politik, dinamika industri media, dan ideologi media itu sendiri. Dimana peran media disini justru menjadi alat legitimasi kepentingan kelas yang memiliki dan
mengendalikan media melalui produksi kesadaran dan realitas palsu tentang realitas obyektif. Dalam hal ini, posisi dan peran media adalah menutupi dan
mempresentasikan antagonisme itu secara bias dan manipulatif. Ideologi dimanfaatkan buat menghapus dan mengeliminasi perjuangan kelas. Kontrol atas
kelas dibuktikan dengan mencocokkan ideologi yang tersirat dalam pesan media dengan kepentingan kelas yang dominan Wuryata dalam Jurnal ISKI,2004:49
2.3 Sidang Paripurna DPR Maret 2010
Sidang atau Rapat Paripurna, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1994, memiliki pengertian yaitu rapat lengkap anggota dan pimpinan dan
merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang. Dewan Perwakilan Rakyat DPR adalah lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi
legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam kasus bailout Century, DPR membentuk Panitia Khusus atau
Pansus untuk melakukan penyelidikan terkait kasus bailout Century. keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau
karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.
2.4 Analisis Framing
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara lain atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini
mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk menggiring
interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang
digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian
mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut Nugroho, Eriyanto, Surdiasis dalam Sobur, 2001:162
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1995 Sudibyo dalam Sobur, 2001:161. Mulanya frame dimaknai sebagai struktur
konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk
mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan perilaku strips
of behaviour yang membimbing individu dalam membaca realitas Sobur, 2001:161-162.
G.J Aditjondro Sudibyo dalam Sobur, 2001:165 mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak
diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah yang
punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya.
Menurut Aditjondro Siahaan, 2001:9-10, proses framing merupakan bagian yang tak terpisahkan dari prosos penyuntingan yang melibatkan semua
pekerja di bagian keredaksian media cetak. Bahkan, kata Aditjondro, proses framing tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tetapi juga pihak-pihak yang
bersengketa dalam kasus-kasus tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang ingin ditonjolkan sambil menyembunyikan
sisi-sisi lain.
2.4.1 Proses Framing
Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak
lebih tertuju pada pesan tersebut. Pada dasarnya pekerjaan media adalah mengkonstruksikan realitas dimana
isi media adalah hasil para pekerja mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya, diantaranya realitas politik. Pada umumnya, terdapat tiga tindakan
yang biasa dilakukan pekerja media massa setiap orang yang bekerja pada sebuah organisasi media, khususnya oleh para komunikator massa sejumlah orang dari
pekerja media yang bertanggung jawab atas editorial sebuah media, tatkala melakukan konstruksi realitas politik yang berujung pada pembentukan makna
atau citra mengenai sebuah kekuatan politik Hamad, 2004:16-24. Pertama, dalam hal pilihan kata simbol politik. Sekalipun media massa
hanya bersifat melaporkan, namun telah menjadi sifat dari pembicaraan politik untuk selalu memperhitungkan simbol politik. Dalam komunikasi politik, para
komunikator bertukar citra atau makna-makna melalui lambang. Mereka saling menginterpretasikan pesan-pesan simbol-simbol politik yang diterimanya.
Dalam konteks ini, sekalipun melakukan pengutipan langsung direct quotation atau menjadikan seorang komunikator politik melalui sumber berita, media massa
tetap terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pilihan simbol sumber tersebut. Tetapi mana kala media massa membuat ulasan, sebutlah editorial,
pilihan kata itu ditentukan sendiri oleh sang komunikator massa. Kedua, dalam melakukan pembingkaian framing peristiwa politik,
minimal oleh sebab adanya tuntutan teknis: keterbatasan-keterbatasan kolom dan halaman, jarang ada media yang membuat sebuah peristiwa secara utuh, mulai
dari menit pertama kejadian hingga ke menit paling akhir. Atas nama kaidah jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar, rumit, dicoba “disederhanakan” melalui
pembingkaian framing fakta-fakta dalam bentuk berita sehingga layak terbit. Untuk kepentingan pemberitaan ini, komunikator massa seringkali hanya
menyoroti hal-hal yang “penting” mempunyai nilai berita dari sebuah peristiwa politik. Dari segi ini saja, mulai terlihat ke arah mana pembentukan formasi
sebuah berita. Ditambah pula dengan berbagai kepentingan, maka konstruksi
realitas politik sangat ditentukan oleh siapa yang memiliki kepentingan menarik keuntungan atau pihak mana yang diuntungkan dengan berita tersebut.
Ketiga, menyediakan ruang untuk sebuah peristiwa politik. Justru jika media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa politik, maka peristiwa akan
memperoleh perhatian dari masyarakat. Semakin besar tempat yang diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak. Pada konteks ini
media massa memiliki fungsi agenda setter sebagaimana yang dikenal dengan Teori Agenda Setting. Tesis utama dari teori ini adalah besarnya perhatian
masyarakat terhadap suatu isu amat bergantung seberapa besar media memberikan perhatian pada isu tersebut. bila satu media, apalagi sejumlah media, menaruh
sebuah kasus sebagai headline, diasumsikan kasus itu pasti memperoleh perhatian yang besar dari khalayak.
2.4.2 Perangkat Framing Pan dan Kosicki
Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, dimana Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki 1993 melalui
tulisan mereka “Framing Analysis: An Approach to News Discourse” mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat
framing: sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen sementik narasi
berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan
suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita
kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana
seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
Dalam pendekatan ini, framing dapat dibagi ke dalam empat struktur besar, yaitu :
a. Struktur Sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat, hal ini
berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa, pernyatan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa kedalam bentuk susunan kisah
berita Sobur, 2001:175. Dengan demikian, struktur sintaksis ini bisa diamati dari baganskema berita, antara lain :
1. Headline : merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan
tingkat kemenonjolan yang tinggi menunjukkan kecenderungan berita dan digunakan untuk menunjukkan bagaimana wartawan
mengkonstruksi suatu isu Eriyanto, 2002:257-258 2.
Lead : umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk ke dalam isi berita secara lengkap
Eriyanto, 2001:232 3.
Latar informasi : latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalm suatu teks Eriyanto, 2001:235
4. Pengutipan Sumber Berita : hal ini dimaksudkan untuk
membengun objektivitas prinsip keseimbangan tidak memihak Eriyanto, 2001:259
5. Pernyataan
6. Penutup
b. Struktur skrip : struktur skrip berhubungan dengan bagaiman wartawan
mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai
wartawan dalam mengemas peristiwa Eriyanto, 2002:255. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5 W + 1 H, antara lain :
1. Who : siapa yang terlibat dalam peristiwa ?
2. What : apa yang terjadi ?
3. Where : dimana peristiwa itu terjadi ?
4. When : kapan peristiwa itu terjadi ?
5. Why : mengapa apa yang menyebabkan peristiwa itu terjadi ?
6. How : bagaimana peristiwa itu terjadi ?
c. Struktur tematik : struktur tematik berhubungan dengan bagaimana
wartawan mengungkap pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara
keseluruhan Eriyanto, 2002:255. Ada beberapa elemen dapat diamati dari perangkat tematik ini, antara lain adalah :
1. Detail : elemen wacana ini berhubungan dengan kontrol informasi
yang ditampilkan seseorang komunikator. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan
dirinya atau untuk mendapatkan citra yang baik. Sebaliknya, ia
akan menampilkan informasi tersebut dalam jumlah yang sedikit atau bahkan kalau perlu informasi itu tidak disampaikan kepada
khalayak jika hal itu merugikan kedudukannya. Elemen detail merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan
sikapnya dengan cara implinsit Eriyanto, 2001:238 2.
Maksud kalimat : elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secar eksplisit dan
jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi. Dalam konteks media, elemen
maksud menunjukkan bagaimana secara implisit dan tersembunyi wartawan menggunakan praktik bahasa tertentu untuk
menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi kebenaran lain Eriyanto, 2001:242
3. Nominalisasi antarkalimat : adalah abstraksi –berhubungan dengan
pernyataan apakah komunikator memandang objek sebagai sesuatu yang tunggal berdiri sendiri ataukah sebagai suatu kelompok atau
komunitas Sobur, 2001:81. Strategi ini berhubungan dengan mengubah kata kerja Verbal yang bermakna tindakankegiatan
menjadi kata benda nomina yang bermakna peristiwa. Strategi ini sering digunakan untuk menghilangkan kelompok atau aktor sosial
tertentu Eriyanto, 2001:175-176 4.
Koherensi : adalah pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat
dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan. Ada
beberapa macam koherensi, Pertama, koherensi sebab-akibat. Proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari
proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain. Ketiga,
koherensi pembeda. Proposisi atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari prosisi atau kalimat lainEriyanto, 2002
:263. 5.
Bentuk kalimat : bentuk kalimat ini berhubungan dengan cara berpikir yang logis, yaitu kausalitas, logika kausalitas ini kalau
diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subyek yang menerangkan dan predikat yang diterangkan. Bentuk kalimat
bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat Sobur,
2001:81 6.
Kata ganti : kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti
ini timbul untuk menghindari pengulangan kat yang disebut antaseden dalam kalimat-kalimat berikutnya. Kata ganti
merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam suatu wcana Sobur, 2001:81-82
d. Struktur retoris : adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara
atau menulis. Retoris, mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak Sobur,
2001:84. Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam bentuk berita. Struktur retoris dari
wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan.
Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citr, meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris
juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan oleh wartawan merupakan suatu kebenaran Eriyanto, 2002:264. Struktur
retoris terdiri dari beberapa elemen, antara lain : 1.
Leksikon : pada dasarnya lemen ini menandakan bagimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan
kata yang tersedia, pilihan kata yang dipakai tidak semata hanya karen kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan
bagaimana pemaknaan seseorang terhadap faktarealitas Eriyanto, 2001 :255
2. Grafis : grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat
lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran
yang lebih besar. termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, tabel untuk mendukung arti penting suatu
pesan. Bagian-bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut, dimana ia menginginkan
khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut. elemen grafis itu juga muncul dalam bentu foto, gambar, dan tabel untuk
mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan Eriyanto, 2001:258
3. Metafora : metafora merupakan suatu kiasan, ungkapan yang
dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu teks. Pemakaian metafora tertentu dapat menjadi petunjuk utama untuk
mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh komunikator secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan
pembenar atas pendapatgagasan tertentu kepada publik Eriyanto,2001:259
4. Pengandaian Presupposition adalah strategi lain yang dapat
memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. elemen wacana pengandaian merupakan pernyataan yang digunakan untuk
mendukung makna suatu teks. Pengandaian hadir dengan memberi pernyataan yang dipandang terpercaya dan karena tidak perlu
dipertanyakan Sobur, 2001:79
KERANGKA FRAMING PAN DAN KOSICKI STRUKTUR
PERANGKAT FRAMING UNIT YANG DIAMATI
Headline, lead, latar informasi, kutipan,
sumber pernyataan, penutup
SINTAKSIS Cara wartawan
menyusun fakta 1. Skema berita
SKRIP Cara wartawan
mengisahkan fakta 2. Kelengkapan berita
5W + 1H
TEMATIK Cara wartawan
menulis fakta 3. Detail
4. Maksud kalimat,hubungan 5. Nominalisasi antar kalimat
6. Koherensi 7. Bentuk kalimat
8. Kata ganti Paragraf, proposisi
RETORIS Cara wartawan
menekankan fakta 9. Leksikon
10. Grafis 11. Metafora
12. Pengandaian Kata, idiom
gambarfoto, grafik
Tabel 1 : Kerangka Framing Pan dan Kosicki Sumber : Analisis Teks Media, Sobur, 2001:176
2.5 Kerangka Berpikir
Media adalah subjek yang mengkonstruksi realitas. Dimana media berperan mendefinisikan bagaimana sebuah realitas dipahami dan dijelaskan
dengan cara tertentu oleh khalayak. sehingga jelas bahwa bukanlah realitas yang sesungguhnya melainkan realitas buatan.
Bentuk konstruksi media terhadap suatu realitas dipengaruhi beberapa hal diantaranya dominasi orientasi pemilik modal dan tekanan-tekanan kepentingan
politik. Dengan penggunaan bahasa tertentu maka akan terlihat bentuk konstruksi
media terhadap suatu realitas, tak terkecuali realitas politik yang selalu melibatkan aktor-aktor politik. Dimana ketika mengemas suatu pesan, aktor-aktor politik
tersebut sering menggunakan bahasa politik dan menggunakan strategi tertentu. Dalam hal ini realitas politik yang hendak dibingkai adalah rapat paripurna
DPR Maret 2010 yang membahas masalah kebijakan Bailout Century. Untuk mengetahui bagaimana suatu media membingkai suatu realitas
dalam hal ini realitas politik, maka dipergunakan analisis framing. Dengan demikian akan terlihat bagaimana suatu realitas dipahami, dimaknai, dan
dikonstruksi oleh media dengan bentukan dan makna tertentu.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis framing. Bogdan dan Taylor
mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik utuh. Jadi, dalam hal ini tidak boleh
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan Moleong, 2000:3
Dengan menggunakan analisis framing, peneliti ingin melihat bagaimana perbedaan Harian Jawa Pos dan Kompas dalam membingkai peristiwa Rapat
Paripurna DPR Maret 2010 ke dalam suatu berita. Rapat Paripurna DPR Maret 2010 digelar untuk menentukan sikap apa yang akan diambil oleh anggota DPR,
apakah bermasalah atau tidak ada masalah kebijakan pemerintah terkait dengan masalah Bailout Century.
Berita menurut Fishman, bukanlah refleksi atau distorsi dari realitas yang seakan diluar sana bukanlah realitas sesungguhnya melainkan realitas buatan
dimana setiap wartawan mempunyai ukuran tentang “nilai sebuah berita” news value, tapi wartawan juga punya keterbatasan visi, kepentingan ideologis, dan
sudut pandang yang berbeda, dan bahkan latar belakang budaya dan etnis. Karena alasan itulah maka peneliti ingin mengetahui bagaimana masing-masing wartawan