BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Indonesia adalah negara agraris yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris.Dengan sebagian besar masyarakat bermukim di
pedesaan dan bermata pencaharian di sektor pertanian.Hasil pertaniannya pun bermacam- macam mulai dari tanaman keras atau tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, coklat,
kelapa dan karet.Ada juga tanaman palawija seperti jagung, ubi kayu, ubi rambat, kacang tanah, kacang kedelai dan juga gandum.Ada juga mereka para petani yang menanam padi di
sawah.Sumber daya fisik yang paling utama dalam kehidupan masyarakat pedesaan tersebut adalah tanah atau lahan pertanian. Salah satu fungsi utama sosial ekonomi masyarakat
pedesaan adalah melakukan berbagai macam kegiatan produksi terutama disektor pertanian dengan orientasi hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar, baik ditingkat desa itu
sendiri maupun di tingkat lain yang lebih luas. Dengan demikian mudahlah dimengerti apabila sebagian besar masyarakat pedesaan melakukan kegiatan utamanya dalam kegiatan
pengolahan dan pemanfaatan lahan pertanian. Masyarakat desa dalam kehidupan sehari-harinya menggantungkan pada alam.Alam
merupakan segalanya bagi penduduk desa, karena alam memberikan apayang dibutuhkan manusia bagi kehidupanya.Seperti diketahui masyarakat pedesaan sering di identikan dengan
masyarakat agraris yaitu masyarakat yang kegiatan ekonominya terpusat pada pertanian maka dengan berusaha disektor pertanian masyarakat pedesaan berusaha meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan. Sektor pertanian sebagai bagian integral dari sistem pembangunan nasional.Tujuan
utama pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan
kesejahteraan seluruh rakyat.Salah satu indikator kesejahteraan petani adalah tingkat pendapatan yang meningkat. Peningkatan pendapatan dapat diperoleh dengan
keanekaragaman usaha tani serta adanya pendapatan lain dari usaha tani.Menurut Dillon dalam Ali sektor pertanian dan pedesaan mempunyai empat fungsi yang fundamental bagi
pembangunan suatu bangsa. 1 mencakupi pangan dalam negeri, 2 penyedia lapangan kerja 3 penyedia bahan baku untuk industry 4 dan sebagai penghasil devisa bagi Negara.
Ali,2007:107 Seperti diketahui, minimnya produksi pangan nasional membuat Indonesia masih
mengandalkan impor dari Negara luar.Beberapa produk komoditas yang masih diimpor negara salah satunya seperti beras dan kedelai.Permasalahan pertanian nasional semakin
diperparah dengan semakin tergerusnya ketersediaan lahan.Tercatat, sejak 2010, sekitar 100.000 hektar lahan pertanian hilang per tahunnya.Minimnya sarana dan prasarana
pendukung pertanian nasional membuat kualitas beras nasional masih belum kompetitif dengan beras impor.Kenyataan yang dialami adalah kebutuhan pangan nasional semakin
lama makin meningkat.Hal itu ditandai dengan infrastruktur yang tidak mendukung penurunan jumlah petani, pengunanaan teknologi yang masih konvensional sementara lahan
pertanian pangan yang ada semakin berkurang dari tahunketahun.http:www.ayogitabisa.comberita-gitaini-biangnya-kenapa-indonesia-harus-
terus-impor-pangan.html Data BPS menyatakan bahwa penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian
semakin berkurang, jika pada tahun 2004 jumlah petani Indonesia adalah 40.609.019 jiwa, maka pada tahun 2013 jumlah petani Indonesia menjadi 39.959.073 jiwa. Akan tetapi sektor
pertanian masih menjadi sektor terbesar sebagai penyerap tenaga kerja di Indonesia. Ironisnya jumlah penduduk miskin di Indonesia terutama di Pedesaan didominasi oleh
penduduk yang berprofesi sebagai petani data diambil dari www.bps.go.id. sektor pertanian
mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dari sektor lain, dikarenakan oleh dua hal yang mendasar, pertama bertani memang pekerjaan penduduk Indonesia sejak dahulu sehingga
bertani bukan lagi sesuatu yang sulit dilakukan oleh penduduk Indonesia, selain itu menjadi petani tidak membutuhkan pendidikan formal, siapa saja bisa menjadi petani asalkan mau dan
mampu bekerja keras http:www.kependudukan.lipi.go.idfokus-kajian-2262-derita-petani- indonesia.html
Kesejahteraan keluarga petani merupakan tujuan pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Merupakan perjuangan setiap keluarga untuk mencapai
kesejahteraan anggota keluarganya. Secara sederhana keluarga petani dikatakan sejahtera manakala dapat memenuhi kebutuhan dasar anggotanya. Namun jika merujuk UU No 10
Tahun 1992 UU tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga sejahtera dimaknai secara luas yaitu: “Keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual, dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang
serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan”. Mengingat luas dan lebarnya rentang kualitas kebutuhan dasar individu dan
keluarga, maka dalam defines operasionalnya, kesejahteraan seringkali direduksi menjadi sebatas terpenuhinya kebutuhan fisik dasar minimal seperti sandang, pangan, papan,
kesehatan dan pendidikan. Pengukurannyapun seringkali hanya dilakukan secara objektif, padahal kesejahteraan menyangkut aspek persepsi individu atau keluarga terhadap kondisi
pemenuhan kebutuhan pokoknya.Oleh karenanya sekarang dikembangkan pengukuran kesejahteaan keluarga dengan menggunakan dua dimensi; objektif dan subjektif. Hal
tersebut didukung fakta di lapang bahwa antara kesejahteraan objektif dan subjektif seringkali tidak searah. Individu atau keluarga yang menurut pengukuran objektif telah
sejahtera belum tentu secara subjektif telah merasa demikian, dan sebaliknya. Astuti 2011:2
Pengukuran kesejahteraan keluarga meliputi indikator kuantitatif dan kualitatif.Aspek kualitatif kesejahteraan bisa dicerminkan oleh serangkaian indikator sosial psikologis seperti
ketrentraman, kepuasan, kebahagiaan, kebebasan termasuk kebebasan dari rasa takut, cemas, resah, gelisah, harapan, dan kepastian. Pada dasarnya indikator tersebut terkait satu sama
lainnya, seperti rasa tentram dan aman terkait dengan aspek kepastian yang di dalamnya juga terdapat aspek harapan. Walaupun tidak ada yang bisa menjamin kepastian di dunia ini,
namun derajat kepastian dalam memperoleh pendapatan untuk penghidupan, berbeda antara berbagai sektor pekerjaan. Menjadi petani berhadapan dengan resiko usaha yang
diakibatkan berbagai faktor, diantaranya faktor alam yang sering kali tidak dapat diprediksi. Beban pertanian menjadi semakin berat manakala petani tidak pernah tahu bahkan tidak
pernah bisa memprediksi berapa harga satuan hasil panen yangakan diterima, karena terbatasnya akses dan informasipasar. Dengan banyaknya faktor yang tidak dapat dikontrol
dalam usaha pertanian, menyebabkan terlalu besar unsur ketidakpastian dalam usaha tani, sehingga sulit untuk merasa aman untuk berusahatani.
Aset penting petani di pedesaan adalah lahan pertanian tempat mereka berusahatani.Pilihan komoditas yang dibudidayakan oleh petani didasarkan pada pilihan
rasional dengan berbagaipertimbangan.Oleh karena itu, tidak jarang petani melakukan alih fungsi dari satu jenis tanaman ke jenis tanaman lainnya pada lahan pertaniannya.Yang
menjadi masalah adalah alih fungsi tersebut menghilangkan lokasi-lokasi pertanian tanaman pangan seperti padi dan jagung yang dapat mengancam ketahanan pangan baik secara lokal,
regional, maupun nasional.Cakupan Provinsi Sumatera Utara saat ini cukup luas, alih fungsi lahan pangan ke perkebunan khususnya kelapa sawit. Faktor-faktor apa saja yang mendorong
petani melakukan alih fungsi lahan perlu diketahui agar sumber permasalahan dapat diketahui. Petani memutuskan untuk melakukan alih fungsi lahan dari komoditas tanaman
pangan menjadi kelapa sawit.Faktor yang mempengaruhi petani karena pertimbangan ekonomis,lingkungandan teknis.
Lahan sawah memiliki arti yang sangatpenting dalam upaya mempertahankan ketahanan pangan.Namun seiring perkembangan zaman, pertambahan penduduk, dan
tuntutan ekonomi, eksistensi lahan pangan mulai terusik.Salah satu permasalahan yang cukup serius saat ini berkaitan dengan lahan pangan adalah makin maraknya alih fungsi lahan
pangan ke penggunaan lainnya. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, Pemerintah telah melakukan pengaturan tentang alih fungsi lahan, yaitu perubahan fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara akan dikenakan hukuman pidana dan denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Terjadinya alih fungsi lahan sawah ke tanaman kelapa sawit menurut Kurdianto dalam Astuti 2011:2 disebabkan oleh berbagai hal yaitu pendapatan usahatani kelapa sawit lebih
tinggi dengan resiko lebih rendah, nilai jualagunan kebun lebih tinggi, biaya produksi usahatani kelapa sawit lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air. Menurut Irawan dalam
Astuti 2011:2 salah satu dampak konversi lahan sawah yangsering menjadi sorotan masyarakat luas adalah terganggunya ketahanan pangan. Masalah yang ditimbulkan bersifat
permanen atau tetap akan terasa dalam jangka panjang meskipun konversi lahan sudah tidak terjadi lagi. Untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan secara tidak terkendali, pengambil
kebijakan harus memiliki data dan informasi yang memadai terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan. Astuti 2011:2
Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang merupakan daerah penghasil padi dan jagung terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten
Karo.Meskipun untuk lahan dan produksi padi sendiri mengalami penurunan dari tahun ke
tahun. Untuk tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 saja terjadi penurunan hasil produksi hingga mencapai 56.339 ton dan penurunan luas sawah hingga 4735 Ha. Sementara untuk
produksi tanaman kelapa sawit dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan hasil produksi sebesar 14.634,2 Ton dan perluasan lahan seluas 830,31 Ha.
Tabel 1.Luas lahan persawahan dan hasil produksi padi dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 di Kabupaten Simalungun
Tahun Luas lahan Ha
Jumlah produksi ton
2008 98.078
517.633 2009
95.679 465.995
2010 93.343
461.294 Sumber: BPS Kabupaten Simalungun, Statistik daerah Kabupaten Simalungun 2011
Tabel 2. Luas lahan dan hasil produksi kelapa sawit dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 di Kabupaten Simalungun
Tahun Luas lahan Ha
Jumlah produksi ton
2008 26.529,50
493.315,21 2009
27.154,50 504.593,58
2010 27.359,81
507.949,41 Sumber: BPS Kabupaten Simalungun, Statistik daerah Kabupaten Simalungun 2011
Kecamatan Ujung Padang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Simalungun dengan luas wilayah 231,88 km2 berbatasan dengan sebelah utara
berbatasan denganKabupaten Asahan dan Batu Bara sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bosar Maligas dan sebelah timur berbatasan dengan kabupaten
Asahan.Kecamatan Ujung Padang merupakan daerah pertanian, dengan lahan pertanian sawah dan non sawah yang cukup luas.Sebagian besar masyarakat kecamatan Ujung Padang
hidup dari sektor perkebunan dimana terdapat PTPN 4 Tinjowan yang bergerak pada usaha tanaman perkebunan kelapa sawit.Kecamatan Ujung Padang merupakan penghasil buah
belimbing, rambutan, dan nangka terbesar di Kabupaten Simalungun.Kecamatan Ujungpadang memiliki 17 nagori atau desa dengan jumlah penduduk 40.737
orang.Kecamatan Ujung Padang dari 17 nagori tersebut sampai tahun 2012 mempunyai lahan sawah seluas 1.467,69 ha dan lahan kering seluas 18.258,13 ha yang hampir 75 persen
digunakan untuk tanaman kelapa sawit. sumber: BPS 2013 kabupaten simalungun. Luas lahan pesawahan ternyata mengalami penyusutan akibat petani yang sebelumnya
bercocok tanam padi mulai berpindah dengan beralih menjadi petani kelapa sawit.Hal ini tentunya tidak dapat di pungkiri mengingat bahwa pola kerja dancara perawatan antara
bertani padi dengan bertani kelapa sawit berbeda. Tabel 3.Luas lahan persawahan dan hasil produksi padi dari tahun 2009 sampai
tahun 2011 di Kecamatan Ujung Padang.
Tahun Luas lahan Ha
Hasil produksi ton
2009 3.845
19.207 2010
2.948 15.242
2011 2.045
11.447 Sumber: BPS Kabupaten Simalungun, Statistik daerah Kecamatan Ujung Padang
2012 Tabel 4.Hasil produksi kelapa sawit dari tahun 2009 sampai 2011 di Kecamatan
Ujung Padang
Sumber: B
Tahun Hasil produksi ton
2009 42.917,53
2010 42.917,89
2011 42.918,24
PS Kabupaten Simalungun, Statistik daerah Kecamatan Ujung Padang 2012 Peralihan dari petani padi ke petani kelapa sawit yang terjadi di kecamatan Ujung
Padang khususnya di kelurahan Ujung padang menurut dinas pertanian Kecamatan Ujung Padang melalui observasi awal yang peneliti lakukan mulai terjadi sekitar 10-15 tahun
terakhir tetapi data secara statistik yang diperoleh dari dinas pertanian kecamatan Ujung Padang hanya data dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Dari tahun 2009 sampai
dengan tahun 2011 terjadi pengurangan lahan sawah sebesar 1800 hektar dan penurunan hasil produksi padi sebesar 7760 ton. Sementara untuk hasil produksi kelapa sawit mengalami
peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.Peralihan tersebut tidak terjadi secara menyeluruh akan tetapi terjadi secara bertahap.Kecenderungan petani beralih fungsi tentunya
mempunyai Alasan, faktor yang mempengaruhinya antara lain ekonomi, resiko, dan perawatan.
Dari hasil observasi awal yang peneliti lakukan ternyata diketahui bahwa penghasilan petani perbulannya bermacam-mcam tergantung dari luas lahan yang dimiliki. Para petani
padi di kelurahan Ujung Padang harus menunggu selama 6 bulan untuk mendapatkan hasil dari produksi sawahnya karna masa panen hanya terjadi setahun dua kali, sementara untuk
petani kelapa sawit dalam 1 bulan dapat melakukan dua kali panen.Jika dilihat dari harga jual, harga jual padi saat ini untuk wilayah Kecamatan Ujung Padang 1Kg adalah Rp 3600
sedangkan untuk kelapa sawit 1 Kg adalah Rp 1.200. Petani padi yang mempunyai lahan 10 rante atau 0,4Ha 4000 m
2
rata – rata dalam 6 bulan 1x masa panen dengan hasil produksi sebesar 5000 Kg menghasilakan pendapatan bersih setelah dikurangi ongkos perawatan dan
produksi sebesar Rp 3.719.000, sedangkan pada petani kelapa sawit dengan luas lahan yang sama dalam waktu 1 bulan 2x masa panen dengan hasil produksi 1000 Kg dapat
menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp 983.000. Jika dihitung perbulanya maka pendapatan petani padi dengan luas lahan 10 rante atau 0,4 Ha 4000 m
2
adalah Rp
3.719.000 : 6 = Rp 619.800 dan untuk petani kelapa sawit perbulanya penghasilanya sebesar Rp 9.83.000. Jika dilihat secara ekonomi dan juga efisiensi waktutentunya bertani kelapa
sawit lebih menguntungkan di bandingkan dengan bertani padi. Peluang resiko yang dihadapi oleh petani padi di Kecamatan Ujung Padang khususnya
di Kelurahan Ujung Padang lebih besar dibandingkan dengan petani kelapa sawit. Resiko- resiko itu meliputi banjir, serangan hama dan kekeringan, jika banjir, serangan hama dan
kekeringan terjadi maka bisa dipastikan akan terjadi gagal panen. Sementara untuk tanaman kelapa sawit lebih bisa bertahan dengan resiko-resiko seperti itu.Ini juga yang menjadi salah
satu alasan utama berpindahnya petani padi di Kelurahan Ujung Padangmenjadi petani kelapa Sawit.
Dilihat dari segi perawatan dan penggunaan teknologi, alat teknologi yang digunakan juga berbeda antara bertani padi dan bertani kelapa sawit.Perawatan dalam bertani padi
memakan waktu dan tenaga yang lebih banyak, di mulai dari proses pembenihan, pengolahan tanah, Penanaman, pemupukan, penyemprotan, jaga burung, hingga panen. Proses dari
pembenihan sampai panen memakan waktu 6 bulan dan dari tiap-tiap proses tersebut ada biaya yang harus di keluarkan, seperti pada proses pengolahan tanah yang menggunakan
mesin jetor mesin bajak sawah maka petani harus mengeluarkan biaya sewa mesin tersebut, belum lagi untuk upah jaga burung dan upah panen yang juga menggunakan mesin
penggiling padi, biaya pupuk, biaya obat hama yang mana kesemuanya itu memerlukan biaya yang banyak serta memakan waktu yang lama dan juga tenaga yang lebih banyak. Semua ini
akan sia-sia bila tiba-tiba terjadi resiko seperti banjir atau serangan hama. Hal yang berbeda terjadi dalam bertani kelapa sawit yang mana untuk biaya perawatan dan penggunaan
teknologi lebih ringan dibandingkan dengan bertani padi. Proses perawatan yang biasa dilakukan oleh petani kelapa sawit di kelurahan Ujung Padang hanya pemupukan dan itu
dilakukan setahun dua kali. Penggunaan alat teknologi juga berbeda penggunaan alat
teknologi oleh petani kelapa sawit lebih sederhana dibandingkan penggunaan alat teknologi yang digunakan oleh petani padi. Petani padi biasanya menggunakan alat teknologi mesin
dalam proses bertaninya seperti, mesin bajak, mesin penggiling padi dan juga alat teknologi non mesin seperti cangkul, arit, dan alat penyemprot hama. Untuk petani kelapa sawit alat
yang digunakan adalah alat teknologi non mesin seperti cangkul, ganco, egrek gala dan alat penyemprot.
Kesulitan petani padi di Kecamatan Ujung Padang khususnya di Kelurahan Ujung Padang itu tampaknya disebabkan oleh faktor ekonomi, perawatan, dan kendala alam seperti
resiko hama, banjir dan kekeringan. Dari kendala-kendala yang mereka hadapi masyarakat Kelurahan Ujung Padang merasa perlu untuk mengubah perekonomian mereka, sehingga
membuat mereka beralih matapencaharian dari petani padi menjadi petani kelapa sawit.Peralihan matapencaharian ini secara langsung atau tidak langsung akan menyebabkan
juga perubahan disegala bidang. Akan tetapi dalam penelitian ini penilti hanya melihat bagaimana perubahan kesejahteraan petanisetelah melakukan peralihan matapencaharian.
1.2. Rumusan masalah