BAB III GAMBARAN UMUM BAZIS PROVINSI DKI JAKARTA
A. Sejarah Berdiri
1
Badan amil zakat, sebagai cikal bakal BAZIS sekarang digagas sejak awal berdirinya orde baru. Tepatnya, ketika sebelas ulama tingkat nasional
mengadakan pertemuan pada tanggal 24 Septembar 1968 di Jakarta. Ulama-ulama itu adalah Prof.Dr. Hamka, KH. Ahmad Azhari, KH Moh. Syukri Ghazali, Moh.
Sodry, KH. Taufiqurrohman, KH. Moh. A. Malik Ahmad, Abdul Kadir, dan KH. M.A. Zawawy. Mereka menyarankan diadakan sebuah badan untuk pelaksanaan
zakat di Indonesia. Hal ini dipertegas oleh presiden Soeharto ketika menyampaikan pidatonya pada peringatan Isra mi’raj, tanggal 26 oktober 1968.
Pada saat itu beliau mengajak ummat islam untuk mengamalkan ibadah zakat secara konkret dengan mengintensifkan pengumpulan zakat sehingga hasilnya
menjadi lebih terarah. Selanjutnya, soeharto, presiden RI saat itu, mengeluarkan Surat Perintah No.
07PRN101968 tanggal 31 Oktober 1968 yang isinya adalah perintah kepada Alamsyah Ratuperwiranegara, M. Azwar Hamid dan ali Afandy untuk membantu
presiden dalam pengadministrasian peneriman zakat.
1
Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakarta: CED, 2005. h.92.
Sebelum adanya seruan Presiden, BAZ sendiri sebenarnya sudah berdiri berdasarkan peraturan mentri Agama tahun 1968 tentang pembentukan badan
amil zakat yang bertugas melaksanakan pemungutan dan pengumpulan zakat mal dan zakat fitrah. Hanya saja, mungkin pelaksanaannya dilapangan saat itu masih
tersendat. Di tingkat daerah, seruan Presiden soeharto direspon secara positif. Gubernur
DKI Jakarta, misalnya, saat itu ali Sadikin, mengeluarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. Cb-1481868 tentang pembentukan amil zakat berdasarkan syariat
islam pada tanggal 5 Desember 1368. Mulai saat itu, secara resmi BAZ DKI Jakarta berdiri dari tingkat propinsi, kotamadya, kecamatan, hingga kelurahan.
Inilah cikal bakal yang sebenarnya. Dari BAZIS DKI yang pada saat itu masih bernama BAZ karena memang kegitannya masih terbatas pada pengumpulan dana
zakat saja. Seiring dengan berjalannya waktu, pengumpulan dana zakat oleh BAZ DKI
diperluas lagi, bukan hanya terbatas pada zakat, tetapi juga meliputi infak dan sedekah. Perluasan ini dituangkan dalam SK Gubernur DKI Jakarta No.
D.III1465173 tentang pembentukan badan amil zakat dan infak sedekah BAZIS DKI Jakarta yang dikeluarkan pada tanggal 22 desember 1973.
Berdasarkan keputusan ini, maka dana yang dikumpulkan oleh BAZIS menjadi lebih luas spektrumnya.
Pada awal pembentukanya, BAZIS DKI Jakarta berada langsung di bawah gubernur DKI Jakarta. Namun, pada proses yang lebih lanjut, dirasakan adanya
keperluan untuk mengadakan perubahan di bidang struktur, agar BAZIS lebih leluasa lagi dalam gerak organisasinya maka, tahun 1991, dikeluarkan SK
Gubernur DKI Jakarta No. 859 tentang susunan dan tata kerja BAZIS DKI Jakarta. Dengan surat keputusan ini kepemimpinan BAZIS, yang tadinya
dipegang langsung oleh Gubernur, dilimpahkan kepada aparat teknis yang bersifat professional dan fungsional. Sejak saat itu pula, BAZIS menjadi perangkat
pelaksanaan pemerintah daerah yang mandiri, karena bersifat non-struktural. Pada tahun 1998, Gubernur DKI Jakarta kembali mengeluarkan surat keputusan
Nomor 87 tentang susunan dan tata kerja BAZIS DKI Jakarta. Berdasarka SK ini, nama pimpinan BAZIS berubah dari ketua menjadi kepala BAZIS. Sementara
itu, BAZIS tingkat kotamadya diganti pula menjadi pelaksana BAZIS kotamadya. Satu hal yang menarik adalah bahwa mulai tahun 1974 dana oprasional tidak lagi
diambil dari dana zakat, tetapi diganti dengan subsidi dari pemerintah. Ini berarti, dana zakat bisa disalurkan kepada para mustahik secara keseluruhan, karena hak
amil, dalam hal ini untuk oprasional BAZIS, yang sebesar 2,5 manjadi utuh. Pada tahun 2002, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan dua surat keputusan
yang berkaitan dengan BAZIS, yaitu, SK No. 120 dan SK No. 121. Yang pertama, mengenai organisasi dan tata kerja badan amil zakat, infaq, Shadaqah
propinsi khusus ibu kota jakarta; dan yang kedua mengenai pengelolaan zakat,
infaq, dan shadaqah badan amil zakat, infaq, dan shadaqah propinsi daerah khusus ibukota Jakarta. Berdasarkan SK ini, istilah badan Pembina tidak dipergunakan,
tetapi diganti dengan dewan pertimbangan dan komisi pengawas. Dengan kedua SK ini diharapkan organisasi BAZIS menjadi lebih efisien dan pola pengelolaan
dana zakatnya menjadi lebih optimal, professional, amanah, dan transparan.
B. Dasar Hukum.