Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini.”
1
Sukarno setuju dengan amanat tersebut, dan kemudian pada tanggal 6 September 1945 oleh Menteri Negara Sartono dan A.A Maramis piagam
kedudukan tersebut di atas disampaikan, dan inilah awal mula pengakuan keistimewaan Yogyakarta sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2
Sebagai pijakan hukum yang lebih kuat, Pemerintah tertanggal 4 Maret 1950, mengeluarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang kemudian mengalami dua kali perubahan, yakni dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 1950 dan Undang-
Undang No. 9 Tahun 1955. Fakta sejarah ini membuktikan bahwa keistimewaan Yogyakarta,
pertama, bukan hadiah dari negara Indonesia. Kedua, sebagaimana istilah yang digunakan pihak Keraton Yogyakarta selama ini, keistimewaan adalah ijab kabul
antara para penguasa Yogyakarta dengan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan ijab kabul ini pula kedudukan gubernur dan wakil
gubernur otomatis melekat pada Sultan dan Paku Alam yang bertakhta.
3
1
Aloysius Soni BL de Rosari, Sebuah Ijab Kabul “Monarki Yogya” Inkonstitusional?,
Cet. 1, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2011, h. 62-66.
2
Atmakusumah, Tahta Untuk Rakyat, Jakarta: Gramedia, 1982, h. 64-65.
3
Aloysius Soni BL de Rosari, Sebuah Ijab Kabul “Monarki Yogya” Inkonstitusional?,
Cet. 1, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2011, h. 66.
Dalam perjalanannya, perumusan regulasi mengenai keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta semakin mendesak dengan pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut: 1.
Pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur yang masih melahirkan kontroversi karena tidak memiliki kejelasan aturan, sehingga
membutuhkan instrumen hukum baru yang jelas; 2.
Pengaturan mengenai substansi keistimewaan masih belum dirumuskan secara jelas, karena di Undang-Undang Pembentukan Daerah Istimewa
Yogyakarta lebih pada label dibandingkan substansi; 3.
Perkembangan politik Indonesia pada aras-aras nasional menunjukan masih tersendat-sendatnya proses reformasi.
4
Dengan alasan itu kemudian terdapat usaha-usaha untuk membuat draf RUU terkait keistimewaan Yogyakarta. Pertama berasal dari DPRD Daerah
Istimewa Yogyakarta yang mencoba menampung aspirasi rakyatnya, kemudian draf dari tim yang dipimpin Almarhum Afan Gaffar, draf dari Keluarga Alumni
Universitas Gadjah Mada Kagama, dan terakhir draf tim Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada yang dipimpin oleh Cornelis
Lay.
4
Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta, Monograph on Politics And Government Vol. 2, Yogyakarta: Jurusan Ilmu Pemerintahan
Universitas Gadjah Mada dan Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah, 2008, h. 8.
Draf tim Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada yang dipimpin oleh Cornelis Lay kemudian diajukan ke DPR tahun 2003. Setelah
melalui proses panjang dengan menuai pro-kontra dan perdebatan publik salah satunya mengenai tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dari
berbagai pihak termasuk dari Presiden Indonesia saat itu Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan bahwa RUUK Daerah Istimewa Yogyakarta yang
diajukan tidak sesuai dengan nilai demokrasi dan arus reformasi karena masih berdasarkan monarki absolut, akhirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012
Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta UUK DIY disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna yang diselenggarakan pada hari Kamis, 30 Agustus
2012. Berbeda dengan peraturan-peraturan sebelumnya, undang-undang yang terdiri dari atas 16 bab dan 51 pasal ini mengatur keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta secara menyeluruh.