obyeknya droit de suite. Sifat ini merupakan salah satu jaminan bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Jadi walaupun obyek Hak Tanggungan
sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditur tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi apabila debitur cidera janji. Dengan
kata lain Hak Tanggungan selalu mengikuti di dalam tangan siapapun obyek Hak Tanggungan berpindah.
Sifat Hak Tanggungan berikut adalah bahwa pembebanan Hak Tanggungan harus memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat
mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Untuk memenuhi asas spesialitas dan publisitas tersebut,
menurut Pasal 11 dan 13 UUHT, di dalam APHT wajib dicantumkan secara lengkap, baik mengenai subyek, obyek, maupun hutang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan serta wajib didaftarkan pemberian Hak Tanggungan tersebut pada Kantor Pertanahan.
3. Subyek Hak Tanggungan
Yang dimaksud dengan subyek Hak Tanggungan adalah mereka yang mengikatkan diri dalam perjanjian jaminan Hak Tanggungan, yang dalam hal ini
terdiri atas pihak pemberi dan pemegang Hak Tanggungan. Menurut Pasal 8 ayat 1 UUHT, “pemberi Hak Tanggungan adalah orang
perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan”.
Kewenangan pemberi Hak Tanggungan harus telah ada dan masih ada pada saat pendaftaran Hak Tanggungan itu dilakukan, sebagai pemberi Hak Tanggungan
bisa debitur pemilik hak atas tanah atau orang lain yang bersedia menjamin pelunasan utang debitur dengan membebankan tanah miliknya.
Oleh karena obyek Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah Negara, maka sejalan dengan
ketentuan Pasal 8 UUHT tersebut di atas, yang dapat menjadi pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang dapat
mempunyai Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara.
Sehubungan dengan hal tersebut, menurut UUPA yang dapat menjadi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara
adalah sebagai berikut : 1. Subyek Hak Milik, berdasarkan Pasal 21 dan 49 UUPA, yakni :
a. Warganegara Indonesia
b. Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah
c. Badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha
dalam bidang keagamaan dan sosial Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 tentang
Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, subyek Hak Milik adalah :
a. Bank-bank yang didirikan oleh negara;
b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang No. 79 tahun 1958 Lembaran Negara Tahun 1958 No. 139;
c. Badan-badan keagamaan yang tunduk oleh Menteri PertanianAgraria
setelah mendengar Menteri Agama; d.
Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri PertanianAgraria setelah mendengar Menteri Sosial.
2. Subyek Hak Guna Usaha, berdasarkan pasal 30 dan 55 UUPA, yakni : a.
Warganegara Indonesia b.
Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
c. Badan-badan hukum yang bermodal asing demi pembangunan nasional
3. Subyek Hak Guna Bangunan, berdasarkan Pasal 36 UUPA, yakni : a.
Warganegara Indonesia b.
Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
4. Subyek Hak Pakai atas Tanah Negara, berdasarkan Pasal 42 UUPA, yakni : a.
Warganegara Indonesia b.
Orang-orang asing yang berkedudukan di Indonesia c.
Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia d.
Badan-badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Mengenai siapa yang dapat menjadi pemegang Hak Tanggungan menurut Pasal 9 UUHT adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan
sebagai pihak yang berpiutang. Subyek hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang ini dapat berupa lembaga keuangan bank, lembaga keuangan
bukan bank, badan hukum lainnya atau perseorangan yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberikan hutang.
4. Obyek Hak Tanggungan