UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada penelitian ini, proses amplifikasi dilakukan modifikasi suhu annealing karena terdapat perbedaan jauh nilai Tm teoritis pada primer
forward sapi dan Tm pada primer reverse sapi sesuai dengan perhitungan pada lampiran 4, yakni 60
o
C dan 70
o
C. Nilai Tm primer akan mempengaruhi suhu annealing. Apabila suhu annealing yang terlalu
rendah dan tidak tepat, dapat menyebabkan primer menempel dengan DNA secara tidak spesifik sehingga dapat menyebabkan kesalahan
analisis. Menurut Scmittgen 2007 pasangan primer yang baik adalah kedua primer memiliki perbedaan nilai Tm tidak lebih dari 2
o
C. Berdasarkan Rahmawati 2012, optimasi suhu annealing dengan
metode gradien PCR pada primer sapi yang sama dengan penelitian ini didapatkan hasil suhu optimal 60
o
C Lampiran 5. Namun, setelah dilakukan amplifikasi dengan suhu annealing 60
o
C, terjadi amplifikasi pada DNA nontarget seperti DNA yang mengandung babi maupun NTC
No Template Control. Hal ini diduga terjadi karena suhu annealing yang digunakan terlalu rendah bagi primer reverse yang memiliki Tm
70
o
C, sehingga terjadi mis-priming atau primer-dimer. Oleh karena itu optimasi dilakukan dengan meninggikan suhu annealing. Setelah
dilakukan amplifikasi pada suhu annealing 62
o
C, 64
o
C, dan 65
o
C, didapatkan suhu yang paling baik untuk amplifikasi DNA dengan metode
SYBR Green pada primer sapi ini adalah 65
o
C. Pada suhu ini, hanya DNA yang mengandung sapi saja yang dapat teramplifikasi Gambar
4.4. Sedangkan menggunakan suhu annealing 60
o
C, 62
o
C, dan 64
o
C terjadi amplifikasi pada semua DNA baik DNA yang mengandung sapi,
mengandung babi, ataupun pada NTC No Template Control yang tidak mengandung DNA Lampiran 7-9.
b. Hasil Amplifikasi DNA Metode SYBR Green dengan Primer Babi
Pada penelitian ini, amplifikasi DNA dilakukan dengan modifikasi waktu annealing dan extension dilakukan pada 10 detik annealing 7
detik extension; 20 detik 25 detik; dan 20 detik 30 detik. Hasil amplifikasi DNA yang paling baik yaitu dengan modifikasi waktu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
annealing 20 detik dan extension 25 detik. Hasil amplifikasi terlihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6. Kurva Amplifikasi dengan Metode SYBR Green
Menggunakan Primer Babi
Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi; NTC = No Template Control; dan CP = Crossing Point
Pada gambar 4.6, nilai CP hasil amplifikasi DNA daging babi dan DNA gelatin babi masing-masing adalah 11,86 dan 43,71. Secara teoritis,
seharusnya nilai CP pada DNA gelatin babi lebih kecil dibandingkan DNA daging babi, karena konsentrasi DNA gelatin babi yang digunakan
lebih tinggi dibanding DNA daging babi. Hasil ini sesuai dengan yang terjadi pada amplifikasi metode SYBR Green dengan primer sapi yang
telah diuraikan sebelumnya, yaitu DNA gelatin yang digunakan memiliki kemurnian yang rendah dan banyak yang terfragmentasi. Sehingga DNA
gelatin babi pada hasil kurva amplifikasi memiliki CP yang lebih besar daripada DNA daging babi.
Berdasarkan gambar 4.6, terjadi kenaikan kurva amplifikasi DNA daging sapi, DNA gelatin sapi, dan NTC pada siklus di atas 50 yang
dimana seharusnya ketiga DNA tersebut tidak terjadi amplifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi amplifikasi nonspesifik yang dapat
disebabkan karena mis-priming atau primer-dimer seperti self dimer, cross dimer, atau pembentukan formasi hairpin. Terjadinya amplifikasi
nonspesifik dianalisis melalui nilai Tm pada Melting Peaks seperti pada gambar 4.7. Pada kurva tersebut menunjukkan bahwa pada DNA daging
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sapi, gelatin sapi, NTC muncul puncak Tm yang seharusnya tidak ada. Puncak pada ketiga DNA tersebut merupakan hasil amplifikasi
nonspesifik Ponchel, 2007. Dari kurva amplifikasi dan Melting Peaks menunjukkan bahwa analisis DNA gelatin babi dan DNA gelatin sapi
dengan metode Sybr Green pada primer babi yang di desain oleh Tanabe et. al., 2007 tidak dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut pada
sampel.
Gambar 4.7 Melting Curve Sybr Green dengan menggunakan primer babi
Keterangan :DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi; NTC = No Template Control
Pada primer babi tidak dilakukan modifikasi suhu annealing karena nilai Tm teoritis pada primer forward babi dan primer reverse babi
memiliki nilai yang sama, yakni 66
o
C lampiran 3. Berbeda dengan yang terjadi pada primer sapi yang memiliki perbedaan nilai Tm yang jauh dan
memungkinkan terjadinya mis-priming atau primer-dimer karena tidak sesuainya suhu annealing. Oleh karena itu optimasi dilakukan hanya
dengan modifikasi waktu annealing dan extension. Modifikasi waktu annealing dan extension diawali dengan waktu
terendah yaitu 10 detik 7 detik. Kurva yang dihasilkan pada modifikasi ini menunjukkan bahwa amplifikasi hanya terjadi pada DNA daging babi
saja dan tidak mampu mengamplifikasi DNA gelatin babi lampiran 11. Hal ini terjadi diduga karena waktu annealing dan extension yang terlalu
cepat, sehingga proses amplifikasi tidak optimal. Selanjutnya dilakukan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
percobaan waktu annealing dan extension dengan durasi paling maksimal yaitu pada 20 detik 30 detik, diharapkan mendapatkan hasil
amplifikasi yang maksimal, sebagaimana yang berhasil dilakukan pada primer sapi. Namun hasil percobaan menunjukkan terjadi amplifikasi
pada DNA dagang sapi, DNA gelatin sapi, dan NTC yang seharusnya tidak terjadi amplifikasi lampiran 12. Terbentuknya produk amplifikasi
yang nonspesifik diduga terjadinya amplifikasi dikarenakan terbentuknya primer-dimer atau mis-priming. Oleh karena itu diputuskan untuk
menurunkan waktu extension menjadi 25 detik untuk percobaan selanjutnya.
Pada percobaan dengan waktu annealing 20 detik dan extension 25 detik, didapatkan hasil kurva amplifikasi yang lebih baik dibandingkan
dengan waktu 20 detik 30 detik. Pada percobaan ini, di siklus 45, DNA gelatin babi teramplifikasi tanpa diikuti teramplifikasinya DNA daging
sapi, DNA gelatin sapi, dan NTC. Namun, hasil amplifikasi DNA gelatin babi belum terbentuk kurva Plateau yang menunjukkan bahwa proses
amplifikasi belum selesai. Oleh karena itu, proses amplifikasi dilanjutnya sampai didapatkan kurva yang plateau. Pada siklus 60, DNA gelatin sapi
sudah membentuk kurva amplifikasi yang plateau. Akan tetapi penambahan siklus ini, juga menyebabkan teramplifikasinya DNA yang
tidak mengandung babi, yaitu DNA daging sapi, DNA gelatin sapi, dan NTC yang sebelumnya tidak teramplifikasi gambar 4.6. Peningkatan
kurva amplifikasi pada DNA daging sapi, DNA gelatin sapi, dan NTC disebabkan karena terjadinya amplifikasi yang nonspesifik seperti mis-
priming atau primer-dimer.
4.3.2 Hasil Amplifikasi DNA Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Menggunakan Real Time PCR dengan Metode Hydrolysis Probe