68
Ibu Mega tidak banyak mengetahui mengenai gizi, ia tidak pernah mendapatkan sosialisasiinfo soal gizi, ia hanya mengetahui sedikit mengenai gizi. Ia
tidak memberikan anaknya multivitamin namun ia sering memasak sayur dan ikan hasil melaut bapak Harianto untuk anak-anaknya. Berikut penuturannya saat
diwawancarai: “Saya kurang mengetahui soal gizi karena tidak pernah dapat informasi
paling saya sering masak sayur dan ikan hasil dari melaut suami saya buat mereka.”
Saat peneliti bertanya untuk pendidikan anak anaknya ibu Mega mengatakan bahwa ia memang tidak memiliki tabungan yang pasti untuk anak-anaknya namun ia
pasti akan bekerja semaksimal mungkin berjuang agar anaknya bisa sekolah sampai ke bangku kuliah. Dan menjadi orang yang lebih dari orang tuanya. Bapak Harianto
dan ibu Mega juga menanam nilai-nilai agama kepada anak-anaknya agar tidak terjebak kepergaulan yang tidak benar nantinya.
Bapak Harianto mengatakan menjadi nelayan bukan nya pekerjaan yang mudah. Ia harus bermasalah dengan alat tangkap yang digunakannya untuk mencari
ikan di laut. Disisi lain ia harus menghidupin keluarganya dengan penghasilan yang minim.
5.2.4 Informan Utama 4
Nama : Darma
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Riwayat pendidikan : SMP Agama
: Islam
Universitas Sumatera Utara
69
Suku : Melayu
Bapak Darma merupakan seorang nelayan, ia mempunyai seorang istri dan 2 orang anak. Anak pertama masih SMP kelas 2 dan anak kedua SD kelas 4. Saat
peneliti mendatangi lokasi penelitian untuk wawancara beliau lagi mengobrol dengan nelayan lainnya. Bapak Darma sudah 25 tahun menjadi nelayan di daerah Bagan
Deli, ia bertahan menjadi nelayan dikarenakan memang ini pekerjaan yang ia kerjakan dari dulu dan tidak adanya pekerjaan lain di daerah pesisir. Untuk sekali
pergi melaut ia membutuhkan waktu 2 hari, ia pun harus membawa banyak bekal makanan untuk dikonsumsinya selama melaut. Ia melaut tidak sendirian melainkan
ditemani oleh 1 orang temannya. Perahu yang ia gunakan merupakan milik pribadi yang ia peroleh dari mencicil pada toke. Pendapatan yang di peroleh bapak Darma
sekitar 300 ribu sampai 350 ribu. Sebagai nelayan, bapak Darma selalu mendapat kendala-kendala di laut seperti kencangnya angin, ombak yang tinggi dan bila hujan
ia harus kebasahan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan informan : “Saya kira-kira sudah 25 tahunan bekerja sebagai nelayan. Untuk sekali
melaut saja saya membutuhkan waktu 2 hari. Banyak kendala yang saya alami di laut dek, misalnya aja kalau udah hujan angin laut kencang kali dek
apalagi ombaknya yang tinggi.” Sehari-hari Pak Darma menggunakan alat tangkap pukat layangcantrang
untuk menangkap ikan dilaut. Berdasarkan kebijakan menteri No. 02 Tahun 2015 tentang larangan alat tangkap cantrang, Pak Darma mengetahui tentang kebijakan
tersebut. Namun dari pihak Dinas Pertanian dan Kelautan tidak pernah mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada mereka para nelayan dan tidak adanya
sanksi yang diberikan kepada nelayan yang melanggar kebijakan ini. Pak Darma pun
Universitas Sumatera Utara
70
tetap menggunakan alat tangkap ini yang jelas-jelas di larang pengoperasiannya. Dalam mencari mata pencaharian, ia tidak menerapkan kebijakan ini karena tidak
adanya adanya sanksi dari Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan maupun dari instansi lainnya. Hal ini seperti yang dikatakan informan :
”Saya memakai alat tangkap pukat layangcantrang. Kalau tentang peraturan menteri kelautan itu saya tau dek, tapi dari pihak Dinas
Pertanian dan Kelautan Kota Medan tidak pernah ada mensosialisasikan kebijakan tentang larangan alat tangkap cantrangpukat layang itu disini.
Mereka pun tidak ada memberikan sanksi kepada kami yang masih menggunakan alat tangkap cantrang pukat layang ini.”
Bapak Darma tidak menyetujui dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, karena ia cuma mempunyai alat tangkap
cantrangpukat layang untuk mendapatkan ikan. Apalagi pemerintah belum memberi solusi tentang akat tangkap yang harus digunakan. Berikut penuturan bapak Darma :
“Saya tidak menyetujui dengan adanya kebijakan tentang larangan penggunaan alat tangkap cantrang ini. Karena dari alat inilah saya bisa
menafkahi keluarga saya.” Bapak Darma mempunyai istri yang berkerja. Istrinya yaitu ibu Herlina dan ia
bekerja sebagai penjual sayur keliling untuk membantu perekonomian keluarganya. Ia bekerja pukul 8.00 WIB hingga sayurnya habis terjual, kadang sayurnya yang
tidak habis terjual ia membawanya pulang kembali. Penghasilan ibu Herlina menjadi penjual sayur keliling ialah Rp.500.000bulan nya. Berikut penuturan ibu Herlina
yang saat diwawancarai beliau baru pulang berjualan:
Universitas Sumatera Utara
71
“Pekerjaan sebagai nelayan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, saya istri Ilham bekerja menjadi penjual sayur keliling. Saya memperoleh
pendapatan sekitar 500 ribu perbulannya, yang sebenarnya masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan. Tapi kami tetap bersyukur walaupun
serba kekurangan sebagai keluarga nelayan.” Rumah yang di tempati keluarga ini ialah rumah semi permanen hal itu
peneliti lihat saat melakukan wawancara dirumah informan, dinding rumahnya setengahnya sudah di semen dan setengahnya lagi masih kayu, dan lantainya sudah
disemen namun tidak di keramik, juga atapnya yang terbuat dari genteng. Rumah yang mereka tempati merupakan bukan rumah milik mereka pribadi, mereka
menyewa rumah tersebut dengan sewa Rp.2.000.000 per tahunnya. Bapak Darma masih belum memiliki Rumah sendiri milik pribadi, ia dan keluarganya ingin
memiliki rumah pribadi kelak agar mereka tidak menyewa lagi. Berikut penuturan istrinya :
“iya dek rumah kami sekarang ini kami sewa, pengen sih punya rumah sendiri kayak orang lain tapi kondisi sekarang yang belum memungkinkan,
nanti kalo saya sudah ada uang lebih kepengen saya bantu suami saya untuk membeli rumah biar bisa punya rumah sendiri buat keluarga kami.”
Meskipun begitu bapak Darma dan keluarga tetap merasa bersyukur karena masih diberikan tempat untuk bernaung.
Ibu Herlina tidak memahami tentang gizi mereka juga belum pernah mengikuti sosialisasi tentang gizi, pengetahuan soal gizi yang mereka dapat hanya
melalui televisi dan dari saran yang didapat saat kumpul dengan tetangga tetangga.
Universitas Sumatera Utara
72
Kendala yang mereka hadapi dalam memenuhi gizi keluarganya ialah kondisi ekonomi atau penghasilannya yang kurang untuk membeli multivitamin dan lainnya.
Ibu Herlina dan keluarga mengikuti jaminan kesehatan dari pemerintah, ia tidak memiliki tabungan khusus untuk kesehatan keluarganya, untungnya hingga saat
ini keluarga nya tidak pernah sakit yang berat, biasanya kalau sakit hanya demam dan flu atau pilek, jika begitu mereka hanya mengonsumsi obat obatan yang bisa di
beli di warung atau klinik. Keluarga bapak Darma jarang membeli pakaian baru biasanya mereka
membeli pakaian hanya pada saat Hari Raya Idul Fitri karena menurut mereka pakaian yang mereka pakai masih layak dan nyaman untuk dipakai dan juga
merupakan hal yang terlalu boros melihat kondisi ekonomi keluarga mereka. Saat peneliti menanyakan tentang pentingnya pendidikan untuk keluarganya, bapak darma
mengatakan bahwa pendidikan sangat penting untuk keluarganya ia sebisa mungkin berjuang guna pendidikan anak anaknya ia tidak ingin anak anaknya sampai tidak
sekolah, menurut nya pendidikan yang membuat pola pikir anak anaknya baik dalam berpikir dan berprilaku ia ingin anak anaknya berpendidikan lebih darinya.
Menurut bapak Darma menjadi nelayan itu tidaklah mudah. Ia harus berhadapan dengan pemerintah jika kebijakan larangan penggunaan alat tangkap
cantrangpukat layang ini dilaksanakan di tempat ia mencari ikan. Sebab dari alat tangkap itulah ia mencari nafkah untuk keluarganya.
5.2.5 Informan Kunci