perkembangan, 2 Evaluasi Proses retrospektif, 3 Evaluasi Hasil Retrospektif, dan 4 Evaluasi eksperimental.
Sedangkan evaluasi keputusan teoritis decision-theorretic evaluation adalah evaluasi yang menggunakan metode-metode deskriptif
untuk menghasilkan informasi yang valid dan akuntabel tentang hasil kebijakan, yang dinilai secara eksplisit oleh para pelaku kebijakan.
Evaluasi ini bertujuan untuk menghubungkan antara hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari pelakunya kebijakan tersebut. Pendekatan ini
terbagi ke dalam 2 varian, yaitu penilaian evaluabilitas evaluability assessment dan analisis utilitas multi atribut.
Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan evaluasi formal dengan mengambil varian pendekatan evaluasi proses
retrospektif yaitu berupa pemantuan atau evaluasi setelah suatu kebijakan dilaksanakan pada jangka waktu tertentu. Evaluasi ini mendasarkan pada
informasi yang telah ada tentang kebijakan yang berjalan, yang berhubungan langsung dengan hasil output dan dampak kebijakan.
B. Konsep Tentang Tata Ruang
1. Penataan Ruang
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa penataan ruang adalahsuatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang danpengendalian pemanfaatan ruang, dimana kegiatannya meliputi kegiatanpengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.Disebutkan dalam
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun2007 dan Penjelasannya bahwa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia penataan ruang
diselenggarakan berdasarkan asas : a.
Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselengarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor,
lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan, antara lain adalah Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat. b.
Keserasian, keselarasan dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara
struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan
perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.
c. Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan
dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan
generasi mendatang. d.
Keberdayaan dan keberhasilgunaan dalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan
sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
e. Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.
f. Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
g. Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. h.
Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum ketentuan peraturan
perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta
melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum
i. Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat
dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan :
a. mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Mengenai rencana tata ruang yang penyusunannya dilakukan
pemerintah pada hakikatnya dapat pula digambarkan sebagai penjabaran dari instrumen kebijakan Tata Guna Tanah, yang harus merupakan pelaksanaan
rencana tata ruang. Rencana Tata Guna Tanah harus diserasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga penggunaan tanah sesuai dengan
tujuan penataan ruang. Rencana Umum Tata Ruang secara hirarki terdiri atas : Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat :
a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem
c. perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan
dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten d.
rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten
e. penetapan kawasan strategis kabupaten
f. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan
g. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ketentuan
tambahan, yaitu : a.
rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau b.
rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau c.
rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan informal, dan
ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan
pusat pertumbuhan wilayah. Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan mempunyai jangka waktu
selama 20 tahun yang ditinjau kembali dalam 5 tahun. Dalam kaitan dengan wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan, maka
karakteristik potensi dan masalah dan arahan kebijakan pembangunan kawasan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DIY dapat dijelaskan sebagai
berikut : 1. Karakteristik potensi dan masalah yang dominan pada Kawasan
Tumbuh Cepat, meliputi: a.
Aglomerasi obyek dan berpotensi sebagai fasilitas wisata utama di DIY. b.
Aglomerasi penduduk dan kegiatan dari Kota Yogyakarta.
c. Pertumbuhan dan pergerakan penduduk yang tinggi, sejalan dengan
perkembangan sektor sekunder dan tersier yang memerlukan ruang. d.
Kesuburan tanah tinggi dengan ketersediaan air dan sarana pertanian yang mencukupi, yang dipadukan dengan kapasitas sumber daya manusia
yang tinggi, merupakan kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi.
e. Bagian atas dari wilayah Kabupaten Sleman merupakan wilayah cepat
berkembang, yang merupakan gerbang barat Kota Yogyakarta. f.
Konflik pemanfaatan ruang yang cenderung mengakibatkan kerusakankualitas lingkungan hidup yang disebabkan oleh terjadinya
negasi antar bentuk penggunaan, diskordinasi keruangan serta dampak pencemaran.
g. Tingkat pertumbuhan bangunan dan infrastruktur fisik yang tinggi di
Kawasan perencanaan disertai dengan konversi lahan pertanian produksi tinggi ke lahan non pertanian.
Arahan kebijaksanaan pokok bagi pengembangan kawasan strategis pada dasarnya mengacu pada kepentingan sektorsub sektor
atau permasalahan yang mendesak penanganannya. Dalam konteks karakteristik potensi dan masalah Kawasan Tumbuh Cepat, maka
arahan kebijaksanaan pengembangan pada kawasan tersebut meliputi: 1
Pelestarian fungsi lindung pada kawasan resapan air, untuk menjaga tatanan hidrologi di kawasan ini.
2 Pengembangan budidaya pertanian lahan basah, perikanan,
peternakan, industri parawisata dan pemukiman yang punya resiko minimum terhadap penurunan kualitas dan kuantitas
sumberdaya air, 3
Pengembalian fungsi lindung pada kawasan resapan yang telah mengalami penurunan fungsi, baik sebagai proses budidaya
manusia maupun alam. 4
Pengarahan sebaran penduduk dan kegiatannya serta penyesuaian rasio pengusahaan tanah pertanian per kepala
keluarga. 5
Pelestarian obyekbenda cagar budaya dan pemanfaatannya secara bijaksana.
6 Pelestarian fungsi lindung pada wilayah sempadan sungai
sebagai penampung luapan aliran bahaya Merapi. 7
Pelestrian fungsi lindung pada wilayah sekitar sempadan mata air.
Kebijaksanaan pembangunan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman mencakup; a Kebijaksanaan
pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri,
perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian; b Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang
pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di wilayah kabupaten Sleman, sebagai berikut:
a Hirarki I :
Kota Sleman ibukota kabupaten b
Hirarki II : Kota Tempel, Pakem, Ngaglik, Depok, Kalasan,
Gamping, Godean c
Hirarki III :
Kota Mlati, Prambanan, Berbah, Minggir, Moyudan, Seyegan, Turi, Cangkringan, Ngemplak.
Kebijaksanaan pengembangan kota-kota di Kabupaten Sleman menurut jangkauan pusat-pusat pelayanan, dibedakan atas
jangkauan tingkat regional kabupaten, sub regional beberapa kecamatan dan lokal kecamatan.
Kebijaksanaan pengembangan kota-kota di Kabupaten Sleman juga menurut fungsi pusat-pusat pelayanan yang mencakup
fungsi pemerintahan, pusat perdagangan dan pelayanan sosial, pusat pariwisata, pusat industri, pusat pendidikan dan pusat
perhubungan. Dalam sistem prasarana wilayah, prasarana transportasi yang dikembangkan meliputi sistem transportasi jalan
raya, kereta api dan transportasi udara. Pertimbangan utama dalam penataan ruang meliputi
pertimbangan normatif, pertimbangan fungsional dan pertimbangan fisik. Perwujudan pertimbangan tersebut bersifat
spasial keruangan dan a-spasial bukan keruangan.
Pertimbangan spasial pemanfaatan ruang menggunakan analisis map ovelaping peta kesesuaian lahan dan pola penggunaan lahan
eksisting.
Pertimbangan a-spasial rencana tata ruang Kecamatan Ngaglik ditinjau berdasarkan peluang pengembangan sektor
ekonomi berdasarkan nilai PDRB Kecamatan Ngaglik. Skenario pengembangan tata ruang terkait dengan sektor potensial yang
diperoleh dari hasil analisis SWOT. Arahan kebijakan ini didasarkan pada pengembangan sektor basis perekonomian yang
ada di Kecamatan Ngaglik. Berdasarkan hasil analisis LQ pada laporan sebelumnya dapat diidentifikasi adanya 4 empat sektor
basis yaitu sektor pertanian, peternakan dan perikanan, perdagangan dan jasa serta perindustrian
.
C. Konsep Tentang Perizinan 1. Pengertian perizinan