Pengaruh konsep diri dan pola asuh orang tua terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

(1)

i

PENGARUH KONSEP DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA

TERHADAP KEMANDIRIAN MAHASISWA FAKULTAS

PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh :

SHOVIA LINTINA NIM: 1110070000138

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii

PENGARUH KONSEP DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEMANDIRIAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh : Shovia Lintina NIM : 1110070000138

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PENGARUH KONSEP DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEMANDIRIAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Februari 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 22 Februari 2015


(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

v

MOTTO & PERSEMBAHAN

ﺎًﺛَﺪَﺣ َنﺎَﻛ ْنِإَو ٌﺮْـﻴِﺒَﻛ ُِﱂﺎَﻌﻟا # ﺎًﺨْﻴَﺷ َنﺎَﻛ ْنِإَو ٌﺮْـﻴِﻐَﺻ ُﻞِﻫﺎَﳉاَو

ُﺧَأ َﺲْﻴَﻟَو

ُﻞِﻫﺎَﺟ َﻮُﻫ ْﻦَﻤَﻛ ٍﻢْﻠِﻋ ْﻮ

ﺎًﻤِﻟﺎَﻋ ُﺪَﻟْﻮُـﻳ ُءْﺮَﳌا َﺲْﻴَﻠَـﻓ ْﻢﱠﻠَﻌَـﺗ #

ُﻩَﺪْﻨِﻋ َﻢْﻠِﻋَﻻ ِمْﻮَﻘﻟا َﺮْـﻴِﺒَﻛ ﱠنِإو # ُﻞِﻓﺎَﺤَﳌا ِﻪْﻴَﻠَﻋ ْﺖﱠﻔَـﺘْﻟا اَذِإ ٌﺮْـﻴِﻐَﺻ

(Mahfudzot)

“Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka

Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga” (HR. Muslim)

Karya tulis ini penulis dedikasikan kepada kedua orang tua, saudara-saudara, dosen-dosen, para sahabat serta para pejuang penuntut ilmu di seluruh tanah air …


(6)

vi

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta B) 22Februari 2015

C) ShoviaLintina

D) XV + 124Halaman + Lampiran

E) Pengaruh Konsep Diri Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

F) Penelitian inibertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dimensi konsep diri (identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self, social self) dan dimensi pola asuh orang tua (permissive, authoritarian, dan authoritative) terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sampel pada penelitian ini sebanyak 236 mahasiswa/i Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berusia 17-24 tahun. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari dimensi konsep diri dan dimensi pola asuh orang tua terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (r square = 35.9 %, sig = 0.000).


(7)

vii

ABSTRACK

A) Faculty of Psychology

B) Februari 2015 C) Shovia Lintina

D) xvi + 122 pages + appendix

E) Effects of Self Concept and Parenting Style Among Students Autonomyat Faculty of Psychology UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

F) This research was conducted to examine the dimensions of self concept

(self identity, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self, social self) and the dimensions of parenting style (permissive, authoritarian , and authoritative) among students autonomy at Faculty of Psychology UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The participants in this research are 236 students of Psychology UIN Syarif Hidayatullah Jakarta(17-24 year old). The method is multiple regression analysis. The results of this researchshows that self-concept dimensions and parenting style dimensionsamong studentsautonomy at the Faculty of Psychology UIN Syarif Hidayatullah Jakarta have significant (R square = 35.9%, sig = 0.000). Based on these result, the students need to improve the identity self, physical self and family self as the factor that increasing students autonomy.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah, serta inayah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Konsep Diri dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” Shalawat serta salam senantiasa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan sahabat.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini tentunya penulis dibantu oleh berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., M.Si., Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si., Wakil Dekan Bidang Akademik, Bapak Ikwan Luthfi, M.Si, Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, dan Ibu Dra. Diana Mutiah, M.Si, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, yang telah memberikan penulis kesempatan untuk belajar selama 4 tahun di Fakultas Psikologi.

2. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi, Ibu Dra. Diana Mutiah, M. Si dan Ibu Nia Tresniasari, M.Si selaku dosen penguji skripsi. Penulis ucapkan terima kasih atas segala bimbingan, masukan, kritikan, dan nasihat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.


(9)

ix

3. Ibu Zulfa Indria Wahyuni, Psi., selaku Dosen Pembimbing Akademik Kelas D 2010. Penulis ucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan arahan selama perkuliahan.

4. Seluruh dosen dan staff Fakutas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

5. Kedua orang tua tercinta,Papa Dr.Bukhari M.Ag dan MamaSabriati S.Pdi serta adik-adikku Zuashviaylina, Taufik Rahman, dan Muharramainil Fajri Busti, terimakasih atas semua doa, kasih sayang, dukungan, nasihat, motivasi dan sumber inspirasi serta semangat luar biasa yang telah kalian berikan kepada penulis untuk selalu meneruskan perjuangan ini agar mencapai hasil yang terbaik.

6. Keluarga besar terhormat dan yang sangat penulis cintai,Ibu,Mak Dang, Mak Uncu, Etek Kamba, Tek Tanti, Pak Angah,Amak, Tek Lani, Tek Syamsyi Dan Pak Etek kasadonyo, Saudara serta adiak-adiak sepupu baik di Padang, Karawang dll, terima kasih atas doa dan dukungan yang tulus selama masa kuliah hingga selesai.

7. Sahabat perjuangan tiada tara, 7 Wonder (Ani, Dian, Jule, Meida, Siska, Wowo), dan teman-teman tercinta Kak Ncuz, kak Korri, kak Imeng, teh Lanny, kak Mitha, Indah, Anggi, Sarinah, Fiduik, Nicup, Astroi, Nintuik, Ziuik, Tya, Ginuik, teh Idha, Putri, Iki, Rava, Bedil, serta sahabat-sahabatdi Padang dan alumni Gontor yang tidak dapat penulis sebutkan


(10)

x

namanya satu per satu. Terima kasih atas segala sharing ilmu dan pengalaman, doa serta dukungannya selama ini.

8. Seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi responden dan telah membantu mengisi angket penelitian yang penulis berikan. Tanpa kalian, skripsi ini tidak akanpernah ada.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini ada dari segala keterbatasan dan jauh dari sempurna, maka penulis mohon maaf apabila ada kekurangan. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat .

Jakarta,22Februari2015 Penulis


(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMANPERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

1.2.1 Pembatasanmasalah ... 6

1.2.2 Perumusan masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan ... 9

1.3.2 Manfaat ... 10

1.4 Sistematika Penulisan ... 10

BAB 2LANDASAN TEORI ... 12

2.1 Kemandirian ... 12

2.1.1 Definisi kemandirian ... 12

2.1.2 Proses perkembangan dan aspek-aspek kemandirian ... 13

2.1.3 Pengukuran kemandirian ... 17

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi kemandirian ... 18

2.2 Konsep Diri ... 20

2.2.1 Definisi konsep diri ... 20

2.2.2 Jenis-jenis konsep diri ... 22

2.2.3 Dimensi konsep diri ... 23

2.2.4 Pengukuran konsep diri ... 25

2.3 Pola Asuh ... 26

2.3.1 Definisi pola asuh ... 26

2.3.2 Jenis-jenis pola asuh ... 27

2.3.3 Dimensi pola asuh ... 30

2.3.4 Pengukuran pola asuh ... 32

2.4 Kerangka Berfikir... 34

2.5 Hipotesis Penelitian ... 36

BAB 3METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41

3.2.1 Variabel penelitian ... 41


(12)

xii

3.3 Pengumpulan Data ... 45

3.3.1 Instrumen pengumpulan data... 45

3.4 Pengujian Validitas Alat Ukur ... 49

3.4.1 Uji validitas skala kemandirian ... 52

3.4.2 Uji validitas skala identity self ... 54

3.4.3 Uji validitas skala behavioral self ... 55

3.4.4 Uji validitas skala judging self... 57

3.4.5 Uji validitas skala physical self ... 58

3.4.6 Uji validitas skala moral-ethical self ... 59

3.4.7 Uji validitas skala personal self ... 61

3.4.8 Uji validitas skala family self ... 62

3.4.9 Uji validitas skala social self ... 64

3.4.10Uji validitas skala permissive ... 65

3.4.11Uji validitas skala authoritarian ... 67

3.4.12Uji validitas skala authoritative ... 68

3.5 Teknik Analisis Data ... 70

3.6 Prosedur Penelitian... 73

BAB 4HASIL PENELITIAN ... 75

4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 75

4.2 Hasil Analisis Deskriptif ... 76

4.2.1 Kategorisasi skor variabel ... 77

4.3 Uji Hipotesis Penelitian ... 80

4.3.1 Pengujian proposi varians independent variable ... 87

BAB 5KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 91

5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Diskusi ... 91

5.3 Saran ... 99

5.3.1 Saran metodologis ... 100

5.3.2 Saran praktis ... 101


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 BluePrintSkalaKemandirian……….. 46

Tabel 3.2 Blue Print Skala Konsep Diri………... 47

Tabel 3.3 Blue Print Skala Pola Asuh ……….. 48

Tabel 3.4 Muatan Faktor Kemandirian ……… 53

Tabel 3.5 Muatan Faktor Identity Self……… 55

Tabel 3.6 Muatan Faktor Behavioral Self ………. 56

Tabel 3.7 Muatan Faktor Judging Self ……… 58

Tabel 3.8 Muatan Faktor Physical Self ……… 59

Tabel 3.9 Muatan Faktor Moral-Ethical Self ……… 60

Tabel 3.10 Muatan Faktor Personal Self……… 62

Tabel 3.11 Muatan Faktor Family Self ……… 63

Tabel 3.12 Muatan Faktor Social Self……… 65

Tabel 3.13 Muatan Faktor Permissive ……… 66

Tabel 3.14 Muatan Faktor Authoritarian ………. 68

Tabel 3.15 Muatan Faktor Authoritative ……… 70

Tabel 4.1 Karakteristik Responden ……….. ………... 75

Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ……… 76

Tabel 4.3 Pedoman Kategorisasi Skor ………. 77

Tabel 4.4 Kategorisasi Skor ………. 78

Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi ……… 81

Tabel 4.6 Anova Pengaruh Keseluruhan IV Terhadap DV ………... 81

Tabel 4.7 Koefisien Regresi ………. 82


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ………... 36

Gambar 3.1 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Kemandirian ……… 52

Gambar 3.2 Hasil Analisis Faktor KonfirmatorikIdentity Self ………… 54

Gambar 3.3 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Behavioral Self …….. 56

Gambar 3.4 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Judging Self ……….. 57

Gambar 3.5 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Physical Self ……….. 58

Gambar 3.6 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Moral-Ethical Self … 60

Gambar 3.7 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Personal Self ………. 61

Gambar 3.8 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Family Self …………. 63

Gambar 3.9 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Social Self ………… 64

Gambar 3.10 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Permissive ………….. 66

Gambar Gambar

3.11 3.12

Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Authoritative ………..

Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Authoritarian ……….

67 69


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner

Lampiran 2. Contoh Syntax Analisis Faktor Konfirmatori Lampiran 3. Contoh Output Analisis Faktor Konfirmatori


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang penelitian yang berkaitan dengan kemandirian, tujuan dan manfaat penelitian pembatasan masalah serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemandirian merupakan isu psikososial yang muncul dan muncul kembali dalam seluruh siklus kehidupan individu (Steinberg, 2002). Isu ini muncul di setiap situasi yang membuat individu untuk mengandalkan dan bergantung kepada dirinya sendiri, Pada masa dewasa muda, kemandirian banyak menjadi perhatian para ahli. Mereka memiliki peran dan aktivitas yang lebih banyak dibandingkan pada masa-masa sebelumnya (Hurlock, 1991). Peran dan aktivitas yang menuntutnya untuk menjadi seseorang yang mampu bertindak dan memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan nilai yang dimilikinya, atau dengan kata lain untuk menjadi pribadi yang mandiri.

Pada masa ini, individu berusaha membangun dirinya di dunia orang dewasa. Ia mencoba menciptakan struktur kehidupan yang stabil dengan tetap terbuka terhadap sebanyak mungkin kemungkinan. Aspirasi hidupnya mulai terbentuk dan ia mulai membuat sebuah impian. Kemandirian yang sudah dimilikinya di masa remaja akan memudahkan individu dewasa muda untuk menghadapi tuntutan kemandirian di masa ini. Dengan kata lain, individu yang cukup mandiri di masa remaja dapat


(17)

diramalkan akan menjadi individu yang cukup mandiri juga di masa dewasa muda. Mereka akan menunjukkan ciri-ciri mandiri dan menerima tanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya (Lemme, 1995).

Berdasarkan hasil studi Arnett (dalam Santrock, 2006) ditemukan bahwa individu dewasa muda meyadari bahwa menjadi orang dewasa berarti menerima tanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya, menentukan kepercayaan dan nilainya sendiri mengenai yang ingin dianut, dan membangun hubungan sejajar dengan orang tua. Mereka sebisa mungkin akan mengatasi masalahnya tanpa bantuan orang lain termasuk orang tua.

Dewasa muda berada pada rentang usia 20 sampai 40 tahun (Papalia, Sterns, Feldman & Camp, 2007). Masa ini diawali dengan masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa, atau yang disebut sebagai emerging adulthood (Santrock, 2007). Pada masa transisi ini, individu “meninggalkan rumah” secara psikologis. Ia diminta menyelesaikan tugas perkembangan di masa remaja, membangun identitas awal orang dewasa, mulai membuat pilihan dan komitmen yang diharapkan oleh orang dewasa di masyarakatnya (Lemme, 1995).

Menurut Patriana (2007), masa dewasa muda berperan sebagai generasi muda penerus cita-cita bangsa. Mereka dituntut untuk mengembangkan diri secara optimal serta mampu melakukan penguasaan ilmu pengetahuan agar kelak di masa mendatang mereka


(18)

dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi bangsa dan Negara. Terbentuknya individu yang berkualitas salah satunya dapat dicapai melalui banyaknya proses belajar yang dijalani, serta kualitas pembelajaran yang pernah ia peroleh dan di dukung dengan pola asuh orang tua.

Kini pendidikan khususnya pendidikan perguruan tinggi merupakan alasan utama para generasi muda untuk meningkatkan kualitas diri. Perwujudan pendidikan yang lebih baik diinginkan oleh setiap individu yang baru menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Menjadi pelajar atau mahasiswa mandiri sangat diperlukan dalam menghadapi lingkungan baru dengan banyak tantangan yang harus dihadapi untuk meraih kesuksesan melalui kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang diinginkan.

Kajian mengenai kemandirian mahasiswa ini akan sangat menarik terutama pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatulla Jakarta yang akan menjadi seorang psikolog yang handal dan berkualitas, baik dari segi akademis maupun akhlaq dan kepribadian yang baik. Mahasiswa psikologi sangat dituntut untuk bertindak secara bijaksana, ramah, bisa menghargai, dan memeriksa keadaan orang lain, serta berkepribadian baik karena akan berhubungan dengan individu ataupun kelompok, baik dalam menghadapi berbagai permasalahan maupun dalam hal lainnya.


(19)

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada beberapa mahasiswa psikologi yang menunjukkan bahwa individu masih belum dapat memahami diri sendiri, belum yakin dengan kemampuan yang dimiliki dan belum mampu bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya, peneliti sendiri juga bagian dari mahasiswa psikologi yang sering menemukan masalah yang berkaitan dengan kemandirian pada mahasiswa psikologi.

Penelitian ini tidak hanya fokus kepada mahasiswa yang jauh dari orang tua saja, akan tetapi juga pada mahasiswa yang tinggal masih dengan keluarga atau orang tua masing-masing. Mahasiswa dalam proses perkembangan kemandirian ini akan mendekati masa dewasa yang matang, jadi mereka harus bersikap hati-hati dalam berperilaku, memahami kemapuan dan kelemahan dirinya, meneliti dan mengkaji makna, tujuan dan keputusan tentang jenis manusia apa yang mereka inginkan, memperhatikan etika masyarakat, keinginan orang tua dan sikap teman-temannya serta mengembangkan sifat-sifat pribadi yang diinginkannya. (Yusuf, 2009)

Ternyata, selama 23 tahun terakhir ini train kemandirian telah dikaitkan dengan banyak faktor. Lerner dan Spanier (1980) menyebutkan bahwa kemandirian dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal atau kondisi diri, seperti: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, konsep diri, self esteem, serta gaya berinteraksi dengan orang lain, sedangkan faktor


(20)

eksternal atau lingkungan, seperti: keluarga, kegiatan atau pekerjaan, hubungan dengan orang tua, teman sebaya, guru dan latar belakang budaya.

Dari berbagi faktor diatas, peneliti tertarik pada dua faktor yang mempengaruhi kemandirian, yaitu berdasarkan faktor internal dan eksternal. Faktor konsep diri sebagai faktor internal dan faktor pola asuh orang tua sebagai faktor eksternal. Konsep diri yang positif menunjukkan penerimaan yang mengarahkan individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, tidak egois yang dapat menjadikan remaja beperilaku dan mempunyai sikap mandiri, sebaliknya jika konsep dirinya negatif, maka individu tidak akan mampu menyesuaikan dirinya serta tidak memiliki kestabilan dan keutuhan diri. (Calhoun & Acocella, 1990).

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti merasa penting untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian pada mahasiswa tersebut, yakni dari faktor internal (konsep diri) dan faktor eksternal (pola asuh orang tua). Untuk itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Konsep Diri dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”. Penelitian ini dilakukan kepada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.


(21)

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasanmasalah

Banyak faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik seperti: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, konsep diri, dan self esteem, dan faktor ekstrinsik atau lingkungan, seperti: keluarga, kegiatan atau pekerjaan, latar belakang budaya, hubungan remaja dengan orang tua/teman sebaya/guru, interaksi dan gaya berinteraksi, namun dalam penelitian ini faktor-faktor tersebut fokus pada faktor intrinsik yaitu dengan konsep diri dan faktor ekstrinsik dengan pola asuh orang tua.

Adapun pengertian kemandirian, konsep diri dan pola asuh adalah sebagai berikut :

1. Kemandirian. Kemandirian dalam penelitian ini dibatasi pada kebebasan, kesiapan dan kemampuan mahasiswa sebagai individu baik secara fisik maupun emosi untuk mengatur, menguasai, dan melakukan aktivitas hidupnya atas tanggung jawab sendiri tanpa banyak tergantung pada orang lain, khususnya orang tua, berdasarkan 3 aspek pokok yang merujuk pada teori Steinberg (2002), yaitu emotional autonomy, behavioral autonomy dan value autonomy.

2. Konsep diri. Konsep diri pada penelitian ini dibatasi pada pandangan mahasiswa terhadap dirinya sendiri dan evaluasi


(22)

tentang karakteristik yang ada pada diri mereka, peran-peran mereka, kemampuan mereka dan hubungan sosial mereka. Pembatasan konsep diri ini merujuk pada teori Fitts (1971) yang meliputi 2 dimensi pokok, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi-dimensi tersebut adalah identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self dan social self .

3. Pola asuh. Pola asuh dalam penelitian ini dibatasi pada interaksi orang tua di berbagai situasi atau keadaan yang berupa aturan-aturan orang tua yang di curahkan dengan kasih sayang dan hukuman kepada anaknya untuk menjadi individu yang lebih baik. Pola asuh dalam penelitian ini mengacu pada teori Diana Baumrind (1991), yang meliputi 3 jenis pola asuh yaitu permissive, authoritarian dan authoritative.

4. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa yang dibatasi pada mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan usia 17-24 tahun.

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan penelitian ini adalah mengenai pengaruh variabel konsep diri dan pola asuh orang tua terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berdasarkan rumusan masalah diatas, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut;


(23)

1. Apakah dimensi konsep diri (identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, social self, dan family self)dan dimensi pola asuh (permissive, authoritarian dan

authoritative) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

2. Apakah dimensi identity self pada variabel konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

3. Apakah dimensi behavioral self pada variabel konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

4. Apakah dimensi judging self pada variabel konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

5. Apakah dimensi physical self pada variabel konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

6. Apakah dimensi moral-ethical self pada variabel konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?


(24)

7. Apakah dimensi personal self pada variabel konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

8. Apakah dimensi social self pada variabel konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

9. Apakah dimensi family self pada variabel konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

10.Apakah dimensi permissive pada variabel pola asuh memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

11.Apakah dimensi authoritarian pada variabel pola asuhmemiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

12.Apakah dimensi authoritative pada variabel pola asuh memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh dimensikonsep diri (identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, social self, dan family self)


(25)

dan dimensi pola asuh (permissive, authoritarian dan authoritative) terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.3.2 Manfaat

Manfaat penelitian ini terdiri atas manfaat teoritis dan praktis yang diperoleh melalui hasil penelitian. Secara teoritis penelitian ini memberikan kontribusi pada khazanah keilmuan terkait psikologi perkembangan yang fokus kepada perilaku kemandirian remaja. Secara praktis, penelitian ini memberikan manfaat dan menjadi bahan informasi serta intropeksi kepada para pendidik dan orang tua mengenai pengaruh konsep diri dan pola asuh yang dapat membentuk perilaku kemandirian anak dan remaja. Diharapkan pula penelitian ini dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan.

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan hasil penelitian ini, peneliti menggunakan kaidah penulisan American Psychology Asosiation (APA) Style yang mengacu pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan ini dibagi menjadi beberapa bagian bahasan yaitu:


(26)

BAB 1 : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik yang bersifat teoritis maupun yang praktis, dan sistematika penelitian.

BAB 2 : LANDASAN TEORI

Dalam bab landasan teori ini dipaparkan mengenai variabel kemandirian, variabel konsep diri dan variabel pola asuh beserta dimensi-dimensinya, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Dalam bab metode penelitian ini dibahas mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, instrument pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB 4 : HASIL PENELITIAN

Dalam bab analisis hasil penelitian ini peneliti membahas mengenai hasil penelitian meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data.

BAB 5 : KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga dimuat diskusi dan saran.


(27)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini berisi penjelasan tentang kemandirian remaja, konsep diri, dan pola asuh beserta dimensi-dimensinya, kerangka berfikir penelitian dan hipotesis penelitian.

2.1 Kemandirian

2.1.1 Definisi kemandirian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) dapat diketahui bahwa pembentukan kata kemandirian berasal dari kata sifat “mandiri” yang memiliki arti dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Beberapa ahlijuga memiliki pengertian yang berbeda-beda terhadap kemandirian sebab mereka memandang dari segi hal yang berbeda, meskipun pada dasarnya memiliki muara dan fokus yang sama.

Menurut Steiberg (1995) remaja memperoleh kemandirian adalah remaja yang memiliki kemampuan untuk mengatur diri sendiri secara bertanggung jawab, meskipun tidak ada pengawasan dari orang tua ataupun orang lain. Hill dan Holmbeck (1991) menjelaskan individu yang mandiri dalam perilaku adalah mereka yang mampu untuk memilah nasehat dari orang lain, memilih mana yang lebih sesuai, serta mempertimbangkan suatu tindakan berdasarkan pada pendapatnya sendiri dan saran orang lain, dan kemudian mengambil kesimpulan terhadap hal tersebut.


(28)

Menurut perspektif self determination theory, kemandirian adalah pertahanan yang sangat bermanfaat pada suatu individu dalam hidup bermasyarakat, termasuk dalam mengambil keputusan dan berperilaku independen dari sekian banyak pengaruh dari luar (Bandura, 1989; Markus & Kitayama, 1991; Rothbaum & Trommsdroff, 2007; Schwartz, 2000, 2006; Deci & Ryan, 2002 dalam Chen et al., 2013). Sedangkan Wilfrid dan Keith (2013) menjelaskan kemandirian berasal dari kata Yunani,autonomi, yaitu autós (“self”) dan nomos (“aturan”), jadi “ autonomy” pertama kali digunakan untuk menjelaskan peraturan-peraturan yang ada.

Berdasarkan pengertian kemandirian dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka menurut peneliti definisiyang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi menurut Steinberg (1995) yaitu individu yang memperoleh kemandirian adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mengatur diri sendiri secara bertanggung jawab, meskipun tidak ada pengawasan dari orang tua ataupun orang lain.

2.1.2 Proses perkembangan dan aspek-aspek kemandirian

Perkembangan kemandirian remaja menurut Steinberg (2002) adalah dari keadaan rumah tangga, transformasi dan perlakuan kemanusiaan orang tua. Menurut Donvan and Adelson (1966) perkembangan kemandirian yaitu mengurangi ikatan emosional dengan orang tua, mampu untuk mengambil keputusan secara mandiri, dan membentuk “tanda personal” dari nilai dan moral. Emil Durkheim melihat perkembangan kemandirian karena dua faktor, yaitu disiplin dan komitmen terhadap kelompok (Ali, 2012).


(29)

Dari beberapa keterangan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa proses perkembangan kemandirian didapat melalui keadaan seseorang terhadap lingkungannya baik keluarga maupun diluar keluarga.

Robert Havighurst (1955) membagi kemandirian menjadi beberapa aspek, yaitu:

1. Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantung pada kebutuhan emosi dan orang tua.

2. Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua. 3. Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi

berbagai masalah yang dihadapi.

4. Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.

Menurut Douvan (1966) kemandirian terdiri dari tiga aspek perkembangan, yaitu:

1. Kemandirian aspek emosi, yaitu ditandai oleh kemampuan remaja memecahkan ketergantungannya (sifat kekanak-kanakannya) dari orang tua dan mereka dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban di luar rumahnya.

2. Kemandirian aspek perilaku. Kemandirian berperilaku merupakan kemampuan remaja untuk mengambil keputusan tentang tingkah laku


(30)

pribadinya, seperti dalam memilih pakaian, sekolah/pendidikan, dan pekerjaan.

3. Kemandirian aspek nilai. Kemandirian nilai ditunjukkan remaja dengan dimilikinya seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh remaja, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama.

Steinberg (1987) juga mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian remaja meliputi :

1. Kemandirian emosi (Emotional autonomy)

Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk mulai melepaskan diri secara emosi dengan orang tua dan mengalihkannya pada hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan memutuskan hubungan dengan orang tua. Remaja yang mandiri secara emosional tidak membebankan pikiran orang tua meski dalam masalah. Remaja yang mandiri secara emosional tidak melihat orang tua mereka sebagai orang yang tahu atau menguasai segalanya.

Remaja yang mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orang tua mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar pikiran. Nilai dari kemandirian disini mengacu pada sikap yang tidak bergantung, pengambilan keputusan baik dalam bidang politik, agama, akademik maupun moral.


(31)

2. Kemandirian perilaku (Behavioral autonomy).

Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja untuk mandiri dalam membuat keputusannya sendiri dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Mereka mengetahui kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda. Remaja mandiri tidak mudah dipengaruhi dan mampu mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang diterima. Remaja yang mandiri secara perilaku akan terlihat lebih percaya diri dan memiliki harga diri yang lebih baik. Mereka yang mandiri secara perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang buruk atau semena-mena yang dapat menjatuhkan harga diri mereka.

3. Kemandirian nilai (Value autonomy)

Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih abstrak mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan agama untuk menyatakan benar atau salah berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya. Remaja dapat memberi penilaian benar atau salah berdasarkan keyakinannya dan tidak dipengaruhi aturan yang ada pada masyarakat. Remaja yang mandiri dalam nilai akan lebih berprinsip. Prinsip yang terkait dengan hak seseorang dalam kebebasan untuk berpendapat atau persamaan sosial.

Berdasarkan aspek-aspek kemandirian yang telah dikemukakan di atas, maka yang dianggap paling sesuai oleh peneliti adalah aspek kemandirian menurut Steinberg (2002). Hal ini dikarenakan aspek-aspek


(32)

kemandirian dari Steinberg tersebut lebih mewakili dalam mengukur kemandirian pada mahasiswa UIN Jakarta. Aspek-aspek tersebut antara lain aspek emotional autonomy, aspek behavioral autonomy, dan aspek

value autonomy.

2.1.3 Pengukuran kemandirian

Alat ukur kemandirian yang ditemukan peneliti adalah sebagai berikut:

1. The Autonomy Scale

The Autonomy Scale adalah alat ukur kemandirian dari perkembangan alat ukur The Autonomy-Connectedness Scale (ACS-30) yang valid dan reliable (Bekker 1993; dan Bekker, Hens, & Nijssen, 2001). Menurut Bekker, alat ukur ini berkaitan dengan perbedaan gender dan kondisi fisik yang menghasilkan proses individu berperilaku (dalam Bekker dan Assen, 2006). Teori ini mengacu pada kombinasi konsep

feminist, neo analitycal object dan teori kelekatan. Skala ini menggunakan 30 item dengan 3 subskala yaitu self awareness, sensitivity to others, dan kapasitas dalam mengatur situasi baru.

2. Behaviors of Autonomy Scale

Skala ini merujuk pada teori Steinberg & Silverberg (1999) yang berfokus pada korelasi antara otonomi dan parameter lainnya yang mengabaikan aturan dari modifikasi otonomy sendiri. Biasanya dilakukan pada remaja awal (usia 12-13 tahun) hingga (18-19 tahun). Skala ini terdiri dari 11 item.


(33)

3. Skala Kemandirian

Skala ini juga merujuk pada teori Steinberg (2002) yang diungkap berdasarkan 3 aspek kemandirian yaitu aspek emotionaly autonomy,

aspek behavioral autonomy, dan aspek value autonomy yang terdiri dari 30 item. Biasanya penelitian ini digunakan pada remaja dengan menggunakan skala likert empat alternatif jawaban (sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai).

Dari ketiga alat ukur kemandirian diatas, variabel kemandirian dalam penelitian ini diukur dengan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek skala kemandirian dari Steinberg (2002) yaitu emotional autonomy, behavioral autonomy, value autonomy

karena peneliti tidak menemukan item-item pada skala baku tersebut. Skala kemandirian dalam penelitian ini terdiri 13 item pernyataan dengan skor skala likert yang menyediakan empat alternatif respon jawaban (sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai).

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi kemandirian

Kemandirian remaja tidak terbentuk begitu saja akan tetapi berkembang karena pengaruh dari beberapa faktor. Lerner dan Spanier (1980) menyebutkan bahwa kemandirian dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:

1. Faktor internal atau kondisi diri, seperti: usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, self esteem dan konsep diri

2. Faktor eksternal atau lingkungan, seperti: keluarga, kegiatan atau pekerjaan dan latar belakang budaya.


(34)

Menurut Hurlock (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian adalah :

1. Pola asuh orang tua

Orang tua yang memiliki nilai budaya yang terbaik dalam memperlakukan anaknya adalah dengan cara yang demokratis (authoritative), karena pola ini orang tua memiliki peran sebagai pembimbing yang memperhatikan setiap aktivitas dan kebutuhan anaknya, terutama sekali yang berhubungan dengan studi dan pergaulan, baik itu dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sekolah.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin membedakan antara anak laki-laki dan perempuan, dimana perbedaan ini mengunggulkan pria karena pria dituntut untuk berkepribadian maskulin, dominan, agresif dan aktif dibandingkan pada anak perempuan yang memiliki ciri kepribadian yang khas yaitu pola kepribadian yang feminis, pasif dan kepatuhan serta ketergantungan.

3. Urutan kelahiran dalam keluarga

Anak sulung biasanya lebih berorientasi pada orang dewasa, pandai mengendalikan diri, cemas, takut gagal dan pasif, jika dibandingkan dengan saudaranya, anak tengah lebih ekstrovert dan kurang mempunyai dorongan, akan tetapi mereka memiliki


(35)

pendirian, sedangkan anak bungsu adalah anak yang sangat di sayang orang tua.

4. Ukuran keluarga

Pada setiap keluarga dapat dijumpai ukuran keluarga yang berbeda-beda. Ada keluarga besar dengan jumlah anak lebih dari enam orang, keluarga ukuran sedang dengan jumlah anak empat sampai lima orang dan keluarga kecil dengan jumlah anak satu sampai tiga orang anak. Adanya perbedaan ukuran keluarga ini dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif pada hubungan anak dengan orang tua maupun hubungan anak dengan saudaranya. Biasanya dampak negatif paling banyak dirasakan oleh keluarga yang mempunyai ukuran besar karena dengan keluarga yang besar berarti orang tua harus membagi perhatiannya pada setiap anak degan adil yang terkadang anak sering terabaikan.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kemandirian tidak hanya pada diri individu itu sendiri namun juga pada perkembangan kemandirian individu tersebut yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.

2.2 Konsep Diri

2.2.1 Definisi konsep diri

William H. Fitts (1971) mengemukakan bahwa konsep diri adalah sebagai suatu keseluruhan kesadaran atau persepsi mengenai diri yang diobservasi, dialami, dan dinilai oleh seorang individu. Secara fenomenologis ia


(36)

menjelaskan bahwa ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya. Pendapat Fitts sejalan dengan pendapat Burns (1993) yang mengemukakan bahwa pada dasarnya konsep diri merupakan sikap terhadap diri sendiri dari seorang individu.Sedangkan Cawagas (dalam Pudjijogyanti, 1988) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.

William D. Brooks (dalam Jalaluddin Rahmat, 2005) menyatakan bahwa konsep diri adalah penilaian mengenai totalitas psikis, sosial dan fisik berkaitan dengan dirinya yang berasal dari pengalaman-pengalaman dan interaksinya dengan orang lain. Atwater (1997) juga menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selain itu, Stuart (2001) mendefinisikan konsep diri sebagai semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.

Dari beberapa penjelasan diatas peneliti mengambil definisi konsep diri berdasarkan teori fitts (1971) yang mengemukakan bahwa konsep diri


(37)

adalah sebagai suatu keseluruhan kesadaran atau persepsi mengenai diri yang diobservasi, dialami, dan dinilai oleh seorang individu.

2.2.2 Jenis-jenis konsep diri

Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri menjadi dua jenis, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Konsep diri positif. Ciri sikap konsep diri yang positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa setiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat serta mampu mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya. Konsep diri yang positif adalah penerimaan yang mengarahkan individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois.

2. Konsep diri negatif. Ciri konsep diri negatif adalah peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disukai orang lain, dan pesimistis terhadap kompetisi. Lebih jauh lagi, Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua, yaitu:

a Pandangan seseorang terhadap dirinya tidak teratur, tidak memiliki kestabilan dan keutuhan diri. Kondisi seperti ini acapkali terjadi pada remaja. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi pada


(38)

orang dewasa. Pada orang dewasa Hal ini dapat terjadi karena ketidakmampuan menyesuaikan diri.

b Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini disebabkan karena pola asuh dan didikan yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

2.2.3 Dimensi konsep diri

Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut :

1. Dimensi internal

Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk :

a. Diri identitas (identity self). Dimensi ini mengacu pada pertanyaan “siapakah saya?” Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label atau simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.

b. Diri perilaku (behavioral self).Dimensi ini merupakan persepsi individu mengenai tingkah lakunya dan berisikan seluruh kesadaran mengenai “apa yang diri lakukan”.


(39)

c. Diri penilai (judging self). Diri penilai berfungsi mengamati, menentukan standar, dan mengevaluasi. Diri penilai ini pula yang menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya.

2. Dimensi eksternal

Pada dimensi ini, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta Hal-Hal lain diluar dirinya.

a. Diri fisik (physical self)

Merupakan persepsi individu terhadap keadaan dirinya secara fisik, seperti kesehatan, penampilan dan keadaan tubuh.

b. Diri moral etik (moral-ethical self)

Merupakan persepsi individu terhadap keadaan dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika.

c. Diri pribadi (personal self)

Merupakam persepsi individu terhadap keadaan pribadinya, yang berhubungan dengan sejauh mana ia merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

d. Diri keluarga (family self)

Menunjukkan persepsi individu yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai anggota keluarga.


(40)

e. Sosial diri (social self)

Merupakan persepsi individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain atau lingkungan di sekitarnya.

2.2.4 Pengukuran konsep diri

Dari berbagai literatur mengenai konsep diri, peneliti hanya menemukan satu alat ukur, yaitu alat ukur konsep diri Tennesse Self Concept Scale

(TSCS). Alat ukur ini menggunakan dua dimensi konsep diri dari Fitts (1971) yaitu ;

1. Dimensi Internal yang terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu komponen identitas diri, komponen perilaku dan komponen penilaian. 2. Dimensi Eksternal yang terdiri dari lima komponen pokok, yaitu

komponen fisik, komponen moral etis, komponen diri personal, komponen diri keluarga, komponen diri sosial.

Skala TSCS berjumlah 100 item pertanyaan dari 8 dimensi yang terdiri dari Identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self, dan social self. Model skala yang akan digunakan adalah jenis skala likert yaitu dengan menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur konsep diri yang dibuat oleh Fitts (1971) ini dan telah dimodifikasi kedalam alat ukur yang menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan latar belakang objek


(41)

penelitian. Peneliti menggunakan alat ukur ini karena dimensi-dimensinya dirasa dapat mewakilkan variabel yang hendak diteliti dengan baik.

Peneliti juga mengurangi jumlah item yang seharusnya 100 dari 8 dimensi, menjadi 32 item. Dengan tujuan menghindari kejenuhan pada responden penelitian saat mengisi angket. Proses modifikasi skala ini diawali dengan menerjemahkan item-item yang bermula berbahasa inggris menjadi bahasa Indonesia, kemudian peneliti melakukan pengurangan item dengan mempertimbangkan item mana yang dipilih untuk mengukur konsep diri pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta.

2.3 Pola Asuh

2.3.1 Definisi pola asuh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “pola” berarti sistem, cara kerja, bentuk atau struktur yang tetap, sedangkan “asuh” berarti menjaga, merawat, mendidik, membimbing, dan membantu. Menurut Bee (1981), pola asuh adalah kombinasi dari perilaku orang tua saat mengasuh anak yang terdiri dari tingkat kontrol yang diberikan, keterbukaan dan berkomunikasi, tuntutan terhadap kedewasaan dan kehangatan dalam pengasuhan.

Baumrind (1991) menjelaskan bahwa pola asuh adalah sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang terhadap anak.Darling (1999) juga menjelaskan pengasuhan adalah sebuah aktivitas kompleks yang di dalamnya terdapat beberapa perilaku spesifik yang dilakukan secara individu maupun


(42)

bersama-sama yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku anak. Dalam penerapan praktek pengasuhan, setiap orang tua memiliki variasi pola pengasuhan yang berbeda-beda dengan orang tua yang lainnya sebagai upaya untuk mengontrol dan bersosialisasi dengan anak mereka.

Sedangkan Mize dan Pettit yang mengutip Hart et. al. (dalam Cramer, 2002) mendefinisikan gaya pengasuhan sebagai "kelompok kehidupan atau konstelasi perilaku yang menggambarkan interaksi orang tua-anak melalui berbagai situasi dan yang dianggap menciptakan iklim interaksional meluas”.

Dari beberapa definisi tentang pola asuh diatas, peneliti cenderung setuju dengan definisi yang diemukakan oleh Baumrind (1991) yang mendefinisikan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua terhadap anak dengan mengambangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang terhadap anak.

2.3.2 Jenis-jenis pola asuh

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Diana Baumrind dan Baumrind & Black (dalam Papalia, et.al., 2007) pada sejumlah keluarga yang memiliki anak prasekolah, didapatkan tiga macam pola asuh, sedangkan dalam Santrock (2007) Diana Baumrind menjelaskan empat pola asuh orang tua, yaitu :

1. Pengasuhan otoriter (Authoritarian parenting),

Authoritarian yaitu suatu tipe yang membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah–perintah orang tua dan


(43)

menghormati pekerjaan dan usaha orang tua. Orang tua yang

authoritarian menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir diskusi atau musyawarah.

Hart (dalam Santrock, 2007) menjelaskan bahwa dengan pengasuhan authoritarian anak seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan dengan orang lain, tidak mampu memulai aktivitas serta memiliki kemampuan komunikasi yang lemah serta mungkin berperilaku agresif.

2. Pengasuhan authoritative,

Authoritative yaitu pola asuh yang mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Masih melakukan diskusi, serta orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang authoritative menunjukkan kesenangan dan dukungan sebagai respon terhadap perilaku konstruktif anak.

Mereka juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri, dan sesuai dengan usianya. Anak yang memiliki orang tua

authoritative sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi; mereka cenderung mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stress dengan baik.

3. Pengasuhan yang diabaikan (permissive indifferent), yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan


(44)

anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari pada mereka. Anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial. Banyak diantaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri. Mereka sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja mungkin menunjukkan sikap suka membolos dan nakal.

4. Pengasuhan yang menuruti atau memanjakan (permissive indulgent), yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya.

Lain Halnya dengan penjelasan diatas, Olson & DeFrance (2006) melihat dari Couple and Family Map juga menambahkan dua pola asuh lainnya disamping empat pola asuh yang telah dijelaskan diatas, yaitu

rejecting style dan uninvolved style, dimana pengertiannya adalah sebagai berikut:

1. Rejecting style

Orang tua tidak memberi banyak perhatian pada kebutuhan anak dan jarang memberikan pengharapan terhadap perilaku apa yang seharusnya dilakukan anak.


(45)

2. Uninvolved style

Orang tua seringkali menghiraukan anak, membiarkan anak melakukan kesalahan selama berbagai kesalahan itu tidak berkaitan dengan kegiatan orang tuanya.

Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (dalam Ali, 2012) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua, yaitu

1. Pola asuh bina kasih (induction)

2. Pola asuh unjuk kuasa (power assertion) 3. Pola asuh lepas kasih (love withdrawal)

Dalam penelitian ini, jenis pola asuh yang dirasa sesuai dengan peneliti adalah adalah jenis-jenis pola asuh yang dijelaskan Diana Baumrind (1991) yaitu pola asuh authoritarian, pola asuh authoritative

dan pola asuh permissive. 2.3.3 Dimensi pola asuh

Baumrind (1991) mengidentifikasikan adanya empat aspek dalam pola asuh orang tua, yaitu :

1. Kehangatan, yaitu orang tua menunjukkan ekspresi-ekspresi kehangatan dan kasih sayang terhadap anak dan menunjukkan rasa banggga akan prestasi yang diperoleh anaknya.

2. Kejelasan dan konsistensi peraturan, yaitu orang tua berusaha untuk mengontrol kebebasan, inisiatif, dan tingkah laku anaknya.

3. Tingkat pengharapan, yaitu orang tua menekankan pada anak untuk mengoptimalkan kemampuan agar lebih dewasa dalam segala Hal.


(46)

4. Komunikasi antara orang tua dan anak, yaitu orang tua meminta pendapat anak disertai dengan alasan yang jelas ketika anak menuntut pemenuhan kebutuhannya.

Sementara itu, Mussen (1994) juga menyatakan bahwa terdapat empat aspek penting dalam mengasuh anak, yaitu :

1. Aspek kontrol

Merupakan usaha yang dilakukan orang tua untuk mempengaruhi aktivitas anak untuk mencapai tujuan, memodifikasi ekspresi ketergantungan, agresivitas, tingkah laku dan bermain anak. Namun orang tua yang senantiasa menjaga keselamatan anak-anak (over protection) dan mengambil tindakan-tindakan yang berlebihan agar anak-anaknya terhindar dari bermacam-macam bahaya akan menghasilkan perkembangan anak dengan ciri-ciri sangat tergantung kepada orang tuanya dalam bertingkah laku.

2. Aspek tuntutan kedewasaan

Orang tua menekankan kepada anak untuk mencapai suatu tingkat kemampuan secara intelektual, sosial dan emosional. Orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk mengalami pehit getirnya kehidupan, menghadapi dan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi anak dengan harapan agar anak dapat belajar dari pengalaman dan menjadi dewasa. Namun orang tua tetap tidak mengubah dan mengarahkan proses-proses perkembangan pada seluruh aspek


(47)

kepribadian anak sebagai upaya dalam mempersiapkan anak menghadapi masa remaja.

3. Aspek komunikasi anak dan orang tua

Aspek ini meliputi penggunaan nalar dalam memecahkan masalah, menanyakan begaimana pendapat dan perasaan anak.

4. Aspek kasih sayang

Aspek ini meliputi penghargaan dan pujian terhadap prestasi anak. Komunikasi keluarga dapat dilakukan dengan gerakan, sentuhan, belaian, senyuman, mimik wajah dan ungkapan kata. Melalui pola komunikasi keluarga yang demikian dapat meningkatkan keakraban, keintiman, saling memiliki, rasa melindungi anak oleh orang tuanya menjadi semakin besar.

Dalam penelitian ini peneliti setuju dengan dimensi pola asuh yang dijelaskan Baumrind (1991) karena dirasa lebih sesuai dengan objek penelitian dan alat ukur yang akan peneliti gunakan.

2.3.4 Pengukuran pola asuh

Banyaknya kajian dan literatur mengenai pola asuh telah melahirkan beberapa alat ukur, beberapa alat ukur yang peneliti temukan adalah sebagai berikut:

1. Skala Pola Asuh Anak (PAA)

Pada tahun 1988, Yuniarti (dalam Azwar, 2006) membuat suatu alat ukur parenting style yang disebut dengan skala Pola Asuh Anak (Skala P-A-A). Skala ini terdiri dari 68 item berbentuk pilihan ganda


(48)

(multiple choice) dengan lima pilihan jawaban. Setiap pilihan ganda menunjuk pada tipe pola asuh tertentu. Alat ukur ini disusun untuk mengetahui tipe atau jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua berdasarkan sudut pandang anak.

Penelitian ini dilakukan terhadap anak usia 3 sampai 5 tahun, yang terdiri dari 30 item pernyataan dengan tiga pilihan jawaban yang menunjuk pada pola asuh authoritarian, authoritative, dan pola asuh

permissive berdasarkan sudut pandang ibu. 2. Parental Authority Questionnare (PAQ)

Pola asuh orang tua di ukur dengan Parental Authority Questionnare

(PAQ) yang dikembangkan oleh Buri (1991) . Skala PAQ ini mengacu pada teori Baumrind (1991). Skala ini terdiri dari 30 item yang mengukur 3 aspek yaitu permissive, authoritarian, dan authoritative.

Reliabilitas dari PAQ adalah 0.77 sampai 0.91 sedangkan validitas dari skala ini adalah 0.74 sampai 0.87.

3. Parenting Style & Dimensions Questionnaire (PSDQ).

Alat ukur PSDQ ini dikembangkan oleh Robinson dan Mandleco (1995). Skala pengukuran tersebut juga mengacu pada 3 dimensi gaya pengasuhan dari Baumrind yang dibagi menjadi 11 faktor. Skala ini terdiri dari 62 item dengan tipe skala likert. Nilai reliabilitas dari setiap sub-skala 0.626-0.866 dan validitas 0.732-0.951.

Dalam penelitian ini, peneliti membuat alat ukur pola asuh sendiri dengan mengacu pada teori Baumrind (1991). Alat ukur pola asuh ini


(49)

disusun berdasarkan komponen-komponen pola asuh yang di jelaskan Baumrind (permissive, authoritarian, dan authoritative) dan terdiri dari 24 item pernyataan dengan menggunakan skor skala likert yang menyediakan empat alternatif respon jawaban (sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai).

2.4 Kerangka Berfikir

Kemandirian adalah suatu keadaan pada seorang individu yang telah mengenali identitas dirinya, mampu melakukan suatu hal untuk dirinya sendiri, memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, merasa puas dengan hasil usahanya, dan mampu bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.

Konsep diri merupakan suatu pola yang terorganisir dan struktur kepribadian. Pola terbentuknya konsep diri pada seorang individu bukan merupakan bawaan dari lahir, tetapi terbentuk melalui proses. Remaja yang memiliki konsep diri yang tinggi akan dapat melakukan perbuatan positif yang diharapkan oleh masyarakat, sehingga akan menjadikan seseorang lebih mandiri, dan sebaliknya remaja yang memiliki konsep diri yang rendah, seringkali tidak dapat mengatur kehidupan dan tergantung pada orang lain, sehingga menjadikan seseorang itu tidak mandiri dalam kehidupannya.


(50)

Pola asuh adalah suatu gaya pengasuhan yang diterapkan dalam keluarga, yang menjadikan acuan individu dalam berperilaku. Keluarga yang gaya pengasuhannya secara authoritarian lebih banyak memberi penekanan terhadap anak, membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah–perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha orang tua. Dengan pengasuhan authoritarian anak seringkali tidak bahagia, katekutan, minder ketika membandingkan dengan oranglain, tidak mampu memulai aktivitas serta memiliki kemampuan komunikasi yang lemah serta mungkin berperilaku agresif, sehingga ia tidak mampu untuk besikap secara mandiri karena ketakutan-ketakutan yang dimilikinya.

Sedangkan dengan pengasuhan authoritative, yang mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Anak yang memiliki orang tua authoritative sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi; mereka cenderung mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stress dengan baik. Sedangkan pengasuhan yang diabaikan (permissive), yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari pada mereka. Anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial. Banyak diantaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri. Sehingga tidak


(51)

mempunyai rasa tanggung jawab yang berpengaruh terhadap kemandiriannya.

Pada penelitian ini, faktor konsep diri dan pola asuh dipilih untuk memprediksi seberapa besar pengaruh konsep diri dan pola asuh terhadap kemandirian remaja yang dalam penelitian ini partisipannya adalah mahasiswa. Secara singkat, kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat di ilustrasikan dalam gambar berikut.

Gambar 2.1Kerangka Berfikir 2.5 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh independent variable

yang diketahui terhadap dependent variable. Dalam penelitian ini

dependent variable adalah kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi

Pola Asuh

Identity Self Beavioral Self

Judging Self Physical Self Moral-Ethical Self

Personal Self Family Self

Social Self

Authoritative Authoritarian Permissive

Kemandirian Konsep Diri


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan variabel yang di teorikan peneliti sebagai independent variable berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya adalah konsep diri dengan 8 dimensi (identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self

dan social Self) dan pola asuh orang tua dengan 3 dimensi (permissive,authoritariandan authoritative).

Bunyi hipotesis mayor penelitian ini adalah: “Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi konsep diri(identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self dan social Self)dan dimensi pola asuh orang tua (permissive, authoritarian dan authoritative)terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha1 Dimensi identity self pada konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ha2 Dimensi behavioral self pada konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ha3 Dimensi judging self pada konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(53)

Ha4 Dimensi physical self pada konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ha5 Dimensi moral-ethical self pada konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ha6 Dimensi personal self pada konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ha7 Dimensi family self pada konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ha8 Dimensi social self pada konsep diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ha9 Dimensi permissive dari pola asuh memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ha10 Dimensi authoritarian dari pola asuh memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(54)

Ha11 Dimensi authoritative dari pola asuh memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini, dipaparkan tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional, instrumen pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur penelitian.

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa/i Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun akademik 2013-2014 yang berjumlah 646 orang mahasiswa dengan rentang usia 17-24 tahun. Mahasiswa tersebut terbagi dalam empat angkatan dimana setiap angkatan terdiri atas empat kelas dan pada masing-masing kelas terdapat 40 orang mahasiswa. Adapun rincian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun akademik 2013-2014 pada setiap angkatan adalah sebagai berikut;

a. Angkatan 2011 (171 mahasiswa) b. Angkatan 2012 (149 mahasiswa) c. Angkatan 2013 (148 mahasiswa) d. Angkatan 2014 (178 mahasiswa)

Jumlah mahasiswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 236 mahasiswa. Selanjutnya pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability sampling melalui cara

stratified random sampling, dimana peluang setiap individu dalam populasi bisa dihitung.Adapun penetapan anggota populasi yang


(56)

dijadikan sampel ditentukan sesuai dengan proporsi masing-masing kelas, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Proporsi perkelas = populasi setiap kelas x kuota sampel yang ditentukan populasi seluruh kelas

Mengacu pada rumus diatas, maka jumlah sampel pada masing-masing kelas adalah sebagai berikut:

Proporsi Kelas: 40/646 x 236 = 15

Setelah dilakukan penentuan jumlah sampel pada masing-masing kelas, dilakukan pengambilan sampel secara random dari masing-masing kelas dengan cara memberi penomeran pada data sesuai dengan jumlah populasi yang diikutkan. Selanjutnya, dilakukan proses random untuk menentukan sampel dengan menggunakan software SPSS 22.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1 Variabel penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kemandirian

2. Identity self

3. Behavioral self

4. Judging self

5. Physical self

6. Moral-ethical self

7. Personal self

8. Family self


(57)

10.Permissive

11.Authoritarian

12.Authoritative

Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah kemandirian mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan variabel lainnya merupakan variabel bebas (independent variable).

3.2.2 Definisi operasional variabel

Definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kemandirian

Kemandirian mahasiswa adalah kebebasan, kesiapan dan kemampuan remaja sebagai individu baik secara fisik maupun emosi untuk mengatur, menguasai, dan melakukan aktivitas hidupnya atas tanggung jawab sendiri tanpa banyak tergantung pada orang lain, khususnya orang tua berdasarkan tiga aspek (Steinberg, 2002) yaitu :

a. Aspek emotional autonomy. Aspek kemandirian emosional ini adalah aspek kemandirian yang berkaitan dengan perubahan hubungan individu, terutama dengan orang tua. Ada tiga Hal yang penting dalam perkembangan kemandirian aspek emosional, yaitu ditunjukkan dengan tidak bergantung secara emosional dengan orang tua namun tetap mendapat pengaruh dari orang tua, memiliki keinginan untuk berdiri sendiri, dan mampu menjaga emosi didepan orang tuanya.


(58)

b. Aspek behavioral autonomy. Aspek kemandirian bertingkahlaku adalah kemampuan untuk membuat suatu keputusan sendiri dan menjalankan keputusan tersebut. Ada tiga Hal yang penting dalam perkembangan kemandirian aspek behavioral, yaitu ditunjukkan dengan perubahan kemampuan dalam membuat keputusan dan pilihan, perubahan dalam penerimaan akan pengaruh orang lain, dan perubahan dalam merasakan pengandalan pada dirinya sendiri (self-reliance).

c. Aspek value autonomy. Aspek kemandirian nilai adalah bahwa individu telah memiliki seperangkat prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan mana yang salah serta mengenai mana yang penting dan mana yang tidak penting.

2. Konsep diri.

Konsep diri adalah pandangan mahasiswa terhadap dirinya sendiri dan evaluasi tentang karakteristik yang ada pada diri mereka, peran-peran mereka, kemampuan mereka dan hubungan sosial mereka yang diukur menggunakan skala likert yang meliputi aspek-aspek berikut :

a. Identity self adalah memberikan label untuk membangun identitas diri.

b. Behavioral self adalah persepsi individu tentang tingkah lakunya. c. Judging self adalah meliputi evaluasi diri dan menilai diri sendiri. d. Physical self yang berupa persepi individu terhadap keadaan


(59)

e. Moral-ethical selfyaitu membatasi tingkah laku yang sesuai dengan nilai moral dan etika yang berlaku.

f. Personal selfyaitu meliputi peran sebagai anggota keluarga dan fungsi yang dijalankan sebagai anggota keluarga.

g. Family self yaitu persepsi individu yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai anggota keluarga.

h. Social self yaitu berupa penilaian terhadap interaksi dirinya dengan orang lain dan lingkungannya.

3. Pola asuh

Pola asuh (Parenting style) adalah gaya pengasuhan di mana orang tua membesarkan anak-anak mereka (Baumrind, 1991). Gaya pengasuhan ini telah ditandai dengan tiga gaya pola asuh yaitu:

a. Permissive parenting style adalah pola asuh dimana orang tua hanya membuat sedikit peraturan dan membiarkan anak memantau aktivitas mereka sendiri sedapat mungkin serta tidak adanya tutntutan dan sedikit melakukan kontrol.

b. Authoritarian parenting style adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi, menghukum dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua serta menghormati pekerjaan dan usahanya.

c. Authoritative parenting style adalah gaya pengasuhan yang menghargai individualitas anak tetapi juga menekankan batasan-batasan sosial, tetap memberikan arahan kepada anak dan


(60)

menghargai keputusan anak, minat serta kepribadiannya. Gaya pengasuhan ini memiliki kontrol untuk membentuk anak-anak mereka namun tidak merugikan anak-anak melalui penjelasan orang tua kepada anak.

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Instrumen pengumpulan data

Instrumen dalam penelitian ini terdiri dua bagian. Bagian pertama berupa pertanyaan demografi yang mencangkup atas jenis kelamin dan usia saat ini. Bagian kedua, berisi skala yang merupakan alat ukur dari kemandirian, konsep diri dan pola asuh. Model skala likert pada ketiga alat ukur ini berupa pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) serta telah dimodifikasi menjadi empat kategori jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju).

Pada item favorable, jawaban SS (sangat setuju) diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. sedangkan pada item unfavorable diberi skor dengan urutan sebaliknya yaitu jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4. 1. Kemandirian

Untuk mengukur kemandirian, peneliti menggunakan skala kemandirian yang dikembangkan sendiri. Dalam mengembangkan skala tersebut, peneliti menggunakan konsep Steinberg (2002) dengan 3 aspek kemandirian yaitu emotional autonomy, behavioral autonomy


(61)

Pada alat ukur ini terdapat 13 item pernyataan yang terdiri dari 9 item

favorable dan 4 item unfavorable. Skala ini menggunakan sistem penilaian skala likert dengan rentang skala empat poin yaitu dari “4” (Sangat Setuju), “3” (Setuju), “2” (Tidak Setuju) dan “1” (Sangat Tidak Setuju).

Hal tersebut bertujuan agar dalam penelitian ini mendapatkan respon jawaban yang lebih bervariasi. Adapun pembagian item-item tiap dimensi dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 3.1

BluePrintSkalaKemandirian

No Aspek Indikator Item Jumlah

F U F

1 Aspek

emotionalau tonomy

a. Mampu mandiri secara emosional dari orang tua maupun orang dewasa lain.

b. Memiliki keinginan untuk berdiri sendiri.

c. Mampu menjaga emosi didepan orang tua dan orang lain.

3 2 1 4 1 2 1

2 Aspek

behavior-ralautonomy

a. Mampu membuat keputusan dan pilihan.

b. Dapat memilih dan menerima pengaruh orang lain yang sesuai bagi dirinya.

c. Dapat mengandalkan diri sendiri

(self reliance)

5 6, 8

7 9

1 2

2

3 Aspek

valueautono my

a. Mampu berpikir secara abstrak mengenai permasalahan yang dihadapi.

b. Memiliki kepercayaan yang meningkat pada prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar idelologi.

c. Memiliki kepercayaan yang meningkat saat menemukan nilai-nilainya sendiri dimana bukan nilai yang berasal dari figure orang tua atau figur orang penting lainnya.

10 12 11, 13 1 1 2


(62)

2. Konsep diri

Untuk mengukur konsep diri, bentuk skala yang digunakan peneliti adalah modifikasi dari skala Tennesse Self Concept Scale (TSCS) edisi pertama yang dibuat oleh Fitts (1971) dan telah diadaptasi kedalam bahasa Indonesia. Aspek-aspek yang digunakan dalam alat ukur ini adalah identity self, behavioral self, judging self, physical self, moral-ethical self, personal self, family self dan social self.

Pada awalnya alat ukur tersebut berjumlah 100 item, namun peneliti mengurangi beberapa item dalam setiap dimensi menjadi 32 item pernyataan, yang terdiri dari 21 item favorable dan 11 item unfavorable. Pengurangan ini dilakukan agar partisipan tidak merasa letih dan bosan pada saat mengerjakan kuesioner. Adapun pembagian item-item tiap dimensi dapat dilihat pada table 3.2 dibawah ini.

Tabel 3.2

Blue Print Skala Konsep Diri

Dimensi Indikator No. Item Jumlah

F UN

Identity self a. Mengenal diri

b. Mengenal lingkungan

1, 2

3 22

2 2

Behavioral self

a. Berperilaku sesuai identitas diri b. Menerima diri dengan senang hati

4, 5

6 23

2 2

Judging self a. Menerima diri

b. Menilai diri

7 8, 9

24 2

2

Physical self a. Menerima keadaan fisik

b. Mengetahui keadaan fisik

25 11, 12

10 2

2

Moral-ethical self

a. Mengaplikasikan ajaran agama b. Berperilaku baik kepada sesame

26 14 13 27 2 2

Personal self a. Merasa puas dengan keadaan diri

b. Menilai kesuksesan diri

30 18 17 31 2 2

Family self a. Melakukan tugas rumah tangga

b. Mempersepsikan lingkungan keluarga

28 16 15 29 2 2

Social self a. Berinteraksi dengan orang lain

b. Menjaga hubungan baik dengan orang lain

19 20, 21

32 2

2


(63)

3. Pola asuh

Skala pola asuh diukur dengan pernyataan yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan memuat indikator-indikator tertentu yang berkaitan dengan pola asuh dan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Baumrind (1991). Tipe pola asuh yang digunakan adalah sebagai berikut: pola asuh permissive, pola asuh

authoritarian, pola asuh authoritative. Pada alat ukur ini terdapat 24 item pernyataan yang terdiri dari 18 item favorable dan 6 item unfavorable. Adapun pembagian item-item tiap dimensi dapat dilihat pada table 3.3 dibawah ini.

Tabel 3.3

Blue Print Skala Pola Asuh

Dimensi Indikator No item Jml

F UF

Polaasuh

permissive

a. Tidak ada hukuman untuk anak b. Selalu menerima apapun tindakan

anak

c. Selalu memberikan apapun keinginan anak

d. orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak

3, 11, 15 19, 23 24 7 20, 22 2 2 4 1 Pola asuh authoritarian

a. Perintah yang harus ditaati b. Selalu menuntut

c. Tingkat kontrol yang tinggi tetapi tidak responsive

2, 6, 10, 4, 14, 17,

8 2 2 3 Pola asuh authoritative

a. Memantau dan mengarahkan anak b. Bersikap tegas

c. Bertanggung jawab

1, 5,

13 9, 12, 21

16, 18 4 1 3


(64)

3.4 Pengujian Validitas Alat Ukur

Peneliti melakukan uji instrumen dengan 69 item dari 3 skala, yaitu kemandirian, konsep diri dan pola asuh. Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analisys (CFA). Adapun prosedur uji validitas konstrak dengan CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2012):

1. Dibuat suatu definisi operasional tentang konsep atau trait yang hendak diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut diperlukan item (stimulus) sebagai indikatornya.

2. Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang dibuat adalah valid mengukur apa yang hendak diukur. Dengan kata lain di teorikan (hipotesis) bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur, yaitu konstruk yang di definisikan (model unidimensional).

3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar item, yang disebut matriks S.

4. Matriks korelasi tersebut dipergunakan untuk mengintimasi matriks korelasi yang seharusnya terjadi menurut teori yang ditetapkan. Jika teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item hanya mengukur satu faktor saja (unidimensional).

5. Adapun langkah-langkahnya adalah:

a. Dihitung (diestimate) parameter dari model/teori yang diuji yang dalam Hal ini terdiri dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan pengukuran (residual).


(1)

INFORMED CONSENT

Assalammualaikum Wr, Wb. Dengan hormat,

Saya Shovia Lintina, mahasiswa tingkat akhir FakultasPsikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian untuk tugas akhir. Saya membutuhkan bantuan anda untuk menjadi responden dalam penelitian saya dengan mengisi kuesioner. Jawaban anda TIDAK DILIHAT BENAR dan SALAHNYA, jadi jawablah sesuai dengan keadaan diri anda yang sebenarnya. Jawaban yang anda berikan DIJAMIN KERAHASIAANNYA dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian,

Atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terimakasih. Wassalammualaikum Wr, Wb.

DATA RESPONDEN

Nama :

Usia :

Jenis kelamin* : Perempuan / Laki-laki Ket : *(Coret yang tidak perlu)

Jakarta, 20 November 2014


(2)

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan, bacalah dengan teliti, lalu berilah ceklis (√) pada kolom yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda saat ini pada masing-masing pernyataan yang ada.

Contoh :

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Saya adalah orang yang sanngat tampan / cantik

2. Saya adalah orang yang jujur

Keterangan :

SS : Sangat Setuju S : Setuju

TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju Skala 1

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya dapat mengatur emosi Saya sehingga tidak menyinggung orang lain

2 Saya tidak cepat terpengaruh oleh pendapat orang lain 3 Setiap masalah yang Saya hadapi, selalu Saya pikirkan

sendiri solusinya

4 Saya selalu membutuhkan dukungan emosional orang lain 5 Saya mampu mengambil keputusan dengan cepat

6 Saya mampu menyadari setiap konsekuensi yang akan Saya terima

7 Saya percaya diri saat Saya membuat suatu keputusan 8 Saya tidak ragu-ragu ketika Saya membuat suatu

keputusan

9 Sebelum memutuskan sesuatu Saya selalu meminta pendapat orang lain

10 Saya akan menolak tekanan atau tuntutan orang lain 11 Saya mengetahui mana yang benar dan mana yang salah

dari orang tua atau orang-orang terdekat Saya 12 Saya mempunyai prinsip hidup yang kuat

13 Setiap keputusan yang Saya ambil selalu Saya bandingkan dengan orang lain


(3)

Skala 2

No Pernyataan SS S ST STS

1. Saya mengetahui kelebihan diri Saya 2 Saya mengerti diri Saya

3 Saya tahu keadaan lingkungan Saya

4 Saya bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru 5 Saya bersikap apa adanya

6 Saya tidak akan merubah diri

7 Saat ini Saya menerima diri Saya seperti ini 8 Saya orang yang baik

9 Saya dapat mengatur diri sendiri 10 Saya ingin memiliki tubuh yang indah

11 Saya tahu cara mengatasi kekurangan fisik yang saya miliki

12 Saya dapat merasakan perubahan yang terjadi pada diri Saya

13 Saya suka berbohong

14 Saya membantu orang lain walaupun tidak mengenalinya 15 Saya tidak suka membantu melakukan tugas rumah

tangga

16 Saya orang yang berharga di dalam keluarga 17 Saya kecewa dengan diri Saya sendiri 18 Saya mengatasi masalah Saya dengan mudah 19 Saya mencoba aktif dalam kegiatan sosial 20 Saya sering berkumpul dengan teman-teman 21 Saya menyapa orang disekitar lingkungan 22 Saya tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan 23 Saya benci pada diri Saya sendiri

24 Saya tidak puas dengan keadaan diri Saya saat ini 25 Saya berpenampilan menarik

26 Saya menuruti nasehat orang tua

27 Saya mengabaikan apapun yang terjadi disekitar lingkungan

28 Saya rajin membantu orang tua

29 Saya tidak disukai oleh anggota keluarga

30 Saya nyaman dengan semua yang terjadi dengan diri Saya 31 Saya kecewa dengan prestasi Saya yang sedikit


(4)

Skala 3

No Pernyataan SS S TS STS

1 Orang tua Saya mengetahui kondisi akademis Saya 2 Saya harus mematuhi segala perintah orang tua Saya 3 Saya tidak pernah dihukum oleh orang tua Saya

walaupun Saya salah

4 Orang tua Saya tidak menerima alasan apapun ketika Saya berbuat salah

5 Orang tua Saya dapat mengarahkan kegiatanSaya dengan baik

6 Meskipun tidak suka, Saya harus mematuhi perintah orang tua Saya

7 Saya dihukum jika melanggar peraturan yang dibuat orang tua Saya

8 Orang tua Saya tidak menuntut apapun kepada Saya 9 Ketika Saya mempunyai masalah, orang tua Saya

membantu menyelesaikan masalah tersebut. 10 Orang tua Saya menuntut Saya untuk berprestasi

11 Orang tua Saya memaklumi jika Saya terlambat pulang 12 Orang tua Saya peduli dengan apa yang Saya lakukan 13 Orang tua Saya bersikap tegas

14 Peraturan yang dibuat orang tua Saya sangat ketat

15 Orang tua Saya memaklumi jika Saya mendapatkan nilai jelek

16 Orang tua Saya tidak pernah mengetahui kegiatan Saya 17 Orang tua Saya mengatur sesuka hati tanpa peduli

perasaan Saya

18 Saya merasa orang tua Saya tidak tanggap kepada Saya 19 Semua keinginan Saya dipenuhi oleh orang tua Saya 20 Saya merasa kebutuhan Saya tidak dipenuhi orang tua

Saya

21 Orang tua Saya mau mendengarkan segala keluh kesah Saya

22 Keinginan saya dilarang oleh orang tua saya

23 Ketika Saya minta dibelikan barang dengan harga mahal, orang tua Saya akan membelikannya.

24 Saya merasa orang tua Saya sibuk dengan urusannya sendiri


(5)

LAMPIRAN 2

Contoh Syntax Analisys Faktor Konfirmatori

uji validitas kemandirian da ni=13 no=236 ma=pm la

x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13

pm sy fi=DV.COR se

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13/ mo nx=13 nk=1 lx=fr ph=st td=sy lk

identity self fr lx 1 1 - lx 4 1

fr td 1 9 TD 2 5 TD td 2 6 td 2 9 td 2 3 td 3 2 td 3 13 td 3 9 fr td 4 9 td 5 12 td 6 11 td 7 8 td 9 13 td 10 13 td

pd

ou ss tv mi

LAMPIRAN 3

Output SPSS Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression)

Mean Std. Deviation N

Kemandirian 50.00 8.814 236

Identity_self 50.03 8.994 236

behavioral_self 49.97 8.513 236

Judging_Self 49.98 8.161 236

Physical_Self 50.03 7.551 236

Moral_ethical_Self 50.00 7.656 236

Personal_Self 49.94 8.140 236

Family_Self 49.96 8.166 236

Social_Self 50.01 8.337 236

Permissive 49.95 8.291 236

Authoritarian 50.00 8.055 236

Authoritative 50.00 9.312 236

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate


(6)

ANOVAa

Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 6525.207 11 593.201 11.402 .000a

Residual 11653.482 224 52.024

Total 18178.689 235

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 15.266 5.238 2.914 .004

identity_self .263 .075 .268 3.492 .001

behavioral_self .139 .072 .135 1.926 .055

judging_self .035 .088 .032 .394 .694

physical_self .212 .079 .182 2.683 .008

moralethical_self .022 .081 .019 .265 .792

Personal_Self -.015 .085 -.014 -.177 .860

Family_self .198 .083 .184 2.377 .018

sosial_self -.026 .071 -.025 -.369 .712

Permissive -.131 .075 -.124 -1.740 .083

Authoritarian -.044 .060 -.041 -.736 .463

authoritative .043 .073 .046 .598 .550