Karakteristik Entitas Nirlaba TINJAUAN PUSTAKA

demikian dalam praktiknya entitas nirlaba sering tampil dalam berbagai bentuk sehingga seringkali sulit dibedakan dengan entitas bisnis pada umumnya. Pada entitas nirlaba, meskipun tidak ada kepemilikan, entitas mendanai kebutuhan modalnya dari utang dan kebutuhan operasinya dari pendapatan jasa yang diberikan kepada publik. Akibatnya, pengukuran jumlah, saat, dan kepastian aliran pemasukan kas menjadi ukuran kinerja penting bagi para pengguna laporan keuangan organisasi tersebut seperti kreditur dan pemasok dana lainnya IAI, 2011: 45.1.

E. Yayasan

a. Pengertian Yayasan Menurut UU No 16 Tahun 2001, pengertian yayasan adalah badan hukum yang kekayaannya terdiri dari kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang kemanusiaan, keagamaan, dan sosial. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha danatau ikut serta dalam suatu badan usaha. Namun dalam perkembangannya, yayasan sulit dibedakan dengan lembaga lainnya yang berorientasi laba. Bentuk hukum yayasan telah dijadikan payung untuk menyiasati berbagai aktivitas di luar bidang-bidang di atas. Banyak fakta yang terjadi bahwa kecenderungan pendirian yayasan untuk berlindung dibalik status hukum yayasan, sehingga muncul berbagai masalah, seperti sengketa antara pengurus dan pendiri, ketidaksesuaian maksud dan tujuan dengan anggaran dasar dan lain-lain. b. Karakteristik Yayasan Menurut Bastian 2010: 406, “Karakteristik utama organisasi nirlaba seperti yayasan, dapat dibedakan dengan organisasi bisnis. Perbedaanya terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya awal yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasionalnya. Organisasi seperti yayasan umumnya memperoleh sumber daya awal dari sumbangan para anggota dan penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut”. Akibat dari transaksi tersebut, berbagai transaksi yayasan dapat diidentifikasi. Hal yang berbeda dengan transaksi organisasi bisnis adalah dalam hal penerimaan sumbangan. Namun demikian, praktek organisasi yayasan diakui sering tampil dalam berbagai bentuk. Pada yayasan dimana tidak ada kepemilikan, organisasi tersebut mendanai kebutuhan modalnya dari utang dan kebutuhan operasinya dari pendapatan ataupun jasa yang diberikan kepada publik. Akibatnya, pengukuran jumlah dan kepastian aliran masuk kas menjadi ukuran yang penting bagi para pengguna laporan keuangan organisasi tersebut, seperti kreditor dan pemasok dana lainnya. Organisasi semacam ini memiliki karakteristik yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis pada umumnya. c. Tujuan Yayasan Tujuan yayasan adalah melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Menurut Bastian 2007: 2, “Yayasan memiliki tujuan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif”. Tujuan yang bersifat kuantitatif mencakup pencapaian laba maksimum, penguasaan pangsa pasar, pertumbuhan organisasi, dan produktivitas. Sedangkan tujuan kualitatif meliputi efisiensi dan efektivitas organisasi, manajemen organisasi yang tangguh, moral karyawan yang tinggi, reputasi organisasi, stabilitas, pelayanan kepada masyarakat, dan citra perusahaan. Setiap yayasan harus memiliki visi dan misi yang ingin diwujudkan oleh yayasan. Sumber pembiayaan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. Selain sumber pembiayaan yayasan tersebut juga bisa berasal dari sumbangan atau bantuan. Pola pertanggungjawaban yayasan bersifat vertikal dan horizontal. Pertanggungjawaban vertikal merupakan pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggung jawaban yayasan kepada pembina. Sedangkan pertanggungjawaban horizontal merupakan pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada masyarakat luas sebagai salah satu elemen yang penting dalam proses akuntabilitas publik. Menurut UU No 16 Tahun 2001, yayasan mempunyai organ yang terdiri dari Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pembina adalah organ yayasan yang memiliki kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus dan pengawas, misalnya membuat keputusan tentang anggaran dasar, mengangkat dan menghentikan pengurus, pengawas, menetapkan kebijaksanaan umum berdasarkan Anggaran Dasar, mengesahkan program kerja dan rancangan anggaran tahunan, dan membuat keputusan tentang