73
BAB VI PEMBAHASAN
Bab ini menjabarkan beberapa bagian yang terkait dengan hasil penelitian yang telah diperoleh. Bagian pertama menjabarkan pembahasan hasil
penelitian yaitu membandingkan dengan konsep, teori, dan berbagai penelitian sebelumnya yang terkait dengan hasil penelitian ini untuk memperkuat
pembahasan interpretasi hasil penelitian. Bagian kedua adalah mengemukakan berbagai keterbatasan selama proses penelitian dengan membandingkan
pengalaman selama proses penelitian yang telah dilakukan dengan proses yang seharusnya dilakukan sesuai dengan aturan.
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Penelitian ini menghasilkan delapan tema. Beberapa diantaranya memiliki subtema dengan beberapa kategori makna tertentu. Tema tersebut
teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Berikut penjelasan secara rinci untuk masing-masing tema yang dihasilkan dari penelitian ini:
Tema 1. Manfaat ASI memotivasi suami untuk memberikan dukungan ASI eksklusif
Motivasi semua partisipan penelitian ini dalam mendukung istrinya menyusui secara eksklusif adalah karena manfaat dari ASI itu sendiri. Roesli
2008 menyatakan bahwa memberikan ASI secara eksklusif berarti keuntungan untuk semua. Bayi akan lebih sehat, cerdas, dan berkepribadian
baik, ibu akan lebih sehat dan menarik, perusahaan, lingkungan dan masyarakat pun akan mendapat keuntungan.
ASI memegang peranan penting untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup bayi Nurdiansyah, 2011, seperti yang dikatakan oleh
semua partisipan dalam penelitian ini bahwa ASI baik untuk kekebalan tubuh, anak jadi lebih sehat dan jarang sakit. Hal ini sejalan dengan penelitian
Hardjito, Wahjurini, dan Wahyu 2011 yang menyatakan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif lebih jarang terkena sakit dibandingkan bayi yang tidak
diberi ASI eksklusif sampai usia enam bulan. Menurut Roesli 2008, pemberian ASI sampai bayi mencapai usia 4-6
bulan akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh
yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang
menegaskan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit
diare. Seorang bayi yang diberi air putih atau minuman lainnya beresiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak dibandingkan bayi yang diberi ASI
eksklusif BKKBN, 2009. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hampir semua partisipan
mengatakan ASI adalah nutrisi paling baik untuk otak anak sehingga nantinya anak akan menjadi pintar dan cerdas. Menurut Wong 2008, ASI
mengandung asam lemak esensial, asam linoleat Omega 6 dan asam linolenant Omega 3 yang menjadi prekursor docoshexaenoic accid DHA
dan arachidonic acidAA. DHA dan AA ini berfungsi penting dalam pertumbuhan otak anak. Roesli 2008 juga mengungkapkan bahwa
pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berusia enam bulan akan menjamin tercapainya kecerdasan anak secara optimal karena adanya nutrien
yang tepat secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan bayi agar otak menjadi tumbuh dengan optimal. Hal ini sejalan penelitian yang dilakukan
oleh Jedrichowski Elzbietaflak 2012dalam Erawati, Wiwin, Lulut 2014, menunjukkan hasil bayi yang mendapatkan ASI sampai 3 bulan
memiliki IQ rata-rata 2,1 poin lebih tinggi dibandingkan yang lain; bayi yang mendapatkan ASI 4-6 bulan memiliki skor 2,6 poin lebih tinggi; dan bayi
yang disusui lebih dari 6 bulan IQ meningkat 3,8 poin. Hal ini membuktikan semakin lama pemberian ASI semakin cerdas bayi.
Partisipan pada penelitian ini juga mengatakan bahwa ASI eksklusif lebih murah dibandingkan dengan susu formula. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Sari 2011 yang menyatakan bahwa sebanyak 96,6 ayah mengatakan ASI eksklusif lebih murah daripada susu formula dan 98,3
mengatakan ASI itu lebih mudah dan praktis. Kristiyanasari 2011 menjelaskan ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya
digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Selain itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat
ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat. Salah satu partisipan juga mengungkapkan bahwa ASI eksklusif tidak merepotkan.
Menurut Roesli 2008, ASI lebih mudah disiapkan, lebih mudah dicerna oleh bayi dan memberikan ASI akan membuat perjalanan menjadi terasa ringkas
dan mudah, selain itu juga gratis.
Tema 2. Suami mendapatkan informasi mengenai ASI eksklusif dari beberapa sumber
Partisipan pada penelitian ini mengungkapkan bahwa mereka mendapatkan informasi mengenai ASI eksklusif melalui beberapa sumber,
yaitu bidan, leaflet yang tersedia di pelayanan kesehatan, dan internet. Bidan merupakan hal yang banyak dikemukakan para partisipan sebagai sumber
informasi yang diterima. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurbaiti
2014 yang menyatakan bahwa 70 sumber informasi suami mengenai ASI eksklusif didapatkan dari nonmedia seperti petugas kesehatan dokter,
perawat, bidan, petugas kesehatan masyarakat, dan petugas gizi, keluarga, dan teman. Menurut Ekiawati 2002 dalam Fauziah, 2013, secara umum
tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan merupakan media yang paling banyak menginformasikan tentang ASI.
Hasil penelitian Ramadhani Hadi 2010 di wilayah kerja Puskesmas Air Tawar Kota Padang juga mengungkapkan bahwa dukungan
petugas kesehatan mempengaruhi dukungan suami dan pemberian ASI eksklusif. Hal ini dapat terjadi karena sewaktu ibu memeriksakan kehamilan,
bersalin dan kunjungan neonatal, suami ikut mendengarkan penjelasan petugas kesehatan mengenai ASI eksklusif dan manfaatnya, sehingga suami
terpengaruh dan termotivasi untuk memberikan dukungan secara maksimal kepada ibu untuk memberikan ASI sampai usia bayi enam bulan.
Penelitian yang dilakukan oleh Astuti 2013 di Puskesmas Serpong juga membuktikan adanya hubungan antara peranan petugas kesehatan
dengan keberhasilan ASI eksklusif. Hal ini karena petugas kesehatan seperti
perawat, bidan atau dokter merupakan orang pertama yang membantu ibu bersalin untuk memberikan ASI kepada bayinya Lubis, 2010. Untuk itu,
petugas kesehatan harus mengetahui tatalaksana laktasi yang baik dan benar selain bersikap positif terhadap pemberian ASI, sehingga dapat
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Petugas kesehatan harus memberikan penjelasan tentang ASI secara sinambung, mulai dari
pemeriksaan kehamilan, setelah persalinan dan saat kunjungan neonatal. Untuk itu, petugas kesehatan harus memiliki keterampilan dalam konseling
ASI, baik dalam hal berkomunikasi, pengetahuan tentang pemberian ASI secara medis dan teknis, sosial budaya dan agama, serta memahami program
pemberian ASI yang dilakukan pemerintah dan masyarakat Perinasia, 2008.
Tema 3. Suami memberikan informasi tentang ASI eksklusif pada ibu primipara
Informasi yang diberikan suami merupakan salah satu bentuk dukungan informasional. Dukungan informasional adalah bentuk dukungan
yang meliputi nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi Friedman, Browden Jones, 2010. Hasil penelitian pada studi ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan Friedman, Browden Jones 2010 bahwa bentuk dukungan informasi yang diberikan suami kepada ibu primipara
mengenai pemberian ASI eksklusif meliputi informasi tentang nutrisi ibu menyusui, informasi tentang faktor penghambat produksi ASI, dan informasi
tentang ASI perah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Astuti 2013 di Puskesmas Serpong bahwa informasi yang harus disampaikan pada ibu
mengenai ASI eksklusif yaitu keuntungan dan keunggulan ASI, makanan ibu hamil dan menyusui, serta persiapan menyusui dalam waktu lama.
Informasi tentang nutrisi ibu menyusui dan faktor penghambat produksi ASI Pada masa menyusui, kebutuhan nutrisi ibu perlu diperhatikan
karena ibu tidak hanya harus mencukupi kebutuhan dirinya melainkan harus memproduksi ASI bagi bayinya. Menurut Sutomo 2010, seorang ibu
biasanya memproduksi ASI 800-850 ml per hari selama menyusui. Pada umumnya, dalam 100 gram ASI terkandung 60 ml kalori dan 1,2 gram
protein. Komponen nutrisi ini berasal dari sari makanan yang dikonsumsi ibu. Gizi ibu menyusui dibutuhkan untuk produksi ASI dan pemulihan kesehatan
ibu pasca melahirkan Bahiyatun, 2008. Tubuh ibu memiliki cadangan nutrisi yang mencukupi untuk memulai proses menyusui pasca melahirkan
dikarenakan sejak dalam masa kehamilan tubuh ibu sudah dirancang agar siap untuk menyusui Monika, 2014. Oleh karena itu, ibu menyusui harus
meningkatkan pola makan selama hamil Subakti Anggarani, 2008. Partisipan pada penelitian ini mengungkapkan bahwa istri mereka
mengkonsumsi sayur daun katuk selama proses menyusui secara eksklusif untuk meningkatkan produksi ASI. Frekuensi rata-rata istri dari partisipan
penelitian ini dalam mengkonsumsi sayur daun katuk yaitu 3-4 kaliminggu. Selain itu partisipan juga mengatakan bahwa istri mereka menselingi dengan
sayuran lain seperti kangkung dan bayam setiap harinya agar tidak bosan.
Monika 2014 mengungkapkan bahwa seorang peneliti Indonesia meneliti khasiat daun katuk ini pada tikus. Hasil penelitian tersebut diterbitkan pada
International Conference on Food Engineering Biotechnology tahun 2011 di Singapura yang hasilnya pemberian ekstrak daun katuk pada tikus yang
sedang menyusui meningkatkan kadar hormon prolaktin dan oksitosin, dimana kedua hormon tersebut berperan dalam meningkatkan produksi ASI.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwaistri partisipan pada penelitian ini mengkonsumsi susu khusus ibu menyusui setiap harinya untuk
meningkatkan kualitas dan produksi ASI. Menurut Monika 2014, minum susu, baik susu cair maupun susu khusus ibu menyusui, tidak berhubungan
dengan produksi ASI. Susu diketahui sebagai salah satu sumber kalsium, namun, mengkonsumsi kalsium saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan
asupan vitamin D yang cukup. Bila ibu menyukai susu, pilihlah susu cair segar pasteurisasi atau UHT tawar dan tidak berlebihan batasi hingga 500 ml
atau dua gelas per hari. Proses pasteurisasi adalah memanaskan susu cair yang tidak atau
belum dipasteurisasi hingga mencapai susu 71,67 ⁰C selama 15-20 detik,
kemudian diikuti proses pendinginan yang cepat. Pasteurisasi ini dapat membunuh bakteri-bakteri berbahaya dan mengurangi risiko terjangkit
penyakit. Akan tetapi, bila ibu tidak menyukai susu dan tidak makan produk turunan susu, seperti keju dan yoghurt, nutrisi yang terdapat dalam susu bisa
didapat dari bahan makanan lain, misalnya kalsium yang didapat dari sayuran berwarna hijau, ikan teri, dan tahu.
Selain nutrisi ibu yang mempengaruhi produksi ASI, emosi dan psikis ibu juga menjadi faktor penghambat produksi ASI lainnya. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan memberikan informasi kepada istrinya untuk tidak terlalu lelah dan stres atau tertekan karena akan
menghambat pengeluaran ASI. Menurut IDAI 2008, ada beberapa jenis stresyang umum dialami oleh ibu menyusui, diantaranya kuatir akan
kurangnya kuantitas produksi ASI dan kualitas ASI yang tidak cukup baik untuk bayi, takut bentuk tubuh atau payudaranya berubah faktor estetika,
stres akibat perubahan pola atau gaya hidup terutama menyusui anak pertama, merasa pemberian ASI kurang praktis bagi ibu bekerja, dan stres
akibat kurangnya dukungan suami terhadap pemberian ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi.
Derek 2005 juga menjelaskan bahwa produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis ibu karena dapat menghambat pengeluaran
hormon oksitosin, sehingga mencegah masuknya air susu ke dalam pembuluh payudara dan menyebabkan bayi akan mendapatkan sedikit ASI.Adanya
informasi tentang nutrisi ibu menyusui dan faktor penghambat produksi ASI membantu ibu dalam menjaga kesehatan dirinya dan juga untuk mencukupi
kebutuhan nutrisi bayinya.
Informasi tentang ASI perah Salah satu partisipan dalam penelitian ini adalah suami dengan istri
yang bekerja, sehingga suami memberikan informasi tentang ASI perah untuk ibu bekerja agar tetap bisa menyusui bayinya secara eksklusif. Priyono 2010
mengatakan bahwa ibu yang bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif, meskipun cuti melahirkan di Indonesia rata-rata
hanya tiga bulan. ASI eksklusif tetap dapat diberikan oleh ibu bekerja dengan cara memerah ASI.
Partisipan dalam penelitian ini mengatakan istrinya berusaha pulang pada jam istirahat untuk menyusui bayinya, karena jarak lokasi tempat kerja
yang cukup dekat dengan rumah. Hal ini sesuai dengan hasil studi fenomenologi Rejeki 2008 di wilayah Kendal Jawa Tengah tentang
pengalaman menyusui eksklusif ibu bekerja yaitu upaya yang dilakukan ibu bekerja untuk dapat menyusui bayinya secara eksklusif diantaranya
meninggalkan ASI di rumah dengan menyimpan ASI di dalam kulkas ASI perah, membawa dan menitipkan bayinya di tempat kerja, berusaha pulang
pada jam istirahat, dan makan dengan teratur sekalipun di malam hari, serta membawa makanan dan minuman di tempat kerja agar produksi ASI tetap
lancar. Pemerahan ASI dapat ibu lakukan sebelum ibu mulai bekerja
kembali, kemudian saat ibu bekerja, ibu dapat melakukan di tempat kerja pada jam istirahat PN Djamaludin, 2010. Ibu dapat memerah selama 15-
20 menit setiap 2-3 jam dengan interval maksimum memerah adalah 5 jam. Usahakan memerah minimal 2 kali sejak malam hingga bangun pagi hari
karena hormon prolaktin meningkat pada malam hari dan menyebabkan produksi ASI lebih banyak Monika, 2014 dan Tim Mommies Daily, 2012.
Menurut ABM The Academy of Breastfeeding Medicine dalam Monika 2014, hasil ASI perahan dapat disimpan di suhu ruangan antara 16-
29 ⁰C selama 3-4 jam dan dapat bertahan 6-8 jam. Bila suhu ruangan dingin
sekitar 15,8 ⁰C atau setara dengan cooler bag yang diisi es batu, ASI perah
dapat bertahan 24 jam. ASI perah juga dapat disimpan di dalam kulkas dengan suhu ≤4⁰C dapat bertahan optimal selama 72 jam 3 hari. Selain itu,
ASI perah juga dapat dibekukan di dalam lemari pembeku freezer pada suhu kurang dari -17
⁰C dan aman dibekukan hingga 3-6 bulan. Lama maksimum pembekuan ASI perah adalah 12 bulan. Vitamin A, E, B, protein, lemak,
enzim, laktosa, zinc, immunoglobulin, lysozyme, dan laktoferin akan terjaga bila ASI perah dibekukan, namun vitamin C dalam ASI perah berkurang
signifikan bila dibekukan lebih dari 3 bulan. Wadah ASI perah harus memiliki tutup yang menutup rapat dan
tidak mengandung bahan berbahaya seperti Bisfenol A BPA yang sering ada pada botol plastik. FDA Food Drug Administration dengan penelitian
terbarunya menyatakan bahwa BPA berbahaya bagi kesehatan. BPA secara teoritis dapat bertindak sebagai hormon dalam tubuh sehingga mengganggu
kadar hormon tubuh dan perkembangan janin, bayi, dan anak-anak. Selain itu, beberapa penelitian pada binatang menemukan potensi hubungan antara
paparan BPA dengan meningkatnya risiko kanker. Untuk itu, ibu perlu mengetahui jenis-jenis plastik dengan cara melihat kode pada bagian luar atau
bawah botol plastik yang tertera simbol daur ulang recycle dengan nomor
tertentu. BPA terdapat pada nomor recycle 3 dan 7, sedangkan wadah berbahan plastik yang aman terdapat pada kode recycle nomor 5 Monika,
2014. Partisipan dalam penelitian ini mengatakan bahwa mereka menggunakan botol berbahan kaca dan plastik sebagai wadah ASI perah.
Menurut Monika 2014, botol berbahan kaca umumnya direkomendasikan karena dapat digunakan berulang-ulang, mudah dibersihkan, dan aman. Selain
itu, lemak ASI perah yang disimpan di wadah berbahan kaca lebih mudah lepas dari dinding wadah dan bercampur kembali bila digoyangkan pelan
dibandingkan wadah berbahan plastik. Adanya informasi tentang ASI perah membantu ibu bekerja untuk tetap bisa menyusui bayinya secara eksklusif
tanpa mengkhawatirkan kuantitas dan kualitas ASI.
Tema 4. Suami tidak memberikan dukungan penilaian berupa pujian melainkan dengan ucapan terima kasih
Dukungan penilaian menurut House dalam Setiadi 2008 merupakan ungkapan hormat penghargaan positif bagi seseorang. Semua
partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa mereka tidak ada yang memberikan pujian kepada istri, namun mereka mengungkapkan rasa terima
kasihnya kepada istri karena berhasil memberikan ASI eksklusif kepada anak- anaknya. Werdayanti 2013 mengungkapkan bahwa keuntungan memberikan
pujian yang tepat yaitu dapat membangun percaya diri, mendorong untuk terus melakukan perilaku baik, dan ibu akan lebih mudah menerima saran
berikutnya.
Hasil penilitian ini menunjukkan berbagai alasan partisipan yang tidak memberikan pujian pada istri selama proses menyusui secara eksklusif,
yaitu partisipan menganggap pujian bukanlah merupakan suatu hal yang penting untuk diungkapkan. Mereka merasa bahwa tanpa mengungkapkan
pujian secara verbal, istri sudah memahami dan mengerti melalui tindakan suami sehari-hari. Mereka juga merasa bukan orang yang romantis. Hal
tersebut kemungkinan terjadi karena suami lebih menggunakan logika daripada perasaannya, sehingga mereka merasa sulit memberikan pujian pada
istrinya. Wade Carol 2008 mengungkapkan bahwa dr. Joseph Lurito,
seorang asisten professor radiologi di School of Medicine Indiana University, Amerika Serikat melakukan penelitian tentang, kepekaan otak laki-laki dan
perempuan dalam mencerna pendengaran dengan menggunakan metode scanning otak terhadap 20 laki-laki dan perempuan. Hasilnya, perempuan
memiliki keunggulan yang lebih dalam aktivitas mendengar dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan laki-laki hanya menggunakan otak kiri dalam
mencerna sesuatu dibandingkan perempuan yang menggunakan kedua bagian otaknya. Otak kiri adalah otak yang lebih peka terhadap aspek intelektualitas
intellectually thinking, sementara otak kanan lebih peka terhadap perasaan emotionally thinking. Menurut teori kepribadian atau yang biasa dikenal
sebagai MBTI Myers-Briggs Type Indicator, pada salah satu tahapan tahap ketiga yaitu Thinking vs Feeling, dimana orang yang berkarakter thinking
biasanya lebih cenderung menggunakan logika dalam menghadapi suatu masalah, dan orang berkarakter thinking umumnya lebih suka memberikan
kritik daripada pujian kepada orang lain. Sedangkan orang berkarakter feeling adalah orang yang cenderung menggunakan perasaan dalam menghadapi
suatu masalah, dan biasanya mereka lebih suka memberikan pujian daripada kritik Wade Carol, 2008.
Tema 5. Suami memberikan dukungan fisik untuk ibu primipara selama proses pemberian ASI eksklusif
Dukungan fisikatau dukungan instrumental menurut Caplan 1974 dalam Estu, Ed., 2010 merupakan bantuan langsung seperti benda, uang, dan
tenaga. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa semua partisipan memberikan dukungan fisik pada ibu primipara selama proses menyusui
secara eksklusif. Bentuk dukungan yang diberikan ini berupa suami memenuhi kebutuhan ibu menyusui secara eksklusif seperti nutrisi untuk ibu
menyusui dan peralatan untuk ASI perah, suami ikut terlibat dalam menjaga dan merawat bayi, sertasuami juga ikut membantu pekerjaan rumah tangga.
Hal ini sejalan dengan penelitian Erawati, Reni, Handayani 2014 di Kelurahan Wates Kota Magelang, partisipasi instrumental yang diberikan
suami dalam pemberian ASI eksklusif meliputi keterlibatan suami membantu ibu untuk menyendawakan bayinya setelah menyusui, membantu
mengerjakan pekerjaan rumah tangga, lebih memikirkan kebutuhan ibu dalam menyusui bayinya dibandingkan dirinya, ketika bayi menangis suami
menggendong dan memberikannya kepada ibu untuk disusui, mengantarkan ibu untuk pemeriksaan rutin bayinya penimbangan, imunisasi ke posyandu.
American Academy of Pediatric 2012 yang menyebutkan bahwa suami dan
anggota keluarga lain dapat memperkuat ikatan dengan bayi dengan berpartisipasi dalam membantu ibu seperti menyendawakan bayi setelah
disusui, memastikan ibu makan dan minum yang cukup, membantu ibu dengan alat pompa payudara dan botol.
Menurut Roesli dan Yohmi 2013 terdapat beberapa keadaan yang dianggap dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin, salah satunya
adalah dukungan ayah dalam pengasuhan bayi seperti menggendong bayi ke ibu saat akan disusui atau disendawakan, menggantikan popok dan
memandikan bayi, bermain, mendendangkan bayi dan membantu pekerjaan rumah tangga. Hormon oksitosin berperan untuk merangsang keluarnya ASI.
Werdayanti 2013 juga menambahkan bahwa bantuan suami berupa menemani, menjaga dan bermain bersama anak dengan meluangkan waktu
dan memberi perhatian dipercaya dapat meredakan ketegangan otot dan menenangkan pikiran ibu. Untuk itu suami diharapkan dapat masuk dan
bergabung di dunia ibu dan bayi dalam pemberian ASI, seperti yang diungkapkan oleh Februhartanty 2008 bahwa untuk memenuhi ASI
eksklusif diperlukan adanya keharmonisan hubungan pola menyusui tripartit, yaitu antara ayah, ibu, dan bayi.
Tema 6. Suami memberikan dukungan emosional pada ibu primipara selama proses pemberian ASI eksklusif
Dukungan emosional menurut House dalam Setiadi 2008, mencakup empati atau perhatian, kepedulian dan perhatian terhadap orang
yang bersangkutan. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa dukungan emosional yang diberikan oleh semua partisipan kepada istri selama proses
menyusui secara eksklusif seperti suami menemani istri ketika menyusui di malam hari, mendengarkan keluhan istri, memberikan semangat dan motivasi
kepada istri, serta memberikan perhatian. Menurut Roesli 2008, suami merupakan faktor pendukung pada kegiatan yang bersifat emosional dan
psikologis yang diberikan kepada ibu menyusui. Sekitar 80 sampai 90 produksi ASI ditentukan oleh keadaan emosi ibu yang berkaitan dengan
refleks oksitosin ibu berupa pikiran, perasaan dan sensasi. Apabila hal tersebut meningkat akan memperlancar produksi ASI.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nadzifah Lingga 2012yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan emosional
suami dalam proses laktasi dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Padangsari Banyumanik Semarang. Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa pada responden dengan dukungan emosional dari suami yang termasuk dalam kategori kurang secara keseluruhan responden
tidak memberikan ASI eksklusif, reponden dengan dukungan emosional dari suami yang sedang menyebabkan sebagian besar tidak memberikan ASI
eksklusif, sedangkan pada responden dengan dukungan emosional dari suami yang baik menyebabkan sebagian besar memberikan ASI eksklusif pada bayi.
Menemani istri ketika menyusui pada malam hari Tidur adalah sesuatu yang manusia butuhkan termasuk bagi ibu
yang baru melahirkan. Padahal ibu yang baru melahirkan membutuhkan lebih banyak waktu untuk istirahat dikarenakan telah melewati masa persalinan
yang memakan banyak energi. Akan tetapi, biasanya bayi sering terbangun dan menangis pada malam hari membuat ibu juga ikut terbangun untuk
menyusui bayinya. Kondisi tersebut menjadi sulit untuk seorang ibu, sehingga ibu membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya
terutama suami yang merupakan orang terdekat ibu. Monika 2014 mengungkapkan bahwa umumnya, ibu yang baru
melahirkan kekurangan waktu dan kualitas dari tidur. Ibu juga khawatir bila bayi mereka tidak tidur dalam jangka waktu yang panjang pada malam hari.
Kemudian, berbagai saran diberikan kepada ibu, seperti jangan susui bayi pada malam hari, berikan susu formula atau makanan pendamping ASI
MPASI dini, atau biarkan bayi menangis hingga lelah agar dapat tertidur. Padahal, berbagai penelitian menyatakan menyusui pada malam hari
bermanfaat bagi bayi dan juga ibu. Cebero 2005 mengatakan bahwa ASI yang diproduksi ibu pada malam hari mengandung lebih banyak triptofan
asam amino yang memicu tidur yang merupakan salah satu hormon penting untuk perkembangan fungsi otak bayi.
Tema 7. Hambatan suami dalam mendukung istri menyusui secara eksklusif
Dari penelitian ini diketahui bahwa hambatan suami saat memberikan dukungan ASI eksklusif pada ibu primipara antara lain karena
tingkat pengetahuan suami, pekerjaan suami, tekanan ibu mertua dan kelainan yang terjadi pada ibu seperti puting lecet dan produksi ASI yang sedikit.
Hasil penelitian serupa dengan yang dilakukan Agunbiade Ogunleye 2012 di Negeria Barat Daya, menunjukkan bahwa kendala utama pemberian
ASI eksklusif adalah persepsi ibu bahwa bayi terus menjadi lapar setelah diberikan ASI 29, masalah kesehatan ibu 26, takut bayi menjadi
kecanduan ASI 26, tekanan dari ibu mertua 25, nyeri di payudara 25, dan kebutuhan untuk kembali bekerja 24.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian partisipan merasa pengetahuan yang dimiliki mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan ASI eksklusif masih kurang, sehingga ketika istri mengalami masalah dengan payudaranya seperti puting susu yang lecet dan produksi ASI yang
sedikit, suami tidak tahu cara mengatasinya. Mereka juga mengatakan tidak mengerti cara menggunakan internet dan informasi tentang ASI eksklusif
juga jarang dipublikasikan di televisi, sehingga informasi yang didapatkan terbatas.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Evareny, Hakim Retna 2010 dan hasil studi Februhartanty 2008, hambatan yang
dihadapi ayah tidak secara langsung berkaitan dengan ketersediaan waktu ayah, namun lebih kepada aksebilitas ayah untuk mendapatkan informasi
yang tepat mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pemberian ASI, karena faktor kunci yang mempengaruhi secara positif pemberian ASI
eksklusif adalah ayah dan ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pemberian ASI yang saling
berinteraksi satu sama lain dan telah membangun suatu hubungan yang baik dalam pengasuhan anak bersama-sama.
Roesli 2009 mengungkapkan bahwa untuk membantu ibu agar dapat menyusui dengan baik maka ayah perlu mengerti dan memahami
tentang ASI dan menyusui. Ayah juga dapat membantu meyakinkan dan bekerjasama dengan ibu tentang cara pemberian ASI yang benar jika ayah
memahami informasi tentang teknik menyusui yang tepat. Ayah dan ibu dapat mendiskusikan informasi ini dengan tenaga kesehatan yang dikunjungi
saat pemeriksaan kehamilan atau bisa juga saat merencanakan kehamilan Februhartanty, 2009.
Selain itu pekerjaan mereka juga menjadi salah satu hambatan dalam memberikan dukungan ASI eksklusif pada partisipan di penelitian ini.
Hasil penelitian Ramadani Hadi 2010 mengungkapkan bahwa pekerjaan suami mempengaruhi dukungan suami dan pemberian ASI eksklusif.
Kesibukan suami dalam mencari nafkah merupakan salah satu hambatan yang dihadapi suami dapat untuk lebih terlibat dalam keluarga. Untuk mengatasi
hambatan ini diperlukan tindakan yang tepat, seperti mempromosikan ASI eksklusif di tempat kerja suami dan mendorong suami untuk berpartisipasi
aktif dan menemani ibu saat pemeriksaan kehamilan, persalinan dan saat kunjungan neonatal.
Tiga dari lima partisipan dalam penelitian ini diketahui bekerja sebagai karyawan swasta, dimana pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan
dan penghasilan yang tetap, sedangkan dua partisipan lainnya bekerja sebagai satpam dan buruh. Menurut Ramadani Hadi 2010, suami dengan
pekerjaan dan penghasilan tetap mempunyai waktu yang relatif teratur setiap hari, sehingga memungkinkan suami lebih terlibat dalam keluarga dan
pengasuhan bayi termasuk pemberian ASI eksklusif. Penghasilan tetap yang diperoleh suami setiap bulan, memberi kesempatan untuk mendukung
pemenuhan kebutuhan gizi ibu setiap hari.
Tema 8. Suami masih mempercayai mitos-mitos mengenai ASI eksklusif
Aspek budaya atau latar belakang tradisi daerah tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi praktik menyusui
secara eksklusif Rahmawati, 2010. Menurut Yuliarti 2010, berbagai mitos yang berkembang di masyarakat sering menyebabkan ketidaksempurnaan
dalam pemberian ASI eksklusif. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa selama memberikan dukungan ASI eksklusif, adanya mitos-mitos tentang
pembatasan makanan yang dimakan oleh ibu menyusui. Selama memberikan ASI eksklusif ibu tidak boleh makan pedas karena dapat menyebabkan bayi
diare dan banyak minum air es dapat menyebabkan anak bisa sakit flu. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kuzma 2013 di daerah pedesaan Papua
Nugini, bahwa sebanyak 57 ibu menyusui adanya pembatasan makanan oleh budaya mereka.
Menurut Monika 2014, secara umum, ibu dapat makan apa saja, termasuk makanan yang pedas. Rasa pedas memang akan ada sedikit di ASI,
tetapi jika sejak hamil ibu sudah terbiasa dengan mengkonsumsi makanan pedas, maka bayi sudah terbiasa merasakannya sejak dalam kandungan yang
berasal dari air ketuban, dan jika bayi tidak alergi cabai, maka bayi juga tidak akan terkena diare hanya karena ibu mengkonsumsi makanan pedas Bayu,
2014. Prawindarti 2013 juga menambahkan tentang mitos ibu menyusui tidak boleh minum dingin atau es agar bayi tidak sakit flu. Faktanya bahwa
flu bisa terjadi karena paparan virus dari lingkungan, bukan karena apa yang dikonsumsi oleh ibu.
Hasil penelitian Anggorodi dalam Swasono 1997 menjelaskan terdapat pantangan makanan bagi wanita hamil dan menyusui di Desa Simpar
dan Desa Kosambi, Kabupaten Subangg, Jawa Barat. Penelitian ini dibagi mejadi dua kategori yaitu kategori makanan yang dianggap baik dan yang
dapat memberikan dampak buruk untuk wanita hamil dan menyusui sesuai dengan pandangan budaya daerah tersebut. Penduduk di sana mempunyai
pandangan yang sama tentang beberapa jenis makanan yang dianggap baik, seperti daun katuk, daun bayam, kacang panjang, dan daun pepaya. Daun-
daunan hijau ini dipercaya dapat menambah produksi ASI. Masyarakat juga berpendapat bahwa makan telur disebut sebagai pantangan karena dapat
menyebabkan ASI menjadi amis.Faktanya menurut Prawindarti 2013, ibu menyusui boleh mengkonsumsi sumber-sumber protein seperti telur, daging,
ikan selama bayi tidak menunjukan tanda-tanda alergi.
Selain itu salah satu partisipan dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa menyusui tidak boleh sambil berbaring. Faktanya bahwa menyusui
dapat dilakukan sambil berdiri, duduk, dan berbaring Yuliarti, 2010.
B. Keterbatasan Penelitian