Berat Basah Kalus Pengaruh 2,4-D dan Frekuensi Subkultur Terhadap Perubahan Genetik Kultur Apikal Bud Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) pada Media MS

23

4.3. Berat Basah Kalus

Parameter pertumbuhan dapat diamati dari peningkatan berat basah Lampiran 5. Pertumbuhan kalus pada media kultur biasanya ditentukan dengan mengukur berat basah kalus. Rata-rata peningkatan berat basah kalus disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil Uji Rata-rata Berat Basah Kalus Apical Bud Kelapa Sawit. Konsentrasi 2,4-D Berat Basah g Rata-Rata Subkultur 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 0 mgl a 110 mgl 0,55 0,71 0,80 0,68 c 120 mgl 0,69 0,79 1 0,82 d 130 mgl 0,42 0,54 0,74 0,56 b Rata-Rata 0,55 a 0,68 b 0,84 c F A: 2,4-D 5,572 1,561 0,996 ns F B: Subkultur F AxB Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji Duncan. p 0,05; ns: tidak signifikan. Hasil uji rata- rata berat basah kalus apikal bud kelapa sawit menunjukkan perlakuan 2,4-D yang berbeda memberikan pengaruh terhadap peningkatan berat basah kalus. Perlakuan 2,4-D 120 mgl merupakan perlakuan yang menghasilkan berat basah paling tinggi sebesar 0,82 gram dan perlakuan 2,4-D 110 mgl menghasilkan berat basah sebesar 0,68 gram. Namun pada perlakuan 2,4-D 130 mgl menghasilkan berat basah terendah sebesar 0,56 gram. Berat basah kalus disebabkan karena kandungan air yang tinggi. Penurunan berat basah pada perlakuan 2,4-D 130 mgl mungkin disebabkan karena tingginya konsentrasi 2,4- D yang digunakan yang ditandai dengan warna kalus, yaitu kuning kecokelatan sebesar 33 yang menandakan bahwa kalus tersebut memiliki daya tumbuh yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pierik 1987, 2,4-D merupakan auksin yang sering dipakai untuk menginduksi kalus tetapi pada konsentrasi yang tinggi merupakan herbisida dan menyebabkan mutasi. Selain itu pada konsentrasi tinggi juga mampu menghambat pertumbuhan kalus bahkan dapat menyebabkan kematian sel. Menurut Bhojwani Razdan 1983, bahwa senyawa 2,4-D pada konsentrasi tinggi berfungsi sebagai herbisida yang dapat mematikan sel tanaman, Universitas Sumatera Utara 24 namun pada konsentrasi rendah berfungsi sebagai auksin yang dapat mendorong pembelahan sel tanaman. Menurut Ruswaningsih 2007, berat segar secara fisiologis terdiri dari dua kandungan yaitu air dan biomassa. Berat basah yang besar ini disebabkan karena kandungan airnya yang tinggi. Menurut Rahayu et al. 2003, berat basah yang dihasilkan sangat tergantung pada kecepatan sel-sel tersebut membelah diri, memperbanyak diri, dan dilanjutkan dengan pembesaran kalus. Menurut Salisbury Ross 1995 zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam jumlah yang tepat memberikan pengaruh terhadap berat kultur. Auksin berperan pada perbesaran sel. Harjoko 1999 menambahkan bahwa pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan diduga menginduksi sekresi ion H + keluar melalui dinding sel. Sekresi ion H + tersebut menyebabkan K + diambil, pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel, akibatnya air mudah masuk ke dalam sel dan sel akan membesar. Perlakuan subkultur 4 minggu menunjukkan peningkatan terhadap berat basah kalus. Hal ini disebabkan karena ketersediaan nutrisi bagi pertumbuhan kalus masih memadai. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Ginting et al. 2007, yang melaporkan bahwa subkultur 4 minggu memiliki berat basah paling tinggi. 4.4. Analisis RAPD 4.4.1. Kualitas dan Kuantitas DNA