Metode dan Corak Penafsiran Ahmad Mustafâ al-Marâghî.

9. ad-Diyânat wa al-Akhlâk. 10. al-Hisab fi al-Islâm. 11. ar-Rifq bi-Hayawan fi al-Islâm. 12. Syarh Tsalatsin Hadisan. 13. Tafsîr Juz Innamâ al-Sabîl. 14. Risâlah fi Zaujat an-Nabi. 15. Risâlat ishat Ru’yah al-Hilâl fi Ramadân. 16. al-Khutbah wa al-Khutâba fi Daulat al-Umawiyah wa al-‘Abbasiyah. 17. al-Mutâla’ah al-‘Arâbiyyah li al-Madârîs as-Sudaniyyah. 10

D. Metode dan Corak Penafsiran Ahmad Mustafâ al-Marâghî.

Pada bagian ini akan dijelaskan latar belakang penulisan Tafsîr al- Marâghî, sebagaimana yang terdapat dan diungkapkan al-Marâghî pada Muqaddimah tafsîrnya. Ia mengatakan bahwa di masa sekarang orang sering menyaksikan banyak kalangan yang cenderung memperluas cakrawala pengetahuan di bidang agama, terutama sekali dibidang tafsîr al- Qur’an dan Sunnah Rasul. Kitab-kitab tafsîr tersebut banyak memberikan manfaat karena menyingkap berbagai persoalan agama dan bermacam-macam kesulitan yang tidak mudah dipahami, namun kebanyakan telah banyak dibumbui dengan istilah- istilah ilmu lain, seperti ilmu balâghah, nahwu, sharaf, fiqhi, tauhid, dan ilmu- ilmu lainnya, yang justru merupakan hambatan bagi pemahaman al- Qur’an secara benar bagi para pembaca. 11 Di samping itu kitab-kitab tafsîr juga sering diberi 10 Kafrawi Ridwan, et.al ed, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve Jakarta. 1994, cet. Ke 3, h. 166 11 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsir al-Maraghi, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 3 cerita-cerita yang bertentangan dengan akal dan fakta-fakta ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan. 12 Bila kita membandingkan dengan kitab-kitab tafsîr yang lain yang terdapat dikalangan umat islam, baik sebelum ataupun sesudah tafsîr al-Marâghi, termasuk tafsîr al-Manâr, yang dipandang modern, ternyata tafsîr al-Marâghî mempunyai metode penulisan tersendiri, yang membuatnya berbeda dengan kitab- kitab tafsîr yang lain tersebut. Sedangkan bila dilihat dari coraknya, tafsîr al- Marâghî sama dengan corak tafsîr al-Manâr karya Muh ammad „Abduh dan Rasyid Ridhâ, tafsîr al- Qur’an al-Karîm, karya Mahmud Syaltut, dan tafsîr Wâdhih, karya Muhammad Hijazi. 13 Adapun metode penulisan dan sistematika tafsîr al-Marâghî sebagaimana yang dikemukakannya dalam muqaddimah tafsîrnya adalah sebagai berikut: 1. Mengemukakan Ayat-Ayat di Awal Pembahasan Al-Marâghî memulai setiap pembahasan dengan mengemukakan satu, dua atau lebih ayat-ayat al- Qur’an yang mengacu kepada suatu tujuan yang menyatu. 14 2. Menjelaskan Kosa Kata Syarh Al-Mufradât. Selanjutnya al-Marâghî menjelaskan pengertian kata-kata secara bahasa, bila ternyata ada kata-kata yang sulit dipahami oleh para pembaca. 15 12 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 3 13 Ahmad Akram, Târî kh ‘ilm al-Tafsîr wa Manâhîj al-Mufassîrîn, terj. Ali Hasan al- „Aridl Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1992, Cet. Ke-2, h. 72. 14 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 16 15 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 16 3. Menjelaskan Pengertian Ayat-ayat Secara Global al-Maknâ al-Jumâl li al-Ayat. Al-Marâghî menyebutkan makna ayat-ayat secara global, sehingga sebelum memasuki penafsiran yang menjadi topik utama, para pembaca sudah terlebih dahulu mengetahui makna ayat-ayat tersebut secara umum, sehingga memudahkan pembaca dalam memahami maksud ayat-ayat tersebut. 16 4. Menjelaskan Sebab-sebab Turun Ayat Asbâb al-Nuzȗl Jika ayat tersebut mempunyai asbâb al-nuz ȗl sebab-sebab turun ayat berdasarkan riwayat sahih yang menjadi pegangan para mufassir, maka Ahmad Mustafâ al-Marâghî menjelaskannya terlebih dahulu. 17 5. Meninggalkan Istilah-Istilah Yang Berhubungan Dengan Ilmu Pengetahuan Istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, sengaja ditinggalkan oleh al-Marâghî, menurutnya hal ini bisa menghambat para pembaca dalam memahami isi al- Qur’an. Misalnya ilmu nahwu, saraf, dan ‘ilmu balâghah. 18 6. Gaya Bahasa Para Mufassir Al-Marâghî sangat menyadari bahwa tafsir-tafsir yang terdahulu disusun dengan gaya bahasa yang sesuai dengan para pembaca ketika itu. Namun disebabkan oleh pergantian masa lalu diikuti dengan ciri-ciri 16 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 16 17 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 17 18 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 17 khusus, baik tingkah laku dan kerangka berfikir masyarakat, maka merupakan hal yang sewajarnyalah bahkan merupakan kewajiban bagi mufassir masa sekarang ini untuk memperhatikan keadaan pembaca dan menjauhi pertimbangan keadaan masa lalu yang tidak relevan lagi. 19 Oleh karena itu, al-Marâghî merasa terpanggil untuk memenuhi sebuah kewajiban dalam memikirkan lahirnya sebuah kitab tafsîr yang mempunyai warna tersendiri dengan menggunakan gaya bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran sekarang ini, karena setiap orang harus diajak bicara sesuai dengan kemampuan akal mereka. 20 Dalam Penyusunan kitab tafsîr ini, al-Marâghî tetap merujuk kepada pendapat-pendapat para mufassir terdahulu sebagai penghargaan atas upaya yang pernah mereka lakukan. al-Marâghî mencoba menunjukkan kaitan ayat-ayat al- Qur’an dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan lainnya. Karena itulah, al-Marâghî sengaja berkonsultasi dengan orang-orang ahli dibidangnya masing-masing, seperti dokter, astronom, sejarawan dan orang-orang ahli lainnya untuk mengetahui pendapat-pendapat mereka. 21 7. Menyeleksi Riwayat-riwayat Dalam Kitab Tafsîr. Menurut al-Marâghî, salah satu kekurangan mufassir al- Qur’an terdahulu adalah mereka memuat di dalam kitab-kitab tafsîr mereka cerita- cerita dari ahli kitab. Padahal, menurut al-Marâghî, belum tentu cerita- 19 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 17 20 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 17 21 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992, jilid 1 h. 18 cerita mereka itu benar. Oleh karena itu, maka dalam tafsîrnya, al-Marâghî tidak menyebutkan suatu riwayat dari orang terdahulu jika riwayat itu tidak sesuai dengan pengetahuan dan dengan ketentuan-ketentuan agama yang tidak diperselisihkan lagi. Hal ini ia lakukan karena lebih menyelamatkan bagi kepentingan pengetahuan dan lebih terhormat untuk lebih menarik lagi bagi kaum pelajar di mana mereka ini hanya mau tunduk pada dalil-dalil, bukti-bukti dan pengetahuan yang benar. 22 8. Jumlah Jilid Tafsîrnya. Al-Marâghî menjadikan 30 jilid tafsîrnya dan menjadikan setiap juz dari al- Qur’an satu jilid. Hal ini menurut al-Marâghî agar pembaca mudah membacanya dan menjadikan teman dalam perjalanan, baik di kereta api, terminal dan tempat mana saja ia berada. Akan tetapi pada saat ini, Tafsîr al-Marâghî dicetak menjadi sepuluh jilid. Tafsîr al-Marâghî pertama kali diterbitkan pada tahun 1365 H. 23 Adapun kitab-kitab yang dijadikan referensi oleh al-Marâghî dalam penulisan tafsîrnya adalah : 1. Tafsîr Abu Ja’far al-Tabary W 310 H. 2. Tafsîr al-Kasyâf, Abu Qasim al-Zamakhsary W 538 H. 3. Hasyiah al-Kasyâf, Syafaruddin al-Tiybi W 713 H. 4. Anwar al-Tanjil, Qadhi Nasiruddin Idhamy W 692 H. 5. Tafsîr Abi al-Qasim atau Raghib al-Isfahânî W 500 H. 6. Tafsîr al-Bâsith T.H. Abu Hasan al-Naisabury W 568 H. 22 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo : Mustafâ al-Bab halabi wa Auladuhu, 1963, Cet, ke 3, jilid 1, juz 1, h. 19 23 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo : Mustafâ al-Bab halabi wa Auladuhu, 1963, Cet, ke 3, jilid 1, juz 1, h. 20 7. Tafsîr Mafâtîh al-Ghaîb, Fakhruddin al-Razi W 610 H. 8. Tafsîr Ibnu Katsîr, Isma’il bin Katsîr al-Quraysy W 774 H. 9. Tafsîr al-Baghâwy, al-Husein bin Mas’ud W 516 H. 10. Ghârib al-Qur’an, al-Hasan bin Muhammad al-Qurumy. 11. Bahrul Muhît, Atsiruddin Abi al-Hayan al-Andalusy W 745 H. 12. Nadzmud Durrar, Burhanuddin Ibrahim al-Bigai W 885. 13. Tafsîr Abu Muslîm al-Isfahanî W 459 H. 14. Tafsîr Qadhi Abu Bakr al-Bâqilânî. 15. Tafsîr Sirajul Munîr, al-Khâtib Syarbini. 16. Tafsîr Ruh al-Ma’anî, al-Alusî. 17. Tafsîr al-Manâr, Muhammad Rasyid Ridhâ. 18. Tafsîr al-Jawahîr, Tanthowi Jauhary. 19. Sirah Ibnu Hisyâm. 20. Fath al-Bary, Ibnu Hajar, Syarah Hadis Bukhari. 21. Syarah Hadîs Bukharî, al-Aini. 22. Lisân al-‘Arab, Ibnu Mandzȗr al-Ifriqi W 717 H. 23. Syahrar Kamus, Fairuz al-Abadi W 816 H. 24. Asas al-Balâghah, Zamalih Syari W 518 H. 25. Al-Hadîs Mukhtara, Dliya Muqaddasi. 26. Tâbâqât Syafi’iyyah, Ibnu Subki. 27. Jawâzîr, Ibnu Hajar. 28. A’lam al-Muwaqi’in, Ibnu Timiyah. 29. Al-Itqân, al-Suyuthi.dan Muqadimah Ibnu Khaldun. 24 24 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, Kairo : Mustafa al-Bab halabi wa Aulâduhu, 1963, Cet, ke 3, jilid 1, juz 1, h. 22 Pilihan penulis untuk membahas tafsir yang ditulis oleh Ahmad Mustafâ al-Marâghî ini, selain karena tafsirnya lengkap 30 juz al- Qur’an, juga tafsir ini banyak beredar di dunia islam termasuk di Indonesia, dan tafsir ini banyak mengandung hal-hal baru yang relevan dengan kebutuhan umat islam masa sekarang, yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang. Hal ini dapat kita maklumi, karena tafsîr al-Marâghî ini mengambil corak sastra budaya kemasyarakatan Adabi ijtima’i yang memang berorientasi pada kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat. 21

BAB III PENGERTIAN LAKNAT