32 Pendapat yang lain adalah menurut Syamsul 2010:73. Yang
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah tekanan ekonomi dan budaya.
a. Tekanan Ekonomi
Orang tua yang mengalami tekanan ekonomi cenderung lebih mudah putus asa, kehilangan harapan, cemas, depresi, dan bersikap cepat
marah. Keadaan ini membuat orang tua tidak konsisten dalam menerapkan disiplin pada anaknya dan cenderung menerapkan hukuman.
b. Budaya
Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat di
sekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak ke arah kematangan. Orang tua
mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam
mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya. Budaya dan lingkungan
sosial, termasuk agama dan kepercayaan, norma-norma, perubahan- perubahan sosiokultural, dan tujuan atau harapan yang ingin dicapai
menjadi refleksi antara hubungan orang tua dan anak serta potensial berpengaruh dan memberikan kontribusi pada pengasuhan orang tua.
Dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua. Faktor-
33 faktor tersebut adalah ketegangan yang terjadi dalam keluarga, hubungan
suami dan istri, keterlibatan kedua orang tua dalam mengasuh anak, pendidikan orang tua, pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak,
terpengaruh cara orang tua sebelumnya membesarkan, tekanan ekonomi, usia orang tua dan budaya.
C. Penerapan Nilai Budaya Sekolah
1. Pengertian Budaya Sekolah
Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial, yang memiliki budaya tersendiri. Budaya tersebut terbentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai,
persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan pendidikan dan perilaku orang-orang yang berada di dalamnya, budaya tersebut dinamakan budaya
sekolah atau bisa juga disebut kultur sekolah.
Budaya sekolah menurut Nurkholis 2003: 200 merupakan asumsi- asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan diantara para anggota kelompok.
Budaya menjadi pandangan hidup yang diakui bersama oleh seluruh anggota kelompok yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai-nilai
yang tercermin baik dalam wujud maupun abstrak. Budaya tersebut memiliki fungsi utama yaitu untuk memahami lingkungan dan menentukan
orang dalam kelompok agar dapat merespon sesuatu ataupun menghadapi ketidakpastian dan kebingungan.
Sejalan dengan pendapat tersebut Barnawi Mohammad Arifin juga berpendapat 2013: 108 bahwa budaya menjadi cara khas untuk
manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan dan mewariskan
34 pengetahuan dan keterampilan pada generasi berikutnya. Sehingga dari
pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan seluruh gagasan, tindakan maupun karya yang dapat teramati
maupun tidak teramati yang sudah menjadi kebiasaan dan diwariskan pada generasi berikutnya.
Nurkholis 2003:203 menyatakan bahwa budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan
yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Nilai-nilai dan keyakinan tersebut diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga membentuk
sikap dari warga sekolah itu sendiri. Dari sikap tersebut maka akan membentuk suatu karakter yang menjadi ciri khas dari setiap warga masing-
masing sekolah. Bukan hanya dalam sikap namun budaya sekolah juga berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa. Seperti yang dinyatakan
oleh Syamsul Kurniawan 2013: 124 bahwa budaya sekolah yang baik dapat menumbuhkan iklim yang mendorong semua warga sekolah untuk
belajar bersama dan menganggap bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan, bukan lagi sebuah keterpaksaan.
Memperhatikan konsep yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas. Maka dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah merupakan nilai- nilai,
norma, upacara, simbol-simbol dan tradisi yang terbentuk dari rangkaian, kebiasaan dan sejarah sekolah, serta cara pandang dalam memecahkan
persoalan-persoalan di sekolah yang dibuat, dianut dan dilakukan oleh
35 seluruh warga sekolah yang mempengaruhi segala aspek dari seluruh
komponen sekolah, sehingga menjadi kekhasan dari sekolah tersebut.
2. Unsur-Unsur Budaya Sekolah
Bentuk budaya sekolah muncul sebagai fenomena yang unik dan menarik, karena pandangan, sikap serta perilaku yang hidup dan
berkembang di sekolah mencerminkan kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas bagi warga sekolah yang dapat berfungsi sebagai
semangat membangun karakter siswanya. Menurut Aan Cepi 2006:102 budaya sekolah dapat terlihat dari manifestasi dari budaya sekolah itu
sendiri. Beberapa manifestasi budaya dapat diidentifikasikan dari cara-cara anggota kelompok berkomunikas, bergaul, menempatkan diri dalam
perananya, atau dapat ditangkap dari cara-cara bersikap, kebiasaan anggota dalam melakukan keseharian yang dapat di operasionalkan melalui bentuk-
bentuk upacara, ritual, ataupun seragam yang dikenakan. Sedangkan Stolp dan Smith 1995:128 membagi budaya sekolah
menjadi tiga lapisan yaitu: artifak, nilai-nilai dan keyakinan, dan asumsi dasar. Berikut penjelasan dari setiap unsur.
a. Artifak di Permukaan
Artefak adalah adalah lapisan kultur sekolah yang paling mudah diamati, seperti misalnya aneka ritual sehari-hari di sekolah, berbagai upacara,
benda-benda simbolik di sekolah, dan aneka ragam kebiasaan yang berlangsung di sekolah.
36 b.
Nilai-Nilai dan Keyakinan di Tengah Lapisan yang lebih dalam berupa nilai-nilai dan keyakinan yang ada di
sekolah. Sebagian berupa norma-norma perilaku yang diinginkan sekolah, seperti slogan-slogan rajin pangkal pandai, air beriak tanda tak
dalam, menjadi orang penting itu baik tetapi lebih penting menjadi menjadi orang baik, hormati orang lain jika anda ingin dihormati.
c. Asumsi yang Berada di Lapisan Dasar.
Lapisan yang paling dalam adalah asumsi-asumsi yaitu simbol-simbol, nilai-nilai dan keyakinan yang tak dapat dikenali tetapi berdampak pada
perilaku warga sekolah, seperti misalnya: kerja keras akan berhasil, sekolah bermutu adalah hasil kerja sama sekolah dan masyarakat, dan
harmoni hubungan antar warga adalah modal bagi kemajuan. Pendapat yang lain mengenai unsur-unsur budaya sekolah adalah
dari Daft 2009; 126 dimana unsur budaya sekolah terbagi dalam 5 unsur, yaitu: simbol, cerita, pahlawan, slogan dan upacara resmi. Dari
keseluruhan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tingkatan unsur budaya sekolah, yaitu artefak, nilai-nilai dan
asumsi dasar.
3. Nilai Budaya Sekolah
Nilai mengandung arti harapan, cita-cita, dan juga dambaan. Nilai merupakan bidang normatif bukan kognitif, meskipun di antara keduanya
berkaiatan erat Rukiyati dkk, 2008 :57. Secara normatif nilai harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang dijadikan manusia sebagai