Pembingkaian Berita Sel Mewah Artalyta di Rutan Pondok Bambu Jakarta (analisis framing dalam surat kabar Jawa Pos dan Kompas).

(1)

Pondok Bambu Jakarta Pada Harian Jawa Pos dan Kompas)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur

SKRIPSI

OLEH :

Dwi Bagus Irawan

0643010149

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

Oleh :

DWI BAGUS IRAWAN 0643010149

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 8 Juni 2010

Menyetujui,

PEMBIMBING TIM PENGUJI

1. Ketua

Zainal Abidin Achmad, M.Si, M.Ed Ir.H. Didiek Tranggono, M.Si NPT. 3 7305 99 0170 1 NIP. 19581225 199001 1001

2. Sekretaris

Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si NPT. 3 7006 94 0035 1

3. Anggota

Zainal Abidin Achmad, M.Si, M.Ed NPT. 3 7305 99 0170 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.si NPT.19550718 198302 2001


(3)

yang Maha Baik dan Penyayang sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Pembingkaian Berita Sel Mewah Artalyta Di Rutan Pondok Bambu Jakarta (analisis framing berita sel mewah artalyta di rutan pondok bambu jakarta pada harian jawa pos 11-15 januari 2010 & kompas 11-13 januari 2010)”.

Penulis ingin sekali mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Mr. Zainal Abidin selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan serta dorongan kepada peneliti. Peneliti juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra.ec.hj. Suparwati, Msi dekan FISIP UPN “veteran” Jatim

2. Bpk Juwito, S.Sos, Msi Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “veteran” Jatim

3. Kedua orang tua yang telah membimbing dengan doa, kakak dan adiku yang baik hati. (doa dan bantuan kalian saat detik-detik lisan sangat membantu perjuanganku)

4. Kawan-kawan yang lagi menempuh buat masa depan : Yuan, Clo, Depi, Desi, Stefi, Cebong. (lascar CUBBY) TANPA KALIAN SKRIPSIKU GAK MARI ES….

5. Seseorang yang buat semua jadi berwarna…Ms. Niken Asik ae yo and ojok suwe-suwe, serta ojok ngamukan cepet tuek engko.…hihihihihihihihihihihihi Semangat…!!!!!!!

6. Orang di rumah yang telah mendukung dengan moral dan materi: om and tante, mbak Agung ,mas Ace, Angel and Dewa.


(4)

bareng…amin…..)

9. Babe seng selalu asik ae….suwun enggone….hahahahahahaha…..!!!!!!!!!!!!! 10. Buat Richo, Widya, Itax, Caty, Venda, Hendra ndut, Embix, Etnis dan semua

teman-teman SMA yang gak bsa tak sebut satu2.... 11. Asep “terima kasih atas pinjaman Laptop gadainya”

12. Teman – teman di facebook yg menemani saat aku jenuh. (bagus180788@yahoo.com)

13. Buat semua maap keterbatasan memory untuk mengingat TANKS FOR ALL… 14. Ini agak narsis dikit….. My family…Prikitiu…!!!!

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Surabaya, Juni 2010

Peneliti


(5)

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAKSI... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 12

1.4.2. Manfaat Praktis ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1. Landasan Teori ... 13

2.1.1. Pers dan Tanggung Jawab Sosial ... 13

2.1.2. Wartawan dan Media Sebagai Kontruksi Realitas... 15

2.1.3. Elemen-Elemen Berita ... 20


(6)

2.2. Kerangka Berfikir ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1. Metode Penelitian ... 36

3.1.1 Definisi Operasional... 36

3.2. Subyek dan Obyek Penelitian ... 39

3.3. Unit Analisis ... 39

3.4. Populasi dan Porpus... 39

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.6. Teknik Analisis Data ... 41

3.7. Langkah-langkah Analisis Framing... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………..…… 43

4.1 Gambaran umum Jawa Pos dan Kompas……….. 43

4.1.1 Sejarah Perkembangan Jawa Pos…..……… 43

4.1.1.1 Sebaran dan Profil Pembaca Jawa Pos…..……… 50

4.1.1.2 Kebijakan Redaksional………. 50

4.1.2 Sejarah Perkembangan Kompas……….. 55

4.1.2.1 Sebaran dan Profil Pembaca Kompas………... 59


(7)

4.3.1.1 Bingkai inti Berita Jawa Pos tanggal 12 Januari 2010 70

4.3.2 Berita Tanggal 12 Januari 2010……… 71

4.3.2.1 Bingkai Inti Berita Jawa Pos Tanggal 12 Januari 2010 75

4.4 Berita Koran Kompas………. 76

4.4.1 Berita Tanggal 11 Januari 2010………... 76

4.4.1.1 Bingkai inti Berita Kompas tanggal 12 Januari 2010 78

4.4.2 Berita Tanggal 12 Januari 2010...………... 79

4.4.2.1 Bingkai inti Berita Kompas tanggal 12 Januari 2010 84

4.5 Perbandingan Frame Umum Jawa Pos dan Kompas……... 85

BAB V KESIMPULAN dan SARAN………. 89

5.1 Kesimpulan……….. 89

5.2 Saran……… 90 DAFTAR PUSTAKA


(8)

2.1. Perangkat Framing William A.Gamson dan Modigliani ... 31

4.1 Deskri[si halaman Jawa Pos pada Tahun 1985……….. 53

4.2 Deskripsi halaman Jawa Pos tahun 1996……… 54

4.3 Deskripsi halaman Jawa Pos………... 55

4.4 Deskripsi halaman Kompas………. 66

4.5 Bagan bingkai inti Jawa Pos 11 Januari 2010……… 71

4.6 Bagan bingkai inti Jawa Pos 12 Januari 2010……… 75

4.7 Bagan bingkai inti Kompas 11 Januari 2010………. 79

4.8 Bagan bingkai inti Kompas 12 Januari 2010………. 84

4.9 Bagan bingkai umum……….. 85


(9)

2.1. Hierarchy of Influence ... 32 2.2. Kerangka Berfikir ... 35


(10)

LAMPIRAN 2 “Berdalih buat Karaoke Bareng” (Tanggal 12 Januari 2010 Jawa Pos)

LAMPIRAN 3 ”Artalyta Sedang Dirawat Wajahnya oleh Dokter Spesialis” (Tanggal 11 Janauri 2010 KOMPAS)

LAMPIRAN 4 “ Bukti Ada Mafia Hukum “ (Tanggal 12 Januari 2010 Kompas)


(11)

Jakarta (analisis framing dalam surat kabar Jawa Pos dan Kompas).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembingkaian berita pada Surat kabar Jawa Pos dan Kompas dalam berita Sel mewah Artalyta di rutan Pondok Bambu Jakarta.

Landasan teori yang dipakai dalam penelititan ini adalah Pers dan Tanggung Jawab Sosial, Wartawan dan media sebagai kontruksi realitas, Analisis Framing, Hierarchy of Influence

Metode yang digunakan adalah media penelitian kualitatif menggunakan analisis graming Gamson modigliani yaitu data yang terkumpul sesuai dengan populasi dan korpus yang telah dikumpulkan oleh peneliti yaitu Jawa Pos dan Kompas pada tanggal 11-12 Januari 2010. Data dianlisis dengan menggunakan delapan struktur teks berita sebagai perangkat framing, yaitu methapors, catchphrases, exemplar, depiction, roots, appeals to principle dan consequence.

Berdasarkan pembahsan frame dari kedua media. Harian Jawa Pos lebih memuat pada Menyudutkan aparat yang bisa memberi fasilitas buat Artalyta. Sedangkan Kompas Memberi fakta bahwa Artalyta mampu membeli hukum. Demikianlah hasil penelitian tentang berita sel mewah Artalyat di rutan Pondok Bambu Jakarta.

ABSTRACT

Bagus Dwi Irawan. News Framing Artalyta Luxury Cell at The Detention Center in Jakarta Bamboo huts (framing analysis in the Java Post and Kompas newspaper).

The purpose of this study was to determine the framing news on Java Newspapers Post and Kompas of luxury Tues Artalyta news on Rutan Pondok Bamboo Jakarta.

The method used was qualitative research of media uses Gamson Modigliani graming analysis of data collected in accordance with the population and the corpus that has been collected by the researcher is Javanese Post and Kompas on 11-12 January 2010. Dianlisis data by using the eight-story structure of the text as a framing device, namely methapors, catchphrases, exemplar, depiction, roots, Appeals to principle and consequence.

Based pembahsan frames of both media. Daily Post Java more cornering load on the apparatus that can provide facilities for Artalyta. Giving the fact that while the Compass Artalyta afford legal. Thus the results of research on luxury cell news Artalyat in Rutan Pondok Bambu Jakarta.

Kata Kunci : Analisis framing, Berita Sel Mewah Artalyta, Rutan Pondok Bambu, Jawa Pos dan Kompas


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Politik berasal dari kata Yunani, polis yang berarti kota atau negara. Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).

Di zaman modern ini politik di Indonesia mengalami banyak perkembangan. Semakin maju perkembangan dalam dunia politik tersebut membuat terjadi banyak kegoncangan dalam pemerintahan karena keinginan untuk menjadi orang berkuasa dan memiliki segalanya cara. Sebab pemerintah


(13)

saat ini tidak memiliki barometer yang cocok buat perkembangan SDM (Sumber Daya Manusia) yang ada di Indonesia. Dalam menentukan demokrasi yang dijalankan, sehingga kemerdekaan untuk mengajukan pendapat tidak sesuai dengan demokrasi yang sesungguhnya. Politik yang ada di Indonesia saat ini sebagian besar dijadikan sebagai ajang pembuktian diri atas kekuasaan serta menaikan harkat dan martabat saja. Karena dalam perkembangannya dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat dapat terjun dalam dunia politik. Sehingga terkadang dalam perjalanannya politik di Indonesia terjadi banyak kontroversi yang mengakibatkan banyak kerugian bagi Negara. Terutama dalam permasalahan pemberantasan korupsi.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang dilakukan menjadi “KKN”.

(http://intl.feedfury.com) diakses pada tanggal 17/02/2010 pukul 14.00.

Korupsi di Indonesia saat ini merupakan sebuah budaya baru yang sudah mengakar pada benak setiap rakyat terutama wakil rakyat, wakil rakyat yang ada di Indonesia kurang memiliki rasa kecintaan untuk membawa negara ini untuk lebih berkembang sehingga mereka hanya mencari kekayaan sendiri tanpa memikirkan keadaan rakyat yang ada dibawah mereka. Tanpa disadari, kerugian negara yang diakibatkan banyaknya korupsi dalam berbagai bentuk menjadikan


(14)

negara semakin terpuruk, karena kerugian yang ditanggung sangatlah besar. Pemerintah dengan segala kebijakannya membentuk badan khusus untuk pemberantasan korupsi untuk menanggulangi kasus yang mengakar di negara Indonesia. Contohnya saja kasus obligor BDNI (Bank Dagang Negara Indonesia) yang sudah ada sejak tahun 2001. Kasus bank ini berbelit-belit karena banyak campur tangan orang-orang besar yang membantu para koruptor untuk pemutihan dalam kasus ini sehingga keberadaan Syamsul Nursalim sebagai bos dari bank BDNI yng harus bertanggung jawab sampai detik ini belum diketahui keberadaannya, Nursalim melarikan diri ke luar negri. Kasus ini begitu menggelitik karena sudah empat periode kepresidenan belum juga dapat teratasi kasus ini.

Pada tahun 2005 dibentuklah Badan anti korusi yang dinamakan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) yang dketuai oleh Antasari Ashar dan rekan-rekan. Komisi ini telah banyak kasus-kasus korupsi yang diberantas oleh KPK. Sehingga membuat masyarakat lebih transparan tentang keadaan perekonomian di Indonesia. Berawal dari situ mulai terkuaklah berbagai macam kasus korupsi yang mencengangkan serta merontokkan perekonomian negara. Satu persatu para koruptor mulai kebakaran jenggot karena dihantui oleh para pemberantas korupsi. Sehingga terjadi permainan politik yang panjang dan berbelit-belit. Apabila sudah terbongkar satu kasus, maka terkuaklah siapa saja yang berada di belakangnya. Berkelit dan saling tuduh kerap terjadi selama kasus korupsi tersebut diproses. Salah satu kasus yang sempat menggemparkan dunia politik di Indonesia pada tahun 2008 adalah kasus Artalyta yang menyuap jaksa Urip Tri Gunawan yang


(15)

sebagai Ketua Tim Penyelidik kasus BLBI sebesar USD660.000 atau sekitar Rp.6,1miliar. (http://www.detiknews.com) diakses pada tanggal 17/02/2010 pukul 14.30

Artalyta sebagai tersangka dalam kasus suap kepada jaksa Urip yang juga sebagai tangan kanan dari Bos BDNI Syamsul Nursalim yang tersangkut dengan kasus penyelewengan dana bantuan likuiditas Bank Indonesia kepada BDNI sebesar Rp.37 triliun yang dianggap merugikan Negara sebesar Rp.10,9 Triliun. Artalyta membantu Syamsul Nursalim untuk meyelesaikan kasus BLBI yang sedang di tuduhkan padanya, dengan segala cara Artalyta membantu supaya kasus yang menimpa Syamsul Nursalim bisa terselesaikan dengan cara apa saja. Pada akhirnya tim KPK mengatahui rencana Artalyta dan jaksa Urip dengan penyadapan perbincangan antara Artalyta Suryani dan jaksa Urip Tri Gunawan. Artalyta akan menyuap jaksa Urip dan uangnya akan diberikan dalam bentuk dollar Amerika di serahkan dikediaman Syamsul Nursalim Jalan Hanglekir Blok WG No. 9 Kebayoran Jakarta Selatan. Jaksa Urip tertangkap dengan barang bukti uang yang semua dalam bentuk pecahan dollar di dalam kardus. Saat penangkapan jaksa urip sempat melakukan perlawanan dan dia berkelit kalau uang itu untuk dagang berlian bersama artalyta. Tim tidak mau kecolongan atas kasus ini sehingga jaksa itu dibawa ke kantor Kantor KPK di Jl HR Rasuna Said Kuningan Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut. Jaksa Urip digelandang ke kantor KPK bersama Artalyta yang posisinya masih sebagai saksi. Pada akhirnya para penjahat ini yaitu Artalyta dan jaksa Urip sah dijadikan tersangka dalam kasus suap. (http://www.detiknews.com) diakses pada tanggal 17/02/2010 pukul 14.45


(16)

Artalyta yang berusaha untuk melicinkan kasus BDNI ini pada akhrinya dikenai vonis kurungan penjara selama 5 tahun dan denda 250juta sedangkan jaksa Urip yang disuap dikenai vonis 20 tahun penjara dan denda 500juta. Setelah vonis yang diberikan kepada para tersangka korupsi uang negara tersebut, masyarakat diingatkan kembali sesosok Artalyta Suryani dengan adanya kasus sel mewah Artalyta yang di sidak oleh Satagas Anti Mafia hukum di Rutan Pondok Bambu Jakarta.

Pada tanggal 10 januari 2010 pukul 19.00 WIB,satuan tugas mafia hukum mengadakan sidak di Rutan Pondok Bambu tempat Artalyta menjalani masa tahanan, masyarakat dikecewakan karena ada ruangan yang begitu mewah yang dihuni oleh beberapa tahanan Rutan Pondok Bambu Jakarta. Sungguh mengecewakan dan sangat ironis yang di dapat oleh satgas anti mafia hukum karena pada sidak tersebut ruangan tahanan artalyta sangat mewah bisa dibilang sepadan dengan hotel berbintang. Terdapat kamar mandi yang ada bath tup, tempat tidur yang nyaman, AC (air conditioner),Televisi serta saat sidak tersebut Artalyta memperkerjakan seorang pembantu yang juga seorang tahanan. Sidak ini tidak tercium sama sekali oleh petugas Rutan Pondok Bambu maupun Artalyta sebagai sasaran, karena begitu satgas anti mafia hukum datang Artalyta sedang melakukan perawatan wajah yang mendatangkan dokter dari luar Rutan. Artalyta kaget kedatangan tamu agung tersebut dan Artalyta berkilah kalau ditempat itu dia hanya pagi sampai sore sedangkan kalau malam dia kembali ke selnya yang asli. (Jawa Pos edisi 11 Januari 2010)


(17)

Dalam berjalannya waktu berita tentang kasus sel mewah Artalyta di Rutan Pondok Bambu Jakarta media juga sangat ikut andil dalam penyebaran perkembangan berita ini. Media massa merupakan salah satu sarana pemenuhan kebutuhan akan informasi bagi masyarakat. Sedangkan definisi media massa itu sendiri terbagi dalam dua macam, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit meliputi media cetak dan media elektronik. (Rachmadi dalam Eriyanto, 2002 : 35). Pers itu sendiri memiliki empat fungsi khusus, yaitu fungsi memberikan informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi, untuk kontrol social. Dari sini bias kita lihat bahwa media massa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat, baik dari segi moral, sosial dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat.

Jalan kebebasan pers yang dibuka lebar-lebar sejak era informasi dimaknai tidak untuk kepentingan kalangan jurnalis semata. Namun kebebasan dan kemerdekaan pers tersebut demi kepentingan publik untuk mendapatkan berbagai informasi yang trasparan, akurat dan objektif.

Independent dan obyektivitas merupakan dua kata kunci yang menjadi kiblat dan klaim stiap jurnalis di seluruh dunia. Seorang jurnalis selalu menyatakan dirinya telah bertindak obyektif, seimbang dan tidak berpihak pada kepentingan apa pun kecuali keprihatinan dan hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran.

Meskipun sikap independen dan objektivitas menjadi kiblat setiap jurnalis, pada kenyataannya seringkali didapati suguhan berita yang beraneka ragam dari sebuah peristiwa yang sama. Berangkat dari peristiwa yang sama, media tertentu mewartakannya dengan cara menonjolkan sisi atau aspek tertentu, sedangkan


(18)

yang lainnya meminimalisir, memelintir bahkan menutup sisi aspek tersebut dan sebagainya. Ini semua menunjukan di balik jubah kebesaran independensi dan objektivitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks, tragedi bahkan ironi (Eriyanto,2002:v)

Begitu juga pendapat yang dikemukakan oleh Althuser dan Gramsei bahwa media massa bukan suatu yang bebas, independent tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial, ada berbagai kepentingan yang bermain dalam media massa maka media massa tidak mungkin berdiri ditengah-tengah, dia akan bergerak dinamis di antar pusaran-pusaran kepentingan yang sedang bermain. (Sobur, 2006:30). Lebih dari itu, penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan subjektivitas penulis. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang ,memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideolagi atau latar belakang seorang penulis. Penulis akan memasukan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan.

Media bukan hanya cuma menentukan realitas macam apa yang akan mengemuka, namun juga siapa yang layak dan tidak layak masuk dalam realitas itu. Dalam hal ini, media menjadi sebuah kontrol yang bukan lagi semata-mata sebagaimana dicita-citakan, tetapi kontrol yang mampu mempengaruhi bahkan mengatur isi pikiran dan keyakinan masyarakat itu sendiri (Sobur, 2003 : 14)

Ketika kebebasan pers marak seperti sekarang ini, banyak media cetak lebih mengutamakan berita yang cenderung berbau sensasional. Masalah objektivitas pemberitaan pun menjadi perdebatan klasik dalam studi media. Salah satu


(19)

perdebatan yang mewakili dua pandangan pro dan kontra objektif adalah john C, merril dan Everette E. Dennis. Merril berpendapat jurnalisme objektiv mustahil. Semua karya jurnalistik pada dasarnya subjektif, mulai dari pencarian berita, peliputan, penulisan sampai penyuntingan berita. Nilai- nilai subjektif wartawan ikut mempengaruhi semua proses kerja jurnalistik. Sebaliknya, Dennis mengatakan jurnalisme objektif bukan suatu yang mustahil, karena semua proses kerja jurnalistik pada dasarnya dapat diukur dengan nilai-nilai objektiv, misalnya memisahkan fakta dan opini, menghindari pandangan emosional dalam melihat peristiwa dan meberikan perinsip keseimbangan dan keadilan serta melihat dari dua sisi. Denis percaya jurnalisme objektiv mungkin jika mengadopsi metode dan produser yang dapat membatasi subjektivitas wartawan maupun redaktur (Siahaan, 2001 : 60-61)

Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media cetak melakukan penonjolan – penonjolan terhadap suatu berita. Dalam pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita (Sobur, 2001 : 153)

Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai peluang besar untuk diperlihatkan khalyak dalam memahami realitas karena itu dalam prakteknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana (Sobur, 2001 : 164)


(20)

Untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita peneliti memilih analisis framing sebagai metode penelitian. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagaimana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut (Eriyanto, 2005 : 224)

Demikian juga halnya yang terjadi pada pemberitaan seputar sel mewah Artalyta di Rutan Podok Bambu yang kedua media ini (Jawa Pos dan Kompas) sama-sama mengangap berita ini memiliki nilai berita (news value) yang tinggi, hal ini bisa dilihat dari seringnya berita ini di muat dikedua surat kabar tersebut hanya saja porsinya yang berbeda, Jawa Pos mengangkat berita ini selama 5 hari mulai tanggal 11 Januari samapai 15 Januari 2010 sedangkan Kompas hanya 3 hari saja mulai tanggal 11 Januari sampai 13 Januari 2010. Untuk porsi pemberitaan jelas beda dan penulisannya media Jawa Pos lebih banyak dari pada Kompas. Porsi penempatan Kompas tidak menaruh pada Headline melainkan bagian depan bawah sedangkan Jawa Pos banyak menaruh kasus ini dalam headline.

Alasan peneliti memilih harian Jawa Pos dan Kompas dikarenakan memiliki versi pemberitaan yang berbeda itu dilakukan media cetak harian media cetak Jawa Pos dan Kompas dalam membingkai sebuah peristiwa yang dipengaruhi oleh beberapa macam hal. Alasan lain memilih surat kabar Jawa Pos karena adanya unsur kedekatan jarak yang merupakan surat kabar lokal dimana didalam


(21)

kebijakan redaksionalnya, surat kabar ini mampu mengadakan kebebasan pers dan tidak hanya mengungkap berita-berita bersifat umum melainkan juga berita-berita politik dan kriminal. oleh karena itu dalam penyampaian berita menghendaki dan mengarahkan pada sesuatu yang lain daripada yang lain, dengan menampilkan rubrik tetentu sebagai nominasi unggulan, berita-berita, reportase, gambar kartun, hiburan yang bersifat kreatif juga tidak ketinggalan berita yang bersifat kesenangan.

Serta alasan peneliti memilih surat kabar Kompas karena surat kabar Kompas dinilai merupakan surat kabar yang terkenal dan netral serta obyektif dalam menulis beritanya. Selain itu Kompas merupakan harian yang memiliki gaya penulisan cenderung “tertutup dan bersahaja dalam menggambarkan realitas yang terjadi dimasyarakat, dan Kompas juga memiliki reputasi kedalam analisa dan gaya penulisan yang rapi. Harian Kompas sangat diakui keberadaannya di Indonesia dan tegas menulis realitas. Kompas termasuk media yang menganut system both cover atau menyajikan dua sisi yang berbeda (Otama, 2001 : ini)

Perbedaan Kompas dan Jawa Pos dalam mengkontruksi atau membingkai berita dikarenakan adanya perbedaan cara pandang wartawan dari masing-masing media dalam mempersepsikan kasus tersebut. Perbedaan dari cara kedua harian tersebut dalam mengemas berita disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan juga perbedaan kebijakan visi dan misis dari masing- masing media tersebut, visi dan misi Jawa Pos adalah menjadikan surat kabar yang menginformasikan berita kepada khalayak yang baru. Harian Jawa Pos ini memiliki misi idiil dan


(22)

misi bisnis sebagai pilar utama utntuk kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu penyampaian berita menghendaki dan diarahkan pada sesuatu yang lain daripada yang lain dengan menampilkan rubrik-rubriktertentu sebagai nominasi unggulan berita-berita aktua, reportase, gambar kartun, hiburan- hiburan yang bersifat kreatif juga tidak ketinggalan berita yang bersifat kesenangan (human interest).

Sedangkan Kompas merupakan pers nasional yang mempunyai visi dalam keredaksionalannya yaitu manusia dan kemanusiaan, sehingga harian ini berusaha senantiasa peka akan nasib manusia dan meningkatkan yang mapan (Oetma, 2001 : 147), dipilihnya harian kompas karena harian yang paling laku di Indonesia (lebih setengah juta kopi tejual setia harinya) dan juga merupakan surat kabar berkualitas terbesar di Asia Tenggara, selain itu Kompas memiliki reputasi kedalamaan analitis dan gaya penulisan yang rapi. Kompas juga memiliki kerajaan bisnis yang terdiri dari 38 perusahaan yang dikenal sebagai Gramedia Group. Melalui berbagai buku, majalah, dan surat kabar, Kompas-Gramedia Group mendominasi industri penerbitan. (Sen and Hill, 2001: 68-69).

Periode yang dipilih dalam penelitian ini adalah pada Jawa Pos tanggal 11 januari – 13 januari 2010 dan Kompas 11 januari – 12 januari 2010 karena periode tersebut pada harian Kompas dan Jawa Pos memuat berita tentang Sel mewah Artalyta di Rutan Pondok Bambu Jakarta.


(23)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana harian Jawa Pos dan Kompas membingkai berita tentang Sel Mewah Artalyta Dirutan Pondok Bambu Jakarta?”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembingkaian berita pada Surat kabar Jawa Pos dan Kompas dalam berita Sel mewah Artalyta di rutan Pondok Bambu Jakarta.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Menambah kajian dalam bidang ilmu komunikasi terutama yang menggunakan metode kualitatif dan terkhusus yang menggunakan analisis framing. Dengan melakukan penelitian ini di harapkan dapat memperoleh pengetahuan tentang strategis yang digunakan media dalam membingkai Berita Sel Mewah Artalyta di Rutan Pondok Bambu Jakarta.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi jurnalistik serta media massa, khususnya Jawa Pos dan Kompas dalam mengkontruksi berita yang disampaikan pada khalayak.


(24)

b. Dapat menjadi referensi bagi mahasiswa ilmu komunikasi yang tertarik dengan penelitian teks media khususnya yang menggunakan metode analisis framing.


(25)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pers dan Tanggung Jawab Sosial

Pers lebih dikenal sebagai “Lembaga Kemasyarakatan” (sosial institution),

dimana memiliki intensitas independen diantara kehidupan bermasyarakat suatu

negara. Pers bebas dan bertanggung jawab, menginginkan pers sebagai institusi

media yang berada di tengah masyarakat, harus mempunyai tanggung jawab

dalam kebebasan pemberitaan realitas, dalam kehidupan bermasyarakat. Berada

dalam suatu negara, tetapi bukan merupakan bagian dari pemerintahan. Meski

demikian, baik pers, masyarakat maupun pemerintah memiliki keterkaitan yang

saling mempengaruhi. Pers sebagai komunikator massa bisa mempengaruhi

masyarakat dengan informasinya. Namun masyrakat juga melakukan seleksi

terhadap informasi yang disajikan . sedangkan peran pers bagi pemerintah sebagai

kontrol sosial di tengah masyarakat atas pelaksanaan pemerintahan. Dapat dilihat

bahwa hubungan antara ketiga institusi (pers, masyarakat, dan pemerintah) selalu

menyesuaikan dengan kehidupan sosial, budaya, bahkan politik negara.

Pers sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pengumpulan

dan penyebaran informasi, terkait erat dengan tata nilai sosial yang berlaku dalam

masyarakat. Informasi yang ada harus bisa diterima dengan baik, bahkan harus

bisa di percaya kebenarannya. Masing-masing media harus bisa menyesuaikan


(26)

Kepentingan audience yang heterogen mengakibatkan timbul persaingan antar

media dalam menarik perhatian khalayak. Dampak dari persaingan itu

menyebabkan kehidupan pers yang idealis berubah menjadi pers industrialis,

dengan berita sebagai komoditi utama, dan orientasi yang menjadi profit taking.

(Djuroto, 2002:9)

Fungsi media massa sebagai media penyiaran didedikasikan untuk

kepentingan publik, dengan tugas utama memberikan informasi (inform),

menghibur (entertain), mendidik (educate) dan membangun kesadaran khalayak

sebagai anggota masyarakat yang demokratis. Menurut Collins, seperti disitir oleh

Hamzah, dalam konsepnya sebagai penyiaran publik, terkandung pula segi

pertanggungjawaban publik. Kepemilikan media dianggap sebagai sebuah “public

trust”, konsekuensinya media penyiaran memanggul kewajiban dan

pertanggungjawaban publik. Bahwa informasi yang disajikan harus lebih

mengandung segi kemanfaatan sosial daripada sekedar manfaat bisnis (Hamzah

dalam Jurnal ISKI, No. 6/ November 2001:108)

Media harus memberikan publisitas kepada institusi pemerintah dan politik

dengan ruang publik di media untuk mendiskusikan isu-isu politik dan

memfasilitasi pembentukan “public opinion”. Namun ternyata kebebasan media

yang ada seringkali tidak disertai dengan kesadaran media atas tanggung

jawabnya. Bahkan beberapa media melibatkan diri dalam fitnah politik karena

kepentingan ekonomi dari industri media itu sendiri dan aliansi-aliansi politik.


(27)

2.1.2 Wartawan dan media sebagai kontruksi realitas

Dalam pandangan positivitik pers atau surat kabar diharapkan mampu

menyajikan berita secara objektif dan tidak memihak. Pers surat kabar dituntut

menyajikan fakta apa adanya tanpa unsur subjektivitas pers sendiri dan

kekuatan-kekuatan diluar dirinya sehingga realitas sebenarnya. Pers yang objektif biasanya

selalu dikaitkan dengan perannya sebagai pembawa amanat hati nurani rakyat

dalam menciptakan pendapat umum sekaligus berfungsi sebagai kontrol sosial.

Namun pernyataan diatas berbeda dengan pandangan aliran konstruksionis

mengenai berita-berita disurat kabar. Kaum konstrusionis menyatakan bahwa

realitas yang dibangun oleh surat kabar merupakan hal yang subjektif. Realitas itu

hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Fakta bukan sesuatu

yang tinggal diambil, ada dan menjadi bahan dari berita. Fakta dan realitas pada

dasarnya dikontruksi oleh wartawan (Eriyanto, 2002:19).

Pandangan aliran konstrusionis surat kabar sebagai agen kontruksi. Surat

kabar bukanlah murni sebagai sarana saluran atau tempat bagaimana transaksi

pesan dari semua pihak yang terlibat dalam berita. Namun posisi media tidak

hanya sekedar saluran yang bebas, tetapi juga sebagai subjek yang mengkontruksi

realitas. (Eriyanto, 2002 : 23). Surat kabar bebas bergerak menetukan

penggambaran peristiwa yang terjadi. Surat kabar memiliki standart kategorisasi

apakah peristiwa tersebut mampu untuk dijadikan sebagai bahan berita yang

diutamakan, taukah peristiwanya dianggap tidak layak sebagai nilai berita.

Surat kabar adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk


(28)

ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Kalau ada demonstrasi

mahasiswa selalu diberitakan anarkis, hal itu bukan menunjukan realitas

sebenarnya, tetapi menggambarkan bagaimana surat kabar ikut berperan dalam

mengkontruksi realitas. Apa yang tersaji dalam berita adalah produk dari

pemberitaan realitas surat kabar melalui realitas mana yang diambil dan mana

yang tidak diambil. (Eriyanto,2002:23)

Kaum kontruksionis berpendapat, sebuah berita itu ibarat seperti drama.

Bukan menggambarkan realitas, layaknya sebuah drama ada pihak yang

didefinisikan sebgai pahlawan, tetapi ada juga pihak yang diiterpretasikan sebagai

musuh. Kontruksi dibentuk layaknya cerita yang dipertontonkan kepada publik.

(Eriyanto,2002:25). Karena semua drama yang ada pasti memiliki seorang dalang

untuk memainkan apa yang diceritakan.

Berita adalah produk dari institusi sosial, dan melekat dalam hubungannya

dengan institusi lainnya. Berita adalah produk yang profesionalisme yang

menetukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikontruksi. Karena

berita merupakan hasil kerja jurnalistik yang tidak bisa dinilai dengan

menggunakan sebuah standar yang absolute (Eriyanto,2002:27).

Dalam paradigma konstruksionis realitas yang sama bisa jadi menghasilkan

berita yang berbeda. Perbedaan antara realitas yang sesungguhnya dengan berita

tidak dianggap salah, tetapi sebagai suatu kewajaran. Berita yang tercipta dari

wartawan, sekilas pembaca dari kalangan awam memiliki persepsi bahwa proses

berita merupakan semua gejala yang ada pada peristiwa. Berita telah menceritakan


(29)

adanya keberpihakan media terhadap kelompok tertentu tidak disadari oleh

pembaca. Pembaca menganggap berita hanya suatu informasi datangnya dari

wartawan kemudian ditransformasikan lewat media persnya.

Begitu pula dengan sebuah berita, dimana hasil pengkontruksiannya realita

yang menarik tidak akan lepas dari peran seorang wartawan dalam merangkai

sebuah peristiwa. Seorang wartawan harus memiliki kemampuan untuk

mengungkapkan fakta-fakta. Fakta ini dipilih oleh wartawan menurut sudut

pandangnya, mana angel yang harus ditonjolkan dan mana yang ditekankan, serta

membuang fakta tertentu yang dapat merugikan pihak pihak persnya.

Peran wartawan sebagai bagian dari media adalah tidak lebih sebagai

pelapor saja, wartawan harus menyajikan realitas secara benar, dengan

menyingkirkan keberpihakan dan pilihan moral sehingga apa yang diungkapkan

murni fakta, bukan penilaian individu wartawan. Tetapi pernyataan itu ditolak

keras oleh kaum kontruksionis, bahwa bukan hanya melaporkan fakta saja,

melainkan ikut mendefinisikan dan aktif membentuk peristiwa dalam pemahaman

mereka. (Eriyanto,2002:28).

Dalam pandangan kontruksi juga,wartawan layaknya agen atau aktor

pembentuk realitas. Wartwan bukanlah pemulung yang mengambil fakta begitu

saja. Karena dalam kenyataannya, tidak ada realitas yang bersifat eksternal dan

objektif, yang benar yang seakan-akan ada sebelum diliput oleh wartawan.

Proses mengkontruksi yang berlangsung antara media dan wartawannya ini

akibat dari keberpihakan dan ideologi yang dipegang oleh wartawan dan


(30)

tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah

robot yang meliputi apa adanya apa yang dilihat. Etika moral dan keyakinana pada

kelompok adalah bagian yang intergral dan tidak bisa dihilangkan dalam

membentuk dan mengkontruksi realitas. (Sudibyo,2002:55)

Nilai berita (news value) merupakan standart yang menjadi panduan bagi

wartawan untuk menentukan realitas yang seperti apa yang layak diberitakan dan

realitas seperti apa pula yang tidak layak untuk diberitakan. Semakin banyak nilai

berita, semakin besar pula kemungkinan dari realitas tersebut untuk diberitakan.

Namun sebaliknya, semakin sedikit nilai berita semakin kecil pula kemungkinana

dari realitas tersebut untuk diberitakan. Dalam penentuan berita mana yang layak

menjadi head line pun juga demikian. Berita yang mempunyai nilai berita paling

banyak dan paling tinggi semakin besar kemingkinannya menjadi headline,

sebaliknya berita yang sedikit atau rendah nilai beritanya semakin sedikit

kemungkinannya menjadi head line. Pada akhirnya nilai berita menjadi landasan

atau pijakan berfikir bagi wartawan untuk memberikan realitas mana yang diliput

dan mana yang tidak diliput. Begitu juga berita yang seperti apa yang layak untuk

dimuat dan seperti apa pula yang tidak layak untuk dimuat. Pada akhirnya media

bukan hanya menetukan realitas macam apa yang akan mengemuka, namun juga

siapa yang layak dan juga tidak layak masuk menjadi bagian dari realitas tersebut.

Media menjadi kontrol yang mampu mempengaruhi bahkan mengatur isis pikiran

dan keyakinan-keyakinan masyarakat itu sendiri. Media menunjukan bukan hanya

apa yang dapat dan harus dipikirkan namun juga bagaimana masyarakat harus


(31)

Demikian pula dengan pengkatogorisasian berita menjadi hard news, soft

news, features dan seterusnya. Justru menjadi landasan atau pijakan bagi

wartawan untuk menetukan bukan hanya bagaimana sebuah realitas

diklarifikasikan, namun juga menetukan bagaimana sebuah realitas

diklarifikasikan, namun juga menetukan bagaimana peristiwa didefinisikan,

dipahami bahkan direkontruksi. Aspek apa yang diperhatikan dan bagian mana

dari peristiwa yang akan ditulis diantaranya dilihat dari bagaimana sebuah realitas

hendak dilihat dalam kategori berita tertentu. Hal yang sama pula apabila

berbicara tentang objektivitas berita.

Dalam proses manajemen redaksional, realitas sebenarnya selalu bersifat

subjektif. Realitas bisa ada karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan.

Realitas tercipta lewat kontruksi dan sudut pandang tertentuwartawannya. Dengan

demikian, tidak ada realitas yang bersifat objektif karena realitas tercipta lewat

kontruksi dan pandangan wartawan. Realitas pun dapat berbeda-beda, tergantung

konsepsi ketika realitas tersebut dipahami oleh wartawan yang memiliki

pandangan yang juga berbeda. Berita merupakan hasil kontruksi sosial dimana

selalu melibatkan pandangan,ideologi dan nilai-nilai dari wartawan ataupun dari

institusi medi dimana wartawan tersebut bekerja. Bagaimana realitas tersebut

dijadikan berita tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai.

Karena dalam proses kerjamanjemen redaksionalselalu akan melibatkan idiologi,

motif atau kepentingan serta nilai-nilai yang ada dalam diri wartawan dan institusi

media, akan menjadikan media sebagaisaluran yang tidak bebas nilai. Sehingga


(32)

mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan serta bias dan pemihaknya.

Disini media dipandang sebagai agen kontruksi sosial yang mendefinisikan

realitas sesuai dengan kepentingannya. (Birowo,2004:175-177).

2.1.3 Elemen-Elemen Berita

Beberapa elemen nilai berita, yang mendasari pelaporan kisah berita, ialah :

Immediacy, Proximity, Consequence, Conflict, Oddity, Sex, Emotion, Prominence,

Suspense, dan Progress. Didalam kisah berita bisa jadi terdapat beberapa elemen

berita yang saling mengisi dan terkait dengan peristiwa yang dilaporkan

wartawan.

1. Immediacy

Immediacy kerap diistilahkan dengan timelines. Artinya terkait dengan

kesegaran peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita sering dinyatakan sebagai

laporan dari apa yang baru saja terjadi beberapa waktu lalu, hal ini dinamakan

sejarah. Unsur waktu sangat penting disini.

2. Proximity

Khalayak berita akan tertarik dengan berbagai peristiwa yang terjadi

didekatnya, disekitar kehidupan sehari-harinya. Proximity ialah keterdekatan

peristiwa dengan pembaca atau pemirsa dalam keseharian hidup mereka.

Orang-orang akan tertarik dengan berita-berita yang menyangkut kehidupan

mereka, seperti keluarga atau kawan-kawan mereka, kota mereka beserta

klub-klub olahraga stasiun, terminal, dan tempat-tempat yang mereka kenali setiap


(33)

3. Consequence

Berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah berita yang mengandung

nilai konsekuensi. Lewat berita kenaikan gaji pegawai negeri atau kenaikan

harga BBM (Bahan Bakar Minyak), masyarakat dengan segera akan

mengikutiya karena terkait dengan konsekuensi kalkulasi ekonomi sehari-hari

yang harus mereka hadapi. Putusan parlemen yang mengesahkan Banten

menjadi sebuah provinsi dan lepas dari kewilayahan Jawa Barat, akan

diperhatikan masyarakat dikarenakan konsekuensi (bagi para penduduk Banten

dan sekitarnya)

4. Conflict

Peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi, atau kriminal merupakan contoh

elemen konflik di dalam pemberitaan. Persetruan antara individu, antar tim

atao kelompok, sampai antar negara merupakan elemen-elemen natural dari

berita-berita yang mengandung konflik.

5. Oddity

Peristiwa yang tidak biasa terjadi ialah sesuatu yang akan diperhatikan segera

oleh masyarakat. Kelahiran bayi kembar lima, goyang gempa berskala Richter

tinggi, pencalonan tukang sapu sebagai kandidiat calon guberrnur, dan

sebagainya, merupakan hal-hal yang akan jadi perhatian masyarakat.

6. Sex

Kerap seks emnajdi elemen utama dari sebuah pemberitaan, tapi seks sering

pula menjadi elemen tambahan bagi pemberitaan tertentu, seperti pada berita


(34)

dengan elemen seks. Berita politik impeachment Presiden AS, Bill Clinton,

banyak terkait dengan unsur seksnya.

7. Emotion

Elemen emotion ini kadangdinamakan dengan elemen human interest. Elemen

ini menyangkut kisah-kisah yang mengandung kesedihan, kemarahan, simpati,

ambisi, cinta, kebencian, kebahagiaan, atau humor. Elemen emotion sama

dengan komedi, atau tragedi.

8. Prominence

Elemen ini adalah unsur yang menjadi dasar istilah “names make news”, nama

membuat berita. Ketika seseorang menjadi terkenal, maka ia akan selalu

diburu oleh pembuat berita. Unsur keterkenalan ini tidak dibatasi atau hanya

ditunjukan kepada status VIP semata. Beberapa tempat, pendapat, dan

peristiwa termasuk ke dalam elemen ini. Bali, petuah-petuah hidup, dan hari

raya memiliki elemen keterkenalan yang diperhatikan banyak orang.

9. Suspense

Elemen ini menunjukkan sesuatu yang ditunggu-tunggu terhadap sebuah

peristiwa oleh masyarakat. Adanya ketegangan menunggu pecahnya perang

(invasi) AS ke Irak , adalah salah satu contohnya. Namun, elemen ketegangan

ini tidak terkait dengan paparan kisah berita yang menyampaikan fakta-fakta

tetap merupakan hal yang penting. Penantian masyarakat pada pelaku “Bom

Bali” tetap mengandung kejelasan fakta. Namun, ketegangan masyarakat tetap

terjadi selama kasus tersebut dilaporkan media, khususnya kepada rincian


(35)

10.Progress

Elemen ini merupakan elemen “perkembangan” peristiwa yang ditunggu

masyarakat. Kesudahan invasi AS ke Irak misalnya, tetap ditunggu

masyarakat. Bagaiaman masyarakat Irak seusai perang tersebut membangun

pemerintahannya adalah elemen berita yang ditunggu masyarakat. Bagaimana

upaya negara-negara yang terkena wabah SARS, pemberitaanna masih

diminati masyarakat. (Santana, 2005:18-20)

2.1.4 Analisis Framing

Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story

telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat”

terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil

akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing ini adalah analisis yang dipakai

untuk melihat bagaimana media merekonstruksi realitas. Analisis framing juga

dipakai untuk bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Tiap hari

bisa disaksikan dan dibaca bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh

media.

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis

untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa

saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses

konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna

tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertetnu atau wawancara


(36)

teknik jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan

ditampilkan. (Eriyanto, 2002:3)

Frame pada awalnya dimaknai sebagai konseptual atau perangkat

kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik kebijakan, dan wawancara

yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas.

Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada tahun 1974

yang mengandalkan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of

behaviour) yang membimbing individu dalam membaca realitas (Sobur,

2001:162). Realitas itu sendiri tercipta dalam konsepsi wartawan, sehingga

berbagai hal yang terjadi seperti faktor dan orang didistribusikan menjadi

peristiwa yang kemudian disajikan untuk khalayak.

Menurut pandangan G.J. Aditjondro framing adalah sebagai metode

penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari

secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan

terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah yang punya

konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya.

(Sudibyo dalam Sobur, 2001:165)

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah

cara-cara ideologi media saat mekonstruksi fakta. Analisis ini mencermati

strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar menjadi

lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk

menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya, dengan kata lain,


(37)

pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita.

Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menetukan fakta apa yang

diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa

kemana berita tersebut. (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis dalam Sobur, 2001:162)

Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada

dalam kategori penelitian konstruksi. Paradigma ini memandang realitas

kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi.

Karenanya, konsentrasi peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan

cara apa konstruksi itu dibentuk. Ada dua karateristik penting dari pendekatan

konstruksionis. Pertama, pendekatan kostruksionis menekankan pada politik

pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang

realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan

dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang

dalam suatu pesan. Kedua, pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana

pembentukan pesan dari sisi komunikator, dan dalam sisi penerima ia

memeriksa pesan bagaimana konstruksi makna individu ketika menerima

pesa.(Eriyanto, 2002:40)

Dalam ranah studi komunikasi analisis framing mewakli tradisi yang

mengedepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau

akyivitas komunikasi yang ada. Perspektif komunikasi framing dipakai untuk

mebedakan cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Karena

itu konsep framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan


(38)

Disini framing dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang

khas sehingga isu tertentu tersebut mendapatkan alokasi yang besar dari pada

isu-su yang lain.

Framing ini pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di

hadapan pembaca. Melalui framing inilah dapat ditentukan bagaimana realitas

itu harus dilihat, dianalisis dan diklasifikasikan dalam kategori tertentu. Dalam

hubungannya dengan penelitian berita, framing dapat mengakibatkan suatu

peristiwa yang sama dapat menhasilkan berita yang secara radikal berbeda

apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat peristiwa

tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita, karena asumsi dasar dari

framing adalah bahwa individu wartawan selalu menyertakan pengalaman

hidup, pengalaman sosial, dan kecenderungan psikologinya ketika menafsirkan

pesan datang kepadanya.

Melalui analisis framing akan dapat diketahu siapa mengendalikan

siapa, iuntungkan dan siapa dirugkan, sipa menindas dan siapa tertindas.

Kesimpulan-kesimpulan seperti ini sangat mungkin di peroleh karena analisis

framing merupakan suatu seni-kreativitas yang memiliki kebebasan dalam

menafsirkan dengan menggunakan teori dan metodologi tertentu. (Eriyanto,

2002:vi).

2.1.5 Konsep Framing Gamson dan Modigliani

William A. Gamson adalah salah satu ahli yang paling banyak menulis


(39)

penting untuk memahami dan mengerti pendapat umum yang berkembang atas

suatu isu atau peristiwa. Pendapat umum tidak cukup kalau hanya didasarkan pada

data survei khalayak, tetapi perlu dihubungkan dan dibandingkan dengan

bagaimana media mengemas dan menyajikan suatu isu. Sebab, bagaimana media

menyajikan suatu isu menentukan bagaimana khalayak memahami dan mengerti

suatu isu. (Eriyanto, 2002 : 217).

Gamson adalah seorang sosiolog, jadi titik perhatian Gamson adalah

tentang gerakan sosial (social movement), gerakan sosial Gamson tidak mau

menyinggung studi media, elemen penting dari gerakan sosial. Hal inilah yang

menimbulkan framing, frame merujuk pada skema pemahaman individu sehingga

seseorang dapat menempatkan, mempersepsi, mengidentifikasi dan memberi label

peristiwa dalam pemahaman tertentu. (Eriyanto, 2002 : 218).

Dalam suatu peristiwa, frame berperan dalam mengorganisasi pengalaman

dan petunjuk tindakan, baik secara individu maupun kolektif. Dalam pemahaman

ini, frame tentu saja berperan dan menjadi aspek yang menentukan dalam

partisipasi gerakan sosial. Elit membingkai peristiwa sedemikian rupa sehingga

khalayak mempunyai perasaan yang sama. Keberhasilan gerakan atau protes

sosial diantaranya ditentukan oleh sejauh mana khalayak mempunyai pandangan

yang sama atas suatu isu, musuh bersama dan tujuan bersama. (Eriyanto, 2002 :

219).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis William A. Gamson.

Dalam hal ini Gamson dibantu oleh Modigliani, dalam formulasi yang mereka


(40)

yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa

yang berkaitan dengan suatu wacana. Framing adalah pendekatan untuk

mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh

wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Gamson dan Modigliani

menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package). Menurut mereka, frame

adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan

menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek

suatu wacana. Kemasan (package) adalah rangkaian ide-ide yang menunjukkan

isu apa dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan. Package adalah semacam

skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi

makna pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna

pesan-pesan yang ia terima. (Eriyanto, 2002 :223-224)

2.1.6 Perangkat Framing Gamson dan Modigliani

Dalam pandangan Gamson, framing dipahami sebagai seperangkat gagasan

atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai suatu isu.

Ide sentral ini akan didukung oleh perangkat wacana lain sehingga antara satu

bagian wacana dengan bagian lain saling kohesif.

Ada dua perangkat bagaimana ide sentral ini diterjemahkan dalam teks

berita. Pertama, perangkat framing (framing device). Perangkat ini berhubungan

dan berkaitan langsung dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam

teks berita. Perangkat framing ini ditandai dengan pemakaian kata, kalimat,


(41)

Perangkat penalaran berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari teks tersebut

yang merujuk pada gagasan tertentu. (Eriyanto, 2002 : 226-227).

Framing devices terdiri dari :

1. Methapors (perumpamaan atau pengandaian), secara literal dipahami sebagai

cara memindahkan makna sesuatu dengan merelasikan dua fakta memakai

analogi, sering berupa kiasan menggunakan “seperti” atau “bak/bagai”.

2. Catchphrases (frase yang menarik, kontras, menonjol dalam suatu wacana,

umumnya berupa jargon atau slogan), merupakan istilah, bentukan kata atau frase

khas cerminan fakta yang mrujuk pada pemikiran atau semangat sosial tetentu

guna mendukung politik kekuasaan. (Siahaan, 2001 : 85). Jargon adalah kata atau

istilah khas yang digunakan sebuah kelompok masyarakat tertentu, yang

kemudian diadopsi dalam konteks ideologi kekuasaan dan masyarakat luas.

Slogan yaitu kalimat pendek yang maknanya mudah diingat dan memberi

semangat dan membawa efek menggerakkan dukungan. (Siahaan, 2001 : 93).

3. Exemplaar (mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian teori, perbandingan

yang memperjelas bingkai). Exemplar adalah menguraikan atau mengemas fakta

tertentu secara mendalam agar memiliki bobot makna lebih pada satu sisi untuk

dijadikan rujukan. Posisinya sebagai pelengkap dalam kesatuan wacana.

Tujuannya memperoleh pembenaran beroperasinya kukuasaan.

4. Depiction (penggambaran isu yang bersifat konotatif, umumnya berupa

kosakata, lesikon untuk melabeli sesuatu). Depiction sendiri adalah penggambaran

fakta memakai kata, istilah, kalimat bermakna konotatif dan bertendensi khusus


(42)

5. Visual Images (gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara

keseluruhan, berupa foto, kartun atau grafik untuk menekankan dan mendukung

pesan yang ingin disampaikan. Visual images gunanya untuk mengekspresikan

kesan, seperti perhatian atau penolakan dengan menggunakan huruf yang

dibesarkan/dikecilkan, ditebalkan/dimiringkan atau digaris bawahi serta

pemakaian bermacam warna.

1. Sedangkan reasoning devices terdiri dari :Roots (analisis kausal atau sebab

akibat), mengedepankan hubungan yang melibatkan suatu objek atau lebih yang

dianggap sebagai sebab terjadinya hal yang lain.

2. Appeals to Principle (premis dasar, klaim-klaim moral) adalah upaya

memberikan alasan pembenaran dengan memakai logika dan prinsip moral untuk

mengklaim sebuah kebenaran saat membangun wacana.

3. Consequences adalah efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai.

Tabel 2.1. Perangkat Framing William A. Gamson dan Modigliani Frame

Central organizing idea for making senses of relevants events, suggesting, what is at issues (opini leader dalam suatu berita itu yang mempengaruhi suatu isu)

Framing Devices Reasoning Devices

(perangkat framing) : (perangkat penalaran) :

1. Methapors 1. Roots

2. Catchphrases 2. Appeals to Principle

3. Exemplaar 3. Concequences

4. Depiction 5. Visual Images


(43)

2.1.7 Hierarchy of Influence

Media pada dasarnya adalah cerminan dan refleksi dari masyarakat

secara umum. Karena itu, media bukanlah saluran yang bebas, media juga

subyek yang mengkonstruksi realitras, lengkap dengan pandangan, bias dan

pemihakannya.

Di dalam suatu pemberitaan, pembaca kerap berharap media bertindak

netral dan seimbang ketika memberitakan pihak-pihak yang berkonflik.

Kecenderungan atau erbedaan setiap media dalam memproduksi informasi

kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi

institusi media. Pemela shoemaker dan Stephen D. Reese membuat “Hierarchy

of Influence” yang menjelaskan hal ini


(44)

Berikut adalah penjelasan dari gambar diatas:

1. Pengaruh individu-individu pekerja media. Diantaranya adalah

karateristik pekerja komunikasi, latar belkang personal dan profesional.

2. Pengaruh rutinitas media, apa yang dihasilkan oleh media massa

dipengaruhi oleh kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh

komunikator, termasuk tenggat waktu (deadline) dan rintangtan waktu

yang lain, keterbatasan tempat (space), kepercayaan reporter pada

sumber-sumber resmi dalam berita yang dihasilkan

3. Pengaruh organisasional, salah satu tujuan yang penting dari media adalah

mencari keuntungan materiil. Tujuan-tujuan media akan berpengaruh pada

isi yang diberitakan.

4. Pengaruh dari luar organisasi media. Pseudoevent dari kelompok

kepentingan terhadap isis media. Pseudoevent dari praktisi public relations

dan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers.

5. pengaruh ideologi, ideologi merupakan pengaruh yang paling menyeluruh

dari semua pengaruh. Ideologi disini diartikan sebagai mekanisme

simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang memeprsatukan di

dalam masyarakat. (Sobur, 2004:138-139)

2.2 Kerangka Berfikir

Artalyta sebagai suruhan dari Syamsul Nursalim untuk menyuap Ketua

tim penyidik kejaksaan dalam Kasus Bank BDNI, tidak licin dalam menjalankan


(45)

tertangkaplah Artalyta dan Jaksa Urip dengan bukti uang suap yang berjumlah

USD660.000. karena kasus tersebut Artalyta dikenai kurungan selama 5 tahun dan

denda 250 juta. Setelah berjalannya waktu Artalyta mulai dilupakan oleh

masyarakat dan ditutup oleh beberapa kasus besar yang menutupi berita tentang

Artalyta, masyarakat diingatkan kembali oleh Ratu suap ini karena adanya

penemuan Sel mewah di Rutan tempat Artalyta menjalani hukuman.

Ditemukannya sel mewah Artalyta oleh Satgas Anti Mafia Hukum Di Rutan

Pondok Bambu Jakarta merupakan kasus yang sangat menggelitik masyarakat

karena kasus ini membuktikan kebobrokan hukum di negara Indonesia. Fasilitas

yang diberikan setara dengan kamar hotel berbintang seperti adanya televise, AC,

spring bed, baby wolker dan barang-barang yang setara dengan hotel berbintang.

Sangat mencolok perbedaan yang terjadi dengan para tahanan yang lain, seperti

fasilitas yang diberikan. Setelah ditemukannya kasus ini pemerintah tidak tinggal

diam dalam menghadapi kasus ini. Pemerintah mencopot Karutan Pondok Bambu

Sarju Wibowo dan digantikan oleh Catur Budi Patayatin dan untuk Artalyta

ruangan sel mewahnya di kembalikan kepada fungsi semula serta memindah

Artalyta ke Lapas Tangerang dengan tidak ada fasilitas mewah seperti dia ada di

Rutan Pondok Bambu.

Peristiwa tersebut mendapatkan perhatian oleh media dalam berbagai

sudut pandang diantaranya media kompas dan Jawa Pos dimana pada kedua media

ini terdapat perbedaan dalam menuliskan, mengisahkan dan menceritakan tentang

peristiwa ini. perbedaan ini tidak lepas dari ideologi yang telah di bangun di


(46)

dilakukan oleh masing-masing media dengan mengambil jenis penelitian analisis

framing.

Di bawah ini adalah kerangka berpikir dalam penelitian ini :

Gambar 2.2. Kerangka berpikir Berita ditemukannya

sel mewah Artalyta Di Rutan Pondok

Bambu Jakarta

Pembingkaian di surat kabar harian Jawa Pos

dan Kompas

Analisis framing William A. Gamson dan Modigliani

Hasil pembingkaian

Frame

Central organizing idea for making senses of relevants events, suggesting, what is at issues

Framing Devices Reasoning Devices

(perangkat framing) : (perangkat penalaran) :

1. Methapors 1. Roots

2. Catchphrases 2. Appeals to Principle

3. Exemplaar 3. Concequences

4. Depiction 5. Visual Images


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penlitian

Metode penelitian yang dipakai ini adalah metode penelitian kualitatif

dengan menggunakan analisis framing. Analisis framing digunakan untuk

mengetahui bagaimana realitas (peristiwa,aktor,kelompok, dan lainsebagainya)

dikontruksi oleh media dengan cara tekhnik apa peristiwa ditekankan dan

ditonjolkan. Apakah dalam berita ittu ada bagian yang dihilangkan, tepat atau

bahkan disembunyikan dalam pemberitaan semua elemen tersebut tidak hanya

bagian dari teknisi jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai

dan ditampilkan (Eriyanto,2005:3)

Pada penelitian ini akan dijelaskan bagaimana cara media membingkai atau

mengkontruksi berita-berita mengenai “sel mewah Artalyta di Rutan Pondok

Bambu” Media yang digunakan oleh peneliti untuk mengkontruksi berita ini

terambil dari Jawa Pos dan Kompas.

3.1.1 Definisi Operasional

Berita yang di telit oleh peneliti dalam medi Jawa Pos dan Kompas

menggunakan analisiss teks media, frame utama yang mengandung simbol-simbol

dalam pesannya, diuraikan dengan menggunakan perangkat framing (metaphors,

exepmplars, catchphrases, depitcion, visual image) dan berangkat penalaran (root,


(48)

Methapors, yaitu melihat makna dari berita sel mewah Artalyta Di Rutan

Pondok Bambu di media Jawa Pos dan Kompas, dengan merelasikan fakta yang

berupa kiasan atau juga mentransfer kata yang memiliki simbol yang bisa

mewakili keseluruhan. Misalnya, seperti dikutip dari Jawa Pos 11 januari 2010 hal

1, “Satuan Tugas (Satgas) Pemberantas Mafia hukum mulai menunjukan

taringnya” menunjukan bahwa Satgas Anti Mafia hukum tanpa memandang orang

yang disidak dengan menggunakan kiasan “Taringnya”.

Catchphrases, yaitu melihat frase atau bentukkan kata yang menarik,

menonjol dalam berita Sel mewah Artalyta di rutan pondok bambu dalam Jawa

Pos dan Kompas, yang merujuk pada suap yang begitu kental di Indonesia pada

selama ini dan kasus ini sebagai bukti dari semua yang telah terjadi. Umunya

berupa jargon dan slogan, misalnya seperti “Kasus tersebut seperti puncak gunung

es” dikutip dari berita yang diangkat Jawa Pos 11 Januari 2010 hal 19.

Exemplars, yaitu uraian yang memperjelas bingkai dengan contoh,

perbandingan. Posisinya sebagai rajukan, pelengkap pembenaran. Seperti

misalnya dalam pemberitaan Sel mewah Artalyta di Rutan Pondok Bambu di

media Jawa Pos dan Kompas, contohnya: “Ayin juga pernah keluar tahanan.

Penyuap jaksa Urip Tri Gunawan itu mengaku dua kali keluar tahanan” diangkat

Jawa Pos 11 Januari 2010 hal 19.

Depiction, yaitu penggambaran fakta yang bersifat konotatif, bertendensi

khusus agar pemahaman khalayak terarah ke citra tertentu, memunculkan harapan,

atau bahkan ketakutan. Misalnya pada kalimat “Itu dilakukan untuk menghindari


(49)

januari 2010 halaman 19 Penggambaran kerajaan kecil adalah para napi yang

memiliki banyak uang bisa berkuasa di Rutan atau Lapas.

Visual image, yaitu dengan menampilkan foto yang mendukung berita sel

mewah artalyta du Rutan Pondok Bambu. Selain itu juga pengaturan lay out,

seperti penempatan halaman, lebar kolom, dan bentuk headline, yang dilakukan

oleh Jawa Pos dan Kompas, ikut serta mempengaruhi dan mendukung berita yang

di angkat.

Perangkat framing tersebut didukung dengan perangkat penalaran yang

ada, digunakan untuk memberi alasan pembenar. Dari berita sel mewah artalyta di

rutan pondok bambu yang diuraikan oleh Jawa Pos dan Kompas, terlihat roots

yang diuraikan oleh kompas tanggal 12 januari 2010 halaman 1 “Namun, ia

melihat gegap gempita sidak yang diliput media cenderung hanya untuk mencari

popularitas sesaat” terlihat kerja satgas yang seperti mencari muka didepan

masyarakat.

Appeals to praticiple adalah upaya memberikan alasan pembenar dengan

memakai logika dan prinsip moral untuk mengklaim sebuah kebenran. Seperti

terlihat pada kompas 12 Januari 2010 :

“Emerson juga mengakui di penjara itu bukan hal baru. Praktik semacam itu sebenarnya sudah berjalan lama sistematis, dan melibatkan semua pihak di LP atau rutan. Dengan demikian semua kalangan yang terlibat harus diberi sangsi”.

Consequences atau efek yang didapat dari bingkai berita Sel mewah


(50)

Adalah di mana khalayak dapat memahami dan mengerti betul akan sepak terjang

para mafia hukum di Indonesia.

3.2 Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah surat kabar harian Jawa Pos dan

Kompas. Sedangkan obyek penelitian adalah berita-berita tentang sel mewah

Artalyta di rutan pondok bambu yang dimuat pada surat kabar tersebut pada Jaw

Pos dan Kompas 2010.

3.3 Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah uni reference, yaitu

unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat dan kata yang dimuat dalam teks

berita mengenai sel mewah artalyta di rutan pondok bambu di dalam surat kabar

harian Jawa Pos dan Kompas.

Analisis teks media dengan melihat hubungan antar kalimat, foto, grafik,

dan ungkapan narasumber, untuk mengungkapkan pemaknaan terhadap perspektif

yang digunakan oleh media, Jawa Pos dan Kompas dalam melihat suatu peristiwa,

yaitu mengenai sel mewah Artalyta dirutan pondok bambu.

3.4 Populasi dan Korpus

Populasi penelitian ini adalah surat kabar Jawa Pos dan Kompas yang terbit


(51)

Korpus adalah suatu himpunan terbatas dari unsur yang memiliki sifat

bersama atau tunduk pada aturan yang sama, dan karena itu dapat di anlisis

sebagai keseluruhan (Kurniawan,2001 :70)

Korpus dalam penelitian ini adalah :

- Pada Jawa Pos ada 2 judul berita :

1. “Kamar Ayin Setara Hotel” (tanggal 11 januari 2010 halaman 1)

2. “Berdalih buat Karaoke Bareng” (tanggal 12 januari 2010 halaman 1)

- Pada Kompas Ada 2 judul berita :

1. “Artalyta Sedang Dirawat Wajahnya oleh Dokter Spesialis” (tanggal 11

janauri 2010 halaman 1)

2. “Bukti Ada Mafi Hukum” (tanggal 12 januari 2010 halaman 4)

(Data Terlampir)

3.5 Tekhnik Pengumpulan Data

Data penelitian tentang berita Sel mewah Artalyta di Rutan Pondok bambu

Jakarta Jawa Pos dan Kompas., didapat dari pengumpulan secara langsung dari

medianya dengan mengidentifikasikan isi berita, yang berpedoman pada model

analisi framing dari Gamson dan Modiglini. Data hasil identifikasi tersebut

kemudian dianalisis untuk mengetahui perspektif media dalam mengkontruksi


(52)

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

analisis framing. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan

pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti

atau lebih diingat untuk mrnggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.

Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana

perspektif atau cara pandang yang digunakan institusi sosial, dalam hal ini media

(khususnya wartawan sebagai anggota atau bagian dari institusi media), ketika

melakukan praktik penyeleksian isu dan menulis berita. Fakta mana ayng akan

ditonjolkan atau dihilangkan, serta hendak dibawa ke arah mana berita tersebut.

Karenanya berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan

subjek sebagai suatu legitimate, objektif, alamiah, wajar atau tidak terelakkan.

(Sobur, 2002 : 162).

Metode analisis framing yang dipakai pada penelitian ini adalah model

framing Gamson dan Modigliani, yaitu melihat bagaimana cara suatu media

bercerita (story line) yang berkesinambungan saat mengkonstruksi dan memaknai

suatu isu, yang digambarkan oleh media sebagai suatu frame dari sebuah ide atau

gagasan utama (core frame).

Berita-berita mengenai sel mewah Artalyta di Rutan Pondok Bambu yang

dimuat Jawa Pos dan Kompas sebagai gagasan utama, kemudian dianalisis

berdasarkan perangkat framing dari Gamson dan Modigliani dengan melalui


(53)

3.7 Langkah-langkah Analisis Framing

Dengan menggunakan perangkat framing pada model Gamson dan

Modigliani, peneliti hendak menguraikan langkah-langkah yang digunakan untuk

penelitian ini. Berita-berita dalam surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas yang

memuat berita sel mewah Artalyta di Rutan Pondok Bambu ini akan dianalisis

dengan mengikuti langkah-langkah dari perangkat framing Gamson dan

Modigliani yang diuraikan sebagai berikut :

Pertama, menentukan frame dari gagasan utama (core frame), isu yang

diajukan sebagai sentral penelitian, yaitu berita yang memaparkan tentang sel

mewah Artalyta di Rutan Pondok Bambu dari masing-masing media yang diteliti,

yaitu surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas.

Kedua, yaitu dengan melihat simbol-simbol yang ditampilkan oleh kedua

media, mengenai ide sentral yang terbentuk. Kemudian simbol-simbol tersebut

diidentifikasikan menggunakan perangkat framing dari Gamson dan Modigliani,

yang terdiri dari : (framing devices) yaitu dengan melihat methapors, catchprases,

exemplars, depictions dan visual images, juga diperkuat dengan perangkat

penalaran (reasoning devices) yang meliputi roots, appeals to principle dan


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Jawa Pos dan Kompas 4.1.1 Sejarah Perkembangan Jawa Pos

Surat kabar Jawa Pos pertama kali diterbitkan pada 1 juli 1949 oleh suatu perusahaan yang bernama PT Jawa Pos Ltd yang bertempat di jalan kembang jepun 166-169. Perusahaan ini didirikan oleh WNI keturunan kelahiran bangka yang bernama The Cung Ser alias Soesno Tedjo pada tanggal 1 juli 1949. Soesno Tedjo merupakan perintis berdirinya Jawa Pos ini. Pada awalnya Soesno Tedjo ini bekerja di kantor film Surabaya. Pada mulanya dia bertugas menghubungi surat kabar agar pemuatan iklan filmnya lancar. Awal inilah soesono Tedjo mengetahui banyak tentang seluk beluk surat kabar. Dari pengalaman inilah ia kemudian mendirikan surat kabar bernama Java Post pada tanggal 1 juli 1949. Harian Java Post saat itu dikenal sebagai harian melayu Tionghoa, perusahaan penerbitnya waktu itu PT. Java Post Concern Ltd yang bertempat di jalan Kembang Jepun. Pemimpin redaksinya adalaah Thio Oen Sik. Keduanya dikenal sebagai orang-orang republik yang tak pernah goyah.

Pada saat The Cung Sen dikenal sebagai Raja Koran karena memiliki tiga buah surat kabar yang diterbitkan dalam tiga bahasa yang berbeda. Surat kabar yang pertama berbahasa indonesia bernama Java Post, yang kedua berbahasa Tiong hoa bernama Huang Chiau Wan, sedangkan yang ketiga berbahasa Belanda adalah De Vrije Pers.


(55)

Surat kabar De Vrije Pers yang berbahasa Belanda tersebut awalnya dimiliki oleh Vit Geres Maatschappij de vrije Pers yang berlokasi di jalan Kaliasin 52 Surabaya tetapi selanjutnya dibeli oleh Java Post Concern Ltd pada bulan april 1954. Pada bulan dan tahun yang sama Java Post mulai dicetak di percetakan Agil di jalan K.H Mansyur Surabaya.

Pada tahun 1962 harian De Vrije Pers dilarang terbit oleh pemerintah Republik Indonesia sehubungan dengan peristiwa Trikora untuk merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda. Sebagai gantinya diterbitkan surat kabar harian berbahasa Inggris dengan nama Indonesia Daily News, meskipun pada akhirnya harian ini dihentikan penerbitannya karena minimnya pemasangan iklan pada tahun 1981. Sedangkan munculnya kemelut yang disebabkan oleh G30S/PKI ternyata tidak saja menimpa harian Kompas tetapi juga harian Huo Chau Shin Wan, sehingga pada tahun itu harian ini dilarang terbit meskipun dengan kondisi yang memprihatinkan karena oplahnya yang sangat kecil yakni 10000 eksemplar.

Pada awalnya terbitnya Java Post memiliki ciri utama yaitu terbit dipagi hari dengan menampilkan berit-berita umum. Terbitan Java Post dicetak di percetakan Agil, di jalan Kiai Mas Mansur Surabaya dengan oplah 10000 eksemplar. Sejak 1 april 1954, Java Post dicetak di percetakan De Vrije Pers, jalan kaliasin 52 Surabaya. Dari tahun ke tahun jumlah oplah Java Post mengalami peningkatan tercatat pada tahun 1964-1957 oplah 4000 eksemplar.

Pada tahun 1958, java post lebih disempurnakan ejaannya dangan nama Jawa Pos. Pada saat itu perkembangan Jawa Pos semakin membaik dengan oplah pada tahun 1971-1981 menjadi 10.000 eksmplar dan lebih parah lagi pada tahun


(56)

1982 oplah Jawa Pos tinggal 6700 eksemplar. Pendistribusiannya di Surabaya pun hanya 2000 eksmplar, sedangkan lainnya di beberapa kota Jatim dan di Malang yang beredar hanya 350 eksemplar. Penurunana jumlah oplah ini dikarenakan sistem manajemen yang diterapkan semakin kacau. Ketiga anak The Cung Sen yang diharapkan dapat meneruskan usaha penerbitan ini, tidak satupun tinggal di Idonesia. Terlebih lagi tekhnologi cetak juga kian sulit diikuti kemajuaannya. Rendahnya oplah yang diperoleh penerbit yang berakibat pada kecilnya pendapatan menyebabkan The cung sen sebagai pemilik perusahaan kepada PT.Grafiti Pers (yang menerbitkan tempo) pada tanggal 1 April 1982 pak The (panggilan untuk the cung sen) menyatakan tidak mungkin bisa mengembangkan Jawa Pos tapi tidak ingin surat kabar yang didirikannya mati begitu saja. Itulah mengapa sebabnya Jawa Pos diserahkan kepada pengelola yang baru.

Pak The sendiri memiliki Tempo dengan pertimbangan khusus karena Tempo belum punya surat kabar. Kalau saya serahkan kepada rekan yang sudah punya surat kabar. Kalau saya serahkan kepada rekan yang sudah punya surat kabar, tentu surat kabar saya ini di nomer duakan, begitu kata Pak The saat itu. Dengan pertimbangan seperti itu pak the ingin perkembangkan Jawa Pos tidak terhambat. Pak The sendiri dalam usianya yang sudah 89 tahun,akhirnya memang berangkat ke inggris bersam istrinya mega indah yang berusia 71 tahun.

Melihat keadaan yang terjadi pada PT Java Post Concern Ltd. tersebut maka direktur utama Grafiti pers, Bapak Eric Samola, SH menugaskan Bapak Dahlan Iskan untuk membenahi kondisi PT. Java Post Concern Ltd. dengan melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. pada tanggal 1 April 1982


(57)

pengelola Jawa Pos diserahkan kepada Dahlan Iskan yang saat itu menjabat sebagai pemimpin umum dan pimpinan redaksi jawa pos. Sebelum Pak The berangkat ke inggris beliau berpesan agar Jawa Pos bisa dikembangkan sebagaimana dimasa mudanya. Maka pada suatu malam sebelum keberangkatannya ke Inggris sebuah pesta kecil diadakan kebulatan tekad, kami bertekad merebut kembali sejarah yang pernah dibuat Pak The, begitu kata-kata akhir sambutan Dahlan Iskan yang saat itu ditunjuk untuk memimpin Jawa Pos. Kata-kata itu akhirnya dibuktikan oleh dahlan iskan yang sekarang menjabat sebagai direktur utama CEO. Hanya dalam waktu dua tahun oplah Jawa Pos sudah 250.000 eksemplar padahal, ketika ahli manajemen dilakukan untuk meraih oplah 10.000 saja rasanya mimpi.

Sejak itulah perkembangan harian Jawa Pos semakin menakjubkan dan menjadi surat kabar terbesar yang terbit di Surabaya. berkat adanya perbaikan tersebut, maka pada tahun 1999, oplahnya menjadi 320.000 eksemplar.

Pada tanggal 29 Mei 1985, berdasarkan akte notaries Liem Hwa, SH, no.8 pasal 4 menyatakan bahwa nama PT. Jawa Pos Concern Ltd diganti menjadi PT. Jawa Pos. Perubahan lain yang dilakukan oleh manajemen PT. Jawa Pos adalah hal permodalan. pada awalnya PT Jawa Pos dimiliki secara tunggal, namun sehubungan dengan surat menteri penerangan No.1/per/menpen/84 tentang surat ijin usaha percetakan dan penerbitan (SIUPP), khususnya tentang pemilikan saham. Maka 20% dari saham perusahaan tersebut harus dimiliki oleh para karyawan dan wartawan untuk menciptakan rasa ingin memiliki.


(1)

Appels to Principle

Kesejahteraan sipir awal mula terjadinya mafia hukum dirutan Pondok Bambu.

Sangsi adalah cara yang tepat untuk para pelakunya karena praktek ini sudah berjalan cukup lama dan teratur rapi. Consequence

Presiden turun tangan langsung untuk menindak lanjuti masalah mafia hukum di rutan.

Pejabar-pejabat yang bersangkutan langsung dengan sel mewah itu harus mendapat efek jera dari kesalahannya.

Tabel 4.9 (bagan bingkai umum)

Pembahasan di atas menunjukan bagaimana peristiwa yang sama bisa dimaknai dan didefinisikan secara berbeda. Pendefinisian yang berbeda tersebut menyebabkan peristiwa bisa berubah secara total. jika ditarik ke dimensi yang lebih luas, yakni seleksi isu dan penonjolan aspek-aspek tertentu, maka terlihat bahwa masing-masing media memiliki frame sendiri dalam menyeleksi isu tertentu dan menonjolkannya sehingga lebih diperhatikan dan dimaknai.

Frame Jawa Pos lebih menuju kepada kesalahan aparat yang mudah disuap sehingga mereka dengan mudahnya memberikan fasilitas-fasilitas mewah untuk para narapidana. Aparat yang memberi kebebasan narapidana untuk keluar dari gedung rutan untuk keperluan pribadi. Jawa Pos juga memberi penekanan dalam kata-kata dan penjelasan-penjelasan para nara sumber, serta gambar atau foto dengan bagan yang menggambarkan keadaan dan menjelaskan tata letak ruangan Artalyta. Dengan segala penjelasan yang ada sehingga bingkai inti bisa dimengerti dan dimaknai.

Sedangkan Kompas membingkai bahwa ruangan Artalyta adalah bukti dari mudahnya hukum di Indonesia untuk dibeli dengan materi. Artalyta mendapat fasilitas itu pastinya tidak murah untuk mendapatkannya, karena semua pegawai rutan yang ada didalamnya ikut terlibat. Mafia hukum yang ada dalam rutan


(2)

merupakan kebiasaan sehari-hari selama ini, karena sudah lamanya praktek-praktek mafia hukum seperti itu. Bahkan ruangan seperti itu bisa dipesan terlebih dahulu sebelum menjadi narapidana. Artalyta bisa mendapatkan itu tidak lepas dari kepintarannya untuk menyuap para pejabat-pejabat hukum tersebut, sehingga Artalyta mendapat sebutan ratu suap Indonesia.

Pembentukan frame sebagaimana di atas tentunya tak lepas dari pengaruh ideologi masing-masing media. Ideologi media adalah dasar pemikiran yang melandasi berdirinya sebuah media, dan pada akhirnya berkaitan dengan posisi media tersebut dalam menyikapi suatu relitas. Ideoleogi media terwujud dalam bentuk pandangan-pandangan, nilai-nilai dan norma-norma tertentu yang berlaku dan mempengaruhi sistem kerja redaksional di media tersebut. Untuk mengetahui ideologi dari suatu media dapat dilihat dengan beberapa cara diantaranya, sejarah berdirinya media tersebut.

Benar bahwa media harus bekerja secara obyektif, berimbang dan netral di bawah kaedah-kaedah jurnalistik. Bisa jadi secara kaedah jurnalistik suatu pemberitaan sudah dikatakan benar. Tapi ternyata selalu ada celah bagi media untuk secara halus menyisipkan ideologi dan tendensinya memlalui realitas yang mereka beritakan, atau ideologi dan tendensi tersebut secara tidak sdar hadir dalam berita.

Berita bukanlah representasi dari realitas. Berita yang kita baca dan lihat pada dasarnya adalah hasil kontruksi kerja jurnalistik. Pemilihan fakta, sumber, pemakaian kata, gamabr samapi pada penyuntingan merupakan proses kontruksi yang dilakukan oleh wartawan.


(3)

Penempatan sumber berita yang menonjol dibandingkan dengan sumber yang lain menempatkan wawancara seorang tokoh lebih besar dibandingkan tokoh yang lain. Liputan yang hayasatu sisi dan merugikan pihak lain tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok, tidak dianggap sekedar kekeliruan yang dilakukan oleh wartawan. memang seperti itulah kontruksi wartawan tehadap realitas yang hendak dia berikan.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulam

Dari data-data yang telah ditampilkan pada bab 4, yakni hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan :

Pembingkaian media Jawa Pos tentang ditemukannya sel mewah di rutan Pondok Bambu Jakarta adalah lebih menekankan kalau aparat adalah kelompok yang bertanggung jawab atas segala fasilitas yang ada. Karena tanpa ada campur tangan aparat rutan gak akan ada barang-barang mewah itu bisa masuk ke rutan dengan mudahnya.

Pembingkaian dari Kompas tentang berita sel mewah Artalyta adalah dibingkai dengan sisi Artalyta sebagi ratu suap juga merupakan orang yang mampu membeli hukum di negeri ini. Ruangan yang dia miliki di rutan pondok bambu merupakan ruangan istirahat dan ruang kerja.

5.1 SARAN

Dari kesimpulan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa masing-masing media, Jawa Pos dan Kompas memilik perspektif penyimpulan yang berbeda dalam menggambarkan berita sel mewah Artalyta di rutan pondok bambu. Dengan latar belakang yang berbeda. Saran peneliti :

Jawa Pos dan Kompas merupakan media yang berbeda idealisme atau sudut pandangnya dalam menggambarkan sebuah peristiwa, hendaknya media


(5)

lebih berimbang dalam mengangkat sebuah kasus, sehingga khalayak atau masyarakat tidak bingung dalam mendapat sebuah informasi.

Dalam penelitian ini peneliti berharap untuk peneliti selanjutnya untuk menggunakan metode Gamson, karena metode ini mudah dipahami serta dalam menguak sebuah bingkai inti dalam sebuah berita mudah untuk dipahami.


(6)

Birowo M, Antonius, 2004,Metode Penelitian Komunikasi (Teori dan aplikasi), Gitanyali, Yogyakarta.

Djuroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers. 2002. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: PT. LkiS, 2002

Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi,2001.Pers Indonesia Era Transisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Oetama, Jacob. Pers Indonesia. 2001. Jakarta: PT. Kompas Gramedia Group. Siahaan, Toman M, dkk, Pers yang Gamang: Studi Pemberitaan Jajak Pendapat

Timor Timor, Surabaya: Lembaga Studi Perubahan Social, 2001 Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Statu Pengantar Untuk Analisis Wacana,

Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006

Sen,Krishna dan David Hill,2001,Media,Budaya dan Politik di Indonesia Jakarta,isai.

Santana, Septiana, 2005. Jurnalisme Kontemporer, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Sudibyo,Agus, 2001,Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta: LKIS Non buku :

(http://intl.feedfury.com) diakses pada tanggal 17/02/2010 pukul 14.00. (http://www.detiknews.com) diakses pada tanggal 17/02/2010 pukul 14.30 http://www.detiknews.com) diakses pada tanggal 17/02/2010 pukul 14.45 Media :


Dokumen yang terkait

PEMBINGKAIAN BERITA BAILOUT CENTURY (Studi Analisis Framing Tentang Bailout Century Pada Sidang Paripurna SPR di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas).

1 2 100

Pembingkaian Berita Isu Reshuffle Kabinet (Studi Analisis Framing Berita Isu Reshuffle Kabinet di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas).

0 0 102

PEMBINGKAIAN BERITA RUU NIKAH SIRI DI SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS (Studi Analisis Framing RUU Nikah Siri di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos).

1 3 115

PEMBINGKAIAN BERITA PEMBATALAN KUNJUNGAN KEPALA NEGARA KE BELANDA DI SURAT KABAR (Studi Analisis Framing Berita Pembatalan Kunjungan Kepala Negara ke Belanda di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas).

3 13 142

PEMBINGKAIAN BERITA PEMBATALAN KUNJUNGAN KEPALA NEGARA KE BELANDA DI SURAT KABAR (Studi Analisis Framing Berita Pembatalan Kunjungan Kepala Negara ke Belanda di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas)

0 0 17

KATA PENGANTAR - PEMBINGKAIAN BERITA RUU NIKAH SIRI DI SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS (Studi Analisis Framing RUU Nikah Siri di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos)

0 0 17

PEMBINGKAIAN BERITA KISRUH PILKADA DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS EDISI, 22 -23 MEI 2010. ( STUDI ANALISIS FRAMING KISRUH PILKADA DI MOJOKERTO PADA SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS EDISI 22-23 MEI 2010).

0 0 22

PEMBINGKAIAN BERITA SEL MEWAH ARTALYTA DI RUTAN PONDOK BAMBU JAKARTA ( Analisis Framing Berita Sel Mewah Artalyta Di Rutan Pondok Bambu Jakarta Pada Harian Jawa Pos dan Kompas)

0 0 24

Pembingkaian Berita Isu Reshuffle Kabinet (Studi Analisis Framing Berita Isu Reshuffle Kabinet di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas)

0 0 17

PEMBINGKAIAN BERITA BAILOUT CENTURY (Studi Analisis Framing Tentang Bailout Century Pada Sidang Paripurna SPR di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas)

0 0 19