IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PERUNTUKKAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP PEMANFAATAN TANAH DI KECAMATAN NGAGLIK.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Retno Dwi Sulistiyani 07401241036

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014


(2)

ii

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul ” IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PERUNTUKKAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP PEMANFAATAN TANAH DI KECAMATAN NGAGLIK “ ini telah di setujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, Mei 2014 Pembimbing,

Dr.Suharno, M.Si


(3)

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nma : Retno Dwi Sulistiyani NIM : 07401241036

Program Studi : Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah yang berjudul “ Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah Terhadap Pemanfaatan Tanah di Kecamatan Ngaglik”adalah benar-benar karya saya sendiri. Skripsi ini tidak berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain kecualibagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, semoga bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, Mei 2014 Penulis,

Retno Dwi Sulistiyani NIM: 07401241036


(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PERUNTUKKAN PENGGUNAAN TANAH TERHADAP PEMANFAATAN TANAH DI KECAMATAN NGAGLIK” ini dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 23 Mei 2014 dan dinyatakan lulus.

SUSUNAN DEWAN PENGUJI


(5)

v MOTTO

Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya, dia telah

mengambil bagian yang banyak ( Terjemahan dari HR. Abu Dawud no 3641)

Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, dan bahwasannya segala Sesuatu hingga ikan-ikan yang ada di dalam laut senantiasa memohonkan

ampunan (kepada Allah) untuk orang yang mencari ilmu. (Terjemahan dariHR IbnuAbdil Barr)

Barangkali Allah mengabulkan harapan kita dengan tidak memberiapa yang kita inginkan, karena Dia MahaTahu bahaya yang akan menimpa di balik keinginan kita

(KH. Abdullah Gymnastyar)

Proses ilmu

Yang terpenting bagi seseorang adalah terus dan selalu mengerjakan Apa dan bagaimana hasil akhir dari pekerjaan itu serahkan pada Tuhan Mungkin tercapai 100 %, mungkin setengah tercapai, mungkin pula tidak tercapai

Dan percayalah bahwa keputusan Tuhan adalah terbaik untukmu (Ir. Soekarno)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur atas segala rahmat dan karunia yang Allah berikan, karya sederhana ini dipersembahkan untuk:

• Alm. Bapak Sulis Tiyono dan Almh Ibu Endang Retno Wulan, Terima kasih kalian adalah orang tua yang terbaik untuk saya yang selalu mengajarkan artinya hidup.

• Kakakku Didik Haryono, kakak ipar Entin Muryanti dan ponakanku Masyitoh Nurin Najwa terima kasih kalian selalu memberi motivasi untuk saya.

• Untuk almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan banyak sekali pengalaman.


(7)

vii ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PERUNTUKKAN

PENGGUNAAN TANAH TERHADAP PEMANFAATAN TANAH DI KECAMATAN NGAGLIK

Oleh :

Retno Dwi Sulistiyani NIM: 07401241036

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan dalam pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik, mengetahui bagaimana implmentasi pemanfaatan tanah di kecamatan Ngaglik, mengetahui hambatan yang dialami dalam implementasi pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik dan solusi mengatasi hambatan dalam implementasi pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini berusaha untuk mengkaji mengenai implementasi kebijakan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu wawancara, dokumentasi yang diuji keabsahannya dengan crosschek. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display data, pengambilan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) izin pemanfaatan Tanah di Kecamatan Ngaglik sebagian besar adalah IPPT dan lahan rumah tinggal. Dalam implementasipemanfaatantanah di KecamatanNgaglik, dipengaruhi adanya fakor-faktor: a) mekanismeperizinan, b) pemanfaatantanah, c) bangunan yang tidak sesuai dengan izin peruntukkannya atau fungsinya, d) standar harga e) permasalahan ekonomi, f) pengawasan dan g) pemberian sanksi. (2) Hambatan yang sering dihadapi dalam pemberian izin adalah hambatan terdapat dalam internal badan, sistem perangkat yang mendukung yang belum memadai dengan tuntutan untuk kemudahan dalam informasi tentang tanah dan pemanfaatan slim perizinan dan pemohon sering terhambat dalam hal masalah persyaratan administrasi. (3) Untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik Perbaikan dalam internal instansi, mengadakan sosialisasi, adanya kompensasi untuk daerah yang menjadi kawasan atas sebagai daerah yang dimanfaatkan.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah Terhadap Pemanfaatan Tanah di Kecamatan Ngaglik”. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi sebagian prasyarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Univeritas Negeri Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya :

1. Prof. Dr. Rohmat Wahab, M.Pd. M.A, Selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta

2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

3. Dr. Syamsuri, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum

4. Dr. Suharno, M.Si, selaku Pembimbing yang telah begitu sabar membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis


(9)

ix

5. Ibu Iffah Nur Hayati, M.Hum, selaku Penasehat Akademik yang senantiasa mengarahkan dan memotivasi penulis untuk menjadi lebih baik di setiap semester

6. Ibu Setiati Widiastuti selaku narasumber skripsi, atas masukan-masukan yang positif sehingga karya ini menjadi lebih baik

7. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan PKnH, atas segala ilmu yang telah diberikan

8. Para narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam penelitian, Bapak Funtu Rahmatu, S.ST selaku Kepala Adminitrasi dan Penagihan Perizinan Pertanahan, Dinas Pengendalian Pertanahan Sleman,Kabupaten Sleman, Bapak Agung Endarta, S.Sos selaku Kepala Seksi Pemerintahan, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman

9. Teman-teman PKnH yang telah memberiku warna dalam masa studiku ( Ina, Onya, Nadia, Resti, Ika, Sari, Agung, Sigit, Rofik, mbk Murhayati dll)

10. Mas Sulistianto yang selalu memberikan semangat kepada penulis


(10)

x

Penulisan skripsi sudah dilakukan dengan maksimal tetapi jika masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga dengan skripsi dapat membawa manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Mei 2014 Penulis

Retno Dwi Sulistiyani


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... …..i

HALAMAN PERSETUJUAN ... … .ii

HALAMAN PERNYATAAN ... …. iii

HALAMAN PENGESAHAN. ... ….. iv

MOTTO ... … ..v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... … ..vi

ASBTRAK ... …..vii

KATA PENGANTAR ... … .viii

DAFTAR ISI ... …...x

DAFTAR TABEL ... ..…xiii.

DAFTAR GAMBAR. ... ..…xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... .…..xv

BAB I PENDAHULUAN . ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 10


(12)

xii

BAB II KAJIAN TEORI ... 14

A. Konsep Kebijakan Publik ... 14

1. Pengertian Kebijakan Publik ... 14

2. Implementasi Kebijakan Publik ... 17

3. Evaluasi Kebijakan Publik ... 27

B. Konsep tentang Tata Ruang. ... 29

C. Konsep tentang Perizinan... 37

1.Pengertian perizinan ... 37

2.Fungsi dan Tujuan pemberian izin ... 39

3. Jenis Perizinan………. ………..……40

4. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah Terhadap Pemanfaatan Tanah Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah …...… 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

B. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian ... 47

C. Penentuan Subyek Penelitian ... 48

D. Teknik Pengumpulan Data ... 49

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 51

F. Teknik Analisis Data ... 52


(13)

xiii

A. Gambaran Umum Kec. Ngaglik dan DPPD. ... 54

B. Implementasi Pemanfaatan Tanah Di Kecamatan Ngaglik Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah Terhadap Pemanfaatan Tanah. ... 78

C. Hambatan Hambatan Pemanfaatan Tanah di Kecamatan Ngaglik. ... 92

D. Solusi Pemanfaatan Tanah di Kecamatan Ngaglik ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ……102

A. Kesimpulan ... ….. .102

B. Saran ... ….. .104

DAFTAR PUSTAKA ... …...106


(14)

xiv

DAFTAR TABEL No Tabel

1. Rencana Blok Peruntukkan, Peran Fungsinya Kecamatan Ngaglik ... 58 2. Data dan Info Hasil Pembangun di Kabupaten Sleman. ... 80


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR No Gambar

1. Pendekatan Implementasi kebijakan George C Edward III. ... 21 2. Pendekatan Implementasi kebijakan Van Metter dan Van Horn. ... 23 3. Pendekatan Implementasi kebijakan Miriam S. Grindl. ... 25 4. Pendekatan Implementasi kebijakan Publik Mazmanian & Sabatier... 26 5. Struktur Organisasi Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Sleman. 74 6. Prosedur Perizinan IPPT.. ... 83


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara ... 110 2. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001


(17)

Oleh :

Retno Dwi Sulistiyani NIM: 07401241036

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan dalam pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik, mengetahui bagaimana implmentasi pemanfaatan tanah di kecamatan Ngaglik, mengetahui hambatan yang dialami dalam implementasi pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik dan solusi mengatasi hambatan dalam implementasi pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini berusaha untuk mengkaji mengenai implementasi kebijakan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu wawancara, dokumentasi yang diuji keabsahannya dengan crosschek. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, unitisasi dan kategorisasi, display data, pengambilan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) izin pemanfaatan Tanah di Kecamatan Ngaglik sebagian besar adalah IPPT dan lahan rumah tinggal. Dalam implementasipemanfaatantanah di KecamatanNgaglik, dipengaruhi adanya fakor-faktor: a) mekanismeperizinan, b) pemanfaatantanah, c) bangunan yang tidak sesuai dengan izin peruntukkannya atau fungsinya, d) standar harga e) permasalahan ekonomi, f) pengawasan dan g) pemberian sanksi. (2)Hambatan yang sering dihadapi dalam pemberian izin adalah hambatan terdapat dalam internal badan, sistem perangkat yang mendukung yang belum memadai dengan tuntutan untuk kemudahan dalam informasi tentang tanah dan pemanfaatan slim perizinan dan pemohon sering terhambat dalam hal masalah persyaratan administrasi. (3) Untukmengatasi hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 TentangIzin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik Perbaikan dalam internal instansi, mengadakan sosialisasi, adanya kompensasi untuk daerah yang menjadi kawasan atas sebagai daerah yang dimanfaatkan.


(18)

Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu konsep penataan ruang di Kabupaten Sleman mengacu pada model pusat-pusat pertumbuhan yang ditekankan pada jasa pelayanan bagi industri pengolahan hasil pertanian.

Sebagian besar wilayah Kabupaten Sleman merupakan wilayah hulu yang termasuk ke dalam kawasan lindung. Secara ekologis, kawasan lindung merupakan daerah sumber air dan resapan air yang membantu persediaan air tanah di lingkungan sekitarnya maupun wilayah yang berada di bagian hilir, yaitu kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pembangunan yang tidak terencana dan tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya akan berdampak negatif terhadap lingkungan itu sendiri, seperti banjir, erosi, dan kelangkaan sumber daya air tanah. Selain itu apabila resapan air tidak dijaga benar, maka dalam jangka waktu pendek kekurangan stok air tanah akan terjadi di Kabupaten Sleman, hal ini disebabkan oleh minimnya daerah resapan di Kabupaten Sleman. Lokasi-lokasi resapan air terdapat di daerah hulu, hal ini akan menimbulkan masalah daerah hulu Kabupaten Sleman mayoritas


(19)

sudah dibeton, sehingga air hujan yang semestinya dapat diresap oleh tanah, justru terbuang ke sungai.

Perkembangan pemanfaatan tanah yang pesat di Kabupaten Sleman akan memacu pertumbuhan kegiatan pembangunan kawasan Kabupaten Sleman yang merupakan kawasan lindung pada areal kerucut dan lereng Gunung Merapi. Disamping itu banyaknya pengembang yang membangun perumahan menyebabkan terjadinya konversi lahan secara besar dari lahan pertanian ke lahan non pertanian. Hal ini akan berdampak terhadap semakin sempitnya lahan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat ekonomi lemah dan kelestarian lingkungan akan terancam. Jika pembangunan melebihi daya dukung lingkungan di kawasan tersebut, maka dikhawatirkan akan terjadi persoalan lingkungan khususnya masalah banjir dan kelangkaan air tanah. Kondisi kerusakan lingkungan tidak hanya berdampak pada daerah Sleman saja, akan tetapi juga berdampak di wilayah lain seperti Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul yang secara ekologis merupakan suatu sistem. (http://slim.slemankab.go.id/index.php/home/news/16).

Setiap daerah memiliki Rencana Tata Ruang, salah satunya adalah Kecamatan Ngalik, Sleman. Daerah ini memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2010 sampai dengan tahun 2030 untuk mengatur penggunaan lahan agar dapat digunakan secara maksimal oleh masyarakat sekitar. RTRW Kecamatan Ngaglik, Sleman secara umum digunakan dalam kurun waktu 20 tahun, saat ini sedang berjalan 3 tahun. Meskipun Rencana Tata Ruang Wilayah baru berjalan 3 tahun, Kecamatan Ngaglik, Sleman memerlukan


(20)

adanya evaluasi penggunaan lahan yang mengalami ketidaksesuaian dengan Rencana Tata Ruang yang sudah ditetapkan.Dalam rangka melaksanakan pembangunan wilayah Kabupaten Sleman secara terpadu, lestari, optimal, seimbang dan serasi sesuai dengan karakteristik, fungsi, dan predikatnya, diperlukan dasar untuk pedoman perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang di wilayah Kabupaten Sleman. Sehubungan dengan hal tersebut, disusunlah konsep dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi yang ada guna mewujudkan visi dan misi Kabupaten Sleman.

Sebagai upaya untuk melakukan pengendalian pertanahan terkait dengan permasalahan konversi lahan secara besar dari lahan pertanian ke lahan non pertanian Pemerintah Kabupaten Sleman menerapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT). Peraturan Daerah tersebut diterbitkan menimbang semakin terbukanya peran pihak swasta dan masyarakat dalam pembangunan sehingga perlu adanya pengarahan dan pengendalian terhadap penggunaan tanah agar peruntukkannya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang berlaku. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman tersebut mengatur seluruh perizinan yang berhubungan dengan pemanfaatan tanah di dalamnya diatur jenis-jenis perizinan, yaitu Izin Lokasi, Izin Pemanfaatan Tanah, Izin Perubahan Penggunaan Tanah, Izin Konsolidasi Tanah, Izin Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum serta terdapat persyaratan pengajuan


(21)

izin dan sanksi administratif apabila melanggar persyaratan pengajuan izin yang telah berlaku.

Penerapan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah selanjutnya disertai dengan Keputusan Bupati Sleman Nomor 53/Kep.KDH/A/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 dan Keputusan Bupati Sleman Nomor 57/Kep.KDH/A/2006 tentang Pendelegasian Wewenang Penandatangan izin Penggunaan Tanah.

Pelaksanaan dari Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 menghadapi peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun membuat kebutuhan atas tanah terus meningkat, akan tetapi disisi lain ketersediaan tanah terbatas. Kondisi ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar individu maupun antar warga apabila tidak dikelola dan diatur dengan baik. Kebutuhan dasar manusia berupa kebutuhan akan papan atau rumah pemenuhannya dapat dipenuhi individu dengan membangun sendiri di atas tanah sendiri dan ada pula yang disediakan oleh pihak pengembang melalui perumahan yang ditawarkan. Pengembangan perumahan yang dilakukan oleh pengembang ini perlu diatur sedemikian rupa agar pengembangannya sesuai dengan fungsi arahan rencana tata ruang guna menjaga keseimbangan lingkungan fisik maupun sosial.

Dalam wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta pertumbuhan penduduk yang tinggi justru terjadi di luar Kota Yogyakarta, yaitu di sebagian Kabupaten Bantul dan Sleman. Salah satunya adalah di Kecamatan Ngaglik


(22)

yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk cukup tinggi. Keadaan ini menyebabkan lahan pertanian yang ada di Kecamatan Ngaglik semakin lama semakin menurun tiap tahunnya. Lahan pertanian yang berupa sawah di Kecamatan Ngaglik menurun dari 1.820,84 ha pada tahun 2008 menjadi 1.764 ha pada tahun 2009. Luas lahan sawah dengan sistem irigasi juga mengalami penurunan, yaitu 1.518 ha pada tahun 2008 menjadi 1.509 ha pada tahun 2009, sedangkan sawah tadah hujan seluas 255 ha, Kecamatan Ngaglik mempunyai jumlah penduduk 83.825 orang. (Sumber : Kecamatan Ngaglik Dalam Angka 2010, BPS Kabupaten Sleman).

Posisi wilayah Kecamatan Ngaglik yang strategis dan memiliki aksesibilitas yang baik menjadi pilihan utama bagi para pengembang perumahan. Meningkatnya permintaan perumahan di Kecamatan Ngaglik ikut dipengaruhi adanya peningkatan jumlah penduduk yang tinggi, diikuti dengan peningkatan kebutuhan akan rumah dan adanya kampus-kampus besar seperti Universitas Gajah Mada. Letak wilayahnya yang strategis dikarenakan Kecamatan Ngaglik dilalui oleh dua jalan kolektor yang memiliki tingkat intensitas lalu lintas yang tinggi, yaitu Jalan Palagan dan Jalan Kaliurang.

Perkembangan daerah terbangun di Kecamatan Ngaglik memang diarahkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman disepanjang jalan kolektor tersebut. Lokasinya cukup strategis, tidak jauh dari pusat perekonomian dan pendidikan perkotaan Yogyakarta. Kondisi ini juga didukung dengan geografis kawasan yang baik, kontur yang cocok untuk kawasan perumahan dan pemandangan yang menarik. Jaringan transportasi di


(23)

Kecamatan Ngaglik yang baik juga mendukung akses dan mobilitas masyarakat dari dan menuju kawasan ini.

Dalam peraturan telah diatur tentang izin yang merupakan kegiatan yang akan mengakibatkan perubahan peruntukkan tanah pada bangunan atau usaha yang akan dilakukan. Dalam peraturan daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 telah di dituangkan syarat ketentuan Perubahan Perizinan Penggunaan Tanah adalah izin peruntukkan penggunaan tanah yang wajib dimiliki orang atau pribadi yang akan mengubah peruntukkan tanah pertanian menjadi non pertanian guna pembangunan rumah tempat tinggal pribadi/ perseorangan, dengan seluas luas 5000 m2 (lima meter persegi). peruntukkan penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan Rencana, Tata Ruang yang bersifat strategis dan berdampak pada kepentingan umum salah satunya izin peruntukkan penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, bersifat strategis dan berdampak penting bagi kepentingan umum dapat diberikan setelah ada persetujuan dari memberikan izin peruntukkan tanah penggunaan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wajib berasaskan keterbukaan, persamaan, keadilan,dan dilindungi hukum dengan mengutamakan kepentingan masyarakat golongan ekonomi lemah.

Di sisi lain Kecamatan Ngaglik banyak terjadi pertumbuhan dan perkembangan di segala bidang, kompleksitas pembangunan yang terjadi di Kecamatan Ngaglik tersebut diantaranya pertumbuhan dan perkembangan sarana dan prasarana daerah, terutama semenjak dihembuskan otonomi daerah, kebutuhan akan sarana dan prasarana tersebut diantaranya adalah


(24)

perumahan,perkantoran dan lain lain.Banyaknya lokasi perumahan yang berada di kawasan resapan air dan lahan pertanian, perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah Kabupaten Sleman (Alhalik 2006: 194). Perlu dilakukan pengendalian yang lebih ketat untuk pertumbuhan perumahan di kawasan lindung tersebut mengingat dampak negatif pada jangka panjang akibat tingginya tingkat konversi lahan. Oleh karena itu dirasa perlu untuk adanya implementasi kebijakan publik untuk mengetahui bagaimana penerapan kebijakan tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diindefikasikan

berbagai permasalahan

1. Perkembangan pemanfaatan lahan yang pesat di Kabupaten Sleman memacu pertumbuhan kegiatan pembangunan kawasan Kabupaten Sleman yang merupakan kawasan lindung pada areal kerucut dan lereng Gunung Merapi.

2. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun menyebabkan kebutuhan atas tanah terus meningkat tetapi ketersediaan tanah terbatas di Kabupaten Sleman.

3. Banyaknya jumlah pengembang yang membangun perumahan menyebabkan terjadinya konversi lahan secara besar dari lahan pertanian ke lahan non pertanian.


(25)

4. Banyak lokasi perumahan di Kecamatan Ngaglik yang berada di kawasan resapan air, perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah Kabupaten Sleman.

5. Terjadinya konversi lahan secara besar oleh para pengembang dari lahan pertanian ke lahan non pertanian yang digunakan sebagai perumahan di Kecamatan Ngaglik.

6. Pembangunan melebihi daya dukung lingkungan di kawasan tersebut, maka dikhawatirkan akan terjadi persoalan lingkungan khususnya masalah banjir dan kelangkaan air tanah.

7. Banyaknya pihak pihak yang dalam pemanfaatan tanah tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 di Kecamatan Ngaglik.

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa permasalahan berdasarkan yang telah diidentifikasikan diatas, peneliti akan membatasi masalah dalam penelitian ini agar dalam pembahasan dan isi yang ada dalam penelitian ini tidak menyimpang dari judul. Pembatasan masalah yang difokuskan pada implementasi terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah di Wilayah Kecamatan Ngaglik

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan Pembatasan masalah yang telah dikemukan di atas, dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut :


(26)

1. Bagaimana implementasi pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah?

2. Apa saja hambatan dalam implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terkait izin pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik ?

3. Bagaimana solusi untuk mengatasi hambatan dalampenerapan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik?

E.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan implementasi pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah.

2. Untuk mengetahui hambatan implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik ?


(27)

3. Untuk mengetahui solusi dalam hambatan implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik.

F.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat teoritis maupun praktis.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi untuk memperkaya khasanah kepustakaan dan wawasan ilmu pengetahuan di bidan pendidikan terutama berkaitan dengan kebijakan publik. Penelitian ini diharapakan juga dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan pertimbangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya dan bermanfaatan bagi pembaca.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa

Sebagai sarana menerapkan teori yang diperoleh di bangku kuliah sebagai acuan analisis keadaan obyek penelitian serta memperdalam kajian tentang implementasi kebijakkan public dalam Ilmu Politik dan perizinan pertanahan dalam Hukum Agraria.


(28)

Sebagai memberikan rekomendasi pada pembuatan kebijakan yang akan datang karena melalui evaluasi implementasi kebijakan publik diperoleh umpan balik bagi manajemen dalam rangka perbaikan / penyempurnaan kebijakan publik.

G.Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dan mencegah kesimpangsiuran terhadap masalah yang hendak di teliti, maka peneliti akan memberikan gambaran tentang maksud dari judul penelitian. Untuk itu, perlu diberikan definisi istilah dalam hal hal berikut :

1. Implementasi

Implementasi mencakup tindakan-tindakan ( tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan. Ripley dan Franklin sebagaimana dikutip Budi Winarno ( 2007: 145) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis luaran yang nyata (tangible

output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang

mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah.

2. Kebijakan

Menurut James E Anderson sebagaimana disunting Budi Winarno (2008 : 20-21) memberikan definisi tentang kebijakan publik sebagai


(29)

kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Kebijakan dapat disimpulkan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

3. Pemanfaatan Tanah

Menurut penjelasan visi dari Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah disebutkan pemanfaatan tanah merupakan kegiatan mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya.


(30)

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 mengatur seluruh perizinan yang berhubungan dengan pemanfaatan tanah di dalamnya diatur jenis jenis perizinan yaitu Izin Lokasi, Izin Pemanfaatan Tanah, Izin Perubahan Penggunaan Tanah, Izin Konsolidasi Tanah, Izin Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Serta terdapat persyaratan pengajuan izin, dan terdapat sanksi adminitratif apabila melanggar persyaratan pengajuan izin yang telah berlaku.

Dari definisi di atas, dapat dirumuskan pengertian dari judul penelitian yaitu Implentaasi Kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah Terhadap Pemanfaatan Tanah Di Wilayah Kecamatan Ngaglik adalah suatu kegiatan mengukur, menilai, serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi pemanfaatan tanah berdasarkan kebijakan pemerintah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 yang di Kabupaten Sleman khususnya di Kecamatan Ngaglik.


(31)

14

A.Konsep Kebijakan Publik 1. Kebijakan Publik

Istilah kebijakan publik sebenarnya telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya banyak batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik. Salah satu definisi yang diberikan oleh Robert Eyestone dalam Budi Winarno (2007: 15) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

Thomas R Dye sebagaimana dikutip Islamy (2009:19) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “ is whatever government choose to do or not to do” (apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan “tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak) yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu.

Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu


(32)

krisis atau masalah publik. Parker sebagaimana disunting Abdul Wahab (2011: 46) memberikan batasan bahwa kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu atau serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada periode tertentu dalam hubungan dengan suatu subyek atau tanggapan atas suatu krisis. Begitupun dengan Chandler dan Planoyang dikutip Tangkilisan (2003 :1) menyatakan bahwa pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.

Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Hal senada juga diungkapkan Woll (Tangkilisan 2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

David Easton sebagaimana dikutip Agustino (2008:19) memberikan definisi kebijakan publik sebagai “ the autorative allocation of values for the whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam sistem politik (pemerintah) yang secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena pemerintah


(33)

termasuk ke dalam “authorities in a political system” yaitu para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada suatu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu.

Menurut James E Anderson sebagaimana disunting Budi Winarno (2008 : 20-21) memberikan definisi tentang kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian “tindakan” (nyata/bukan suatu kehendak) yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang


(34)

berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

2. Implementasi Kebijakan Publik

Sebaik apapun kebijakan publik yang telah dibuat hanya kan menjadi sia-sia jika tidak ada upaya untuk mengimplementasikannya karena tidak akan membawa dampak atau tujuan yang diinginkan. Maka dari itu implementasi kebijakan merupakan salah satu tahapan krusial dalam proses kebijakan publik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Edwards III yang disuntingHaedar Akib (2008 :2) bahwa tanpa adanya implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan.

Begitupun dengan Chief J.O. Udoji yang menyatakan bahwa dalam proses kebijakan publik, implementasi kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan.Implementasi kebijakan merupakan jembatan yang menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan (Nurhajadmo,2008:216).

Menurut Samodera Wibawa, tahap implementasi kebijakan dapat dicirikan dan dibedakan dengan tahap pembuatan kebijakan. Pembuatan


(35)

kebijakan di satu sisi merupakan proses yang memiliki logika bottom-up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan penyampaian aspirasi, permintaan atau dukungan dari masyarakat. Sedangkan implementasi kebijakan di sisi lain di dalamnya memiliki logika top-down, dalam arti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan konkrit atau mikro (Haedar Akib, 2008:2).

Ripley dan Franklin sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007:145) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis iuran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan.

Van Meter dan Van Horn sebagaimana dikutip Agustino (2008: 139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan.


(36)

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah proses mewujudkan kebijakan publik dari kebijakan yang bersifat abstrak (tertuang dalam suatu ketentuan atau peraturan perundangan) ke dalam bentuk yang lebih konkrit yaitu berupa tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sehingga memperoleh hasil atau dampak yang diharapkan.

Implementasi kebijakan publik pada dasarnya bukanlah proses yang sederhana, akan tetapi merupakan proses yang cukup rumit dan sulit. Eugene Bardach seorang ahli studi kebijakan sebagaimana dikutip Agustino (2008: 138) menggambarkan kesulitan dalam proses implementasi kebijakan dengan pendapatnya sebagai berikut :

“…adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya, dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien”.

Suharno (2010 : 187) juga mengungkapkan bahwa dalam implementasi kebijakan publik meski telah melalui tahap rekomendasi yang merupakan prosedur yang relatif kompleks, tidak selalu menjamin kebijakan tersebut dapat berhasil dalam penerapannya. Keberhasilan kebijakan publik sangat terkait dengan beberapa aspek, diantaranya; pertimbangan pembuat kebijakan, komitmen dan konsistensi para pelaksana kebijakan, dan perilaku sasaran. Keadaan ini setidaknya memberikan gambaran bahwa terdapat faktor ataupun variabel-variabel


(37)

tertentu yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik.

Banyak ahli mencoba merumuskan berbagai macam variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik. Edward III sebagaimana disunting (Suharno, 2010 : 188-190) mengajukan empat variabel atau faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu :

a. Komunikasi

Untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan, pelaksana harus mengetahui betul apa yang harus dilakulakannya berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu kelompok sasaran juga harus diinformasikan mengenai apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan. Ini penting untuk menghindari adanya resistensi dari kelompok sasaran.

b. Faktor sumberdaya

Tanpa sumberdaya yang memadai, tentu implementasi kebijakan tidak akan berjalan secara optimal. Sumber daya dapat berupa sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial.

c. Faktor Disposisi

Disposisi yang dimaksud di sini adalah menyangkut watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti ; kejujuran, komitmen, dsb. Disposisi yang dimiliki oleh implementor menjadi salah


(38)

satu variabel penting dalam implementasi kebijakan. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik sebagaimana diharapkan oleh pembuat kebijakan.

d. Struktur Birokrasi,

Birokrasi merupakan struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan. Dia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan diperlukan sebuah Standard

Operational Procedure (SOP) sebagai pedoman bagi setiap

implementor kebijakan.

Adapun hubungan diantara variabel-variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber: Agustino (2008:150)

Gambar 1. Pendekatan Implementasi kebijakan George C Edward III Komunikasi

Sumber Daya

Implementasi

Disposisi


(39)

Dari gambar nomor 1 setidaknya dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan keterkaitan diantara variabel-variabel sehingga pada akhirnya memiliki pengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan. Sebagai contoh, komunikasi yang baik merupakan faktor penting dalam kegiatan penyediaan sumber daya, pemilihan birokrasi, serta menetapkan disposisi seperti apa yang diharapkan dalam rangka mengimplementasikan suatu kebijakan.

Tidak jauh berbeda dengan apa yang diajukan oleh Edward III, Donald Van Meter dan Carl Van Horn yang dikutip Suharno (2010: 195-196) mengajukan enam variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu:

a. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur, karena ketidakjelasan standar dan sasaran kebijakan berpotensi untuk menimbulkan interpretasi yang akhirnya berimplikasi pada sulitnya implementasi kebijakan.

b. Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun sumber daya non- manusia diperlukan guna mendukung implementasi kebijakan.

c. Hubungan antarorganisasi diperlukan guna mengembangkan jalinan hubungan kerjasama yang sinergis diperlukan antar instansi terkait untuk mendukung implementasi kebijakan.

d. Karakteristik agen pelaksana yang meliputi struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi kebijakan.


(40)

e. Kondisi sosial, politik dan ekonomi yang mencakup sumber daya lingkungan, yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan (mendukung atau menolak); bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. f. Disposisi implementor yang mencakup tiga hal penting, yaitu : 1) respon implementor terhadap kebijakan yang berimplikasi pada kemauan untuk melaksanakan kebijakan; 2) kognisi, yaitu pemahaman terhadap kebijakan; 3) intensitas disposisi implementor, yaitu preferensi nilai yang dimiliki implementor.

Adapun hubungan diantara variabel-variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber : Agustino ( 2008:144)

Gambar 2. Pendekatan Implementasi kebijakan Van Metter dan Van Horn Aktivitas Implementasi & Komunikasi antarorganisasi Kebijakan Publik Standar dan Tujuan Kinerja Kebijakan Publik Disposisi Pelaksana Karakteristik agen pelaksana Standar dan Tujuan Kondisi Ekonomi, sosial & Politik


(41)

Merilee S. Grindle sebagaimana dikutip oleh Suharno (2010: 190-191) menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel besar, yaitu variabel isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi kebijakan (context of implementation). Variabel isi kebijakan meliputi beberapa hal, diantaranya: 1) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan; 2) Jenis manfaat yang akan diterima oleh target groups,

tentunya sebuah kebijakan akan lebih bermanfaat jika sesuai dengan kebutuhan target groups; 3) Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; 4) Apakah institusi/ implementor sebuah program sudah tepat; 5) apakah sebuah kebijakan telah menyebut implementornya dengan rinci; 6) Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya (finansial maupun kompetensi implementor) yang memadai.

Sedangkan variabel lingkungan implementasi kebijakan meliputi tiga aspek yaitu: 1) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; 2) karakteristik institusi rejim yang yang berkuasa; 3) Tingkat kepatuhan dan resposivitas kelompok sasaran.


(42)

Sumber : Abdul Wahab (2008: 180)

Gambar 3. Pendekatan Implementasi kebijakan Miriam S Grindle Menurut Mazmanian dan Sabastier (Suharno, 2010 : 191-194) ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yakni karakteristik masalah, karakteristik kebijakan, dan variabel lingkungan.

Karakteristik masalah meliputi beberapa faktor berikut: 1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan; 2) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran; 3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi; 4) cakupan perilaku yang diharapkan.

Karakteristik kebijakan mencakup beberapa hal, yaitu : 1) kejelasan isi kebijakan; 2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan Hasil akhir a. Dampak terhadap

masyarakat, perseorangan maupun kelompok b. Tingkat perubahan dan penerimaannya Tujuan-Tujuan

Kebij akan

Kegiatan implementasi dipengaruhi :

a. Content of Policy

 Pihak yang kepentingannya dipengaruhi

 Jenis manfaat yang bisa diperoleh  Jangkauan perubahan yang

diharapkan

 Letak pengambilan keputusan  Pelaksana-Pelaksana program  Sumber-sumber yang dapat

disediakan

b. Context I mplementation

 Kekuasaan, kepentingan dan strategi dari para aktor yang terlibat

 Karakteristik rejim

 Konsistensi dan daya tanggap Tujuan

tercapai?

Program-program aksi dan

proyek-proyek tertentu dirancang dan

dibiayai

Program dij alankan sesuai

rancangan?


(43)

teoritis; 3) besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijkan tersebut; 4) seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar institusi pelaksana; 5) kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana; 6) tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan; dan 7) seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

Sedangkan variabel lingkungan meliputi beberapa faktor, yaitu: 1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi; 2) dukungan publik terhadap sebuah kebijakan; 3) Sikap dari kelompok pemilih (constituenty group); dan 4) tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

Sumber : Agustino (2008 : 149)

Gambar 4. Pendekatan Implementasi kebijakan Publik Mazmanian & Sabatier

Mudah tidaknya masalah dikendalikan 1. Dukungan teori dan teknologi 2. Keragaman Perilaku dan kelompok sasaran 3. Tingkat Perubahan perilaku yang dikehendaki

Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi 1.Kondisi sosio-Ekonomi dan Teknologi 2.Dukungan Publik

3.Sikap dan sumberdaya dari konstituen 4.Dukungan pejabat yang lebih tinggi 5.komitmen dan keterampilan implementaor Kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses

implementasi 1.Kejelasan dan konsistensi tujuan 2.Dipergunakannya teori kausal 3.Ketepatan alokasi sumberdana

4.Keterpaduan hirarki anatar lembaga pelaksana 5.Aturan pelaksana dari lembaga pelaksana 6.perekrutan pejabat pelaksana

7.Keterbukaan pada pihak luar

Tahapan dalam proses implementasi kebijakan

Revisi Undang-Undang Diterimanya hasil tersebut Hasil nyata output kebijakan Kepatuhan target untuk mematuhi output kebijakan outputkebij akan dari lembaga pelaksana


(44)

3. Evaluasi Implementasi Kebijakan Publik

Evaluasi kebijakan merupakan proses terakhir dalam tahapan kebijakan publik. Menurut Budi Winarno ( 2009 : 226) secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup subtansi, implementasi dan dampak. Maka dalam hal ini evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

Anderson (Paskarina, 2007 : 7) mengungkapkan bahwa evaluasi kebijakan menekankan pada estimasi atau pengukuran dari suatu kebijakan, termasuk juga materi, implementasi, pencapaian tujuan, dan dampak dari kebijakan tersebut, bahkan evaluasi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan, sehingga hasil pengkajian tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan apakah kebijakan tersebut akan dilanjutkan, diubah, diperkuat atau diakhiri.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi implementasi kebijakan publik merupakan suatu upaya untuk mengukur, menilai, serta mengindentifikasi faktor-faktor yang


(45)

mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dalam lingkup yang lebih umum atau keseluruhan dari tahapan kebijakan publik.

Terdapat tiga pendekatan besar dalam evaluasi kebijakan (Suharno, 2010 : 243-246). Pendekatan-pendekatan tersebut diantaranya evaluasi semu, evaluasi formal, dan evaluasi keputusan teoritis. Selanjutnya masing-masing pendekatan dijelaskan sebagai berikut :

Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan, tanpa mempersoalkan lebih jauh tentang nilai dan manfaat dari hasil kebijakan tersebut bagi individu, kelompok sasaran dan masyarakat dalam skala luas. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa nilai atau manfaat suatu hasil kebijakan akan terbukti dengan sendirinya serta akan diukur dan dirasakan secara langsung baik oleh individu, kelompok maupun masyarakat.

Evaluasi formal (formal evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan dengan tetap melakukan evaluasi atas hasil tersebut berdasarkan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan dan diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan tenaga administratif kebijakan. Pendekatan ini berasumsi bahwa tujuan dan target yang telah diumumkan secara formal merupakan ukuran yang paling tepat untuk mengevaluasi manfaat atau nilai suatu kebijakan. Pendekatan ini terbagi ke dalam empat varian diantaranya meliputi; 1) Evaluasi


(46)

perkembangan, 2) Evaluasi Proses retrospektif, 3) Evaluasi Hasil Retrospektif, dan 4) Evaluasi eksperimental.

Sedangkan evaluasi keputusan teoritis (decision-theorretic evaluation) adalah evaluasi yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan akuntabel tentang hasil kebijakan, yang dinilai secara eksplisit oleh para pelaku kebijakan. Evaluasi ini bertujuan untuk menghubungkan antara hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari pelakunya kebijakan tersebut. Pendekatan ini terbagi ke dalam 2 varian, yaitu penilaian evaluabilitas (evaluability assessment) dan analisis utilitas multi atribut.

Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan evaluasi formal dengan mengambil varian pendekatan evaluasi proses retrospektif yaitu berupa pemantuan atau evaluasi setelah suatu kebijakan dilaksanakan pada jangka waktu tertentu. Evaluasi ini mendasarkan pada informasi yang telah ada tentang kebijakan yang berjalan, yang berhubungan langsung dengan hasil output dan dampak kebijakan.

B. Konsep Tentang Tata Ruang 1. Penataan Ruang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa penataan ruang adalahsuatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang danpengendalian pemanfaatan ruang, dimana kegiatannya meliputi kegiatanpengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.Disebutkan dalam


(47)

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun2007 dan Penjelasannya bahwa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas :

a. Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselengarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan, antara lain adalah Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

b. Keserasian, keselarasan dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.

c. Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

d. Keberdayaan dan keberhasilgunaan dalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.


(48)

e. Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang. f. Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

g. Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. h. Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan berlandaskan hukum / ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum

i. Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan :

a. mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;


(49)

b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Mengenai rencana tata ruang yang penyusunannya dilakukan pemerintah pada hakikatnya dapat pula digambarkan sebagai penjabaran dari instrumen kebijakan Tata Guna Tanah, yang harus merupakan pelaksanaan rencana tata ruang. Rencana Tata Guna Tanah harus diserasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, sehingga penggunaan tanah sesuai dengan tujuan penataan ruang. Rencana Umum Tata Ruang secara hirarki terdiri atas : Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat :

a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem c. perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan

dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten

d. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten

e. penetapan kawasan strategis kabupaten

f. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan


(50)

g. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ketentuan tambahan, yaitu :

a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana

jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan mempunyai jangka waktu selama 20 tahun yang ditinjau kembali dalam 5 tahun.

Dalam kaitan dengan wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan, maka karakteristik (potensi dan masalah) dan arahan kebijakan pembangunan kawasan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DIY dapat dijelaskan sebagai berikut :

1). Karakteristik (potensi dan masalah) yang dominan pada Kawasan Tumbuh Cepat, meliputi:

a. Aglomerasi obyek dan berpotensi sebagai fasilitas wisata utama di DIY. b. Aglomerasi penduduk dan kegiatan dari Kota Yogyakarta.


(51)

c. Pertumbuhan dan pergerakan penduduk yang tinggi, sejalan dengan perkembangan sektor sekunder dan tersier yang memerlukan ruang.

d. Kesuburan tanah tinggi dengan ketersediaan air dan sarana pertanian yang mencukupi, yang dipadukan dengan kapasitas sumber daya manusia yang tinggi, merupakan kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi.

e. Bagian atas dari wilayah Kabupaten Sleman merupakan wilayah cepat berkembang, yang merupakan gerbang barat Kota Yogyakarta.

f. Konflik pemanfaatan ruang yang cenderung mengakibatkan kerusakankualitas lingkungan hidup yang disebabkan oleh terjadinya negasi antar bentuk penggunaan, diskordinasi keruangan serta dampak pencemaran.

g. Tingkat pertumbuhan bangunan dan infrastruktur fisik yang tinggi di Kawasan perencanaan disertai dengan konversi lahan pertanian produksi tinggi ke lahan non pertanian.

Arahan kebijaksanaan pokok bagi pengembangan kawasan strategis pada dasarnya mengacu pada kepentingan sektor/sub sektor atau permasalahan yang mendesak penanganannya. Dalam konteks karakteristik (potensi dan masalah) Kawasan Tumbuh Cepat, maka arahan kebijaksanaan pengembangan pada kawasan tersebut meliputi:

1) Pelestarian fungsi lindung pada kawasan resapan air, untuk menjaga tatanan hidrologi di kawasan ini.


(52)

peternakan, industri parawisata dan pemukiman yang punya resiko minimum terhadap penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya air,

3) Pengembalian fungsi lindung pada kawasan resapan yang telah mengalami penurunan fungsi, baik sebagai proses budidaya manusia maupun alam.

4) Pengarahan sebaran penduduk dan kegiatannya serta penyesuaian rasio pengusahaan tanah pertanian per kepala keluarga.

5) Pelestarian obyek/benda cagar budaya dan pemanfaatannya secara bijaksana.

6) Pelestarian fungsi lindung pada wilayah sempadan sungai sebagai penampung luapan aliran bahaya Merapi.

7) Pelestrian fungsi lindung pada wilayah sekitar sempadan mata air.

Kebijaksanaan pembangunan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman mencakup; a) Kebijaksanaan pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian; b) Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di wilayah kabupaten Sleman, sebagai berikut:


(53)

a) Hirarki I : Kota Sleman (ibukota kabupaten)

b) Hirarki II : Kota Tempel, Pakem, Ngaglik, Depok, Kalasan, Gamping, Godean

c) Hirarki III : Kota Mlati, Prambanan, Berbah, Minggir, Moyudan, Seyegan, Turi, Cangkringan, Ngemplak.

Kebijaksanaan pengembangan kota-kota di Kabupaten Sleman menurut jangkauan pusat-pusat pelayanan, dibedakan atas jangkauan tingkat regional (kabupaten), sub regional (beberapa kecamatan) dan lokal (kecamatan).

Kebijaksanaan pengembangan kota-kota di Kabupaten Sleman juga menurut fungsi pusat-pusat pelayanan yang mencakup fungsi pemerintahan, pusat perdagangan dan pelayanan sosial, pusat pariwisata, pusat industri, pusat pendidikan dan pusat perhubungan. Dalam sistem prasarana wilayah, prasarana transportasi yang dikembangkan meliputi sistem transportasi jalan raya, kereta api dan transportasi udara.

Pertimbangan utama dalam penataan ruang meliputi pertimbangan normatif, pertimbangan fungsional dan pertimbangan fisik. Perwujudan pertimbangan tersebut bersifat spasial (keruangan) dan a-spasial (bukan keruangan). Pertimbangan spasial pemanfaatan ruang menggunakan analisis map ovelaping peta kesesuaian lahan dan pola penggunaan lahan eksisting.


(54)

Pertimbangan a-spasial rencana tata ruang Kecamatan Ngaglik ditinjau berdasarkan peluang pengembangan sektor ekonomi berdasarkan nilai PDRB Kecamatan Ngaglik. Skenario pengembangan tata ruang terkait dengan sektor potensial yang diperoleh dari hasil analisis SWOT. Arahan kebijakan ini didasarkan pada pengembangan sektor basis perekonomian yang ada di Kecamatan Ngaglik. Berdasarkan hasil analisis LQ pada laporan sebelumnya dapat diidentifikasi adanya 4 (empat) sektor basis yaitu sektor pertanian, peternakan dan perikanan, perdagangan dan jasa serta perindustrian.

C. Konsep Tentang Perizinan 1. Pengertian perizinan

Dalam ruang lingkup perizinan, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan atau izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.


(55)

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh E. Utrecht, beliau mengatakan bahwa bila pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan masing-masing hal konkret, keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin. Izin yang dimaksud suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan ketentuan larangan peratura perundang-undangan .

Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilanggar, (Ridwan HR, 2007: 207).

N.M.Spelt dan J.B.J.M ten Berge membagi pengertian perizinan dalam arti luas dan dalam arti sempit, yaitu sebagai berikut :

“Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untukmengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan.

Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah paparan luas dari pengertian izin.

Izin dalam arti sempit adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalang-halangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah


(56)

mengatur tindakan-tindankan yang oleh undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya. Hal yang pokok pada izin dalam pengertian sempit ini adalah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang dipersangkutkan dengan perkenan dapat diteliti, dibenarkan dalam batas-batas tertentu dai tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah hanya pada memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan)”, (Adrian Sutedi, 2011: 170-171).

Berdasarkan paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa izin adalah instrumen yuridis berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, prosedur, dan persyaratan tertentu yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan konkret. Izin yang ditangani oleh Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten Sleman merupakan pengertian izin dalam arti sempit.

2. Fungsi dan Tujuan Pemberian izin

Izin dapat difungsikan sebagai instrumen pengendali dan instrumen untuk mewujudkan masyarakat yang adil dam makmur, sebagaimana yang diamanatkan dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945, penataan dan pengaturan izin ini sudah semestinya dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Menurut Andrian Sutedi (2011:193 ) fungsi pemberian izin dapat dibagi menjadi dua (2) yaitu:

“Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi sebagai penertib dan sebagai pengatur. Sebagai penertib dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat terwujud.Sebagai fungsi mengatur dimaksud


(57)

agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukkannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah”

3.Jenis perizinan

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Sleman 19 tahun 2001 pasal 4 Izin peruntukan penggunaan tanah terdiri atas:

a. Izin Lokasi

Izin lokasi adalah izin peruntukan penggunaan tanah yang wajib dimiliki perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal, yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modal, dengan batasan keluasan sebagai berikut:

1). untuk usaha pertanian > 25 Ha, 2). untuk usaha non pertanian > 1 Ha. b. Izin Pemanfaatan Tanah

Izin pemanfaatan tanah adalah izin peruntukan penggunaan tanah yang wajib dimiliki orang pribadi dan atau badan yang akan melaksanakan kegiatan dan atau kegiatan yang mengakibatkan perubahan peruntukan tanah pada bangunan/usaha yang dilakukan, dengan batasan keluasan sebagai berikut:

1) untuk usaha pertanian <= 25 Ha, 2) untuk usaha non pertanian <= 1 Ha

3) untuk kegiatan bidang sosial dan keagamaan tanpa batasan keluasan


(58)

c. Izin Perubahan Penggunaan Tanah

Izin perubahan penggunaan tanah adalah izin peruntukan penggunaan tanah yang wajib dimiliki orang pribadi yang akan mengubah peruntukan tanah pertanian menjadi non pertanian guna pembangnan rumah tempat tinggal pribadi/perseorangan, dengan ukuran seluas-luasnya 5.000 m2 (lima ribu meter persegi). Diberikan secara bertahap per-600 m2, untuk keluasan lebih dari 600 m2 dengan rekomendasi luas bangunan dan lahan terkena sempadan (SKTLB) dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (DPUP).

d. Izin Konsolidasi Tanah

Izin konsolidasi tanah adalah izin peruntukan penggunaan tanah yang wajib dimiliki kumpulan orang pribadi dan atau badan yang akan melaksanakan penataan kembali penguasaan tanah, penggunaan tanah, dan usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat/pemilik tanah pada lokasi tersebut untuk kepentingan umum sesuai tata ruang

e. Izin Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Izin penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum adalah izin peruntukan penggunaan tanah yang diperlukan oleh instansi pemerintah yang akan melaksanakan pengadaan tanah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum


(59)

D. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah Terhadap Pemanfaatan Tanah Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah.

1. Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah

Berdasarkan Ketentuan Umum Pasal 1 huruf f Izin Peruntukan Penggunaan Tanah adalah pemberian izin atas penggunaan tanah kepada orang pribadi atau badan dalam rangka kegiatan pembangunan fisik dan atau untuk keperluan lain yang berdampak pada struktur ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang. Huruf g. Kawasan Khusus adalah wilayah tertentu yang mempunyai fungsi tertentu dan ditetapkan oleh Bupati dengan persetujuan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Huruf p Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi.

2. Ketentuan Perizinan

Berdasarkan Pasal 2 Setiap orang pribadi dan atau badan yang menggunakan tanah untuk kegiatan pembangunan fisik dan atau untuk keperluan lain yang berdampak pada struktur ekonomi, sosial budaya dan lingkungan wajib memperoleh izin peruntukan penggunaan tanah dari Bupati. Pasal 3 Tanah yang dapat ditunjuk dalam izin peruntukan penggunaan tanah adalah tanah yang menurut rencana tata ruang yang


(60)

berlaku diperuntukan bagi kegiatan pembangunan fisik dan atau untuk keperluan lain yang berdampak pada struktur ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Pasal 4 Izin peruntukan penggunaan tanah terdiri atas: a. Izin Lokasi, b. Izin pemanfaatan tanah, c. Izin perubahan penggunaan tanah, d. Izin konsolidasi tanah, dan e. Izin penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum

3. Jenis jenis izin peruntukkan penggunaan tanah

Berdasarkan Paragraf 1 Pasal 5 Izin Lokasi adalah izin peruntukan penggunaan tanah yang wajib dimiliki perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal, yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modal, dengan batasan keluasan sebagai berikut:

a. untuk usaha pertanian > 25 Ha, b. untuk usaha non pertanian > 1

Pada paragraf 2 pasal 11 ayat (1) Izin Pemanfaatan Tanah adalah untuk izin peruntukkan penggunaan tanah yang wajib dimiliki orang pribadi dan atau badan yang akan melaksanakan kegiatan dan atau badan yang akan melaksanakan kegiatan dan atau kegiatan yang akan mengakibatkan perubahan peruntukkan tanah pada bangunan atau usaha yang akan dilakukan, dengan batasan keluasan sebagai berikut :

a. untuk usaha pertanian = 25 ha b. bukan non pertanian = 1 ha


(61)

c. untuk kegiatan bidang sosial dan keagamaan tanpa ada batasan keluasan

Pada paragraf 3 Pasal 16 Perubahan Perizinan Penggunaan Tanah adalah izin peruntukkan penggunaan tanah yang wajib dimiliki orang atau pribadi yang akan mengubah peruntukkan tanah pertanian menjadi non pertanian guna pembangunan rumah tempat tinggal pribadi/ perseorangan, dengan seluas luas 5000 m2 (lima meter persegi). Pada paragraph 4 Pasal 19 Izin Konsilidasi tanah adalah izin perunukkan penggunaan tanah yang dimiliki kumpulan orang atau pribadi dan atau badan yang akan melaksanakan penataan kembali penguasaan tanah, penggunaan tanah dan usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan guna meningkatkan kualitas lingkungan dan memelihara sumber daya alam, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat/ pemilik tanah pada lokasi tersebut untuk kepentingan umum adalah untuk izin peruntukkan penggunaan tanah yang diperlukan oleh instansi pemerintah yang akan melaksanakan pengadaan tanah guna pelakasanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

4. Pelakasanaan izin peruntukkan penggunaan tanah

Berdasarkan paragraph 6 pada pasal 24 ayat (1) Selambat-lambatnya 1 tahun setelah masa izin lokasi, dan atau izin pemanfaatan tanah dan atau izin perubahan penggunaan tanahlah yang memegang izin wajib melaksanakan kegiatan pembangunan yang dimohonkan dalam izin lokasi dan atau izin pemanfaatan tanah dan atau izin perubahan


(62)

penggunaan tanah. Pada Pasal 24 ayat (2) pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) dikenakan setiap bulan selama ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum terpenuhi.

5. Izin peruntukkan penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang bersifat strategis dan berdampak pada kepentingan umum.

Bagian ketiga berdasarkan pada pasal 25 ayat (1) izin peruntukkan penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, bersifat strategis dan berdampak penting bagi kepentingan umum dapat diberikan setelah ada persetujuan dari DPRD. Pasal 25 ayat (2) izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diberikan untuk peruntukkan penggunaan tanah seluas luasnya 3 Ha (Hektar) .pasal 26 dalam memberikanizin peruntukkan tanah penggunaan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wajib berasaskan keterbukaan, persamaan, keadilan,dan dilindungi hukum dengan mengutamakan kepentingan masyarakat golongan ekonomi lemah. Pasal 27 berdasarkan asas pemberian perizinan sebagaimana dimaksudkan pada pasal 26 Pemerintah Daerah wajib memperhatikan prinsip prinsip:

a. Harus member manfaat yang sebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat

b. Mendorong pertumuhan kegiatan ekonomi dan,

c. Tidak merugikan kepentingan masyarakat, khususnya golongan ekonomi lemah dan pemerintah Daerah.


(63)

6. Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah dalam Kawasan Khusus.

Berdasarkan Pasal 28 Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah dalam kawasan khusus dapat diberikan berdasarkan pertimbangan

a. Aspek rencana tata ruang

b. Aspek penguasaan tanah yang meliputi perolehan hak, pemidahan hak dan penggunaan tanah,

c. Aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan d. Keterkaitan dang fungsi kawasan

7. Tata Cara pemberian Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Izin peruntukkan penggunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dimohonkan secara tertulis kepada Bupati. Pasal 29 ayat (2) Permohonan izin sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilampirkan persyaratan teknis dan adminitratif sesuai dengan izin peruntukkan penggunaan tanah. Ayat (3) ketentuan lebih lanjut tentang cara pemberian izin peruntukkan penggunaan tanah diatur oleh Bupati.

8. Ketentuan Pidana

Berdasarkan pada Pasal 57 ayat (1) wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan selama lamanya 6 bulan atau denda sebanyak 4 kali retribusi terutang. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. Pasal 58 ayat (1) setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Ayat (2) tindakan pidana sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) adalah pelanggaran.


(64)

(65)

47 A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Sleman khususnya di Kecamatan Ngaglik dan Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Sleman. Adapun dasar pertimbangan tempat ini sebagai tempat penelitian karena Kecamatan Ngaglik merupakan Kecamatan yang banyak terjadi pertumbuhan dan perkembangan di segala bidang, kompleksitas pembangunan yang terjadi di kecamatan Ngaglik tersebut diantaranya pertumbuhan dan perkembangan sarana dan prasarana daerah, kebutuhan akan sarana dan prasarana tersebut diantaranya adalah perumahan, perkantoran dan lain lain. Adapun instansi Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah di karenakan instansi ini sebagai pengawal pelaksana kebijakan peraturan daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah.

2. Waktu Penelitian

Adapun penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai April 2014

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Hadari Nawawi (2002:63) penelitian deskriptif adalah penelitian yang prosedur pemecahan masalah yang diselidiki


(1)

15

seperti masuk dalam kawasan resapan air atau tidak?, apakah itu masuk area blok persawahan subur atau tidak?, bagaimana irigasi tanah persawahan yang akan dikeringkan?.

Karena tidak semua permohonan yang diajukan itu semua diterima dapat masuk, ketika peninjauan di lapangan akan ada pertimbangan. Pertimbangan dalam segi perubahan dari pemanfaatan tanah yang persawahan ke non persawahan yang beralih ke pekarangan (pengeringan sawah). Seperti ada pemohon yang mengajukan pengeringan sawah di daerah Kawasan Ngaglik yang tepatnya di Desa Karangmloko, tetapi setelah ada pengecekan permohonan pengeringan sawahpun ditolak. Di karenakan sawah yang akan dikeringkan itu masih pada lahan hijau, walaupun sekitarnya sudah sebagian menjadi daerah kuning (berbatasan dengan daerah Sariharjo). Berdasarkan RTRW nya masih masuk kawasan budidaya tanah masuk dalam kawasan lindung karena masuk dalam resapan air, fungsi tanahnya sendiri di daerah Karangmloko pun masih sebagai persawahan yang subur masuk dalam irigasi setengah teknis, pengairan pun masih bagus, sehingga persawahan ini tidak bisa di keringkan.

Banyak sekali pemohon IPPT yang mengajukan pengeringan tanah di Kecamatan Ngaglik setiap tahunnya. Untuk di Kabupaten sendiri dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 paling tidak Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten Sleman mengeluarkan izin banyak izin untuk pengeringan tanah.

Pemohon sering terhambat dalam hal masalah persyaratan administrasi yang terkait akan terpenuhi syarat ketentuan agar izin dapat di terima dan dikabulkan. Pemohon juga sering tidak mengetahui bagaimana proses alur mereka agar dapat memperoleh prosedur yang benar agar cepat memperoleh izin.

C. Solusi Pemanfaatan Tanah di Kecamatan Ngaglik


(2)

16

maka ditemukan solusi pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah Terhadap Pemanfaatan Tanah di Kecamatan Ngaglik, Maka harus di tempuh bebarapa cara:

1. Perbaikan dalam internal instansi yang terkait dalam pelaksanaan regulasi dalam hal pengawasan pelaksanaan peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001.

2. Fungsi kedalam, fungsi ke organisasi Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten Sleman lebih kepada penanganan berkas berkas perizinan agar bisa digunakan agar cepat, mudah dan tersimpan dengan baik.

3. Mengadakan sosialisasi dengan masyarakat untuk kesadaran penggunaan pemanfaatan tanah yang sesuai dengan peruntukkannya.

4. Adanya kerjasama antara masyarakat dengan instansi yang terkait dalam bidang pemanfaatan tanah untuk menindaklanjuti pelanggaran yang terjadi pada pemanfaatan tanah.

5. Adanya kompensasi untuk daerah yang menjadi penyangga kawasan atas untuk daerah yang memanfaatkan, seperti antara Kabupaten Sleman yang berfungsi sebagi kawasan resapan air untuk daerah di bawahnya seperti Kabupaten Bantul, yang tegantung untuk cadangan air resapannya, maka paling tidak memberi kontribusi kepada Kabupaten Sleman

V. Penutup A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai implementasi pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah, dapat ditarik kesimpulan bahwa:


(3)

17

1. . Perizinan yang berhubungan dengan pemanfaatan tanah IPPT diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah. Dalam implementasi pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik, dipengaruhi adanya faktor-faktor:

a. Mekanis meperizinan yang kurang berjalan dengan baik, kebanyakan pemohon izin kesulitan memenuhi kriteria persyaratan untuk perizinan agar keluarnya izin secara resmi.

b. Permasalahan yang sering terjadi pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan izin awalnya

c. Jika ada bangunan yang tidak sesuai dengan izin peruntukkannya atau fungsinya, Kecamatan Ngaglik hanya melaporkan dan menghimbau ke Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah untuk menindaklanjuti memberikan sanksi kepada pelanggar.

d. Standar harga tanah tidak berlaku dan patokan harga tanah tidak berlaku untuk tanah pribadi yang dimiliki perseorang.

e. Permasalahan ekonomi, masyarakat yang kurang terjamin karena banyak mata pencarian masyarakat di Kecamatan Ngaglik yang masih mengandalkan dari pertanian,

f. Pengawasan bidang pertanahan yang masih belum optimal g. Kurang tegas dalam pemberian sanksi,

2. Hambatan yang sering dihadapi dalam pemberian izin adalah hambatan terdapat dalam internal badan, dikarenakan terbatasnya sumber daya manusianya tidak sesuai dengan banyaknya permohonan izin yang masuk, sehingga banyak permohonan izin yang terkesannya lama prosesnya akibat dari kurangnya sumber daya manusia. Sistem perangkat yang mendukung yang belum memadai dengan tututan untuk kemudahan dalam informasi yang tanah dan pemanfaatan slim perizinan. Pemohon sering terhambat dalam hal masalah persyaratan administrasi yang terkait akan terpenuhi syarat ketentuan agar izin dapat di terima dan dikabulkan. Pemohon juga sering tidak mengetahui bagaimana proses alur mereka agar dapat memperoleh prosedur yang benar agar cepat memperoleh izin.


(4)

18

3. Solusi untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik antara lain:

a. Perbaikan dalam internal instansi yang terkait dalam pelaksanaan regulasi dalam hal pengawasan pelaksanaan peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001

b. Fungsi ke dalam, fungsi keorganisasi lebih kepada penanganan berkas berkas perizinan agar bisa digunakan agar cepat, mudah dan tersimpan dengan baik

c. Mengadakan sosialisasi dengan masyarakat untuk kesadaran penggunaan pemanfaatan tanah yang sesuai dengan peruntukkannya d. Adanya kerjasama antara masyarakat dengan instansi yang terkait

dalam bidang pemanfaatan tanah untuk menindak lanjuti pelanggaran yang terjadi pada pemanfaatan lahan

e. Adanya kompensasi untuk daerah yang menjadi penyangga kawasan atas untuk daerah yang memanfaatkan, seperti antara Kabupaten Sleman yang berfungsi sebagai kawasan resapan air untukdaerah di bawahnya seperti Kabupaten Bantul, yang tergantung untuk cadangan air resapannya, maka paling tidak memberi kontribusi kepada Kabupaten Sleman

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka peneliti mengemukakan saran, untuk mengoptimal akan penerapan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah terhadap pemanfaatan tanah di Kecamatan Ngaglik, maka perlu penataan ulang wilayah secara komprehensif, dengan melihat aspek budaya, sosial dan ekonomi masyarakat. Masih perlunya peningkatan SDM di lembaga terkait supaya dapat melayani masyarakat secara optimal, serta masih perlunya meningkatan sarana yang mendukung proses pelayanan, dan perlunya ketegasan dari


(5)

19

pemerintah bagi pelanggar peraturan. Perlunya peningkatan kerjasama antar pihak yang terkait baik masyarakat, aparat penegak hukum, instansi pertanahan, dan pemerintah kabupaten untuk konsisten dalam melaksanakan dan mengawasi Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001.

DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi. (2011). Hukum Perizinan (Dalam Sektor Pelayanan Publik). Jakarta: Sinar Grafika

Alhalik ( 2006). Thesis “Efektifitas Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah Sebagai Instrument Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman”.

Budi Winarno.(2007).Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo

Burhan Bungin. (2006). Analisis Data Penelitian Kualitatif (Pemahaman Filosofi dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi). Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

Hadari Nawawi.(2002). Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Hessel Tangkilisan, Nogi S.(2003).Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset & YPAPI

Leo Agustino. (2008).Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Lexy J. Moleong. (1998).Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press

---. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung : PT Remaja Rosdakarya

---. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sanapiah Faisal.(1995).Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers


(6)

20

Solichin Abdul Wahab. (2011). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: Universitas Muhamadiyah Malang

Suharno.(2010). Dasar-Dasar Kebijakan Publik: Kajian Proses & Analisis Kebijakan. Yogyakarta: UNY Press

Internet

Peran IMB Sebagai Instrumen Pengendali Menggunakan Lahan di Kecamatan Ngaglik dalam http://rapidlibrary.com/files/laporan-hukum-dan- pranata-pembangunan-peran-imb-sebagai-instrumen-pengendali-penggunaan-lahan-di-kecamatan-ngaglik-kabupaten-sleman-doc_.html

Slemankab.Permasalahan Pertanahan di Kabupaten Sleman

http://slim.slemankab.go.id/index.php/home/news/16 diakses pada tanggal 18 Agustus 2013.

Dokumen

Undang Undang Replublik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah,

Keputusan Bupati Sleman Nomor 53/Kep.KDH/A/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 19 Tahun 2001 Keputusan Bupati Sleman Nomor;57/Kep.KDH/A/2006 tentang Pendelegasian

Wewenang Penandatangan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah


Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH MENYANGKUT KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI KECAMATAN SEBAGAI PERANGKAT DAERAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN

0 3 15

PELAKSANAAN IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH (IPPT) DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SLEMAN

0 2 108

PENGELOLAAN TANAH KAS DESA DI DESA GIRIPURWO KECAMATAN GIRIMULYO KABUPATEN KULON PROGO MENURUT PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

1 9 123

PENGGUNAAN TANAH KAS DESA (TANAH PERTANIAN) UNTUK PEMBANGUNAN USAHA KAFE DALAM MEWUJUDKAN TUJUAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KABUPATEN SLEMAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2012.

0 5 19

PENDAHULUAN PENGGUNAAN TANAH PERTANIAN UNTUK USAHA RUMAH MAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN.

0 1 19

SKRIPSI PENGGUNAAN TANAH PERTANIAN UNTUK USAHA RUMAH PENGGUNAAN TANAH PERTANIAN UNTUK USAHA RUMAH MAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN.

0 2 15

PENUTUP PENGGUNAAN TANAH PERTANIAN UNTUK USAHA RUMAH MAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN.

0 3 6

Perda No. 20 Tahun 2001 RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

0 0 13

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

0 0 24

Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro No 4 Tahun 2011 Tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 23 Tahun 2001 Tentang Retribusi Izin Perusahaan Penggilingan Padi

0 0 3