Faktor Resiko Gejala Klinis

PENEFRI melaporkan sebanyak 12,5 populasi di Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal Tanto dan Hustrin, 2014. Menurut United States Renal Data System USRDS, prevalensi gagal ginjal kronik meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi pada usia 65-74 tahun adalah 7,2 dan pada usia lebih dari 85 tahun adalah 17. Prevalensi gagal ginjal kronik pada kulit hitam 15 adalah 50 lebih tinggi dari orang kulit putih atau ras lainnya 10. Prevalensi pada orang Asia adalah 11. Prevalensi gagal ginjal kronik yang disertai dengan diabetes mellitus adalah 20,5, hipertensi adalah 15,7, dan penyakit jantung adalah 18,4 USRDS, 2014.

2.1.5. Faktor Resiko

Gagal ginjal kronik merupakan multihit process disease. Sekali mengalami gangguan fungsi ginjal, banyak faktor yang memperberat perjalanan penyakit. Faktor tersebut dikenal sebagai faktor progresivitas gagal ginjal kronik. Tabel 2.3. Faktor yang berperan dalam Progresivitas Gagal Ginjal Kronik Tidak dapat dimodifikasi Dapat dimodifikasi Usia usia tua Hipertensi Jenis kelamin laki-laki lebih cepat Proteinuria Rasras Afrika-Amerika lebih cepat Albuminuria Genetik Glikemia Hilangnya massa ginjal Obesitas Dislipidemia Merokok Kadar asam urat Tanto dan Hustrini, 2014

2.1.6. Gejala Klinis

Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, dan kelainan neuropsikiatri Sukandar, 2013. 1 Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer MCHC 32-36 dan normositer MCV 78- 94 CU, sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg atau penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit Sukandar, 2013. 2 Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia NH3. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika Sukandar, 2013. 3 Kelainan mata Visus hilang azotemia amaurosis hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan penyakit ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil asimetris. Kelainan retina retinopati mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada konjungtiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien penyakit ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tertier Sukandar, 2013. 4 Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost Sukandar, 2013. 5 Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis Sukandar, 2013. 6 Kelainan neuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, depresi. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya. Pada kelainan neurologi, kejang otot atau muscular twitching sering ditemukan pada pasien yang sudah dalam keadaan yang berat, kemudian terjun menjadi koma Sukandar, 2013. 7 Kelainan kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif pada penyakit ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, penyebaran klasifikasi mengenai sistem vaskuler, sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Hal ini dapat menyebabkan gagal faal jantung Sukandar, 2013. 8 Hipertensi Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks, banyak faktor turut memegang peranan seperti keseimbangan natrium, aktivitas sistem reninangiotensin- aldosteron, penurunan zat dipresor dari medulla ginjal, aktivitas sistem saraf simpatis, dan faktor hemodinamik lainnya seperti cardiac output dan hipokalsemia Sukandar, 2013. Retensi natrium dan sekresi renin menyebabkan kenaikan volume plasma VP dan volume cairan ekstraselular VCES. Ekspansi VP akan mempertinggi tekanan pengisiaan jantung dan cardiac output pressure COP. Kenaikan COP akan mempertinggi tonus arteriol dan pengecilan diameter arteriol sehinga tahanan perifer meningkat. Kenaikan tonus vaskuler akan menimbulkan aktivasi mekanisme umpan balik sehingga terjadi penurunan COP sampai mendekati batas normal tetapi kenaikan tekanan darah arterial masih dipertahankan Sukandar, 2013. Sinus karotis mempunyai faal sebagai penyangga yang mengatur tekanan darah pada manusia. Setiap terjadi kenaikan tekanan darah selalu dipertahankan normal oleh sistem mekanisme penyangga tersebut. Pada pasien azotemia, mekanisme penyangga dari sinus karotikus tidak berfungsi lagi untuk mengatur tekanan darah karena telah terjadi perubahan volume dan tonus pembuluh darah arteriol Sukandar, 2013.

2.1.7. Patofisiologi