Hak dan Kewajiban Pemegang Paten

E. Hak dan Kewajiban Pemegang Paten

Pemegang paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan secara perusahaan atas patennya baik secara sendiri maupun dengan memberikan persetujuan kepada orang lain, yaitu : a. Membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten; b. Menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Mengenai Hak Pemegang paten diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 yang menyatakan : 1 Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya: a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten; b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 2 Dalam hal Paten-proses, larangan terhadap pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan impor sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan Paten-proses yang dimilikinya. 3 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 apabila pemakaian Paten tersebut untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten. Dari ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Paten Tahun 2001, dapat diketahui pula bahwa hak eksklusif pemegang paten dikecualikan jika pemakaian patennya dimaksudkan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis dengan syarat hal itu tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Universitas Sumatera Utara pemegang paten. Artinya, pelaksanaan atau penggunaan Invensi yang dikecualikan tadi tidak digunakan untuk kepentingan yang mengarah kepada eksploitasi untuk kepentingan komersial, sehingga dapat merugikan bahkan dapat menjadi kompetitor bagi pemegang paten. Pengecualian ini sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pihak yang betul-betul memerlukan penggunaan Invensi semata-mata untuk penelitian dan pendidikan, yang mencakup pula kegiatan untuk keperluan uji bioekivalensi atau bentuk pengujian lainnya. Mengenai kewajiban pemegang paten disebutkan dalam Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 16 ayat 1, pemegang paten wajib membuat produk atau menggunakan proses yang diberi paten di Indonesia. Dengan kewajiban ini, berarti setiap pemegang paten diharuskan untuk melaksanakan patennya yang diberi di Indonesia melalui pembuatan produk atau menggunakan proses yang dipatenkan tersebut, dengan harapan dapat menunjang adanya alih teknologi, penyerapan investasi, dan penyediaan lapangan kerja. Kewajiban melaksanakan paten yang diberi di Indonesia akan dikecualikan, jika pembuatan produk atau penggunaan proses tersebut hanya layak dilakukan secara regional. Hal ini dicantumkan dalam Pasal 17 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Paten Tahun 2001, yang menyatakan : Pasal 2, yaitu : 2 Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 apabila pembuatan produk atau penggunaan proses tersebut hanya layak dilakukan secara regional. Universitas Sumatera Utara Pasal 3, yaitu : 3 Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat 2 hanya dapat disetujui oleh Direktorat Jenderal apabila Pemegang Paten telah mengajukan permohonan tertulis dengan disertai alasan dan bukti yang diberikan oleh instansi yang berwenang. Rasionalitas pengecualian kewajiban melaksanakan paten ini dijelaskan lebih lanjut antara lain dalam Penjelasan Pasal 17 ayat 2 tersebut, sebagai berikut : Ketentuan pada ayat 2 ini dimaksudkan untuk mengakomodasi rasionalitas ekonomi dari pelaksanaan Paten sebab tidak semua jenis Invensi yang diberi Paten dapat secara ekonomi menguntungkan apabila skala pasar bagi produk yang bersangkutan tidak seimbang dengan investasi yang dilakukan. Beberapa cabang industri menghadapi persoalan ini, misalnya industri di bidang farmasi. Di cabang industri seperti itu skala kelayakan ekonomi seringkali meliputi pasar yang berskala regional misalnya kawasan Asia Tenggara. Untuk itu, kelonggaran diberikan atas dasar penilaian objektif. Namun harus diingat bahwa pengecualian kewajiban melaksanakan paten di Indonesia harus pula ditujukan dalam rangka menunjang alih teknologi yang efektif dan dapat meningkatkan devisa bagi negara kita. Kewajiban lainnya disebutkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Paten Tahun 2001, bahwa pemegang paten atau penerima lisensi suatu paten diwajibkan untuk membayar biaya tahunan untuk pengelolaan kelangsungan berlakunya paten dan pencatatan lisensi. Universitas Sumatera Utara

F. Pengalihan dan Jangka Waktu