terjadinya ketidakmampuan untuk membayar kembali hutang jangka panjang beserta bunga pada saat jatuh tempo. Oleh sebab itu, kemungkinan kerugian terhadap dana yang kreditur tanamkan dalam perusahaan sebagai akibat gagal bayar juga semakin besar.

2. Modal sendiri / ekuitas

Modal sendiri adalah modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalm perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sedangkan modal hutang memiliki jatuh tempo.

Komponen modal sendiri / ekuitas terdiri dari: a. Modal saham (eksternal)

Saham adalah tanda bukti kepemilikan suatu perseroan terbatas (P.T.) yang terdiri dari:

i. Saham biasa (common stock)

Pemegang saham biasa merupakan pemilik perusahaan yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian di masa yang akan datang. Pemegang saham biasa sering disebut sebagai pemilik residual karena pemegang saham biasa hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan aset telah dipenuhi dan tidak memperoleh penggantian dividen yang tidak terbayarkan pada tahun-tahun sebelumnya.

ii. Saham preferen (preferred stock)

Saham preferen bentuk komponen surat berharga modal jangka panjang yang memiliki karakteristik campuran antara saham biasa dan hutang jangka panjang. Saham preferen memberikan para pemegangnya beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih diprioritaskan daripada pemegang saham


(28)

biasa. Hak istimewa adalah mempunyai prioritas dalam pendapatan untuk menuntut aset saat likuidasi atau hak prioritas baik dalam pendapatan maupun aset lebih dulu daripada saham biasa.

b. Laba ditahan (internal)

Laba ditahan adalah sisa laba bersih yang tidak dibayarkan sebagai deviden.

Komponen modal sendiri ini merupakan modal perusahan yang dipetaruhkan untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun risiko-risiko lainnya. Modal sendiri ini tidak memerlukan jaminan atau keharusan untuk pembayaran kembali dalam setiap keadaan serta tidak memiliki kepastian mengenai jangka waktu pembayaran kembali modal sendiri. Setiap perusahaan harus mempunyai jumlah minimum modal yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

Modal sendiri yang bersifat permanen akan tetap tertanam dalam perusahaan dan dapat diperhitungkan setiap saat untuk memelihara kelangsungan hidup dan melindungi perusahan dari risiko kebangkrutan. Modal sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat untuk diinvestasikan pada aktiva tetap yang bersifat permanen dan investasi-investasi yang menghadapi risiko kerugian yang relatif kecil, karena suatu kerugian atau kegagalan dari investasi tersebut dengan alasan apapun merupakan tindakan membahayakan bagi kontinuitas kelangsungan hidup perusahaan.

2.3. Struktur Modal Optimal

Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang sudah go public, struktur modal mempengaruhi nilai perusahaan yang tercatat di bursa saham. Perusahaan harus menetapkan sumber dana jangka panjang mana yang akan dipilih dan memperhitungkannya dengan matang agar diperoleh kombinasi struktur modal yang optimal. Perusahaan yang mempunyai struktur modal optimal akan menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal pula, sehingga nilai perusahaan dan kekayaan pemegang saham ikut meningkat.


(29)

Struktur modal yang tidak optimal akan menimbulkan biaya modal yang terlalu besar. Semakin besar penggunaan hutang dalam struktur modal maka akan menimbulkan biaya hutang yang besar pula. Perusahaan yang memenuhi kebutuhan dananya dengan mengutamakan sumber dana yang berasal dari dalam perusahaan atau sumber internal akan dapat mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Namun, bila kebutuhan dana perusahaan semakin meningkat karena faktor seperti pertumbuhan perusahaan dan semua sumber dana internal sudah digunakan, maka perusahaan tidak mempunyai pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan baik dari hutang (debt

financing) atau dapat juga dengan mengeluarkan saham baru (external equity

financing).

Ang (1997) berpendapat bahwa setelah struktur modal ditentukan, maka perusahaan akan menggunakan dana yang diperoleh tersebut untuk mendanai aktivitas investasi perusahaan. Aktivitas investasi perusahaan dikatakan menguntungkan jika return yang diperoleh dari hasil investasi tersebut lebih besar daripada biaya modal (cost of capital), dimana biaya modal ini merupakan rata-rata tertimbang dari biaya pendanaan (cost of funds) yang terdiri dari biaya (bunga) pinjaman dan biaya modal sendiri. Biaya modal sendiri terdiri dari dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham biasa dan saham preferen. Sedangkan biaya pinjaman merupakan biaya bunga bersih (setelah dikurangi tarif pajak). Besarnya biaya modal itulah yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen dalam menentukan komposisi hutang dan modal sendiri yang akan digunakan oleh perusahaan.

2.4. Teori Struktur Modal

Weston dan Brigham (1996) menyatakan bahwa teori struktur modal adalah teori yang menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan. Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual (Husnan, 2000). Teori struktur modal telah banyak dikemukakan oleh para peneliti terdahulu, berikut ini akan diuraikan mengenai teori-teori tersebut:


(30)

2.4.1 Teori Modigliani dan Miller (MM)

Teori mengenai struktur modal bermula pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya disebut MM) mempublikasikan artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis yaitu “The Cost of capital, Corporation Finance, and

The Theory of Invesment”. MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan

tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya (Brigham dan Houston, 2001). MM berpendapat bahwa dalam keadaan pasar sempurna maka penggunaan hutang adalah tidak relevan dengan nilai perusahaan. Namun, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain (Brigham dan Houston, 2001);

1. Tidak ada biaya broker (pialang). 2. Tidak ada pajak.

3. Tidak ada biaya kebangkrutan.

4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan.

5. Semua investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan pada masa mendatang .

6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang.

Penggunaan asumsi-asumsi tersebut membuat teori ini dianggap tidak relevan, karena pada kenyataannya asumsi-asumsi tersebut hampir tidak mungkin dapat dipenuhi. Pada tahun 1963, MM menerbitkan makalah lanjutan yang berjudul “Corporate Income Taxes and The Cost of Capital: A

Correction” yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan

perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban

(corporate tax shield), tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham

tidak dapat dikurangkan. Dalam keadaan pasar sempurna dan ada pajak, pada umumnya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak atau kata lain bersifat tax deductible. Dengan demikian, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama tetapi perusahaan yang satu mengunakan hutang dan membayar bunga sedangkan perusahaan


(31)

yang lain tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang.

Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan hutang dalam struktur modalnya. MM menjelaskan bahwa apabila semua asumsi yang lain berlaku dan bunga atas hutang diakui sebagai pengurang dalam perhitungan pajak, maka nilai perusahaaan meningkat sejalan dengan makin besarnya jumlah hutang dan nilainya akan mencapai titik maksimum bila seluruhnya dibiayai dengan hutang (Brigham dan Houston, 2001).

Namun pendapat Modigliani dan Miller (1963) yang menunjukkan bahwa perusahaan dapat meningkatkan nilainya bila menggunakan hutang sebesar-besarnya (dalam keadaan ada pajak) ini mengundang kritik dan keberatan dari para praktisi. Keberatan tersebut disebabkan oleh asumsi yang dipergunakan oleh Modigliani dan Miller dalam analisis mereka, yaitu pasar modal adalah sempurna. Adanya ketidaksempurnaan pasar modal menyebabkan pemilik perusahaan atau pemegang saham mungkin keberatan untuk menggunakan leverage yang ekstrim karena akan menurunkan nilai perusahaan (Husnan, 2000). Bahkan pasar modal yang tidak sempurna memungkinkan munculnya biaya kebangkrutan, biaya keagenan atau adanya informasi asimetris.

Pendekatan MM juga mengasumsikan bahwa tidak adanya biaya transaksi, dengan kata lain diasumsikan proses arbitrase dilakukan tanpa biaya, namun dalam kenyataannya bahwa komisi untuk para broker cukup tinggi. Pandangan tidak relevan lainnya ditujukan terhadap asumsi MM yang menyatakan investor dan perusahaan memiliki akses yang sama terhadap lembaga keuangan. Kenyataannya, para investor besar lebih dimungkinkan memperoleh hutang dengan bunga yang lebih rendah sedangkan investor individu mungkin harus meminjam dengan tingkat bunga yang tinggi.


(32)

Hasil studi MM lainnya yang tidak realistis juga terdapat pada asumsi yang menyatakan bahwa tidak ada biaya kebangkrutan. Namun, dalam prakteknya, biaya kebangkrutan bisa sangat mahal. Perusahaan yang bangkrut mempunyai biaya hukum dan akuntansi yang sangat tinggi untuk proses likuidasi aktivanya, serta sulit menahan pelanggan, pemasok dan karyawan. Masalah yang terkait kebangkrutan cenderung muncul apabila perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya (Brigham dan Houston, 2001). Apabila biaya kebangkrutan semakin besar, biaya modal hutang juga akan semakin tinggi karena pemberi pinjaman akan membebankan bunga yang tinggi serta syarat-syarat yang lebih ketat pada kontrak pinjaman sebagai kompensasi kenaikan risiko kebangkrutan. Oleh karena itu, dijelaskan dalam teori yang selanjutnya bahwa perusahaan akan terus menggunakan hutang apabila manfaat hutang (penghematan pajak dari hutang) masih lebih besar dibandingkan dengan biaya kebangkrutan. Jika biaya kebangkrutan lebih besar dibandingkan dengan penghematan pajak dari hutang, perusahaan akan menurunkan tingkat hutangnya. Dengan demikian, struktur modal yang optimal terjadi pada saat tambahan penghematan pajak sama dengan tambahan biaya kebangkrutan.

2.4.2 Agency Theory

Teori ini dikemukakan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976 (Horne dan Wachowicz, 1998), Teori keagenan (agency theory) membahas tentang adanya hubungan keagenan antara prinsipal dan agen. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak di mana satu atau lebih prinsipal menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka yang biasanya berkaitan dengan pendelegasian beberapa wewenang dalam pembuatan keputusan kepada agen. Prinsipal adalah pihak yang memberikan mandat kepada agen, dalam hal ini yaitu pemegang saham (pemilik perusahaan). Sedangkan yang disebut agen adalah pihak yang mengerjakan mandat dari prinsipal, yaitu manajemen yang mengelola perusahaan.

Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat


(33)

melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan perlu adanya suatu mekanisme pengawasan untuk meminimumkan konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz (1998) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham.

Menurut Horne dan Wachowicz (1998), salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagai diisensif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah besar. Jumlah pengawasan yang diminta oleh pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar.

Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi yang disebabkan karena pihak-pihak yang saling bekerjasama memiliki tujuan yang berbeda dan adanya informasi yang tidak asimetris serta kondisi ketidakpastian. Teori keagenan (agency theory) ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan prinsipal dan agen saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian dalam menanggung resiko yang timbul dimana prinsipal dan agen memiliki sikap berbeda terhadap resiko. Inti dari


(34)

hubungan keagenan adalah bahwa di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan (pihak prinsipal) yaitu para pemegang saham dengan pengendalian (pihak agen) yaitu manajer yang mengelola perusahaan.

Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham ini dapat terjadi disebabkan karena manajer tidak perlu mananggung resiko sebagai akibat adanya pengambilan keputusan yang salah, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik yaitu pemegang saham. Karena pihak manajemen ini tidak ikut menanggung resiko, maka manajemen cenderung membuat keputusan yang mementingkan kepentingan sendiri. Selain itu, keuntungan yang diperoleh perusahaan tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh manajer, sehingga membuat para manajer tidak hanya berkonsentrasi pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan untuk peningkatan kemakmuran pemegang saham melainkan cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya sendiri. Para manajer mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain.

Perilaku ini yang biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded

rationality) dan manajer juga cenderung tidak menyukai resiko (risk

aversion). Teori keagenan (agency theory) dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989) yaitu:

a. Asumsi tentang sifat manusia.

Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion).


(35)

b. Asumsi keorganisasian.

Asumsi keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen.

c. Asumsi informasi.

Asumsi informasi menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.

Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan ada tiga jenis biaya keagenan yaitu:

a. Monitoring cost

Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh

prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contohnya adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi.

b. Bonding cost

Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk

menetapkan dan mamatuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal. Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.

c. Residual loses

Residual loses timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen

kadang kala berbeda dari tindakan yang memaksimumkan kepentingan prinsipal.

Menurut Wahidahwati (2002) dalam Dewani (2010), ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost yaitu :

a. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.


(36)

b. Meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.

c. Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan besarnya excess cash flow yang ada di dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.

d. Institutional investor sebagai monitoring agents. Distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institusional investor dan

shareholdersdispersion dapat mengurangi agency cost. Hal ini karena

kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen.

2.4.3 Trade Off Theory

Teori trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, resiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan struktur modal yang diambil perusahaan (Brealey et al. 2008). Pada intinya tujuan dari trade off theory adalah menyeimbangkan antara manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang (Myers, 1984). Oleh sebab itu, teori ini juga sering disebut sebagai balancing theory. Model

trade-off mengansumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan

hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut (Brigham dan Houston, 2001). Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih diperkenankan. Namun, apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Pengorbanan karena menggunakan hutang tersebut bisa dalam bentuk biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) dan biaya keagenan

(agency cost). Berdasarkan makalah Modilgliani-Miller (1963), harga

saham perusahaan akan dimaksimumkan jika menggunakan hutang 100 persen. Tetapi pada kenyataannya, sangat jarang ada perusahaan yang menggunakan hutang seratus persen. Hal ini dikarenakan perusahaan


(37)

membatasi penggunaan hutang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangrutan (Bringham dan Houston, 2001).

Pendapat Modilgliani-Miller mengenai penggunakan hutang seratus persen dalam membiayai perusahaan ditentang oleh trade off theory. Teori Modigliani dan Miller (1963) berpendapat bahwa semakin besar hutang yang digunakan, semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini dikarenakan hutang memberikan manfaat perlindungan pajak sehingga penggunaan hutang meningkatkan porsi laba operasi perusahaan (EBIT) yang mengalir ke investor. Model Modilgliani dan Miller mengabaikan faktor biaya kebangrutan dan biaya keagenan. Kenyataannya, semakin banyak hutang, semakin tinggi beban yang harus ditanggung perusahaan.

Biaya kebangkrutan antara lain terdiri dari legal fee yaitu biaya yang harus dibayar kepada ahli hukum untuk menyelesaikan klaim dan distress

price yaitu kekayaan perusahaan yang terpaksa dijual dengan harga murah

sewaktu perusahaan dianggap bangkrut. Semakin besar kemungkinan terjadi kebangkrutan akan memperbesar biaya modal bagi perusahaan. Sebagai akibatnya, meskipun memperoleh manfaat penghematan pajak dari penggunaan hutang yang besar, biaya modal perusahaan akan terus meningkat dan berakhir pada penurunan nilai perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan akan cenderung melakukan kontrol dan membatasi penggunakan hutang serta menurunkan tingkat laverage perusahaan.

DeAngelo dan Masulis (1980) juga membahas mengenai biaya kebangkrutan saat membuktikan dampak perubahan komposisi hutang terhadap harga saham. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa

abnormal returns pada hari pengumuman dari perusahaan–perusahaan yang

meningkatkan proporsi penggunaan hutang, ternyata positif. Sedangkan perusahaan yang menurunkan leverage ternyata memperoleh abnormal

returns yang negatif pada hari pengumuman dan sehari setelahnya.

Abnormal returns yang positif berarti bahwa keuntungan yang diperoleh

para pemodal lebih besar dari keuntungan yang seharusnya. Abnormal

returns yang positif bagi perusahaan yang meningkatkan proporsi


(38)

dinilai memberikan manfaat bagi pemodal dalam bentuk penghematan pajak. Disamping itu, mereka juga menunjukkan bahwa nampaknya manfaat dari penghematan pajak lebih dari kerugian karena kemungkinan munculnya biaya kebangkrutan (Husnan, 2000).

Biaya lain yang timbul adalah biaya keagenan yaitu biaya yang muncul kerena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Sangat memungkinkan pemilik perusahaan yang menggunakan hutang melakukan tindakan yang merugikan bagi kreditor, sebagai misal perusahaan melakukan investasi pada proyek-proyek beresiko tinggi. Biaya keagenan ini antara lain berupa pembatasan kewenangan pemegang saham dan manajer dengan tujuan mengatasi kondisi yang dapat merugikan pihak kreditor. Misalnya kreditor dapat melindungi diri dengan memperketat syarat-syarat pada saat memberikan kredit, pembebanan denda apabila ada pelanggaran perjanjian dan pembatasan besarnya dividen yang boleh dibagikan. Selain itu, kreditor juga memonitor perusahaan debitor untuk menjamin perusahaan tidak melakukan wanprestasi terhadap perjanjian yang dibebankan pada perusahaan dalam bentuk bunga hutang yang lebih tinggi (Mardiyanto, 2009).

Perusahaan seharusnya membatasi penggunaan hutang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan dan keagenan. Penggunaan hutang yang semakin besar akan meningkatkan keuntungan dari penggunaan hutang tersebut, disisi lain akan diikuti oleh biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang bahkan bisa lebih besar. Model ini secara implisit menyatakan bahwa perusahaan yang sama sekali tidak menggunakan pinjaman dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah buruk. Keputusan terbaik adalah keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan kedua intrumen pembiayaan. Oleh karena itu, teori ini menyatakan bahwa struktur modal optimal tercapai pada saat terjadi keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan penggunaan hutang (Brigham dan Gapenski,1996).


(39)

Dengan memasukkan pertimbangan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan ke dalam model Modigliani dan Miller dengan pajak, disimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan agency

problem (Brigham dan Houston, 2001). Titik balik tersebut biasa disebut

sebagai struktur modal yang optimal. the trade off model memang tidak dapat digunakan untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan. Tapi melalui model ini memungkinkan dibuat tiga kesimpulan tentang penggunaan leverage (Brealey et al. 2008), yaitu:

a. Perusahaan dengan resiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial

distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan

yang hutang lebih besar.

b. Perusahaan yang memiliki tangible asset dan marketable assets seperti real estate seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari

intangible assets seperti patent dan goodwill. Hal ini disebabkan

karena intangible assets lebih mudah umtuk kehilangan nilai apabila terjadi financial distress, dibandingkan standart assets dan tangible assets.

c. Perusahaan-perusahaan di negara yang tingkat pajaknya tinggi seharusnya memuat hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah, karena bunga yang dibayar diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi pajak penghasilan yang berdampak pada peningkatan porsi laba bersih perusahaan.

Trade off theory telah mempertimbangkan berbagai faktor seperti

corporate tax, biaya kebangkrutan, dan biaya keagenan dalam menjelaskan

mengapa suatu perusahaan memilih struktur modal tertentu (Husnan, 2000). Brigham dan Gapenski (1996) menjelaskan bahwa penggunaan hutang yang


(40)

berbeban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perusahaan. Keuntungan penggunaan hutang adalah biaya bunga mengurangi penghasilan kena pajak sehingga biaya hutang relatif menjadi lebih rendah, kreditor hanya mendapat biaya bunga yang relatif bersifat tetap. Sehingga kelebihan maupun keuntungan penerimaan merupakan klaim bagi pemilik perusahaan. Weston dan Brigham (1996) mengatakan bahwa kelemahan penggunaan hutang adalah karena semakin tinggi penggunaan hutang akan meningkatkan technical insolvency, sehingga bila bisnis perusahaan tidak dalam keadaan yang baik, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup untuk menutup biaya bunga sehingga kekayaan pemilik perusahaan berkurang. Pada kondisi yang sangat ekstrim, perusahaan akan terancam kebangkrutan.

2.4.4 Asymmetric Information Theory

Model asymmetric information ini menjelaskan bahwa terjadi

perbedaan tingkat informasi antara pihak manajemen (insiders) dan pihak pemodal (outsiders) yaitu pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada pihak pemodal sehingga insiders bertindak sebagai penyampai informasi mengenai nilai perusahaan pada outsiders. Asymmetric

information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Houston

(2001) dan (Husnan, 2000) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor. Dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu mahal). Dalam situasi ini, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik menawarkan saham baru sehingga saham dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya yang tentunya akan memberikan pengembalian yang lebih besar daripada biasanya. Tetapi pemodal akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal yaitu sesuai dengan persepsi pihak manajemen. Sebagai akibatnya, para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Oleh sebab itu, emisi saham baru akan menurunkan harga saham.


(41)

2.4.5 Signaling Theory

Pada awal 1977, Ross membangun signaling theory berdasarkan adanya asymmetric information. Teori ini berdasarkan pemikiran bahwa manajer akan mengumumkan kepada investor luar ketika mendapat informasi yang baik. Ini bertujuan untuk menaikkan nilai perusahaan, namun investor tidak akan mempercayai informasi tersebut karena manajer merupakan interest party. Solusinya, perusahaan akan berusaha melakukan

signaling pada financial policy mereka. Tindakan ini membutuhkan biaya

yang besar dan hanya dilakukan oleh perusahaan besar sehingga tidak dapat ditiru oleh perusahaan kecil. Signal adalah proses yang membutuhkan biaya dengan tujuan untuk meyakinkan investor luar tentang nilai perusahaan.

Signal yang baik adalah yang tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain karena

faktor biaya.

Ross (1977) menyatakan bahwa peningkatan leverage memuat informasi yang positif berkaitan dengan kapasitas perusahaan untuk menyediakan hutang dalam jumlah yang lebih besar. Sebaliknya penurunan

leverage memberikan signal informasi yang negatif. Salah satu contoh yang

diberikan Ross (1977) adalah perusahaan besar akan membuat insentif yang mendorong mereka mengambil leverage tinggi. Hal ini tidak akan dapat diikuti oleh perusahaan yang lebih kecil, karena mereka akan lebih rentan mengalami kebangkrutan. Hal ini menciptakan separating equilibrium yaitu dimana perusahaan yang memiliki nilai perusahaan lebih tinggi akan menggunakan lebih banyak hutang dan perusahaan yang memiliki nilai perusahaan lebih rendah akan menggunan lebih banyak equity.

Brigham dan Houston (2001) mengemukakan bahwa perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang di perlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Sedangkan perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya, yang berarti mencari investor baru untuk berbagi kerugian. Dengan kata lain, pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan


(42)

suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Sebaiknya, bagi perusahaan dalam kondisi normal harus memperhatikan adanya kapasitas cadangan untuk meminjam (reserve

borrowing capacity). Oleh sebab itu, perusahaan sering kali menggunakan

lebih sedikit hutang daripada yang ditentukan oleh struktur modal yang optimal menurut MM untuk memastikan perusahaan dapat memperoleh modal hutang jika kelak diperlukan bila muncul peluang investasi yang lebih menguntungkan.

Fama et al. (1983) melalui hasil penelitiannya menambahkan bahwa perusahaan yang mengumumkan kesepakatan hutang dengan bank memberikan signal informasi yang positif. Hal ini disebabkan karena

bankers mengetahui rahasia informasi perusahaan selama proses

peminjaman. Sebaliknya, perusahaan yang mengumumkan pengurangan hutang dari bank memuat informasi insiders yang tidak menguntungkan dari tindakan bankers.

Teori ini mengungkapkan bahwa investor dapat membedakan antara perusahaan yang memiliki nilai tinggi dengan perusahaan yang memiliki nilai rendah dengan mengobservasi struktur permodalannya untuk perusahaan yang highly levered. Kelebihan teori ini adalah kemampuan dalam menjelaskan mengapa terjadi peningkatan harga saham sebagai tanggapan terhadap peningkatan financial leverage. Kelemahan dari model ini adalah ketidakmampuan dalam menjelaskan hubungan berkebalikan antara profitabilitas dan leverage. Kelemahan lain adalah tidak dapat dijelaskan mengapa perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan dan nilai tangible assets tinggi menggunakan lebih banyak hutang daripada perusahaan yang memiliki nilai intangible assets tinggi. Namun, dalam teori hal ini diperlukan untuk mengurangi efek dari ketidaksimetrisan informasi.

2.4.6 Pecking Order Theory

Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun (1961) sedangkan penanaman packing order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984 (Husnan, 2000). Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hieraki sumber dana


(43)

yang paling disukai. Menurut Brealey and Myers (2008), secara singkat teori ini menyatakan bahwa:

a. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan / retained earning). Berdasarkan teori ini perkembangan laba yang diperoleh akan meningkatkan laba ditahan dan akan berpengaruh negatif terhadap struktur modal.

pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba

ditahan dan penerbitan saham baru karena urutan pilihan atau prioritas sumber pendanaan menempatkan laba ditahan pada posisi yang paling atas, sedangkan penerbitan saham berada pada urutan terbawah. b. Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian dividen

dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar. Hal ini membawa implikasi bahwa kebijakan dividen lebih relevan dengan keputusan investasi daripada dengan keputusan pendanaan. Kebijakan manajemen meningkatkan deviden biasanya hanya dilakukan bila mereka memiliki keyakinan akan data pada masa yang akan datang. c. Kebijakan dividen yang cendrung bersifat konstan (sticky), sehingga

dampak fluktuasi profitabilitas terhadap peluang pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi. d. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka

perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi

(convertible bond), saham preferen (preffered stock), baru akhirnya

apabila masih memerlukan dana, perusahaan akan menerbirkan

common stock (external equity). Hal ini terjadi karena adanya

transaction cost didalam mendapatkan dana dari pihak eksternal.

Penelitian lebih lanjut kembali dilakukan oleh Stewart C. Myers pada 1992. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa dalam bentuk yang paling sederhana, pecking order model dalam pendanaan perusahaan menjelaskan bahwa ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup untuk mendanai


(44)

investasi riil dan dividen, perusahaan akan menerbitkan hutang. Saham tidak akan pernah diterbitkan, kecuali biaya financial distrees perusahaan tinggi.

Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan yang sangat

menguntungkan pada umumnya mempunyai hutang yang lebih sedikit. Hal ini terjadi bukan karena perusahaan tersebut mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi disebabkan karena perusahaan memang tidak membutuhkan dana dari pihak eksternal (Brealey et al. 2008). Sesuai dengan teori ini, tidak ada target rasio hutang, karena ada dua jenis modal sendiri yang preferensinya berbeda, yaitu laba ditahan (dipilih lebih dahulu) dan penerbitan saham baru (dipilih paling akhir setelah penggunaan hutang). Rasio hutang setiap perusahaan akan dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk investasi.

Perusahaan–perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena alasan dana internal yang tidak mencukupi kebutuhan dan karena hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai dibanding menerbitkan ekuitas baru. Kaaro (2003) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dana internal lebih disukai dari dana eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu mencari sumber pendanaan dari pemodal luar atau pihak eksternal perusahaan. Sumber dana yang dapat diperoleh tanpa mendapatkan sorotan dan publisitas publik sebagai akibat penerbitan saham baru akan lebih diutamakan oleh perusahaan.

Menurut Husnan (2000), Terdapat dua alasan mengapa dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri, yaitu:

a. Pertimbangan mengenai biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan memicu timbulnya ketidaksempurnaan informasi yang dapat menurunkan harga saham.

b. Manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal sehingga akan membuat harga saham menurun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan


(45)

adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal

Mardiyanto (2009) berpendapat bahwa salah satu tugas manajer keuangan dalam mengelola keuangan perusahaan adalah membuat keputusan keuangan. Manajer harus cermat dalam memutuskan darimana sumber dana yang ditujukan untuk membiayai kegiatan perusahaan diperoleh. Terdapat dua sumber dana dalam memenuhi kebutuhan modal, yaitu dana bersumber dari hutang (debt) dan dana yang bersumber dari modal sendiri (equity). Manajer keuangan akan dihadapkan oleh suatu variasi dalam pembelanjaan dimana masing-masing keputusan yang diambil akan memberikan dampak terhadap kondisi finansial dan nilai dari perusahaan. Oleh karena itu manajer keuangan di dalam operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang dan jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan, sehingga manajer harus memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi struktur modal.

Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan struktur modal perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Stabilitas Penjualan

Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.

2. Struktur Aktiva

Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan hutang dalam jumlah yang lebih besar. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan. Karena itu, perusahaan real estate biasanya mempunyai leverage yang tinggi, sedangkan perusahaan yang terlibat dalam penelitian teknologi tidak demikian.


(46)

3. Leverage Operasi

Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena perusahaan dengan leverage operasi lebih kecil akan mempunyai tingkat risiko bisnis yang lebih kecil.

4. Tingkat Pertumbuhan (Aktiva)

Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya penerbitan penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat hutang sehingga mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan hutang. Namun pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung untuk mengurangi keinginan untuk menggunakan hutang.

5. Profitabilitas

Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang relatif kecil. Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan praktis atas pernyataan ini adalah perusahaan yang sangat menguntungkan memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan hutang. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan mereka untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal.

6. Pajak

Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, semakin tinggi tarif pajak perusahaan, semakin besar manfaat penggunaan hutang.

7. Pengendalian

Posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan. Apabila manajemen saat ini mempunyai hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari 50%) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka


(47)

mungkin akan memilih hutang untuk pembiayaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan hutang dapat membawa perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena apabila perusahaan jatuh bangkrut, maka manajer akan kehilangan pekerjaan. Tetapi apabila hutangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi risiko pengambilalihan. Jadi, pertimbangan pengendalian tidak selalu menghendaki penggunaan hutang dan ekuitas karena jenis modal yang memberikan perlindungan bagi manajemen bervariasi dari suatu situasi ke situasi yang lain.

8. Sikap Manajeman

Tidak seorangpun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal lainnya, manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap struktur modal yang tepat. Sejumlah manajemen cenderung lebih konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah hutang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain lebih cenderung menggunakan banyak hutang dalam usaha mengejar laba yang tertinggi.

9. Sikap Pemberi Pinjaman dan Lembaga Pemeringkat

Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi keputusan struktur keuangan. Dalam sebagian besar kasus, perusahaan membicarkan struktur modalnya dengan pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat serta sangat memperhatikan masukan yang diterima.

10.Kondisi Pasar

Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka panjang dan pendek yang dapat sangat mempengaruhi terhadap struktur modal perusahaan yang optimal. Misalnya selama situasi krisis ekonomi, tidak ada pasar dengan tingkat suku bunga yang wajar untuk obligasi jangka panjang yang baru dengan peringkat di bawah B. karena itu, perusahaan berperingkat rendah yang membutuhkan modal terpaksa beralih ke pasar


(1)

Lampiran 8. Hasil perhitungan ukuran perusahaan (SIZE)

No KODE Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 BUMI 30,92 31,53 31,66 31,83 31,88

2 PTBA 29,01 29,44 29,72 29,80 30,07

3 PTRO 27,97 28,16 28,24 28,38 28,90

4 MEDC 30,66 30,56 30,59 30,70 30,83

5 RUIS 26,75 27,15 27,06 27,11 27,62

6 ANTM 30,12 29,96 29,93 30,13 30,35

7 CITA 27,02 27,31 27,34 27,99 28,25

8 INCO 30,51 30,49 30,59 30,66 30,76

9 TINS 29,25 29,39 29,21 29,40 29,51

10 CNKO 27,35 27,37 27,50 27,82 28,17


(2)

Lampiran 9. Hasil perhitungan pertumbuhan aktiva (GROWTH)

No KODE Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 BUMI 12,17 85,67 13,67 18,44 4,55

2 PTBA 28,04 53,46 32,30 7,97 31,92

3 PTRO 23,87 19,93 9,11 14,40 69,56

4 MEDC 16,08 -9,15 3,04 11,64 13,58

5 RUIS 25,08 49,90 -8,79 5,46 65,71

6 ANTM 65,16 -14,93 -3,08 23,06 24,41

7 CITA 33,71 33,30 3,13 91,22 29,83

8 INCO -11,10 -2,33 10,00 8,02 10,55

9 TINS 45,36 14,95 -16,06 21,12 11,71

10 CNKO 3,10 2,20 13,58 38,00 41,11


(3)

Lampiran 10. Hasil perhitungan struktur aktiva (STR_A)

No KODE Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 BUMI 23,70 16,79 14,65 11,67 12,27

2 PTBA 9,06 9,55 7,99 12,71 11,43

3 PTRO 37,60 46,98 55,98 64,17 67,39

4 MEDC 23,99 7,95 11,56 11,10 4,50

5 RUIS 10,10 29,42 30,26 24,81 43,35

6 ANTM 25,10 28,21 28,89 23,10 19,61

7 CITA 51,67 48,11 61,84 53,73 49,65

8 INCO 65,93 72,49 68,02 66,87 65,23

9 TINS 10,23 15,72 26,77 23,67 23,53

10 CNKO 25,65 24,31 45,00 33,24 26,49


(4)

Lampiran 11. Hasil perhitungan profitabilitas (ROA)

No KODE Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 BUMI 32,4331 20,4936 11,8339 16,7747 17,0903

2 PTBA 25,3711 41,7869 46,5676 29,8033 35,2748

3 PTRO 8,7400 4,0787 4,4394 24,5578 19,0412

4 MEDC 9,4752 28,3124 5,4509 13,4928 11,7406

5 RUIS 15,1137 11,1577 10,0731 8,1507 5,6298

6 ANTM 61,0836 19,1907 8,3700 18,7028 17,0480

7 CITA 26,3736 37,9939 12,1871 16,2015 20,4369

8 INCO 88,9121 25,1660 11,6837 26,6364 18,9030

9 TINS 53,5958 37,1549 12,3991 19,4340 19,6857

10 CNKO 1,9741 1,8738 1,8264 8,7721 7,6228


(5)

Lampiran 12. Hasil perhitungan pertumbuhan penjualan (SALES)

No KODE Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 BUMI 22,3552 49,1256 8,4842 -20,1389 36,6983

2 PTBA 16,7080 74,9874 23,9963 -11,6084 33,7889

3 PTRO 19,1423 63,3778 -16,5058 8,8013 41,0914

4 MEDC 26,7276 19,0930 -47,9832 39,2410 22,9543

5 RUIS 11,2206 32,2785 -11,9629 1,0194 11,0536

6 ANTM 113,3122 -20,1214 -9,1807 0,3780 18,3220

7 CITA 102,8325 56,4551 -56,3821 212,5843 61,3772

8 INCO 73,8654 -43,5865 -42,0049 67,7271 -2,6457

9 TINS 109,5555 5,9783 -14,8372 8,1636 4,9209

10 CNKO 1,7908 5,3241 24,8104 116,8302 35,9912


(6)

Lampiran 13. Hasil perhitungan struktur modal (LDER)

No KODE Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 BUMI 0,3979 1,0627 4,3825 3,3085 3,2731

2 PTBA 0,2036 0,1657 0,1576 0,1760 0,1751

3 PTRO 0,2535 0,4719 0,6659 0,3005 0,6632

4 MEDC 1,8362 1,1366 1,1045 1,1817 1,0762

5 RUIS 0,6164 1,0278 0,8634 0,5563 1,6827

6 ANTM 0,1685 0,1741 0,1192 0,0727 0,3317

7 CITA 0,4888 0,0435 0,0693 0,0596 0,1643

8 INCO 0,1795 0,1450 0,2272 0,2097 0,2676

9 TINS 0,0962 0,0846 0,0940 0,0972 0,1196

10 CNKO 0,0836 0,1238 0,1536 0,1085 0,1092


Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 12 20

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan-Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 2 15

PENDAHULUAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan-Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 3 6

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan-Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

0 3 16

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 13

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia m.anas

0 0 109

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Auditor Switching pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia IMG 20151207 0024

0 0 1

SKRIPSI DEWI LESTARI

0 0 100

Skripsi Rini Dwiyanti

1 3 112