Politik Motif Berdirinya Madrasah Nizhamiyah

mendukung pemikiran rasional dan menganut paham teologi yang sama dengan Mu’tazilah. Pada masa itu, pengajaran ilmu-ilmu filosofis dan ilmu pengetahuan yang dulu dijauhi oleh masyarakat Sunni dihadapkan kembali. Banyak tokoh Mu’tazilah yang diberi posisi penting dalam pemerintahan. Merespon hal ini Dinasti Saljuk merasa bertanggung jawab untuk melancarkan propaganda melawan paham Syi’ah yang telah ditanamkan bani Buwaihi. Sebelum Dinasti Saljuk berkuasa, kekuasaan atas sebagian besar wilayah Islam dipegang oleh dinasti Buwaihi 945-1055 dan dinasti Fatimiyah yang beraliran Syi’ah. 30 Irak, Iran dan belahan Timur lainnya dikuasai di kuasai oleh Dinasti Buwaihi, sedangkan Mesir, Afrika Utara dan Syria berada di bawah kekuasaan Dinasti Fatimi yah. Selama itu, faham Syi’ah yang dianut oleh kedua dinasti tersebut berkembang luas di tengah-tengah masyarakat. Pada masa kekuasaan Tugril Bek, dengan Kunduri sebagai wazirnya, di Nisabur, masih sempat terjadi pertumpahan darah dalam suatu kekacauan yang timbul akibat pertentangan kelompok Syi’ah yang fanatik dengan kaum Sunni. Keadaan menjadi tidak aman sehingga beberapa tokoh ulama Sunni, seperti al- Qusyairy dan Juwaini terpaksa meninggalkan Nisabur, mengungsi beberapa tahun ke daerah lain. Pada masa Dinasti Buwaihi, para Khalifah Abbasiyah benar-benar tinggal namanya saja. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada dibawah amir-amir Dinasti Buwaihi. Kekuasaan Khalifah Abbasiyah laksana boneka. Khalifah Abbasiyah hanya memegang kekuasaan de jure sedangkan Buwaihi memegang 30 Shaban, Islamic History, A New Interpretation, Jilid II, Cambridge:Cambridge University Press, 1981, hal.56 kekuasaan de facto. Jadi keadaan khalifah pada masa ini lebih buruk dari pada keadaan sebelumnya. Hal ini terutama disebabkan karena Dinasti Buwaihi adalah penganut mazhab Syi’ah sedangkan bani Abbas menganut paham Sunni. Namun kekuatan politik Dinasti Buwaihi tidak bertahan lama. Perebutan kekuasaan dikalangan keturunan Dinasti Buwaih merupakan salah satu faktor internal yang membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahannya sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah semakin gencarnya serangan Byzantium kedunia Islam dan semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan pusat Baghdad. Dinasti itu antara lain Dinasti Fatimiyah yang memproklamasikan dirinya sebagai pemegang jabatan khalifah di Mesir, Ikhsidiyah di syiria, Hamdan di Aleppo, Ghaznawi di Ghazna, dan dinasti Saljuk yang berhasil merebut kekuasaan dari Dinasti Buwaih. Kemenangan Dinasti Saljuk atas Dinasti Buwaihi di Irak dan berhasil memasuki kota Baghdad merupakan titik awal kemenangan golongan ahl al- sunnah terhadap syiah. Sehingga terjadi peralihan dari aliran syiah kealiran sunni. Keinginan untuk menghidupkan kembali ajaran ahli al-sunnah mendorong Dinasti Saljuk untuk menyiarkan ilmu agama yang sebenarnya menurut faham Sunni. Agaknya keinginan Saljuk tersebut dapat dipahami, karena sejak penaklukkan mereka ke Khurasan, Saljuk terlibat kontroversi keagamaan. Saljuk melancarkan sebuah kebijakan anti Syi’ah secara tidak kompromi. Permusuhan yang dilancarkan mereka ini sebagian dimotivasi oleh persaingan dengan Dinasti Fatimiyah dan sebagian oleh berbagai subversi yang bersumber dari gerakan Syi’ah. 31 Dengan demikian perlawanan Saljuk terhadap solidaritas Sunni dan untuk mempromosikan legitimilasi Kesultanan Dinasti Saljuk berdasarkan islam yang sebenarnya. Kekuatan politik dan militer Syiah telah dapat dipatahkan oleh pasukan Taghrul bek. Di bawah kepemimpinan Tughril bek, Dinasti Saljuk memasuki Baghdad menggantikan posisi Dinasti Buwaihi. Dinasti Saljuk memasuki Bagdad pada masa Tagrul bek yang menggantikan Dinasti Buwaihi. Targul Bek digantikan oleh Alp Arselan dengan perdana menterinya yang terkenal, yaitu Nizham al- Mulk. Pada masa inilah Dinasti Saljuk berjaya hingga berlanjut pada masa sultan Malik Syah Putra Arselan. 32 Salah satu kebijakan besar yang dilakukan Nizam al-Mulk pada masa itu adalah mendirikan Madrasah Nizamiyah. Ia membangun madrasah pertama di Nisyapur untuk al-Juwaini 33 dan di Baghdad ia mendirikan Madrasah Nizamiyah. Pembangunan dimulai pada tahun 459H. Disinilah syaikh Abu Ishaq al-Syirazi memberi kuliah. 34 Ia adalah pengarang kitab al-tanbih yaitu kitab fikih sejalan dengan mazhab Syafi’i selain madrasah Nizamiyah di Bahdad, Nizham al-Mulk juga mendirikan madrasah besar lainnya di Balakh, Nisyabur, Herat, Asfahan, Basrah, Merw, Amul dan Mosul. Dan menurut Ahmad Amin, di setiap kota-kota besar yang berada sekitar Iraq dan Khurasan didirikan madrasah. 35 31 Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, terjem., Ghufron A Mas’adi,Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1999, hal. 264 32 Ensiklopedi Tematik Dunia Islam, Pemikiran dan Peradaban IV, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hesve, 2002, hal. 30. 33 Ibid., hal. 50 34 Ahmad Syalaby,History of Muslim Education, hal. 119 35 Ahmad Amin, Dhuha al-Islam,cet. ke-I, Kairo:Maktabah al-Nahdhah al-Misyriyah, t.t, Jilid II, hal. 49.