48 berkaitan dengan perubahan minat. Perubahan minat dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang kemudian mendasari perubahan keputusan dan status dari anggota menjadi mantan anggota geng sekolah.
Hurlock menjelaskan bahwa selama masa dewasa dini, peran serta sosial sering terbatas, sehingga dapat mempengaruhi persahabatan,
pengelompokan sosial, serta nilai-nilai yang diberikan pada popularitas individu. Sejalan dengan perkembangan emosi dan sosial, perkembangan
moralpun tidak terlepas dari keterkaitan dengan penguasaan tugas perkembangan yang menitikberatkan pada harapan sosial Izatty dkk.,
2008:161. Ketika mantan anggota geng sekolah masih terlibat aktif dalam
geng, ada banyak dampak yang ia dapatkan, baik dampak negatif maupun dampak positif. Beberapa dampak negatifnya adalah anggota
geng terpaksa melakukan tindakan-tindakan destruktif dan negtif demi solidaritas terhadap gengnya. Tindakan-tindakan tersebut mengakibatkan
anggota geng menjadi salah suai terhadap lingkungan akademiknya, contohnya adalah salah suai terhadap guru, pelajaran, dan lingkungan
sekolahnya. Hal tersebut mempengaruhi mantan anggota geng sekolah dalam penyesuaian diri mantan anggota geng ketika menjalani tahap
dewasanya, khususnya penyesuaian diri dalam bidang akademik di institusi pendidikan selanjutnya.
H. Penelitian Terdahulu
49 Dalam penelitian ini penulis menjelaskan tiga penelitian yang sudah
lebih dulu dilakukan. Ketiga penelitian tersebut berkaitan dan relevan dengan topik yang diteliti, yakni berhubungan dengan geng. Penelitian pertama
berjudul Pride and Prejudice in High School Gang Members yang diteliti oleh Alvin Y. Wang pada tahun 1994. Penelitian yang kedua diteliti oleh
Arlen Egley, dkk pada tahun 2006 yang berjudul National Youth Gang Survey. Penelitian terakhir yang peneliti kaji adalah penelitian yang dilakukan
oleh Muhammad Mu’adz pada tahun 2014 yang berjudul Perkembangan
Psikososial dalam Agresivitas Remaja Anggota Geng Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta Life History.
Penelitian pertama menjelaskan perbandingan self esteem antara remaja anggota geng dengan remaja yang tidak terlibat dalam geng.
Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dan jenis penelitian komparasi.
Hasil penelitian
yang diperoleh
adalah Analisis
Varians ANOVA menunjukkan bahwa anggota geng memiliki tingkat signifikan lebih rendah dari keseluruhan harga diri daripada siswa non
gang, F 1, 119 = 20.44, MS, = 0,41 Wang, 1994:286. Penelitian kedua memberikan banyak data terkait geng di Chicago dan
Los Angeles pada tahun 1999-2001. Egley 2006:9 menyatakan bahwa kota dengan populasi yang besar, yakni berkisar lebih dari 100.000 penduduk lebih
mungkin untuk mengalami tingkat yang lebih tinggi dan lebih cepat dalam perkembangan geng dibandingkan dengan kota lain. Banyak responden
penelitian yang dilakukan Egley 2006:36 mengaku bahwa penahanan
50 anggota geng di penjara justru akan memperburuk perilaku anggota geng,
yakni menjadi lebih sering terlibat dalam kerusuhan dan transaksi narkoba. Selain itu, Egley juga mengemukakan data bahwa kasus geng yang sering
terekam adalah kasus kerusuhan dengan presentase mencapai 85, pengrusakan fasilitas umum 75, dan kasus narkoba dengan angka 74.
Penelitian ketiga membahas terkait perkembangan psikososial anggota geng sekolah menengah atas. Hasil yang diperoleh dari penelitian
menunjukkan bahwa lingkungan tempat subjek hidup sangat berpengaruh terhadap pembentukan perkembangan psikososial dalam agresivitas remaja
meliputi kognitif, psikomotor, maupun afeksi subjek. Subjek terdorong untuk mencari kenyamanan dengan teman sebayanya karena kurangnya kasih
sayang serta pola asuh yang kurang tepat dalam keluarga. Proses pengenalan antara subjek dengan geng membuat tingkat agresivitas subjek meningkat
karena adanya dendam serta ingin mendapat pengakuan dari teman sebayanya. Bentuk agresivitas yang dilakukan subjek antara lain tawuran,
berkelahi, bahkan melukai korban deng an senjata tajam Mu’adz, 2014:132.
I. Kerangka Berpikir
Fenomena geng sekolah semakin marak dan sulit diatasi. Berbagai cara telah dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari pihak sekolah, polisi, maupun
masayarakat untuk menghentikan geng sekolah. Namun, usaha tersebut tidak berhasil karena geng sekolah tetap melakukan kaderisasi dan aktivitas meski
secara sembunyi-sembunyi. Ada berbagai alasan yang membuat geng sekolah terbentuk, serta ada berbagai alasan pula yang membuat pelajar tertarik untuk
51 bergabung menjadi anggota geng sekolah, seperti ingin menjadi popular dan
kesamaan nasib dengan anggota geng lainnya. Ada banyak dampak negatif yang diperoleh dari geng sekolah. Geng
sekolah dapat menghambat remaja yang menjadi anggota geng dalam mencapai penyelesaian tugas perkembangannya. Geng sekolah cenderung
diartikan dengan konotasi negatif, karena ketika pelajar bergabung menjadi anggota geng sekolah, ia akan cenderung melakukan kejahatan dan berbagai
macam pelanggaran demi terwujudnya tujuan bersama geng sekolah tersebut. Dampak-dampak negatif yang didapatkan oleh anggota geng sekolah akan
mempengaruhi tahap perkembangan selanjutnya, yakni tahap dewasa awal. Pada tahap dewasa awal, anggota geng sekolah biasanya sudah tidak
aktif dalam geng sekolah karena berbagai alasan. Alasan utamanya adalah kelulusan anggota dari sekolah tersebut. Namun, tidak aktifnya anggota
bukan berarti dampak-dampak negatif dari geng sekolah akan berhenti pula. Dampak negatif akan terus dirasakan dan mempengaruhi kehidupan mantan
anggota geng sekolah. Banyak pengalaman masa lalu yang mempengaruhi kehidupan masa kini mantan anggota geng sekolah. Tentuk dampak-dampak
yang didapat pada masa lalu akan berpengaruh pada kehidupan mantan anggota geng sekolah, termasuk pada aspek penyesuaian akademik mereka di
masa kini. Contohnya adalah seperti yang dialami oleh SD adalah seorang
mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri dengan jurusan yang profesi ke depannya adalah profesi yang ia benci sebelumnya, yakni guru Bimbingan
52 dan Konseling. SD bergabung dengan geng sekolah sejak kelas 1 SMA
sampai ia dikeluaran dari SMA. SD tergabung dengan geng selama 2,5 tahun, SD sempat dikeluarkan dari sekolah dan tidak naik kelas karena banyaknya
point yang ia dapat karena bergabung dengan geng sekolah. Selama masa perkuliahan, SD sering disepelekan oleh teman-temannya yang mengetahui
latar belakang SD saat menjadi anggota geng. Hal tersebut membuat SD under estimate dan tidak memiliki motivasi untuk lebih baik dalam menjalani
perkuliahan. Saat ini, SD memutuskan untuk berhenti kuliah dan lebih memilih untuk fokus dalam kerja sambilannya di perusahaan game
smartphone. Tidak jauh berbeda dengan SD, TGL juga bergabung dengan geng
sekolah sejak kelas 1 SMA, TGL bergabung dengan geng sekolah selama 5 tahun. TGL bergabung di geng sekolahnya karena diajak oleh kakak
kelasnya. TGL tidak naik kelas sebanyak 2 kali dan sempat dikeluarkan dari sekolah karena terlibat kasus tawuran dan pembunuhan bersama 4 orang
teman satu gengnya. Kini TGL menjalani perkuliahan di universitas swasta. TGL belum bisa melamar pekerjaan di berbagai tempat dikarenakan
banyaknya catatan kepolisian dan sulit mendapatkan surat kelakuan baik. Selain itu, TGL merasa ada kesenjangan sosial dengan teman-temannya yang
berasal dari SMA yang sama. TGL juga mendapat blacklist dari dosen universitasnya yang membuat TGL sulit dalam mengerjakan beberapa
kewajiban perkuliahannya seperti mengerjakan skripsi.
53 FP merupakan mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas swasta di
Yogyakarta. Saat menduduki bangku Sekolah Menengah Atas, FP mengikuti geng di sekolahnya selama tiga tahun. Selain mengikuti geng sekolah, FP
juga mengikuti geng non pelajar di Yogyakarta. Geng tersebut adalah geng Humoriezt dan geng Ruwet. FP mengikuti kedua geng non pelajar tersebut
masing-masing selama satu tahun. Selama di bangku perkuliahan, FP mengaku sering membolos dikarenakan lebih mementingkan untuk
berkumpul bersama teman-temannya dibanding mengikuti kuliah. FP menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan karena FP terbiasa menjunjung
tinggi persahabatan, sebab saat FP berada di geng sekolah, hal tersebut sangat ditanamkan betul, sehingga sifat-sifat saat ia berada di geng masih terbawa
hingga kuliah. Hal tersebut ternyata berdampak pada nilai Indek Prestasi Kumulatifnya yang rendah. FP mengaku bahwa dirinya menyesal pernah
mengikuti geng walaupun geng tersebut memberikan hal positif terkait kemampuan komunikasi dan bersosialisasi.
Lain halnya dengan AA. AA pernah bergabung dengan geng sekolah selama 3 tahun di salah satu sekolah menengah atas negeri di Yogyakarta.
Saat ini AA sedang menempuh semester akhir di salah satu universitas di Yogyakarta dengan program studi yang terakreditasi C. AA bergabung
menjadi anggota geng sekolah dikarenakan ajakan kakak kelasnya. Meskipun AA sudah tidak terlibat lagi dalam aktivitas geng sekolah, AA mengaku
bahwa AA masih sangat temperamental saat AA menduduki bangku perkuliahan. Beberapa sifat yang kurang baik saat ia menjadi anggota geng
54 masih terbawa hingga AA di bangku perkuliahan. AA menyatakan bahwa
saat awal masuk ke universitas, AA masih sering sensitive, khususnya ketika bertemu dengan teman kuliah yang berasal dari SMA musuh geng
sekolahnya. AA mengaku, banyak teman kuliahnya yang men-cap AA nakal dikarenakan AA merupakan mantan anggota geng sekolah. Melihat fenomena
yang telah dijelaskan, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai penyesuaian akademik dan kematangan karir mantan anggota geng
sekolah.
J. Pertanyaan Penelitian