PEMBINGKAIAN BERITA BAILOUT CENTURY (Studi Analisis Framing Tentang Bailout Century Pada Sidang Paripurna SPR di Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas).
dan selesaiuntuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim. 2. Dra. Hj Ec Suparwati, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.
3. Dra. Dyva Claretta, M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis. Terima kasih atas segala kontribusi Ibu terkait penyusunan skripsi ini.
4. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.
5. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.
6. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.
7. Bapak dan Ibu makasi buat dukungan, pengertian, dan DOAnya.. n Mas makasi buat bantuannya.
8. Sahabat-sahabat luar biasa yang tak sekedar memotivasi dari sebelum berlangsungnya proses proposal hingga selesainya proposal ini: Chyntia Manuhutu, Sarashati, Agnez Sorta, Rani Zamsilfani, serta Sealy rica.
(2)
iv
10. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini, untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan demi tercapainya hal terbaik dari skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.
Surabaya, Mei 2010 Penulis
(3)
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
2.1 Media dan Konstruksi Realitas ... 8
2.2 Pers sebagai Institusi Ekonomi-Politik ... 10
2.3 Sidang Paripurna DPR Maret 2010 ... 12
2.4 Analisis Framing ... 13
2.4.1 Proses Framing ... 14
2.4.2 Perangkat Framing Pan dan Kosicki ... 16
2.5 Kerangka Berpikir... 24
(4)
3.3 Unit Analisis ... 28
3.4 Populasi dan Korpus ... 28
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 29
3.6 Teknik Analisis Data... 30
3.7 Langkah-langkah Framing... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 32
4.1.1 Profil Perusahaan Jawa Pos ... 32
4.1.2 Kebijakan Redaksional ... 37
4.2 Profil Perusahaan Kompas ... 43
4.2.1 Jaringan Distribusi ... 48
4.2.2 Kebijakan Redaksional... 48
4.2.3 Profil Produk... ... 51
4.3 Analisis Data... 53
4.3.1 Berita Tanggal 3 Maret 2010... 53
4.3.2 Berita Tanggal 4 Maret 2010... 63
4.3.3 Berita Tanggal 5 Maret 2010... 72
(5)
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(6)
Tabel 3. Jaringan Wilayah Distribusi Kompas ... 47
Tabel 4. Sirkulasi Kompas Per Hari... 47
Tabel 5. Deskripsi Halaman Surat Kabar Kompas ... 52
Tabel 6. Struktur Frame Jawa Pos ... 53
Tabel 7. Struktur Frame Kompas... 58
Tabel 8. Struktur Frame Jawa Pos ... 63
Tabel 9. Struktur Frame Kompas... 68
Tabel 10. Struktur Frame Jawa Pos ... 72
Tabel 11. Struktur Frame Kompas... 76
Tabel 12. Pembahasan Frame Jawa Pos dan Kompas... 83
(7)
ix
Lampiran 2. Surat Kabar Jawa Pos 4 Maret 2010... 92
Lampiran 3. Surat Kabar Jawa Pos 5 Maret 2010 ... 96
Lampiran 4. Surat Kabar Kompas 3 Maret 2010 ... 98
Lampiran 5. Surat Kabar Kompas 4 Maret 2010 ... 101
(8)
Dua hari Senayan menjadi pusat perhatian. Sidang Paripurna Pansus Century menyedot perhatian sebagian besar masyarakat Indonesia. Selama dua hari, dua surat kabar Jawa Pos dan Kompas menampilkan berita mengenai Sidang Paripurna. Tetapi didalam memberitakan, Jawa Pos dan Kompas membangun Frame yang berbeda. Frame Jawa Pos mengarah pada masyarakat, sedangkan frame Kompas mengarah pada pemerintah.
Tentang proses konstruksi realitas, prinsipnya setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha untuk mengkonstruksi realitas. Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang bermakna
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis framing Pan dan Kosicki, dalam pendekatan ini framing dapat dibagi ke dalam empat struktur besar, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Berita-berita yang dianalisis adalah berita mengenai sidang paripurna DPR Maret 2010.
Hasil analisis peneliti dapat diketahui bahwa frame yang disajikan Jawa Pos adalah pemberian dana talangan pada Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun bermasalah baik dalam hal kebijakan maupun pelaksanaan jelas-jelas melanggar hukum. Sedangkan frame Kompas adalah kebijakan bailout century merupakan usaha penyelamatan perekonomian dari krisis.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan ada perbedaan antara Jawa Pos dan Kompas dalam memberitakan kebijakan pemerintah tentang bailout century yang dibahas dalam sidang paripurna DPR Maret 2010. dimana Jawa Pos lebih condong menyalahkan kebijakan bailout century yang melanggar hukum. Sebaliknya Kompas lebih condong membenarkan kebijakan pemerintah karena ingin menyelamatkan perekonomian dari krisis. Sebagai salah satu sarana informasi, surat kabar seharusnya tidak melibatkan kepentingan apapun, baik politis maupun ekonomis dalam penyajian berita.
(9)
(10)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Dua hari Senayan menjadi pusat perhatian. Rapat Paripurna Pansus Century menyedot perhatian sebagian besar masyarakat Indonesia. Dua hal yang membuat publik sangat antusias. Pertama, isu Pansus itu sendiri. Kasus Bank Century itu telah menyeret tokoh penting di negeri ini. Yakni, mantan Gubernur Bank Indonesia yang kini menjabat Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Keduanya dianggap bertanggung jawab dalam bailout Rp 6,7 triliun yang memunculkan pro dan kontra itu.
Hal Kedua yang membuat acara tersebut menjadi tontonan nomor satu adalah gaya para politisi. Paripurna benar-benar menjadi suguhan yang nikmat. Hujan interupsi dan bersilat lidah menjadi daya tarik yang luar biasa. Hari pertama, terjadi kericuhan yang berawal dari langkah Ketua DPR Marzuki Alie yang menutup rapat secara sepihak. Para wakil rakyat saling dorong dan saling hujat dengan kepala panas. Karena tidak bisa menahan emosi, salah seorang anggota DPR naik ke panggung dan nyaris memukul Marzuki Alie. Reaksi sejumlah anggota dewan dari berbagai fraksi, berasumsi bahwa apa yang dipertontonkan ketua DPR adalah sikap yang sarat dengan pelanggaran konstintusi.
Kericuhan tidak hanya terjadi di dalam ruang sidang, tetapi juga di jalanan, di luar gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Ribuan demonstran dan polisi beberapa kali terlibat bentrok. Bentrok terjadi setelah mendengar kabar hasil sidang rapat
(11)
paripurna. Para demonstran membawa spanduk yang bertuliskan menghujat pemerintahan SBY-Boediono, demonstran berasal dari beberapa elemen mulai dari mahasiswa hingga masyarakat biasa.
Kekacauan dan emosi para anggota DPR menanggapi hasil kerja Pansus Hak Angket Century dipicu karena tidak becusnya ketua DPR Marzuki Alie mengendalikan Sidang Paripurna dengan menutup sidang di tengah-tengah interupsi para anggota sidang. Sikap Marzuki ini layak dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) DPR menurut hakim konstitusi Akil Mochtar ( Jawa Pos, 3 Maret 2010)
Setelah dua bulan bekerja, Pansus Hak Angket Century berakhir di Sidang Paripurna DPR. 325 anggota DPR memilih opsi C yang menyebutkan adanya pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century. Sedangkan opsi A yang di usung oleh Partai Demokrat, PAN dan PKB ini harus puas memperoleh 212 suara. Dengan rendahnya suara opsi A, menandakan Partai koalisi Presiden SBY tumbang di Sidang Paripurna ( Jawa Pos, 4 Maret 2010)
Berakhirnya Sidang Paripurna dengan menetapkan bailout Century bermasalah dan memutuskan adanya pelanggaran hukum. Pemakzulan Wakil Presiden Boediono semakin mengemuka. Boediono yang saat itu menjabat Gubernur Bank Indonesia dianggap orang yang bertanggung jawab atas bailout Rp 6,7 triliun. Tetapi pemakzulan Boediono sangat sulit dilakukan ( Jawa Pos, 5 Maret 2010).
Kericuhan Rapat Paripurna DPR, dengan agenda pembacaan hasil penyelidikan Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century,
(12)
mengundang protes, baik di internal DPR maupun kalangan di luar parlemen. Kericuhan yang memalukan itu terjadi karena kurangnya pengalaman politik. Kericuhan dipicu penutupan rapat secara tiba-tiba oleh Marzuki Alie saat masih banyak anggota Dewan ingin berbicara. Namun Marzuki Alie, politikus Partai Demokrat itu, mengaku telah melaksanakan tugas sesuai dengan hasil rapat Badan Musyawarah DPR dan Peraturan Tata Tertib DPR ( Kompas, 3 Maret 2010)
Koalisi partai politik yang mendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono terlihat berantakan. Dewan Perwakilan Rakyat, memutuskan opsi C, yakni pemberian dana talangan kepada Bank Century dan penyalurannya diduga ada penyimpangan sehingga diserahkan ke proses hukum. Partai pendukung koalisi tak sepenuhnya mendukung pilihan Partai Demokrat, yaitu opsi A, yakni pemberian dana talangan kepada Bank Century dan penyalurannya tak ada masalah. Sikap Partai Demokrat hanya didukung penuh Partai Amanat Nasional (PAN). Sebaliknya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang semula sejalan dengan Demokrat ternyata seorang anggotanya, Lily Wahid, memilih opsi C. Bahkan, mayoritas anggota Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memilih opsi C dan tak ada yang memilih opsi A ( Kompas, 4 Maret 2010)
Menurut Presiden SBY temuan Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century tidak dapat dijadikan barang bukti di depan pengadilan semuanya perlu ditindak lanjuti. Menurut Undang-Undang Nomer 6 Tahun 1954 Hak Angket tidak bisa menjadi alat bukti di pengadilan. Tentang perbedaan pendapat antar fraksi tidak perlu dirisaukan. Wakil Presiden Boedionopun juga memberikan
(13)
tanggapan atas pemakzulan dirinya semua pejabat negara harus tunduk pada hukum dan menjunjung tinggi amanat rakyat (Kompas, 5 Maret 2010)
Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai peluang besar untuk diperhatikan dan mempunyai khalayak dalam memahami realitas karena itu dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana ( sobur, 2001:164)
Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau
cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandangan atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Framing seperti dikatakan Todd Gitlin (Eriyanto,2002:68) adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Melalui frame, jurnalis mengemas peristiwa yang dapat dipahami, dengan perspektif tertentu dan lebih menarik perhatian khalayak. laporan berita yang ditulis oleh wartawan pada akhirnya menampilkan apa yang dianggap penting, apa yang perlu ditonjolkan dan apa yang perlu disampaikan oleh wartawan kepada khalayak pembaca.
Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi atau alat narasi. Jika dicermati secara teliti, seluruh isi media entah media cetak maupun elektronik menggunakan bahasa, baik bahasa verbal (kata-kata tertulis atau lisan) maupun bahasa non-verbal (gambar, foto, gerak-gerik,
(14)
grafik, angka, atau tabel). Terdapat berbagai cara media massa mempengaruhi bahasa dan makna, mengembangkan kata-kata baru beserta makna asosiatifnya, memperluas makna dari istilah-istilah yang ada, mengganti makna lama sebuah intilah dengan makna yang baru, memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam suatu sistem bahasa (Hamad, 2004:12)
Penggunaan bahasa tertentu berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya. Dari perspektif ini, bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus dapat menciptakan realitas. Lebih dari itu, menurut Giles dan Wiemann bahasa (teks) mampu menentukan konteks, bukan sebaliknya teks menyesuaikan diri dengan konteks. Dengan begitu, lewat bahasa yang dipakainya (melalui pilihan kata atau cara penyajiannya) seseorang bisa mempengaruhi orang lain. Melalui teks yang dibuatnya, ia dapat memanipulasi konteks. Dalam komunikasi politik cara-cara seperti ini sering dilakukan oleh para aktor politik (Hamad, 2004: 13-14).
Sebagai satu bentuk analisis teks media, analisis framing mempunyai perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi isu dan fakta tertentu yang diberitakan media. Fakta tidak ditampilkan apa adanya, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna yang spesifik. Dalam hal ini biasanya media menyeleksi sumber berita, memanipulasi pernyataan, dan
(15)
mengedepankan perspektif tertentu sehingga suatu interpretasi menjadi lebih mencolok daripada interpretasi lain (Sobur, 2002:165)
Hal ini sejalan dengan pendapat Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang melihat framing sebagai cara untuk mengetahui bagaimana suatu media mengemas berita dan mengkonstruksi realitas melalui pemakaian strategis kata, kalimat, lead, hubungan antar kalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Karena alasan itulah maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan perangkat framing milik Zhongdang dan Gerald M. Kosicki untuk mengetahui bagaimana Harian Jawa Pos dan Harian Kompas mengkonstruksi berita mengenai Sidang Paripurna DPR Maret 2010. Alasan peneliti menggunakan perangkat framing model Pan dan Kosicki, sebab model ini lebih memusatkan perhatian pada studi secara sistematis karena adanya pertarungan politik yang melingkupi selama Sidang Paripurna. Dari alasan itulah, peneliti menganggap bahwa model tersebut cocok digunakan untuk mengetahui konstruksi berita mengenai peristiwa Sidang Paripurna Maret 2010 dimana dalam Sidang Paripurna tersebut para politisi, baik yang menolak maupun yang mendukung pengambilan keputusan opsi A dan opsi C kebijakan Bailout Century saling beradu argumentasi untuk mendapatkan dukungan dari partai koalisi maupun partai lawan dan berusaha menjatuhkan lawannya melalui pernyataan-pernyataan yang memojokkan.
Dalam membingkai atau mengkonstruksi suatu realitas, antara media cetak satu dengan yang lain terdapat perbedaan. Seperti halnya pada surat kabar
(16)
Jawa Pos dan Kompas, dimana kedua harian ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyeleksi suatu isu dan menulis berita mengenai Sidang Paripurna anggota DPR pada bulan Maret 2010 yang membahas masalah pengambilan keputusan opsi A dan opsi C Bailout Century.
Kasus ini dipilih karena pengambilan keputusan untuk menentukan apakah bailout Bank Century yang dilakukan pemerintah dianggap bermasalah atau tidak,
pengambilan keputusan dengan cara voting memilih antara opsi A yang menganggap bailout Century tidak ada masalah dan opsi C yang menganggap bailout Century bermasalah. Selain itu dalam Sidang Paripurna ketegangan
sempat mewarnai selama sidang tersebut berlangsung, baik antara mahasiswa yang berunjuk rasa dengan pihak kepolisian maupun antar anggota DPR sendiri yang tidak terima sidang Paripurna diberhentikan secara sepihak oleh pimpinan sidang atau ketua DPR RI.
Alasan peneliti memilih harian Jawa Pos dan Kompas dikarenakan adanya perbedaan berita antara surat kabar Jawa Pos dan Kompas dalam memberikan masalah pengambilan keputusan opsi A dan opsi C yang dibahas dalam Sidang Paripurna. Perbedaan harian Jawa Pos dan Kompas dalam mengkonstruksi atau membingkai berita dikarenakan adanya perbedaan cara pandang wartawan dari masing-masing media dalam mempresentasikan kasus tersebut. Perbedaan dari cara kedua harian tersebut dalam mengemas berita disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan juga perbedaan visi dan misi dari masing-masing media tersebut, dimana visi dan misi Jawa Pos adalah mempertahankan dan
(17)
mengembangkan perusahaan bisnis dengan melaksanakan fungsi pers(Jawa Pos, Leafled,2004).
Sebagai dua surat kabar terbesar, peneliti ingin mengetahui bagaimana kedua surat kabar ini memberitakan opsi A dan opsi C tentang kebijakan Bailout Century yang sempat menuai protes dari masyarakat di berbagai daerah.
Periode yang dipilih dalam penelitian ini adalah bulan Maret 2010 karena pada periode tersebut harian Jawa Pos dan harian Kompas memuat berita-berita mengenai Sidang Paripurna DPR Maret selama tanggal 2 Maret sampai 5 Maret 2010.
Sesuai dengan fungsinya, pers dalam hal ini media massa cetak seperti surat kabar, mempunyai beberapa fungsi antara lain untuk memberikan informasi, mendidik, menghibur, serta mempengaruhi khalayak pembaca yang menyebabkan surat kabar memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Selain itu surat kabar juga berperan sebagai kontrol di masyarakat. Dengan adanya kontrol sosial tersebut, surat kabar tidak hanya bersifat informatif tetapi juga persuasif, yaitu bukan hanya menyiarkan informasi, tetapi juga membujuk dan mengajak khalayak untuk mengambil sikap tertentu agar berbuat sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian atau gambaran, media massa mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik. Media massa ikut menentukan baik tidaknya masyarakat dan apa yang ditampilkan akan diikuti oleh khalayak. selain itu dalam media massa ada pemilik modal, pemimpin redaksi, pemerintah, dan masyarakat.
(18)
Masing-masing kelompok ini mempunyai ukuran, tuntutan, keinginan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan kepentingan ini yang membuka peluang memunculkan konflik kepentingan (conflic of interest), sehingga perlu adanya aturan yang konkret untuk membatasi apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, sehingga diharapkan dapat mewadahi atau menjadi tolak ukur dalam mengatur “pergaulan” antara media massa, pemerintah, dan masyarakat. Hal tersebut yang menjadikan media dapat memberikan pengaruh-pengaruh positif dan negatif. Dengan adanya peran tersebut media massa merupakan sebuah kekuatan raksasa yang sangat diperhitungkan.
Namun sebagian masyarakat berpendapat bahwa media massa tidak lebih banyak memberikan kebenaran atau fakta apa adanya. Media cenderung menciptakan peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan terbentuknya kebenaran. Tidak selalu untuk melayani kepentingan pihak-pihak tertentu secara sepadan terkontrol. Maka yang namanya realitas dan subyek politik menjadi luntur, keduanya tidak selalu menjadi penting ketimbang yang dikatakan media tentang realitas dan subjek politik tersebut (Sobur, 2002 : 30-31)
Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa media massa mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, terlepas dari bagaimana wartawan mengemas dan menyajikan beritanya. Karena media massa juga merupakan jembatan dalam membangun stabilitas nasional serta kontrol sosial antara pemerintah dan masyarakat, yang dalam penyampaiannya tidak hanya dapat disampaikan secara langsung namun secara efisiensi dan efektifitas hal tersebut juga dapat disampaikan melalui media massa.
(19)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
“Bagaimanakah pembingkaian berita bailout Century tentang Opsi A dan Opsi C di Sidang Paripurna pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surat Kabar Kompas?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :
“Mengetahui pembingkaian berita bailout Century tentang Opsi A dan Opsi C di Sidang Paripurna pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surat Kabar Kompas”
1.4 Manfaat Penelitian
a. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran pada institusi terutama pada harian Jawa Pos dan Kompas khususnya dalam membingkai atau mengkonstruksi suatu realitas. b. Masyarakat dapat memahami realitas yang dibangun oleh media massa
(20)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Massa dan Konstruksi Realitas
Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebagai subjek yang menkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemaknaannya. Di sini media dipandang sebagai agen konstruksi realitas sosial yang mendefinisikan realitas (Eriyanto, 2002:23).
Media massa atau pers merupakan realitas simbolik sosial yang berperan membentuk realitas subjektif sosial. Artinya berita-berita yang dimuat media merupakan realitas simbolik yang mempengaruhi persepsi khalayaknya mengenai realitas. Sebagai institusi sosial yang mempengaruhi realitas subjektif, pers mempunyai tanggung jawab moral terhadap kebenaran informasi. Inilah yang merupakan tuntutan etis, dalam penyajian informasi (Henry dalam Jurnal ISKI 1999:86)
Dengan kata lain, media berperan mendefinisikan bagaimana sebuah realitas dipahami, bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. pendefinisian tersebut bukan hanya peristiwa, melainkan juga aktor-aktor sosial. Di antara berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas. Fungsi pertama dalam media adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media disini berfungsi menjaga nilai-nilai kelompok, dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu dijalankan. Dalam kerangka ini dapat mendefinisikan nilai kelompok dan perilaku atau nilai apa yang dipandang menyimpang. Perbuatan, sikap atau nilai yang menyimpang tersebut bukanlah sesuatu yang
(21)
alamiah (nature) yang terjadi dengan sendirinya, dan diterima begitu saja, melainkan dikonstruksi. Lewat konstruksi tersebut media secara aktif mendefinisikan peristiwa dan realitas sehingga membentuk kenyataan apa yang layak, apa yang baik, apa yang sesuai, dan apa yang dipandang menyimpang (Eriyanto, 2002:122)
Sehingga jelas bahwa berita bukanlah realitas yang sesungguhnya melainkan realitas buatan. Oleh sebab itu ketika pers mengungkap realitas, menurut Henry tidak berarti menyetujui apa yang sedang berlangsung. Memberitahukan realitas, bukan soal setuju atau tidak setuju, melainkan realitas itu ada, maka masyarakat berhak mengetahuinya. Dan informasi realitas tersebut merupakan dasar bagi masyarakat untuk menentukan sikap, perilaku atas tanggapan mereka terhadap lingkungan sebenarnya. Berkaitan dengan itu maka perlu mengetahui bagaimana apresiasi masyarakat terhadap informasi realitas yang berkembang di era reformasi ini (Kasiyanto dalam Jurnal ISKI, 1999:86).
Tentang proses konstruksi realitas, prinsipnya setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha untuk mengkonstruksi realitas. Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna.
(22)
Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004 : 11-12)
2.2 Pers sebagai Institusi Ekonomi-Politik
Kompetisi media di Indonesia saat ini, mendorong sebagian pekerja pers nasional kita mengelola media massa lebih berorientasi kepada kepentingan bisnis (profit oriented) ketimbang idealisme pers dan membuat pers menomerduakan misi edukatifnya.
Paradigma pers di tengah kecenderungan itu, mengalami pergeseran. Bila sebelumnya orientasi media massa adalah pemenuhan selera publik media (give the press the public wants) kini lebih memprioritaskan pembentukan selera publik
(give the press the public should know) (Ali dalam Jurnal ISKI, 1998:13)
Pada dasarnya, fungsi media massa adalah menyiarkan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Namun pada kenyataannya, fungsi media massa yang sedemikian idealnya itu diperankan sebagai “organ” atau alat, baik sebagai alat pengelolanya, alat penguasa, ataupun alat segolongan orang tertentu. Sebagai alat pengelolanya, peranan media massa pada umumnya bertujuan agar pengelolanya memperoleh pengaruh ataupun keuntungan komersial. Sebagai alat penguasa, peranan media massa bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan dan menyebarluaskan kebijakan penguasa. Sebagai alat golongan tertentu, baik dalam jumlah kecil maupun kelompok bisnis atau kelompok penekana (pressure group) maupun dalam jumlah yang besar berupa
(23)
organisasi politik dan ekonomi, tentunya mendorong keuntungan-keuntungan bisnis dan ekonomi (Pareno, 2005:11-12).
Bisnis pers berorientasi ekonomi itu, mendorong kinerja media massa untuk lebih memprioritaskan kepentingan non pers di atas kepentingan pers yang sesungguhnya. Akibat idealisme pers yang dikehendaki publiknya semakin menjauh, dimana pers lebih mengaktualisasikan kepentingan pemerintah, dibandingkan kepentingan masyarakat (Ali dalam Jurnal ISKI, 1998:17)
Menurut teori media politik-ekonomi, sebagai bagian dari sistem ekonomi, institusi media juga bertalian erat dengan sistem politik. Dimana kualitas pengetahuan masyarakat, yang diproduksi oleh media untuk masyarakat, sebagian besar dapat ditentukan oleh nilai tukar berbagai ragam isi dalam kondisi yang memaksakan perluasan pasar, dan juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu kebijakan. Berbagai kepentingan tersebut berkaitan dengan kebutuhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil kerja media dan juga keinginan bidang usaha lainnya untuk memperoleh keuntungan, sebagai akibat dari adanya kecenderungan monopolistis dan proses integrasi, baik secara vertikal maupun horizontal (McQuail, 1996:63).
Dominasi orientasi kepada pemilik modal atau pemenuhan kepentingan para pengelolanya sendiri ditambah dengan ekstra kuatnya keberuntungan pers kepada pemerintah pada akhirnya menjadikan kinerja (performance) pers tak lagi bersifat obyektif (Ali dalam JURNAL ISKI, 1998:14)
Hal ini sejalan dengan pendekatan ekonomi-politik media, yang lebih memfokuskan diri pada kajian utama tentang hubungan antara struktur
(24)
ekonomi-politik, dinamika industri media, dan ideologi media itu sendiri. Dimana peran media disini justru menjadi alat legitimasi kepentingan kelas yang memiliki dan mengendalikan media melalui produksi kesadaran dan realitas palsu tentang realitas obyektif. Dalam hal ini, posisi dan peran media adalah menutupi dan mempresentasikan antagonisme itu secara bias dan manipulatif. Ideologi dimanfaatkan buat menghapus dan mengeliminasi perjuangan kelas. Kontrol atas kelas dibuktikan dengan mencocokkan ideologi yang tersirat dalam pesan media dengan kepentingan kelas yang dominan (Wuryata dalam Jurnal ISKI,2004:49)
2.3 Sidang Paripurna DPR Maret 2010
Sidang atau Rapat Paripurna, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), memiliki pengertian yaitu rapat lengkap anggota dan pimpinan dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Dalam kasus bailout Century, DPR membentuk Panitia Khusus atau Pansus untuk melakukan penyelidikan terkait kasus bailout Century. keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau
(25)
karena tugasnya dinyatakan selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.
2.4 Analisis Framing
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara lain atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis dalam Sobur, 2001:162)
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1995 (Sudibyo dalam Sobur, 2001:161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan perilaku (strips of behaviour) yang membimbing individu dalam membaca realitas (Sobur,
(26)
G.J Aditjondro (Sudibyo dalam Sobur, 2001:165) mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya.
Menurut Aditjondro (Siahaan, 2001:9-10), proses framing merupakan bagian yang tak terpisahkan dari prosos penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak. Bahkan, kata Aditjondro, proses framing tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tetapi juga pihak-pihak yang
bersengketa dalam kasus-kasus tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang ingin ditonjolkan (sambil menyembunyikan sisi-sisi lain).
2.4.1 Proses Framing
Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih
menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.
Pada dasarnya pekerjaan media adalah mengkonstruksikan realitas dimana isi media adalah hasil para pekerja mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya, diantaranya realitas politik. Pada umumnya, terdapat tiga tindakan yang biasa dilakukan pekerja media massa (setiap orang yang bekerja pada sebuah organisasi media), khususnya oleh para komunikator massa (sejumlah orang dari
(27)
pekerja media yang bertanggung jawab atas editorial sebuah media), tatkala melakukan konstruksi realitas politik yang berujung pada pembentukan makna atau citra mengenai sebuah kekuatan politik (Hamad, 2004:16-24).
Pertama, dalam hal pilihan kata (simbol) politik. Sekalipun media massa
hanya bersifat melaporkan, namun telah menjadi sifat dari pembicaraan politik untuk selalu memperhitungkan simbol politik. Dalam komunikasi politik, para komunikator bertukar citra atau makna-makna melalui lambang. Mereka saling menginterpretasikan pesan-pesan (simbol-simbol) politik yang diterimanya. Dalam konteks ini, sekalipun melakukan pengutipan langsung (direct quotation) atau menjadikan seorang komunikator politik melalui sumber berita, media massa tetap terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pilihan simbol sumber tersebut. Tetapi mana kala media massa membuat ulasan, sebutlah editorial, pilihan kata itu ditentukan sendiri oleh sang komunikator massa.
Kedua, dalam melakukan pembingkaian (framing) peristiwa politik,
minimal oleh sebab adanya tuntutan teknis: keterbatasan-keterbatasan kolom dan halaman, jarang ada media yang membuat sebuah peristiwa secara utuh, mulai dari menit pertama kejadian hingga ke menit paling akhir. Atas nama kaidah jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar, rumit, dicoba “disederhanakan” melalui pembingkaian (framing) fakta-fakta dalam bentuk berita sehingga layak terbit. Untuk kepentingan pemberitaan ini, komunikator massa seringkali hanya menyoroti hal-hal yang “penting” (mempunyai nilai berita) dari sebuah peristiwa politik. Dari segi ini saja, mulai terlihat ke arah mana pembentukan (formasi) sebuah berita. Ditambah pula dengan berbagai kepentingan, maka konstruksi
(28)
realitas politik sangat ditentukan oleh siapa yang memiliki kepentingan (menarik keuntungan atau pihak mana yang diuntungkan) dengan berita tersebut.
Ketiga, menyediakan ruang untuk sebuah peristiwa politik. Justru jika
media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa politik, maka peristiwa akan memperoleh perhatian dari masyarakat. Semakin besar tempat yang diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak. Pada konteks ini media massa memiliki fungsi agenda setter sebagaimana yang dikenal dengan Teori Agenda Setting. Tesis utama dari teori ini adalah besarnya perhatian
masyarakat terhadap suatu isu amat bergantung seberapa besar media memberikan perhatian pada isu tersebut. bila satu media, apalagi sejumlah media, menaruh sebuah kasus sebagai headline, diasumsikan kasus itu pasti memperoleh perhatian yang besar dari khalayak.
2.4.2 Perangkat Framing Pan dan Kosicki
Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, dimana Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) melalui tulisan mereka “Framing Analysis: An Approach to News Discourse” mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini
membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen sementik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita
(29)
kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
Dalam pendekatan ini, framing dapat dibagi ke dalam empat struktur besar, yaitu :
a. Struktur Sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat, hal ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa, pernyatan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa kedalam bentuk susunan kisah berita (Sobur, 2001:175). Dengan demikian, struktur sintaksis ini bisa diamati dari bagan/skema berita, antara lain :
1. Headline : merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi menunjukkan kecenderungan berita dan digunakan untuk menunjukkan bagaimana wartawan mengkonstruksi suatu isu (Eriyanto, 2002:257-258)
2. Lead : umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk ke dalam isi berita secara lengkap (Eriyanto, 2001:232)
3. Latar informasi : latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalm suatu teks (Eriyanto, 2001:235)
4. Pengutipan Sumber Berita : hal ini dimaksudkan untuk membengun objektivitas prinsip keseimbangan tidak memihak (Eriyanto, 2001:259)
(30)
5. Pernyataan 6. Penutup
b. Struktur skrip : struktur skrip berhubungan dengan bagaiman wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa (Eriyanto, 2002:255). Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5 W + 1 H, antara lain :
1. Who : siapa yang terlibat dalam peristiwa ? 2. What : apa yang terjadi ?
3. Where : dimana peristiwa itu terjadi ? 4. When : kapan peristiwa itu terjadi ?
5. Why : mengapa (apa yang menyebabkan) peristiwa itu terjadi ? 6. How : bagaimana peristiwa itu terjadi ?
c. Struktur tematik : struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkap pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan (Eriyanto, 2002:255). Ada beberapa elemen dapat diamati dari perangkat tematik ini, antara lain adalah :
1. Detail : elemen wacana ini berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (komunikator). Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau untuk mendapatkan citra yang baik. Sebaliknya, ia
(31)
akan menampilkan informasi tersebut dalam jumlah yang sedikit atau bahkan kalau perlu informasi itu tidak disampaikan kepada khalayak jika hal itu merugikan kedudukannya. Elemen detail merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara implinsit (Eriyanto, 2001:238)
2. Maksud kalimat : elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secar eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi. Dalam konteks media, elemen maksud menunjukkan bagaimana secara implisit dan tersembunyi wartawan menggunakan praktik bahasa tertentu untuk menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi kebenaran lain (Eriyanto, 2001:242)
3. Nominalisasi antarkalimat : adalah abstraksi –berhubungan dengan pernyataan apakah komunikator memandang objek sebagai sesuatu yang tunggal berdiri sendiri ataukah sebagai suatu kelompok atau komunitas (Sobur, 2001:81). Strategi ini berhubungan dengan mengubah kata kerja (Verbal) yang bermakna tindakan/kegiatan menjadi kata benda (nomina) yang bermakna peristiwa. Strategi ini sering digunakan untuk menghilangkan kelompok atau aktor sosial tertentu (Eriyanto, 2001:175-176)
4. Koherensi : adalah pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat
(32)
dihubungkan dengan menggunakan koherensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan. Ada beberapa macam koherensi, Pertama, koherensi sebab-akibat. Proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain. Ketiga, koherensi pembeda. Proposisi atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari prosisi atau kalimat lain(Eriyanto, 2002 :263).
5. Bentuk kalimat : bentuk kalimat ini berhubungan dengan cara berpikir yang logis, yaitu kausalitas, logika kausalitas ini kalau diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subyek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat (Sobur, 2001:81)
6. Kata ganti : kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti ini timbul untuk menghindari pengulangan kat (yang disebut antaseden) dalam kalimat-kalimat berikutnya. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam suatu wcana (Sobur, 2001:81-82)
(33)
d. Struktur retoris : adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Retoris, mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak (Sobur, 2001:84). Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam bentuk berita. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citr, meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris juga menunjukkan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan oleh wartawan merupakan suatu kebenaran (Eriyanto, 2002:264). Struktur retoris terdiri dari beberapa elemen, antara lain :
1. Leksikon : pada dasarnya lemen ini menandakan bagimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia, pilihan kata yang dipakai tidak semata hanya karen kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta/realitas (Eriyanto, 2001 :255)
2. Grafis : grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar. termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, tabel untuk mendukung arti penting suatu
(34)
pesan. Bagian-bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut, dimana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut. elemen grafis itu juga muncul dalam bentu foto, gambar, dan tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan (Eriyanto, 2001:258)
3. Metafora : metafora merupakan suatu kiasan, ungkapan yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu teks. Pemakaian metafora tertentu dapat menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh komunikator secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat/gagasan tertentu kepada publik (Eriyanto,2001:259)
4. Pengandaian (Presupposition) adalah strategi lain yang dapat memberi citra tertentu ketika diterima khalayak. elemen wacana pengandaian merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Pengandaian hadir dengan memberi pernyataan yang dipandang terpercaya dan karena tidak perlu dipertanyakan (Sobur, 2001:79)
(35)
KERANGKA FRAMING PAN DAN KOSICKI
STRUKTUR PERANGKAT FRAMING UNIT YANG DIAMATI
Headline, lead, latar informasi, kutipan, sumber pernyataan, penutup SINTAKSIS Cara wartawan menyusun fakta
1. Skema berita
SKRIP
Cara wartawan mengisahkan fakta
2. Kelengkapan berita 5W + 1H
TEMATIK Cara wartawan menulis fakta
3. Detail
4. Maksud kalimat,hubungan 5. Nominalisasi antar kalimat 6. Koherensi
7. Bentuk kalimat 8. Kata ganti
Paragraf, proposisi RETORIS Cara wartawan menekankan fakta 9. Leksikon 10. Grafis 11. Metafora 12. Pengandaian Kata, idiom gambar/foto, grafik
Tabel 1 : Kerangka Framing Pan dan Kosicki (Sumber : Analisis Teks Media, Sobur, 2001:176)
(36)
2.5 Kerangka Berpikir
Media adalah subjek yang mengkonstruksi realitas. Dimana media berperan mendefinisikan bagaimana sebuah realitas dipahami dan dijelaskan dengan cara tertentu oleh khalayak. sehingga jelas bahwa bukanlah realitas yang sesungguhnya melainkan realitas buatan.
Bentuk konstruksi media terhadap suatu realitas dipengaruhi beberapa hal diantaranya dominasi orientasi pemilik modal dan tekanan-tekanan kepentingan politik.
Dengan penggunaan bahasa tertentu maka akan terlihat bentuk konstruksi media terhadap suatu realitas, tak terkecuali realitas politik yang selalu melibatkan aktor-aktor politik. Dimana ketika mengemas suatu pesan, aktor-aktor politik tersebut sering menggunakan bahasa politik dan menggunakan strategi tertentu.
Dalam hal ini realitas politik yang hendak dibingkai adalah rapat paripurna DPR Maret 2010 yang membahas masalah kebijakan Bailout Century.
Untuk mengetahui bagaimana suatu media membingkai suatu realitas dalam hal ini realitas politik, maka dipergunakan analisis framing. Dengan demikian akan terlihat bagaimana suatu realitas dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi oleh media dengan bentukan dan makna tertentu.
(37)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis framing. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan (Moleong, 2000:3)
Dengan menggunakan analisis framing, peneliti ingin melihat bagaimana perbedaan Harian Jawa Pos dan Kompas dalam membingkai peristiwa Rapat Paripurna DPR Maret 2010 ke dalam suatu berita. Rapat Paripurna DPR Maret 2010 digelar untuk menentukan sikap apa yang akan diambil oleh anggota DPR, apakah bermasalah atau tidak ada masalah kebijakan pemerintah terkait dengan masalah Bailout Century.
Berita menurut Fishman, bukanlah refleksi atau distorsi dari realitas yang seakan diluar sana bukanlah realitas sesungguhnya melainkan realitas buatan dimana setiap wartawan mempunyai ukuran tentang “nilai sebuah berita” (news value), tapi wartawan juga punya keterbatasan visi, kepentingan ideologis, dan
sudut pandang yang berbeda, dan bahkan latar belakang budaya dan etnis. Karena alasan itulah maka peneliti ingin mengetahui bagaimana masing-masing wartawan
(38)
dari surat kabar Jawa Pos dan Kompas menulis dan mengemas peristiwa tersebut menjadi suatu berita yang menarik untuk disajikan kepada khalayak.
Metode framing analysis (Analisis Bingkai) yang dipakai dalam penelitian ini adalah milik Zhonhdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Zhongdang Pan dan Kosicki melihat framing sebagai cara untuk mengetahui bagaimana suatu media mengemas berita dan mengkonstruksi realitas melalui pemakaian strategis kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Model yang diperkenalkan oleh Zhongdang Pan dan Kosicki berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks (Eriyanto, 2002 : 254-255).
Model ini mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing : sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Dalam pendekatan ini framing dapat dibagi ke dalam empat struktur besar, yaitu :
a. Struktur Sintaksis: struktur sintaksis ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun berita mengenai Rapat Paripurna DPR Maret 2010.
(39)
struktur ini bisa diamati dari bagan/skema berita, antara lain: headline, lead, latar informasi, pengutipan sumber berita, pernyataan, penutup.
b. Struktur Skrip: struktur skrip berhubungan dengan bagaimana strategi wartawan krtika mengisahkan atau menceritakan Rapat Paripurna DPR Maret 2010 ke dalam bentuk berita. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5W + 1H.
c. Struktur Tematik: struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas Rapat Paripurna DPR Maret 2010 ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Ada beberapa elemen dapat diamati dari perangkat tematik ini, antara lain adalah detail, maksud kalimat, nominalisasi antarkalimat,koherensi, bentuk kalimat, kata ganti.
d. Struktur Retoris: struktur ini berkaitan dengan pemilihan gaya atau kata yang oleh wartawan untuk menekankan yang ingin ditonjolkan oleh wartawan dari Rapat Paripurna DPR Maret 2010, hal ini dilakukan untuk membuat citra dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari peristiwa tersebut dengan melihat elemen-elemen dri struktur retoris seperti penggunaan foto, metafora, pngandaian, dan leksikon.
3.2 Subyek dan Obyek Penelitian
subyek dalam penelitian ini adalah surat kabar Jawa Pos dan Kompas. Karena kedua harian ini adalah harian yang banyak dibaca oleh masyarakat Jawa Timur. Sedangkan yang menjadi obyek dari penelitian ini adalah berita-berita
(40)
Rapat Paripurna DPR Maret 2010 tentang bailout Century pada surat kabar Jawa Pos dan Kompas.
3.3 Unit Analisis
unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit tematik dan unit reference. Unit tematik adalah setiap berita yang dianalisis merupakan tema yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini tema berita yang telah ditetapkan adalah berita Rapat Paripurna DPR Maret 2010 tentang Bailout Century. Sedangkan unti reference, yang dianalisi adalah kalimat-kalimat dan kata-kata yang dimuat dalam berita Rapat Paripurna DPR Maret 2010 tentang Bailout Century di surat kabar Jawa Pos dan Kompas.
3.4 Populasi dan Korpus
Populasi dalam penelitian ini adalah berita-berita mengenai rapat paripurna anggota DPR yang dimuat di surat kabar JawaPos dan Kompas periode bulan Maret 2010 karena pada periode tersebut kedua media memuat berita mengenai Rapat Paripurna DPR Maret 2010 tentang Bailout Century untuk beberapa waktu.
Korpus menurut Barthez (1967:97) haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsure-unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Korpus itu juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf substansi maupun homogen pada taraf waktu (Kurniawan, 2001:76-71). Dan korpus dalam penelitian ini adalah berita-berita
(41)
yang membahas Rapat Paripurna DPR Maret 2010 tentang Bailout Century pada surat kabar Jawa Pos dan Kompas.
Korpus yang terdapat pada surat kabar Jawa Pos antara lain :
a. Berita pada tanggal 2 Meret 2010, dengan judul “Puluhan Bankir Bela SBY”.
b. Berita pada tanggal 3 Maret 2010, dengan judul “Anggap Ketua DPR Menyabotase”.
c. Berita pada tanggal 4 Maret 2010, dengan judul “Pro-SBY Tumbang di Paripurna”.
d. Berita pada tanggal 5 Maret 2010, dengan judul “Pemakzulan Boediono Sulit”.
Sedangkan korpus yang terdapat pada surt kabar Kompas antara lain : a. Berita pada tanggal 2 Meret 2010, dengan judul “SBY: Saya Bertanggung
Jawab”.
b. Berita pada tanggal 3 Maret 2010, dengan judul “Rapat DPR Memalukan”. c. Berita pada tanggal 4 Maret 2010, dengan judul “Koalisi Partai
Berantakan”.
d. Berita pada tanggal 5 Maret 2010, dengan judul “Presiden Akan Tindak Lanjuti”.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan dari sumber dan jenis data primer berupa berita yang dimuat dalam surat kabar Jawa Pos dan Kompas pada
(42)
tanggal 2, 3, 4, dan 5 Maret 2010. data yang dimaksud adalah berita mengenai Rapat Paripurna DPR Maret 2010 tentang Bailout Century.
Dengan mengidentifikasi wacana berita yang berpedoman pada model analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Data hasil identifikasi tersebut dianalisis untuk menemukan cara pandang atau perspektif yang digunakan oleh surat kabar Jawa Pos dan Kompas dalam mengkonstruksi berita rapat paripurna Maret 2010 tentang Bailout Century.
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing, dimana analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana
perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita.
Model analisis framing yang digunakan untuk menganalisis berita mengenai Rapat Paripurna DPR Maret 2010 adalah model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model ini menggunakan perangkat framing yang dibagi menjadi empat struktur besar. Pertama struktur sintaksis, Kedua struktur skrip, Ketiga struktur tematik, dan Keempat struktur retoris.
3.7 Langkah-langkah Analisis Framing
Berita-berita dari surat kabar Jawa Pos dan Kompas pada periode bulan Maret 2010 mengenai rapat paripurna DPR Maret 2010 tentang Bailout Century akan dianalisis dan diinterpretasikan oleh peneliti dengan menggunakan perangkat
(43)
framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dengan melihat empat struktur besar. Pertama struktur sintaksis, Kedua struktur skrip, Ketiga struktur tematik, dan Keempat struktur retoris. Kemudian dianalisis lagi berdasarkan perbedaan pembingkaian dari masing-masing harian yaitu harian Jawa Pos dan Kompas. Dari sini dapat diketahui perbedaan surat kabar Jawa Pos dan Kompas dalam membingkai berita Rapat Paripurna DPR Maret 2010 tentang Bailout Century.
(44)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian
4.1.1 Profil Perusahaan Jawa Pos
Surat kabar Jawa Pos pertama kali diterbitkan pada tanggal 1 juli 1949 oleh perusahaan bersama PT. Jawa Pos Cocern Ltd. Berlokasi di Jalan Kembang Jepun 166-169. Pendirinya adalah seorang WNI keturunan dengan kelahiran Bangsa yang bernama The chung Shen alias Soeseno Tedjo. Sebagai perintis berdirinya Jawa Pos, Soeseno Tedjo mulanya bekerja di kantor film Surabaya. Soeseno Tedjo bertugas untuk menghubungi surat kabar agar pemuatan iklan filmnya lancar dan dari situ, ia mengetahui bahwa memiliki surat kabar ternyata menguntungkan maka pada tanggal 1 juli 1949 surat kabar dengan nama Jawa Pos didirikan. Surat kabar saat itu dikenal sebagai harian melayu Tionghoa dengan pimpinan redaksi pertama yang bernama Goh Tjing Hok. Selanjutnya sejak tahun 1951 pemimpin redaksinya adalah Thio Oen Sik. Keduanya dikenal sebagai orang-orang republiken yang tak pernah goyah. Pada saat itu The Chung Shen dikenal sebagai raja koran karena memiliki tiga buah surat kabar yang diterbitkan dengan tiga bahasa yang berbeda. Surat kabar yang berbahasa Indonesia bernama Jawa Post, yang berbahasa Tionghoa bernama Huo Chiau Shin Wan sedangkan de Vrije Pers adalah terbitan bahasa Belanda. Pada tahun 1962 harian De Vrije Pers dilarang terbit berkenaan dengan peristiwa Trikra untuk merebut Irian Jaya dari tangan Belanda. Sebagai gantinya diterbitkan surat kabar yang berbahasa Inggris dengan nama Indonesia Daily News pada tahun 1981 terpaksa berhenti karena
(45)
minimnya iklan. Sedangkan meletusnya G 30 S/PKI pada tahun 1965 menyebabkan pelarangan terbit pada harian Huo Chau Shin Wan. Maka sejak tahun 1981 Jawa Pos yang tetap bertahan untuk terbit dengan oplah yang sangat minim dan memprihatinkan hanya 10.000 eksemplar.
Pada awal terbitnya Jawa Pos memiliki cirri utama terbit pada pagi hari dengan menampilkan berita-berita umum. Terbitan Jawa Pos pertma kali dicetak di percetakan Aqil di jalan Kiai Haji Mas Mansyur Surabaya dengan oplah 100 eksemplar. Semenjak 1 April 1954 Jawa Pos dicetak di percetakan De Vrije Pers di jalan Kaliasin 52 Surabaya an selanjutnya dari tahun ke tahun oplahnya mengalami peningkatan.
Tercatat pada tahun 1954-1957 dengan oplah sebesar 4000 eksemplar dan mulai tahun 1958-1964 oplahnya mencapai 10.000 eksemplar. Karena perubahan ejaan pada tahun 1958 Java Post berganti menjadi DJawa Pos dan mulai tahun 1961 berubah menjadi Jawa Pos. Pada periode1971-1981 oplah tercatat pada 10.000 eksemplar, namun pada tahun 1982 terjadi penurunan oplah ke 6.700 eksempar dengan jumlah pendistribusian 2.000 eksemplar pada kota Surabaya dan sisanya pada kota lain. Penurunan terjadi karena sistem manajemen yang semakin kacau, tiadanya penerus yang mengelola usaha tersebut serta kemajuan teknologi percetakan yang tidak terkejar. The Cung Shen alias Soeseno Tedjo sebagai pemilik perusahaan menerima tawaran untuk menjual mayoritas dari sahamnya pada PT. Grafoto Pers (penerbit TEMPO) pada tanggal 1 April 1982. pada tanggal itu juga Dahlan Iskan ditunjuk sebagai Pimpinan Utama dan PimRed oleh Dirut PT. Grafiti Pers Bapak Eric Samola, SH untuk membenahi kondidi PT. Java Post
(46)
Concern Ltd. Hanya dengan waktu dua tahun oplah Jawa Pos mencapai 250.000 eksemplar, dan semenjak saat itulah perkembangan Jawa Pos semakin menabjukkan dan menjadi surat kabar terbesar yang terbit di Surabaya. Pada tahun 1999 oplahnya meningkat lagi menjadi 320.000 eksemplar.
Pada tanggal 2 Mei 1985 sesuai dengan akta Notaris Liem Shen Hwa, SH No. 8 pasal 4 menyatakan nama PT. Java Post Concern Ltd diganti dengan nama PT. Jawa Pos dan sesuai dengan surat MENPEN No.1/Per1/Menpen/84 mengenai SIUPP, khususnya pemilikan saham maka 20 % dari saham harus dimiliki karyawan untuk menciptakan rasa saling memiliki.
Meskipun telah terjadi perubahan kepemilikan Jawa Pos tidak merubah secara esensial isi pemberitaannya yang menyajikan berita-berita umum. Berita-berita umum ini meliputi peristiwa nasional yang menyangkut peristiwa ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya, pemerintah, olahraga, disamping pemberitaan peristiwa yang terjadi di daerah Jawa Timur dan Indonesia Timur.
Melejitnya oplah Jawa Pos ini, tidak terlepas dari perjuangan dan kepopuleran Jawa Pos mengubah budaya masyarakat Surabaya pada khususnya dan pada masyarakat Jawa Timur pada umunya. Waktu itu budaya masyarakat membaca koran adalah sore hari. Ketika Jawa Pos mempelopori terbit pagi, banyak warga menertawai “Koran kok, Pagi” banyak diantaranya menolak. Banyak agen dan loper yang tidak mau menjual Jawa Pos, bahkan di titipi saja agen dan loper menolak. Manajemen Jawa Pos lantas memutar otak kalau tidak ada loper koran dan agen, lewat apa koran ini dipasarkan? Akhirnya ditemukan cara lain : istri-istri atau keluarga wartawan diminta menjadi agen atau loper koran
(47)
termasuk istri dari Dahlan Iskan sendiri, sebab kendala utama adalah dipemasaran. Kedua, menambah income keluarga wartawan waktu itu gaji wartawan masih kecil dengan cara ini keluarga Jawa Pos akan menambah pendapatan. Ketiga, memberikan kebanggaan kepada keluarga karyawan koran Jawa Pos atas usaha suaminya dan kelak dikemudian hari beberapa istri atau keluarga wartawan ini menjadi agen besar koran Jawa Pos. Perjuangan dan kepeloporan ini ternyata membuahkan hasil termasuk perubahan mendasar keredaksian. Warga Surabaya utamanya lebih memilih koran Jawa Pos dan pada tahun 1985 oplah Jawa Pos telah menembus angka 250.000 eksemplar perharinya.
Jawa Pos sanggup mengalahkan tiras penerbitan-penerbitan lain yang telah berada di Surabaya sejak lama dan bahkan mendominasi pasar Surabaya seperti Surabaya Pos. banyak strategi yang dilakukan Jawa Pos untuk mencapai kondisi seperti ini diantaranya dengan ingin menjadi surat kabar yang melakukan hal-hal baru pertama kalinya di Indonesia seperti terbit 24 halaman perhari menjadi surat kabar pertama yang terbit di hari libur nasional serta muncul dengan ukuran kecil tanpa mengurangi isi ketika krisi moneter terjadi di Indonesia.
Salah satu hal yang benar-benar membuat kelompok Jawa Pos menjadi sebuah kelompok media yang sangat besar adalah dengan adanya JPNN (Jawa Pos News Networking), JPNN ini dibentuk sebagai salah satu sarana untuk menampung berita dari seluruh daerah di Indonesia dan untuk keperluan sumber berita berbagai media cetak yang berada dalam satu naungan dengan kelompok Jawa Pos. hal ini menyebabkan berita disatu daerah diluar Surabaya tidak perlu dikerjakan layoutnya di Surabaya dan berita tersebut dapat dikerjakan di kota
(48)
bersangkutan lalu hasilnya dikirimkan ke JPNN untuk diambil oleh redaksi yang ada di Surabaya. Saat ini dimana masanya media online sedang berkembang, Jawa Pos juga tidak mau ketinggalan untuk ikut berpartisipasi dengan memberikan fasilitas Jawa Pos yang bisa diakses melalui internet dengan alamat situs : www.jawapos.co.id.
Ketika dalam waktu singkat Jawa Pos mampu menembus oplah di atas 100.000 eksemplar yang semula dianggap sebagai mimpi akhirnya Jawa Pos “bermimpi” lagi dengan ambisi menembus oplah 1.000.000 eksemplar. Berbagai upaya dilakukan baik dari redaksi pemasaran maupun lainnya untuk menembus angka itu ternyata sulit. Jawa Pos bertahan dengan oplah 400.000 eksemplar. Manajemen lantas memutar otak agar sumber daya dan dan yang dimiliki tetap optimal. Lantas muncullah ide ekspansi yakni membuat koran-koran di daerah-daerah di Indonesia. Ide tersebut muncul dari Dahlan Askan usai studi di Amerika. Di negara maju, setiap kota mempunyai satu koran dari kenyataan itu ia berasumsi bahwa di kota-kota besar di Indonesia bisa didirikan koran di berbagai daerah di Indonesia. Ada yang menghidupkan usaha koran yang mau gulung tikar atau tinggal SIUPPnya saja. Ada yang kerjasama dan banyak diantaranya yang didirikan Jawa Pos.
Berhasil di satu kota dilakukan di kota lain gagal, di satu kota di coba di kota lain dan April 2001 anak perusahaan Jawa Pos sudah mencapai 99 group. Koran-koran yang dahulu menjadi anak perusahaan Jawa Pos kini juga mendirikan koran-koran, majalah atau tabloid-tabloid yang menjadi cucu dari jawa poas.
(49)
Beberapa media dikelola oleh Jawa Pos di berbagai daerah di Indonesia diantaranya adalah Suara Indonesia yang telah berganti nama menjadi Radar Surabaya, Dharma nyata, Manuntung, Ackhya, Fajar, Riau Pos, Menado Pos, Suara Nusa, Memorandum, Karya Dharma, Bhirawa, Mercusuar, Cendrawasih Pos, Kompetisi, komputek, Agrobis, Liberty, Mentari, Oposisi, Gugat, Posmo, Harian Rakyat Merdeka, Amanat, Demokrat, Harian Duta Masyarakat Baru. Media itu bisa berupa bantuan modal, baik berupa uang maupun mesin cetak ataupun sumber daya manusia.
Kini hampir di seluruh propinsi Indonesia Jawa Pos terdapat Jawa Pos Group terkecuali di Aceh dan NTT. Bisnisnya tidak hanya koran namun juga percetakan, pabrik kertas, Real Estate, Hotel, bursa sampai travel agen. Ini semua berada di atas tangan Dahlan Iskan. Bagaimana mimpi oplah satu juta? Dahlan pun bilang “kita sudah mencapainya, kalau seluruh oplah Jawa Pos Group dikumpulkan”.
4.1.2 Kebijakan redaksional
Dalam menulis berita Jawa Pos harus melalui terlebih dahulu melewati penyeleksian dengan melihat situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan, pemuatan berita tergantung dari bobnot berita tersebut. Secara tidak langsung bahwa berita yang besar atau mendapat perhatian masyarakat banyak dan sedang menjadi isu pembicaraan masyarakat akan mendapatkan porsi yang lebih banyak untuk dimuat dan diulas dari bernagai aspek oleh Jawa Pos. hal itu dilakukan Jawa Pos untuk memenuhi keingintahuan masyarakat akan informasi-informasi yang
(50)
dibutuhkan. Jawa Pos mempunyai keinginan untuk memberikan kepuasan informasi kepada masyarakat. Untuk itu pada halaman pertama Jawa Pos menyajikan satu tema berita dengan berbagai ulasan dari berbagai aspek atau sudut pandang.
Dibidang keredaksian kepopuleran Jawa Pos adalah membuat berita besar, dibesarkan dengan cara judul-judul berita pada Jawa Pos dibuat dalam ukuran besar menjadi empat lima kolom bahkan memenuhi seluruh kolom. Pemberitaan Jawa Pos pun berangel-angel sehingga pembaca mendapatkan informasi yang dalam dengan berbagai prespektif. Tidak kalah radikalnya Jawa Pos mempelopori penulisan feature yang berisi berita-berita unik dan human interest.
Menurut Jawa Pos dibutuhkan kemampuan untuk menyajikan fakta yang sama sekaligus mangaduk-aduk emosi pembaca, semua itu tergantung dari cara reporter dalam mencari berita, menemukan sumber berita ysng tepat sesuai dengan kriteria seperti kredibilitas, kompetensitas narasumber, serta kemampuan menuliskannya kedalam sebuah teks berita. Selanjutnya adalah kemampuan redaktur dalam kesanggupan menyeleksi, mengedit berita yang layak muat. Begitulah proses sebuah berita dalam institusi Jawa Pos. Selain itu Jawa Pos juga mengalami perubahan dalam halaman sambungan dari halaman satu, sambung kehalaman yang lain. Di Jawa Pos kini diberi judul lagi, yang memiliki maksud untuk memudahkan pembaca mencari sambungan berita tersebut. hal ini merupakan kebijaksanaan dari layout Jawa Pos.
Pemuatan halaman metropolis disebabkan sebagian besar pasar Jawa Pos ada di Surabaya. Metropolis juga memuat berita-berita yang sedang berkembang
(51)
di masyarakat Surabaya. Yang dimaksud dengan berita Surabaya oleh Jawa Pos adalah berita yang tempat kejadiannya di kota Surabaya dan berkaitan dengan manfaatnya untuk kepentingan masyarakat Surabaya. Namun jika pokok bahasannya terlalu manasional maka berita itu bukan disebut sebagai berita Surabaya.
Pengaruh berita Surabaya bagi Jawa Pos sangat besar sekali. Dalam mengejar berita terdapat kerjasama antara wartawan dan redaktur berita. Bisa jadi satu berita diliput karena perintah redaktur atau inisiatif wartawan sendiri yang menganggap bahwa peristiwa tersebut memang layak muat, cara mendapatkan berita yang dilakukan Jawa Pos adalah dengan menampakkan wartawan di pos masing-masing. Ada pos kriminal, pos pemda, pos hamkam, dan lin-lain. Pemberitaan Jawa Pos berkenaan dengan peristiwa sangatlah fleksibel, baik yang sifatnya terencana (momentum) dan dapat juga peristiwa yang bersifat mandadak. Dalam memperkuat fakta pemberitaannya disertakan pula berbagai narasumber, para pakar serta pihak-pihak terkait dengan cara investigasi langsung. Setiap hari Jawa Pos ada rapat perencanaan yang selalu mengevaluasi apa yang telah dikerjakan, juga menentukan apa yang diberitakan besok atau tentang kelanjutan berita sebelumnya.
Sampai dengan tahun 1985, Jawa Pos terbit dengan 16 halaman dan ditambah suplemenronce setiap hari senin, rabu, dan sabtu. Pada perkembangan selanjutnya pada awal tahun 1996, Jawa Pos terbit 20 halaman. Untuk menarik minat pembaca dan memenangkan persaingan atas ketatnya kompetisi antar lembaga media, maka Jawa Pos melakukan berbagai terobosan termasuk
(52)
diantaranya terbit 24 halaman tiap harinya. Bahkan sekarang telah mencapai 44 halaman. Secara garis besar Jawa Pos terbagi atas tiga sesi, antara lain :
Koran I (bagian umum) memuat liputan-liputan utama mengenai peristiwa nasional maupun internasional. Koran II (olahraga) memuat berita olah raga dan hiburan. Koran III (Metropolis) memuat berita-berita tentang kota Surabaya dan daerah lain di Jawa Timur.
(53)
Tabel 2 : Deskripsi halaman surat kabar Jawa Pos Halaman 1
(bagian Utama)
Mulai halaman 1-16
Halaman 1 Memuat berita-berita utama yang bernilai berita tinggi dan menyangkut kepentingan nasional ditambah dengan kolom feature.
Halaman 2 Memuat berita-berita seputar ibu kota propinsi Jawa Timur, Surabaya
Halaman 3 Memuat berita-berita seputar kota jakarta
Halaman 4 Memuat jati diri, opini, surat pembaca, dan pojok.
Halaman 5-7 Memuat berita-berita Jawa Pos selain Surabaya, karikatur, dan iklan.
Halaman 8-11 Memuat berita-berita Jawa Timur selain Surabaya, karikatur dan iklan.
Halaman 12-13 Memuat berita-berita Internasional Halaman 14 Memuat berita-berita nusantara
Halaman 15 Memuat berita-berita sambungan dari halaman 1
Halaman 16 Berisi berita-berita, foto tokoh berbagai peristiwa baik nasional maupun internasional.
(54)
Koran II
(Bagian olahRaga)
Mulai halaman 17-32
Halaman 17-20 Memuat berita-berita seputar peristiwa olah raga dunia internasional.
Halaman 21-28 Memuat berbagai jenis iklan komersil (iklan jitu) yang dimuat secara rutin, terutama hari sabtu, abtara lain mengenai lowongan pekerjaan, jual beli kendaraan dan rumah, serta aneka kebutuhan.
Halaman 29 Halaman “visite” yang mengulas berita-berita seputar kesehatan.
Halaman 30 Memuat berita olah raga basket Halaman 31 Berisi berita-berita olah raga nasional
Halaman 32 Halaman “motor sport” yang secara khusus mngulas tentang olah raga balap mobil dan motor.
Koran III (Metropolis)
Mulai halaman 32-44
Halaman 33-35 Berisi berita-berita seputar daerah Surabaya, beserta feature yang berkaitan dengan kejadian di wilayah regional
Surabaya.
Halaman 36 Berisi ulasan mengenai pemberitaan seputar kota Gresik-Sidoarjo
Halaman 37 Halaman “Deteksi” berisi berbagai kehidupan muda-mudi Surabaya dan tanggapan mereka dengan memanfaatkan metode polling.
Halaman 39-40 Halaman “komunikasi Bisnis” berisi mengenai berbagai peluang yang dapat dijadikan usaha.
(55)
Halaman 42 Halaman “Show & Selebritis” berisi berita seputar selebriti dan jadwal acara TV
Halaman 43 Berisi berita sambungan dari halaman 33 Halaman 44 Halaman “Festival Seni Budaya”
4.2 Profil Perusahaan Kompas
Kompas pertama kali terbit pada hari senin tanggal 28 Juni 1965, berdasarkan keputusan Menteri Penerangan No. 003/VSK/DPH/SIT/1965 tertanggal 9 Juni 1965, dengan nama Bentara Rakyat, dimaksudkan sebagai penegasan diri pembela rakyat yang sebenarnya. Dengan tebal hanya 4 halaman, dan dicetak sebanyak 4.800 eksemplar. Pelopor utaman berdirinya media ini adalah orang-orang muda yang diantaranya adalah P.K. Ojong, Jacob Oetama August Parengkuan, serta Indra Gunawan.
Oleh PkI namanya diplesetkan menjadi “Komando Pastor” sebab tokoh-tokoh berdirinya berasal dari golongan khatolik. Sampai tahun 1972, dengan tenaga kerja tak lebih dari 10 orang di bagian redaksi dan bisnis, Kompas bertempat di jalan Pintu Besar Selatan no 68-88, berbagai ruang dengan majalah intisari namun kemudian pindah ke jalan Palmerah Selatan 22-26.
UU pokok pers tahun 1982 dan ketentuan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers, mewajibkan penerbit pers harus berbadan hukm. Oleh karena itu, sejak tahun 1982 penerbit Kompas bukan lagi Yayasan Bentara Rakyat, tetapi PT. Kompas Media Nusantara.
Cetakan pertamanya masih menggunakan percetakan milik PN. Eka Grafika. Namun setelah terjadi situasi yang tidak menentu pada masa orde lama,
(56)
dimana sempat terjadi penghentian sementara penerbitan beberapa surat kabar akibat Pemberontakan G 30S/PKI, Kompas kembali terbit pada 6 oktober 1965 dengan percetakan baru milik PT. Kinta, yang merupakan percetakan terbaik pada saat itu, dengan pertimbangan peningkatan kualitas.
Pada perkembangan selanjutnya, Kompas terbit dengan empat halaman setiap harinya dengan oplah yang terus meningkat hingga mencapai 1500 eksemplar. Sejak saat itu oplah Kompas terus meningkat, hingga pada tahun 1972 harian ini telah memiliki percetakan sendiri yang diberi nama PT. Gramedia.
Kompas tercatat pernah sekali terkena larangan terbit, yaitu tahun 1978 bersamaan dengan terjadinya peristiwa Malari. Hal itu tidak berlangsung lama, kemudian Kompas kembali diijinkan terbit, dan menunjukkan perkembangan pesat dengan oplah 300.000 eksemplar pada tahun 1982. Perkembangan selanjutnya pada tahun 1997, Kompas menerbitkan majalah Bola yang terbit setiap minggu.
Permodalan surat kabar Kompas dimiliki oleh Yayasan Bentara Rakyat, Yayasan Kompas Gramedia Sejahtera, PT. Gramedia, PT. Trasinto Asri Media, serta atas nama perorangan yakni Jacob Oetama, Frans Seda, dan P. Iswantoro, dengan ijin terbit berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 001/MenPen/SIUPP/A.7/1985 tertanggal 10 November 1985.
Pada tahun 1998, Kompas telah berkembang menjadi harian terbesar di Indonesia dengan oplah yang mencapai lebih dari satu juta eksemplar. Bahkan kini Kompas telah mampu menjelajah dunia internet dengan menyajikan media online melalui portal http://www.Kompas.com. Selain itu, group Kompas telah
(57)
merambah dunia pertelevisisan dengan menggunakan stasiun TV baru, yakni TV 7 di tahun 2002 lalu.
Kompas lebih suka menamakan dirinya surat kabar yang berorientasi independent, dengan kata lain surat kabar yang salam pemberitaannya tidak memposisikan dirinya pada satu pihak tertentu atau pada salah satu pihak politik yang ada. Dengan motto “Amanat Hati Nurani Rakyat”, Kompas selalu mencoba bersikap obyektif dalam mengupas suatu peristiwa.
Pada masa orde lama, Kompas pernah berorientasi politik atau agama tertentu. Hl ini disebabkan pada masa demokrasi liberal itu, Deppen mengharuskan semua surat kabar menguatkan salah satu eksistensinya pada salah satu kekuatan politik yang ada saat itu. Pada awal terbitnya, Kompas hanya dibaca oleh orang-orang khatolik saja, maka akhirnya beafiliasi dengan partai Khatolik. Namun pada saat orde baru menghapus peraturan tersebut, maka Kompas melepaska diri dari partai khatolik, dan diputuskan pasa saat itu bahasa sasaran Kompas adalah kelas menengah keatas, dengan menyesuaikan penempilannya terhadap selera masyarakat tersebut.
Ketika partai Khatolik difusikan kedalam PDI tahun 1973, Kompas yang melepaskan diri dari partai khatolik itu mulai menjadi koran yang independen dan lebih berorientasi bisnis, namun tetap dengan latar belakang sebagai koran yang dekat dengan berbagai perdebatan politik.
Pada perkembangannya, Kompas berusaha membenahi diri menjadi media massa cetak professional yang berusaha bersikap netral. Hal itu tercermin dalam motto “Amanat Hati Nurani Rakyat” di bawah logo Kompas yang
(58)
menggambarkan visi dan misi yang menyuarakan isi hati nurani rakyat. Kompas ingin berkembang menjadi institusi pers yang mengedepankan keterbukaan, meninggalkan pengotakan latar belakang suku, agama, ras, dan golongan. Sebagai lembaga yang terbuka dan kolektif, ikut serta dalam upaya mencerdaskan bangsa, mengarahkan focus perhatian dan tujuan pada nilai-nilai yang tyradenden atau mengatasi kepentingan kelompok.
Pada ulang tahun Kompas yang ke 35 di temukan pepatah “Kata Hati Mata Hati” menegaskan semangat empati dari koran ini. Kompas sebagai lembaga media massa tidak lepas dari gejolak masyarakat. Dalam setiap konflik peristiwa, Kompas tetap berusaha membangun kepercayaan masyarakat lewat tulisan berita yang komprehensif, coverboth side, tidak menyakiti hati secara pribadi, mendudukkan persoalan, membuka cakrawala, tidak memihak kecuali pada kebenaran dan demi penghargaan tertinggi pada harkat kemanusiaan.
4.2.1 Jaringan Distribusi
Sejak pertama kali diterbitkan, sirkulasi Kompas telah mengalami peningkatan yang signifikan. Sampai dengan 6 Desember 2003, sirkulasi Kompas rata-rata adalah 526.144. angka ini memberi gambaran yang nyata bahwa Kompas merupakan media beriklan yang tepat bagi para pemasang iklan. (Sumber: Kompas Media Kit, 2002)
Pada skala nasional, sirkulasi Kompas memiliki jaringan wilayah sebagai berikut :
(59)
Tabel 3 : Jaringan Wilayah Distribusi Kompas
Sumatera 38.038 eksemplar
Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi 288.943 eksemplar
Jawa Barat 124.133 eksemplar
Jawa Tengah 48.834 eksemplar
Jawa Timur 35.584 eksemplar
Kalimantan 11.273 eksemplar
Bali dan Indonesia Timur 18.052 eksemplar
Sumber : Kompas Interaktif Media Kit, 2004
Bahwa sebaran di sekitar Jakarta lebih besar di bandingkan daerah lain, hal ini mungkin dikarenakan Jakarta sebagai Ibukota Negara dengan jumlah penduduk yang lebih padat dan memiliki potensi pembaca yang potensial.
Sedangkan sirkulasi Kompas per hari pada tingkat nasional diajabarkan sebagai berikut :
Tabel 4 : Sirkulasi Kompas Per Hari
Senin 495.502 eksemplar
Selasa 495.413 eksemplar
Rabu 495.960 eksemplar
Kamis 496.255 eksemplar
Jumat 496.326 eksemplar
Sabtu 597.232 eksemplar
Minggu 606.319 eksemplar
(60)
Terlihat bahwa rata-rata per hari, sirkulasi Kompas mencapai hampir 500.000 eksemplar. Kecuali pada akhir pekan, dimana oplah Kompas meningkat hingga mencapai angka 600.000 eksemplar.
4.2.2 Kebijakan Redaksional
Sebagai Harian umum, Kompas beusaha menjadi sebuah media cetak professional, berusaha bersikap netral dengan tidak mengkotak-kotakkan kondisi demografis audience-nya. Kompas tampak sangat realistis dengan memposisikan dirinya sebagai industri media.
Melalui prinsip humanisme transcendental, dimana pengarahan fokus perhatian nilai-nilai traseden dalam mengatasi kepentingan kelompok. Kompas mencoba keluar dari ikatan-ikatan Primordialisme, termasuk politik dan lebih menekankan pada substansi dari suatu permasalahan. Termasuk dalam hal mengenai Kompas dan Khatolik yang mempunyai proses “afiliasi”
Konotasi sebagai harian yang pernah berafiliasi dan identik dengan partai politik, tampaknya masih berbekas pada Kompas. Sejalan dengan sejarah dan hirarki Kompas yang didasari oleh ideologi politik agama khatolik, latar belakang mendiang PK. Ojong dan Jacob Oetama sebagai pemimpin perusahaan Kompas saat ini, masih lekat dengan konotasi tersebut (Hamad, 2004:116)
Sebenarnya Kompas lebih suka mengkategorikan dirinya sebagai surat kabar yang independen. Dimana Kompas, dalam hal pemberitaannya tidak memposisikan dirinya dalam satu pihak, tidak menempatkan diri pada salah satu kekuatan politik yang ada. Kompas menempatkan motto sebagai “Amanat Hati
(61)
Nurani Rakyat” yang selalu bersikap obyektif dalam mengupas suatu peristiwa dan senantiasa membela rakyat. Kompas inginterus berkembang sebagai institusi pers yang mengedepankan keterbukaan, mencerdaskan kehidupan bangsa, meninggalkan pengkotakan latar belakang suku, ras, agama, dan golongan tertentu.
Meskipun mencoba menjadi media independen, secara terselubung Kompas masih memunculkan orientasi politik akan ideologi katolik. Baik secara sadar dan tidak sadar. Terutama jika berkenaan dengan berita-berita mengenai agama katolik.
Kompas yang pada masa orde lama pernah berorientasi pada partai politik dan agama khatolik, terkadang terbawa dengan kebijakan ideologis masa lalu. Hal ini wajar karena sampai saat ini Kompas masih dipimpin oleh peristisnya Jacob Oetama. Kebijakan Deppen di masa orde lama yang mengharuskan semua surat kabar wajib mempunyai afiliasi politik, membuat Kompas memilih berafiliasi dengan partai khatolik yang diketuai oleh Frans Seda. (Seda dalam Hamad 2004 :116)
“Jacob melihat posisinya sebagai pengusaha dan wartawan. Sebagai pengabdian Jacob adalah seorang humanis : dan humanis kristiani. Pengabdian pada lemanusiaan. Ini arti yang paling inti dari penebusan dan penyelamatan kristiani. Tuhan sendiri begitu menghargai manusia dan kemanusiaan hasil ciptaan-Nya, sehingga memutuskan Putera-Nya sendiri unbtuk datang hidup dengan dan diantara Manusia (Emanuel) untuk mengabdi melalui pengabdian itu membawa penebusan dan penyelematan bagi manusia. Pengabdian secara
(62)
profesional sebagai humanis kristiani merupakan dasar dari rigionalitasnya Jacob”.
Dari tulisan Frans Seda tersebut, menunjukkan bahwa Jacob Oetama sang nahkoda Kompas mempunyai dasar religiusitas, dalam pengabdian secara professional sebagai “Humanis Kristiani”. Hal ini secara langsung atau tidak lngsung akan mempengaruhi kebijakan redaksional harian Kompas. Kebijakan redaksional yang mengarah pada isi berita Kompas.
Lembaga media massa, seperti Harian Kompas, tidak terlepas dari gejolak masyaraknya. Dalam setiap pergejolakan itu, Kompas terus berusaha membangun kepercayaan masyarakat lewat berita dantulisan komprehensif, Coverboth Side, tidak menyakiti hati secara pribadi, memadukan persoalan, membuka cakrawala, tidak memihak, kecuali pada kebenaran dan penghargaan tertinggi pada harkat dan martabat kemanusiaan.
Sebagai konsekuensi dari humanismanya tersebut, Kompas menggunakan bahasa humanitas dalam menyajikan fakta kepada pembaca. Kompas berusaha menempatkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai nilai tertinggi. Dalam berbahasa Kompas tidak kenes, tetapi plastis. Tidak memakai bahasa yang kering, formal, abstrak, dan rasional, tetapi yang menyangkut perasaan institusi dan emosi manusia (Hamad 2004:117)
(63)
4.2.3 Profil Produk
selain membuat berita secara umum, Kompas juga memiliki Editorial yang berbeda-beda pada setiap penerbitannya.
Bentara : artikel yang berisi tentang budaya dan kebudayaan (galeri, lukisan, budaya daerah dan lain-lain)
Finansial : rubrik baru Kompas yang ditujukan untuk memenuhi permintaan pembaca praktisi keuangan; rubrik ini berisi informasi tentang keuangan yang paling lengkap, akurat dan terkini.
Fokus : investigasi report tentang masalah-masalah atau berita-berita yang hangat sat ini.
Anak : rubrik ini yang ditujukan untuk anak-anak, berisi berbagai informasi mulai dari pengetahuan, olah raga, hobi, hingga halaman khusus yang berisi cerita dan komik.
Muda : artikel yang ditujukan pembaca muda dimana mereka dapat meningkatkan minat baca serta memberikan informasi mengenai segala perkembangan di kalangan anak muda.
SWARA : artikel yang berisi mengenai aspirasi wanita yang peduli mengenai lingkungan sosialnya.
Teknologi Komunikasi : rubrik yang membahas perkembangan teknologi dan manfaatnya, serta memberikan panduan kepada pembaca mengenai pesatnya laju perubahan teknologi.
Aksen : rubrik yang ditujukan untuk kaum wanita, berisi informasi terbaru, seputar dunia fashion, kosmetika, dan aksesoris.
(1)
Tabel 12. Pembahasan Frame Jawa Pos dan Kompas
Dalam Kerangka Framing Pan dan Kosicki
elemen Jawa Pos Kompas
Frame Kebijakan pemerintah menge- nai pengaliran dana ke Bank Century sebesar 6,7 triliun melanggar hukum.
Kebijakan penyelamatan bank century merupakan penyelamatan perekonomian dari krisis.
Sintaksis Lebih banyak memuat kecurangan Marzuki Alie sebagai ketua DPR sekaligus anggota Partai Demokrat dan kekalahan partai pendukung
pemerintahan sebagai headline,selain itu wawancara
lebih banyak dilakukan terhadap anggota DPR yang menganggap kebijakan bailout Bank Century melanggar hukum.
Berita-berita yang dijadikan headline hanya berkisar kebijakan pemerintah mengenai bailout century sudah tepat. Kompas juga
selalu menampilkan wawancara dengan pihak
pemerintah meliputi Menteri Keuangan, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri kabinet Indonesia bersatu II, hal ini memperkuat frame yang hendak ditampilkan.
Skrip Penekanan pada aspek
pelanggaran hukum oleh anggota DPR fraksi koalisi.
Lebih menekankan pada pemerintah yang tidak tegas menangani partai koalisi. selain itu, Kompas juga melakukan penekanan bahwa penyelamatan bank
century merupakan penyelamatan
perekonomian.
Mengenai pemakzulan wakil siden yang juga
entar dari presiden SBY karena penolakan beberapa fraksi presiden menanggapi secara
if penolakan tersebut. pre
mendapat kom
posit Tematik Proses yang harus dijalankan
agar pemakzulan wakil presiden dapat terjadi merupakan proses yang cukup sulit. Saat ini jauh lebih sulit untuk menjatuhkan presiden atau wakil presiden dibandingkan dengan pemakzulan presiden Gus Dur
yang murni melalui forum politik.
(2)
84
Retoris Jawa Pos menampilkan
leksikon, metafora, foto, dan tabel untuk menampilkan kemenangan partai pengusung opsi C
Kompas lebih banyak menampilkan elemen grafis yang berupa foto, gambar, dan tabel. Foto yang ditampilkan banyak yang menguntungkan partai koalisi sebagai pendukung pemerintahan
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari analisis framing berita-berita mengenai sidang paripurna DPR Maret 2010 terkait kebijakan pengaliran dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun ke Bank Century, seperti yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Jawa Pos melihat pemberian dana talangan pada Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun bermasalah baik dalam hal kebijakan maupun pelaksanaan jelas-jelas melanggar hukum. Dan hasil sidang paripurna yang membawa nama wakil presiden menuju pamakzulan atau pemberhentian Boediono dari jabatan sebagai wakil presiden ini semakin mengemuka karena Boediono dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas pengucuran dana bailout.. Untuk mendukung pemberitaannya Jawa Pos benyak melakukan pengutipan sumber berita terhadap anggota DPR yang mengusung opsi C . bahkan Jawa Pos memberikan tabel dan gambar, yang semakin memperlihatkan keberpihakannya terhadap pihak pengusung opsi C.
2. Sebaliknya Kompas menampilkan frame kebijakan dana talangan bailout century perlu dilakukan meski bertentangan dengan aspirasi rakyat namun tindakan pemerintah untuk memberikan dana talangan terpaksa dilakukan demi penyelamatan perekonomian dari krisis. Meskipun Kompas pada awalnya belum mau terang-terangan menunjukkan keberpihakannya. Namun pada berita terakhir mengenai presiden akan menindak lanjuti hasil
(4)
86
Hak Angket DPR, Kompas sudah mulai “terbuka” tentang dukungannya terhadap pemrintah. Berbeda dengan Jawa Pos, Kompas untuk mendukung keberpihakannya terhadap pemerintah Kompas sengaja menampilkan wawancara terhadap pihak pemerintah yang berisi pembelaannya terkait kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengalirkan dana Rp 6,7 triliun pada Bank Century.
5.2 Saran
Dari hasil kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa proses pemberitaan di media massa tak terkecuali surat kabar, seringkali dipengaruhi berbagai kepentingan diantaranya kepentingan ekonomis dan politik. Hal ini terlihat dari condongnya surat kabar terhadap salah satu pihak yang berakibat kurang berimbangnya dalam hal pengutipan sumber berita serta konstannya isu yang ditampilkan dari suatu peristiwa tanpa memperhatikan isu lain yang berkembang. Media juga sering menonjolkan satu isu dan cenderung mengemasnya dengan bahasa yang bombastis atau terkesan membesar-besarkan. Bahkan tidak jarang menunjukkan keberpihakannya dengan menyembunyikan atau menyampaikan dengan implisit informasi-informasi yang diketahui oleh masyarakat.
Sebagai salah satu sarana informasi, surat kabar seharusnya tidak melibatkan kepentingan apapun, baik politis dan ekonomis, dalam penyajian beritanya. Sehingga kedepannya surat kabar mampu memberitakan suatu peristiwa secara jujur dan apa adanya.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto, 2002. Analisis Framing, Yogyakarta : LKIS Eriyanto, 2001. Analisis Wacana, Yogyakarta : LKIS
Hamad, Ibnu, 2004. Kostruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Jakarta : Granit
Kurniawam, 2001. Semiologi Roland Barthez,____: Indonesiatara. McQuail, Denis, 1996. Teori Komunikasi Massa, Jakarta : Erlangga
Pareno, Sam Abede, 2005. Media Massa Antara Realitas dan Mimpi, Surabaya :Papyrus
Siahaan, Hotman M, 2001. Pers yang Gamang, Jakarta : LSPS, ISAI Sobur, Alex, 2001. Analisis Teks Media, Bandung : Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex, 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya.
(6)
Non Buku :
Ali, Novel, “Pers Obyektif, Media Pemberdayaan Masyarakat yang Efektif”, Jurnal ISKI, Vol I, Bulan Juli 1998
Kasiyanto, “ Informasi Realitas sebagai bentuk Reformasi Pemberitaan Media Massa : Sebuah Apresiasi Masyarakat Desa”, Jurnal ISKI, Vol IV, Bulan Oktober 1999
Wardhani, Fitri, 2006, Pembingkaian Berita Kenaikan Harga BBM pada Sidang Paripurna DPR Maret 2005 di Surat Kabar Jawa Pos dan Surya (Studi Analisis Framing Pembingkaian Berita Kenaikan Harga BBM pada Sidang Paripurna DPR Maret 2005 di Surat Kabar Jawa Pos dan Surya). Laporan Skripsi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ilmu Administrasi Jurusan Komunikasi.