Media pembelajaran
harus sesuai dengan minat,
kebutuhan, dan kondisi siswa
Sanjaya, 2014: 76
Penggunaan media dapat
menimbulkan gairah belajar
Daryanto, 2013: 5
Proses Pembelajaran 6 Melaksanakan
pembelajaran konstektual 7 Memfasilitasi siswa dalam
penggunaan media pembelajaran
8 Memfasilitasi siswa untuk mengamati dan berkreasi
dengan penggunaan alat pewarnaan batik
9 Penggunaan alat pewarnaan batik menumbuhkan
aktivitas siswa dalam pembelajaran
10 Pembelajaran berpusat pada siswa student
centered 11 Penggunaan alat pewarnaan
batik menumbuhkan rasa ingin tahu siswa
12 Praktik membuat batik tulis menggunakan alat
pewarnaan batik menumbuhkan etos kerja
2.2. Kajian Empiris
Penelitian yang dilakukan oleh Paryanto, Agus Purwanto, Endang Kwartiningsih, dan Endang Mastuti pada tahun 2012 yang berjudul “Pembuatan
Zat Warna Alami dalam Bentuk Serbuk untuk Mendukung Indsutri Batik di Indonesia”. Penelitian ini mengembangkan biji kesumba sebagai bahan baku zat
warna alami yang digunakan untuk pewarnan kain batik, dengan cara diektraksi, dikeringkan, kemudian dibuat serbuk. Hasil pewarnaan dari serbuk biji kesumba
diperoleh cukup baik menurut para pengrajin batik di industri batik Sido Mulyo,
pasar Kliwon, Solo. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat dikembangkan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan untuk pewarnaan batik.
Penelitian selanjutnya oleh Indana Zulfa pada tahun 2013 yang berjudul “Penerapan Metode Latihan pada Motif Hias Dasar Jumputan dengan Teknik
Pewarnaan Dingin dalam Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan Siswa SDN Sumokembangsari 1 Balongbendo”. Penelitian dilaksanakan pada siswa
kelas V SDN Sumokembangsari 1 Balongbendo. Hasil penelitiaannya yaitu dengan menerapkan metode latihan pada praktik membuat batik jumput
ketuntasan belajar siswa menjadi 92 dan aktivitas siswa mencapai 91,56 dengan kriteria sangat baik. Sehingga penerapan metode latihan pada kompetensi
dasar membuat motif hias dasar jumputan pada siswa kelas V SDN Sumokembangsari 1 Balongbendo dapat dikatakan berhasil.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Tiara Nurmalita Dewi dan Dian Widiawati tahun 2013 yang berjudul “Eksplorasi Pemanfaatan Kayu Secang
Caesalpinia sappan Linn sebagai Pewarna Alami pada Teknik Lukis Sutera”,
hasil penelitiannya menggunakan kayu secang sebagai pewarna alami dapat dihasilkan efek warna yang tidak sama dengan pewarna sintesis, terkontrolnya
bagian tebal dan tipis warna pada kain, pewarna yang digunakan dapat diproduksi dalam skala kecil sehingga dapat menghemat air dan sumber daya alam, dan
warna yang dihasilkan dapat bervariasi tergantung penggunaan mordant, suhu, dan kelembaban udaranya.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rifaatun Mahmudah tahun 2013 yang bejudul “Pengaruh Jenis Mordant terhadap Hasil Pewarnan Alami Ranting
Pohon Mangga untuk Pewarnaan Batik pada Rok”, penelitiannya mengetahui pengaruh jenis mordant yaitu garam, tawas, dan tunjung dengan zat pewarna
alami dari ranting pohon mangga untuk pewarnaan batik. Penggunaan ranting pohon mangga untuk pewarnaan batik dengan menggunakan jenis mordant garam,
tawas, dan tunjung ada pengaruh yang signifikan ditinjau dari hasil penyerapan warna, ketajaman, dan kerataan warna. Penggunaan mordant tunjung
menghasilkan ketajaman warna yang lebih baik dibandingkan dengan mordant garam dan tawas.
Penelitian selanjutnya oleh Ulil Fakriyah, Maemunah Hindun Pulungan, dan Ika Atsari Dewi tahun 2015 yang berjudul “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi
Fikasator terhadap Intensitas Warna Kain Mori Batik Menggunakan Pewarna Alami Kunyit Curcuma Domestica Val., hasil penelitiaannya yaitu perbedaan
jenis fiksator tawas, kapur, dan tunjung memberikan pengaruh nyata terhadap nilai intensitas warna kain dengan pewarna alami kunyit sedangkan perbedaan
konsentrasi fiksator 10, 15, dan 20 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai intensitas warna kain dengan pewarna alami kunyit. Penambahan
fiksator tawas pada zat pewarna kunyit menghasilkan warna kuning kunyit seperti warna aslinya, fiksator kapur menghasilkan warna kuning kecoklatan, sedangkan
fiksator tunjung menghasilkan warna kuning kehitaman. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Zulfiyah, Endang Anggar Wulan, dan
Siti Lusi Arum Sari tahun 2015 yang berjudul “Extraction and Application Of Coloring Agent of Shrubby Morning Glory Leaves Ipomea carnea subsp.
Fistulosa As Dye in Batik ”, penelitiannnya melihat pengaruh dari ekstraksi dan
penerapan zat pewarna daun bunga kemuliaan pagi yang ditaman di sawah dengan di lapangan sebagai pewarna batik. Sebelum digunakan sebagai pewarna kain, zat
pewarna daun kemuliaan pagi diekstrak dengan fiksator besi sulfat FeSO
4
, tawas Al
2
SO
4 3
, dan kalsium oksida CaCO
3
. Ekstrak daun kemulian pagi yang ditanam di sawah dapat digunakan sebagai pewarna batik dan memilki daya tahan
luntur yang tinggi karena memiliki zat tannin yang tinggi, sehingga perbedaan lokasi pertumbuhan daun kemuliaan pagi berpengaruh terhadap intensitas warna
yang dihasilkan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Chanoknart Mayusoh tahun
2015 yang berjudul “The Art Of Designing Fabric Pattern By Tie-Dyeing With Natural Dyes
”, penelitiannya mengembangkan seni mendesain pola kain dengan teknik ikat celup menggunakan pewarna alami kayu secang, kubis merah, daun
kemangi, dan buah mangga. Ekstrak kayu secang menghasilkan warna coklat muda, kubis merah menghasilkan warna ungu muda, daun kemangi menghasilkan
warna hijau muda dan buah mangga menghasilkan warna kuning muda. Keempat zat pewarna diterpakan dalam mendesain pola kain syal dengan berbagai teknik
ikat celup dan menghasilkan warna yang indah. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Nurizza Fauziyah dan Luchman
Hakim tahun 2015 dengan judul “Plants as Natural Dyes for Jonegoroan Batik Processing in Jono Cultural Tourism Village, Bojonegoro, East Java
”, penelitiannya mendeskripsikan tanaman sebagai pewarna alami untuk pewarnaan
batik Jonegoroan di Desa Pariwisata Jono, Bojonegoro, Jawa Timur untuk melestarikan batik tradisional. Teridentifikasi 12 spesies tanaman yang digunakan
yaitu daun jati, kulit pohon mahoni, ketapang, asam jawa, kulit buha manggis, daun mangga, daun suji pandan, daun indogofera, buah jambu, kulit pisang, dan
bawang merah. Pewarnan alami dari daun jati dan kulit pohon mahoni memilki nilai yang tinggi dalam menghasilkan warna yang kuat dan lebih tahan lama dari
jenis tanaman lain. Ekstraksi daun jati menghasilkan warna merah hati, sedangkan ekstraksi kulit pohon mahoni menghasilkan warna merah coklat, dan keduanya
merupakan warna yang paling penting digunakan dalam motif batik Jone goroan.
2.3. Kerangka Berpikir