Hasil Penelitian dan Interpretasi
56
Perusahaan dengan peringkat PROPER yang baik, menunjukkan kinerja lingkungan yang baik, artinya perusahaan telah melakukan penerapan dokumen
pengelolaan lingkungan,
pengendalian pencemaran
air, pengendalian
pencemaran udara, pengelolaan limbah B3, pengendalian pencemaran air laut, kriteria kerusakan lingkungan, sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi,
penurunan emisi, pemanfaatan dan pengurangan limbah B3, penerapan 3R limbah padat non B3, konservasi air dan penurunan beban pencemaran air,
perlindungan keanekaragaman hayati, pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagaimana diatur dalam perundang-undangan Kementrian Lingkungan Hidup.
Hal yang diungkapkan oleh perusahaan pada annual report atas upaya perusahaan untuk memenuhi indikator penilaian PROPER dapat menambah
pengungkapan CSR perusahaan karena dalam indeks CSR terdapat indikator kepedulian perusahaan terhadap lingkungan namun dengan indikator yang
berbeda dari penilaian PROPER. Jika pencapaian kinerja lingkungan perusahaan yang diumumkan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup kepada masyarakat mendapatkan peringkat warna PROPER yang baik maka usaha-usaha perusahaan pada saat penilaian
PROPER dilakukan harus diungkapkan perusahaan pada saat penyusunan annual report sehingga masyarakat atau para stakeholder perusahaan akan
mengetahui seberapa besar perhatian perusahaan pada lingkungan alam dan masyarakat sekitar tempat perusahaan berdiri. Hal ini juga merupakan salah satu
cara mempertahankan legitimasi perusahaan dimata para stakeholdernya.
57
Perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik cenderung memiliki kepedulian sosial yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
memiliki kinerja lingkungan yang buruk ataupun yang tidak mengikuti PROPER, buktinya adalah perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang
baik tidak hanya mengungkapkan mengenai kepeduliannya terhadap lingkungan namun juga mengungkapkan kepedulian terhadap tenaga kerja, produk,
masyarakat dan juga stakeholdernya. Pengungkapan CSR sendiri merupakan bagian dari pencapaian tiga keberhasilan perusahaan yang terdiri dari
keberhasilan sosial, lingkungan, dan finansial. Konsep ini yang disebut sebagai triple bottom line success of a company. Selain mengejar profit, perusahaan juga
harus memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat people dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan
planet Nuraini, 2010. Dengan kata lain kinerja lingkungan, pengungkapan CSR, dan kinerja finansial yang baik dibutuhkan oleh sebuah perusahaan untuk
keberlangsungan usahanya. Konsep triple bottom line success of a company juga didukung dengan
teori mengenai CSR sendiri yaitu suatu konsep dimana perusahaan memutuskan secara sukarela untuk memberikan sumbangsih untuk mewujudkan masyarakat
yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih Rakhiemah, 2009. Dengan kata lain bahwa perusahaan yang peduli terhadap kinerja lingkungannya telah
melakukan CSR. Perusahaan manufaktur di Indonesia masih tergolong rendah dalam mengungkapkan kegiatan CSR. Perusahaan yang memiliki nilai CSR
58
tertinggi saja hanya mengungkapkan 62 item dari 90 item yang harus diungkapkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengungkapan tanggungjawab sosial
di Indonesia masih rendah. Kesadaran perusahaan di Indonesia saat ini baru sampai pada batas memenuhi kewajiban yang bersifat mandatory, yaitu
implementasi CSR hanya sekedar memenuhi persyaratan minimal yang ditentukan oleh pemerintah dan ada kesan terpaksa Rakhiemah, 2009 karena
adanya
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketentuan ini tidak bersifat menyeluruh, tetapi memiliki batasan dan keadaan-keadaan tertentu
yang peraturan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Perseroan yang menjalankan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Hal ini sangat disayangkan karena sebenarnya dengan melakukan atau mengungkapkan CSR
akan mendatangkan banyak manfaat yang diperoleh perusahaan salah satunya yaitu keberlangsungan perusahaan akan lebih terjamin karena citra perusahaan
di mata masyarakat akan lebih baik dan dapat meningkatkan kinerja keuangan sekaligus.
3. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility CSR terhadap
Kinerja Finansial Menurut Zhoriva dan Williams 2007 dalam Kusniadji 2011, CSR dapat
membantu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, menurunkan biaya operasi perusahaan karena meningkatnya efisiensi, meningkatkan citra merek
dan reputasinya, meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan, menghasilkan
59
produktivitas dan kualitas produk yang lebih tinggi, menarik dan mempertahankan karyawan, mengakses modal, membantu memastikan
keselamatan produk, serta menurunkan kewajiban legal suatu organisasi. Hasil p
engujian dengan analisis jalur menunjukkan bahwa
pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap kinerja finansial perusahaan, dibuktikan
dengan p tingkat signifikansi sebesar 0,955 α. Artinya pengungkapan CSR
yang dilakukan oleh perusahaan dalam annual report tidak dapat mempengaruhi peningkatan ataupun penurunan kinerja finansial perusahaan. Temuan dalam
penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Rakhiemah 2009 bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara Corporate Social
Responsibility CSR terhadap kinerja finansial. Temuan ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Al Tuwaijri et al. 2004 dan Sudaryanto
2011 yang menemukan hubungan signifikan antara pengungkapan Corporate Social Responsibility CSR dengan kinerja finansial. Hasil penelitian ini
didukung dengan hasil analisis jalur yang menunjukkan bahwa efek tidak langsung antara pengungkapan CSR dan kinerja finansial sebesar 0,000.
Terkait dengan pelaksanaan CSR, Kusniadji 2011 mengatakan bahwa aktivitas pengkomunikasian CSR merupakan bentuk pertanggungjawaban
perusahaan kepada seluruh stakeholders untuk menyampaikan ide, saran yang membangun, bahkan bentuk kritik, serta respon yang adaptif. Adanya aktivitas
komunikasi CSR dapat mendorong perusahaan lain untuk melakukan kegiatan CSR dalam rangka peningkatan citra perusahaan di mata stakeholders.
60
Di Indonesia sendiri, pengungkapan CSR bersifat mandatory bagi perusahaan. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas mengenai Perseroan yang menjalankan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung
jawab sosial dan lingkungan, perusahaan-perusahaan yang bidang usahanya tidak berkaitan dengan sumber daya alam pun mulai mengungkapkan kegiatan
CSR secara sukarela karena kegiatan ini merupakan salah satu strategi oleh perusahaan untuk meningkatkan citranya.
Menurut Kusniadji 2011, meningkatnya citra perusahaan akan memiliki implikasi yang strategis bagi perusahaan itu sendiri karena reputasi yang baik
merupakan salah satu keunggulan kompetitif. Reputasi merupakan akumulasi dari corporate image, baik antar stakeholders maupun lintas waktu over the
time. Tolak-ukur keberhasilan aktivitas program tersebut dapat dilihat dari banyaknya liputan media lokal maupun nasional tentang aktivitas CSR.
Sedangkan intensitas komunikasi dengan masyarakat lokal dapat diukur dengan indikator berupa kuantitas komunikasi perusahaan dengan masyarakat lokal dan
kualitas komunikasi perusahaan dengan masyarakat lokal dengan tolak-ukur keberhasilan berupa model komunikasi yang akan digunakan dan dukungan
ketersediaan saluran akan media komunikasi. Rahman 2009: 33 dalam Kusniadji 2011 mengemukakan, kegiatan
CSR yang dilakukan korporat secara kontinyu dan terus-menerus, merupakan salah satu cara untuk mencegah krisis melalui peningkatan reputasi dan imej
61
korporat. CSR dapat mencegah krisis bila dilakukan secara berkelanjutan dan dalam rangka menciptakan long-term relationship dengan komunitas. CSR
dapat diartikan sebagai sebuah komitmen dalam menjalankan bisnis dengan memperhatikan aspek sosial, norma-norma, dan etika yang berlaku, bukan saja
pada lingkungan sekitar, tetapi juga pada lingkup internal dan eksternal yang lebih luas. Dalam jangka panjang, CSR memiliki kontribusi positif terhadap
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dari pendapat Kusniadji 2011 dan Rahman 2009: 33 dalam Kusniadji
2011 jika dihubungkan dengan hasil penelitian ini, memunculkan dugaan bahwa program CSR yang dilakukan oleh perusahaan tidak berpengaruh
terhadap kinerja finansial perusahaan karena kegiatan CSR perusahaan tidak dikomunikasikan kepada stakeholder dengan baik, kurang melibatkan
stakeholder dalam pelaksanaan CSR, tidak dilakukan secara kontinyu dan terus- menerus karena program CSR dilakukan untuk peningkatan reputasi dan imej
perusahaan tanpa dikelola secara baik sehingga pengungkapan CSR tidak memiliki dampak terutama bagi finansial perusahaan. Selain itu kemungkinan
terdapat kelemahan karena CSR hanya diukur dengan menggunakan checklist sehingga menyebabkan ketidakmampuan untuk mengukur intensitas perusahaan
melaksanakan CSR. 4.
Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Kinerja Finansial Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility CSR sebagai Variabel
Intervening
62
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukapan CSR tidak mampu menjadi variabel intervening antara hubungan kinerja lingkungan terhadap kinerja
finansial. Penemuan ini tidak mendukung saran Rakhiemah dan Agustia 2009 yang menduga bahwa pengungkapan CSR merupakan variabel yang memediasi
hubungan antara kinerja lingkungan dengan kinerja finansial. Dari analisis jalur yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
pengungkapan Corporate Social Responsibility CSR berpengaruh positif dengan kinerja lingkungan namun tidak memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja finansial maka pengungkapan CSR bukan merupakan variabel intervening karena menurut definisi, variabel intervening merupakan variabel
penyelaantara yang terletak diantara variabel independen dan variabel dependen, sehingga variabel independen tidak langsung mempengaruhi
berubahnya atau timbulnya variabel dependen Sugiyono, 2008:6. Variabel intervening bertujuan untuk mengetahui apakah besarnya pengaruh X ke Y lebih
besar atau lebih kecil dari X ke Y dengan melalui variabel intervening. Jika besarnya pengaruh X ke Y melalui intervening lebih besar dari pada pengaruh X
ke Y. Oleh karena itu Hipotesis IV yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara kinerja lingkungan terhadap kinerja finansial dengan
Corporate Social Responsibility CSR sebagai variabel intervening ditolak. Kinerja lingkungan jika dihubungkan langsung dengan kinerja finansial terbukti
tidak mempengaruhi besarnya fluktuasi harga saham, dengan pengungkapan CSR pun terbukti belum dapat mempengaruhi peningkatan kinerja finansial.
63
Pemerintah mengharapkan agar perusahaan peduli terhadap lingkungan sekitar tempat perusahaan berdiri, salah satu caranya dengan mengadakan
PROPER. Jika perusahaan berhasil mencapai kinerja lingkungan baik, dibuktikan dengan peringkat PROPER yang baik maka perusahaan seharusnya
mampu melakukan pengungkapan CSR dengan lebih baik karena menurut Suratno et al. 2006, perusahaan dengan environmental performance yang baik
perlu mengungkapkan informasi kuantitas dan mutu lingkungan yang lebih dibandingkan dengan perusahaan dengan environmental performance lebih
buruk. Pada kondisi yang terjadi di Indonesia terutama pada perusahaan
manufaktur terbukti bahwa rata-rata kinerja lingkungan perusahaan hanya sampai pada upaya pemenuhan perundang-undangan dan hukum yang ada saja
tanpa menyadari bahwa pemenuhan kinerja lingkungan perusahaan merupakan kewajiban perusahaan karena perusahaan mendapatkan legitimasinya dari
masyarakat untuk melakukan kegiatan usahanya dan perlu mendapatkan dukungan dari para stakeholdernya agar dapat meningkatkan kinerja
finansialnya. Selain itu, diduga masih ada variabel lain yang digunakan oleh para pelaku pasar modal di Indonesia dalam menentukan portofolio investasi
pada perusahaan manufaktur, sebagai contoh: rasio keuangan, ukuran perusahaan, dan kategori investasi apakah perusahaan merupakan penanaman
modal dalam negeri PMDN ataukah penanaman modal asing PMA. Karena terjadi hal tersebut, upaya pencapaian peringkat PROPER perusahaan tidak
64
dapat memaksimalkan pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan sehingga pengungkapan CSR yang pada awalnya harapannya akan memberikan
signal yang positif utuk para stakeholder supaya dengaan sukarela memberikan dukungannya pada perusahaan menjadi tidak terpenuhi.
65