Dampak Implementasi Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Tradisional di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

(1)

LAMPIRAN

Gambar 1. Informan 1 ( Ilham) sedang menghitung hasil tangkapan yang ia dapat


(2)

Gambar 3. Informan 3 ( Budi Harianto) bersama teman-temannya memilah hasil tangkapannya.


(3)

Gambar 5. Kondisi perahu-perahu nelayan tradisional di kelurahan Bagan Deli.


(4)

Gambar 7. Alat tangkap yang di gunakan informan 1 yaitu jaring ambai apung.


(5)

Gambar 9. Keadaan penduduk di Kelurahan Bagan Deli


(6)

Gambar 11. Warung istri informan pertama yang sedang melayani pembeli.


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Badrudin, Aisyah, N.N. Wiadnyana.2010.Indeks Kelimpahan Stok dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Demersal di WPP Laut Jawa. Laporan Akhir, Kementerian Riset dan Teknologi dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Budiarjo, Miriam. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dunn, William. 2003. Analisis Kebijakan publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ginting, Bengkel. 1996. Respon Rumah Tangga Nelayan terhadap Program

Pembangunan Bidang Ekonomi dan Kesra: Studi Kemiskinan di Dusun Nelayan Desa Percut Kecamatan Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, IPB Bogor: tesis S2

Hayami, Yujiro & Kikuchi, Masao. 1987. Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Pedesaan. Jakarta: Yayasan Obor

Islamy, M. Irfan. 2004. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik Kelautan dan Perikanan 2013. Pusat Data, Statistik, dan Informasi KKP, Jakarta.

Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan. LKIS, Yogyakarta.

Masyhuri. 1996. Menyisir Pantai Utara: Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakya.

Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Nakamura, Robert. T dan frank Smallwood. 1980. The Politics of Policy Implementation. New York: St Martin Press

Satria, Arif, 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan: Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Bandung: HUP

Siagian, Matias, Suriadi, Agus. 2012. CSR Perspektif Pekerjaan Sosial. Medan: PT. Grasindo Manoratama.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grafindo Monoratama. Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Sitorus, Henry. 1999. Teknologi Tangkap Ikan Dan Perubahan Struktur Sosial

Ekonomi Nelayan Sibolga. Medan: Propinsi Sumatera Utara, Laporan Penelitian Dosen Muda, Dana DP3M, Dikti, Lembaga Penelitian USU. Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Surabaya: Universitas Erlangga Sugiyono.2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.

Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI.

Tarigan, Kellin. 1991. Pengaruh Motorisasi Penangkapan Terhadap Distribusi Pendapatan Nelayan di Sumatera Utara. Disertasi S3 UNPAD Bandung. Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijakan: dari formulasi ke


(8)

Wahyuningsih dkk. 1996/1997. Budaya kerja Nelayan Indonesia di Daerah JawaTengah (Cetakan Pertama.)

Widodo. 2001. Implementasi Kebijakan. Bandung: CV Pustaka Pelajar.

Widodo,J dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut, Gadjah Mada University Press

Sumber lain:

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2010.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1980 Tentang Penghapusan Jaring Trawl.

Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

Kep.06/Men/2010 Tentang Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/Permen-KP/2014 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor per.02/MEN/2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan Dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan Dan Alat Bantu Penangkapan Ikan Di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 Sumber online:

pukul 16.37 WIB

dunia/?print=print di akses pada tanggal 16 Maret 2016 pukul 16.42 WIB

pukul 16.46 WIB

20.58 16 Maret 2016 pukul 18.10 WIB

pada tanggal 7 April 2016 pukul 14.12 WIB


(9)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskrisikan obyek dan fenomena yang diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variable penelitian itu berinterakasi satu sama lain dan ada pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011:52). Melalui penelitian ini penulis ingin menggambarkan bagaimana dampak implementasi kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang terhadap keluarga nelayan tradisional di kelurahan Bagan Deli kecamatan Medan Belawan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Alasan Peneliti memilih lokasi tersebut adalah karena adanya masalah penerapan kebijakan tentang alat tangkap cantrang yang berpengaruh terhadap sosial ekonomi keluarga nelayan tradisional

3.3. Unit analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis merupakan hal penting ketika melakukan analisis data penelitian, karena menjadi faktor utama untuk mendapatkan informasi dan data yang akurat di lapangan. Dalam pengertian yang lain, Unit analisis diartikan sebagai


(10)

sesuatu yang berkaitan dengan fokus/komponen yang diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan reabilitas penelitian dapat terjaga, Karena terkadang peneliti masih bingung membedakan antara objek penelitian, subjek penelitian dan sumber data.Unit analisis suatu penelitian dapat berupa individu, kelompok, organisasi, benda, wilayah dan waktu tertentu sesuai dengan fokus permasalahannya. Berdasarkan penelitian di atas, maka yang akan menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah:

- Nelayan tradisional yang berada di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

- Pihak-pihak yang berhubungan dengan nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.

3.3.2 Informan

Mengingat jumlah unit analisis cukup banyak, maka data diambil dari beberapa sumber yang disajikan sebagai sumber informan. Subjek yang telah tercermin dalam focus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama penelitian. Dalam penelitian ini informan ada 2 (dua) jenis, yaitu:

a. Informan kunci yaitu Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan

b. Informasi utama yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam proses penanganan yang diteliti. Berdasarkan 484 orang nelayan, peneliti mengambil informan utama sebanyak 4 orang nelayan tradisional dan istri nelayan. Adapun diantaranya yakni 2 orang nelayan yang menerapkan kebijakan


(11)

larangan penggunaan cantrang, kemudian 2 orang yang tidak menerapkan kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dala m penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatakan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data ditetapkan (Sugiyono,2005:308) Adapun teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan teknik sebagai berikutnya :

a) Studi Kepustakaan

Studi pustaka adalah proses pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti melalui sumber kepustakaan, sepertti buku, surat kabar, jurnal, dan bahasa tulisan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data yang dihasilkan dari studi kepustakaan merupakan data primer.

b) Studi Lapangan

Studi Lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yag berkaitan dengan subyek penelitian yakni:

1. Observasi, yaitu mengumpulkan data mengenai gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian. Observasi dilakukan di Kelurahan Bagan Deli. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan


(12)

keterangan yang diberikan dengan situasi yang terjadi sebenarnya.

2. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara tatap muka dengan responden representatif yang bertujuan untuk melengkapi data dan menganalisa masalah yang ada dan diperlukan dalam penelitian ini. Wawancara dilakukan terhadap 4 (empat) orang nelayan tradisonal beserta keluarganya, dan juga pihak Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan sebagai informan kunci.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaaah menyususn dalam suatu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan serta mendefenisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan peneliti (Moleong, 2007:242).

Selain itu data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik dengan memakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.


(13)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Sejarah Kelurahan Bagan Deli

Kelurahan Bagan Deli terletak di tepi Muara Deli sampai ke tepian Kuala Deli. Dulunya, tempat ini dinamakan Pulau Putri yang merupakan tempat persinggahan Keluarga Sultan Deli.

Pada tahun 1910, ketika utusan Kesultanan Deli datang ke Kampung Bagan Deli untuk memberitahukan bahwa keluarga Sultan Deli akan berkunjung ke Persinggahan Pulau Putri maka satu orang Tokoh di Kampung Bagan Deli akan menyiapkan segala sesuatunya sehubungan dengan penyambutan kunjungan tersebut (persiapan tempat, makanan, dan keamanan) termasuk mamandu Perahu Kesultanan Deli dari Persinggahan Pasar Raja (posisi sekarang diantara Lorong Pertamina dengan Lorong I Veteran) menuju persinggahan Pulau Putri (posisi sekarang: Pantai Ocean Pasifik). Tokoh tersebut selanjutnya tercatat sebagai orang pertama yang diangkat/ditunjuk oleh Kesultanan Deli menjadi Penghulu Kampung Bagan Deli yaitu Bapak H.Awal, setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Kampung Bagan Deli secara administratif menjadi Desa Bagan Deli yang berada di bawah Pemerintahan Sumatera Timur. Dan pada perkembangannya, kini tahun 2011 Kampung Bagan Deli menjadi Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

4.1.2 Letak Geografis

Kelurahan Bagan Deli adalah salah satu dari 6 kelurahan yang ada di dalam wilayah administrasi Kecamatan Medan Belawan.Kelurahan ini merupakan


(14)

kelurahan yang terletak paling timur di Kecamatan Medan Belawan dan berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Kelurahan Bagan Deli memiliki luas wilayah 230 km2. Berdasarkan letak astronomis, Kelurahan Bagan Deli terletak pada 03° 47°LU − 03° 48°LU dan 98° 41’BT − 98° 42’BT. Sedangkan berdasarkan letak geografis, Kelurahan Bagan Deli berbatasan dengan:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Belawan I, dan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.

3. Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, dan

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Belawan II dan Kelurahan Belawan Bahari.

4.2 Keadaan Penduduk

Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang umumnya berasal dari urbanisasi tidak diimbangi oleh kemampuan pelayanan kota sehingga berakibat pada semakin meluasnya area permukiman kumuh di atas air sepanjang pesisir laut Bagan Deli. Karenakan mata pencaharian penduduk mayoritas berbasis buruh pabrik, supir, pedagang dan nelayan (sektor informal). Akumulasi dari kegiatan industri dan pergudangan, pelabuhan, pariwisata, dan perdagangan menyebabkan lahan permukiman terpinggirkan. Perkembangan jumlah penduduk makin bertambah dan terjadi migrasi penduduk menuju kawasan perdagangan. Kajian tata guna lahan di Kelurahan Bagan Deli yang menyebabkan berkurangnya lahan untuk pemukiman penduduk bisa menimbulkan masalah baru berakibat aktivitas kerawanan sosial. Dengan berkurangnya lahan pemukiman, penduduk akan


(15)

mencari lahan-lahan yang seharusnya tidak dibangun permukiman yang pada akhirnya menimbulkan kantong-kantong pemukiman kumuh. Di Kelurahan Bagan Deli penggunaan air tanah oleh penduduk perlu mendapat perhatian yang serius karena masih terbatasnya sarana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), seiring dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, maka tingkat konsumsi air juga semakin tinggi.

4.2.1 Jumlah Penduduk

Menurut data kelurahan Tahun 2015, penduduk Kelurahan Bagan Deli adalah 15.938 jiwa dengan 7.505 jiwa laki-laki dan 8.433 jiwa perempuan serta terdiri dari 3.851 kepala keluarga. Untuk lebih memahami aspek kependudukan. Kelurahan Bagan Deli, berikut ini disajikan gambaran kependudukan tersebut :

4.2.2 Komposisi Penduduk berdasarkan Kelompok Usia

Tabel 4.1 di bawah ini menunjukkan komposisi penduduk berdasarkan tingkatan usia:

Tabel 4.1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia NO Kelompok Usia Jumlah (Jiwa)

1. 0-4 Tahun 1.555

2. 5-14 Tahun 3.296

3. 15-34 Tahun 7.025


(16)

5. 60-69 Tahun 1.588

6. 70 Tahun keatas 1.150

Jumlah 15.938

Sumber : Kantor Kelurahan Bagan Deli 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Bagan Deli masih berusia produktif yang diperkirakan berada pada umur 15 – 34 Tahun, yakni sebanyak 7.025 jiwa.

4.2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2 seperti di bawah ini:

Tabel 4.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin NO Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

1. Laki – Laki 8.433

2. Perempuan 7.505

Jumlah 15.938

Sumber : Kantor Kelurahan Bagan Deli 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.2 dapat kita lihat komposisi perbandingan jenis kelamin penduduk di Kelurahan Bagan Deli yaitu laki-laki sebanyak 8.433 jiwa dan perempuan sebanyak 7.505 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa laki – laki lebih banyak daripada perempuan dengan selisih sebesar 928 jiwa.


(17)

4.2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Penduduk Kelurahan Bagan Deli pada umumnya menganut agama Islam. Komposisi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

NO Agama Jumlah (Jiwa)

1. Islam 12.069

2. Kristen Protestan 3.518

3. Katolik 305

4. Hindu -

5. Budha 40

6. Penganut aliran Kepercayaan 6

Jumlah 15.938

Sumber : Kantor Kelurahan Bagan Deli 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa penduduk Kelurahan Bagan Deli mayoritas beragama Islam yakni sebanyak 12.069 jiwa. Dan sebagian besar mata pencaharian mereka sebagai nelayan di Bagan Deli. 4.2.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

Penduduk Kelurahan Bagan Deli terdiri dari bermacam suku. Pada tabel 4.4 berikut akan disajikan komposisi penduduk berdasarkan suku bangsa:


(18)

Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

NO Suku Jumlah (Jiwa)

1. Melayu 6.543

2. Jawa 1.999

3. Karo 527

4. Mandailing 2.201

5. Batak 2.355

6. Sunda 227

7. Padang 930

8. Tionghoa 40

9. Lainnya 1.116

Jumlah 15.938

Sumber : Kantor Kelurahan Bagan Deli 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.4 dapat diketahui yang merupakan suku mayoritas dan bahkan cukup dominan dibandingkan suku lain ialah suku Melayu. Dan mereka mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan perikanan di kelurahan ini. Akan tetapi menurut keterangan petugas kelurahan, masih terdapat beberapa suku lainnya.


(19)

4.2.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok

Secara umum mata pencaharian penduduk Kelurahan Bagan Deli bervariasi. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian NO Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

1. Tidak/Belum Bekerja 4.551

2. Mengurus Rumah Tangga 3.351

3. Pelajar/Mahasiswa 2.078

4. Pensiunan 21

5. Pegawai Negeri Sipil 57

6. Tentara Nasional Indonesia 5

7. Kepolisian RI 7

8. Perdagangan/Pedagang 341

9. Nelayan Perikanan 1.484

10. Industri 44

11. Transportasi 20


(20)

13. Karyawan BUMN 242

14. Karyawan BUMD 10

15. Karyawan Honorer 79

16. Buruh Harian Lepas 1.386

17. Buruh Nelayan Perikanan 758

18. Pembantu Rumah Tangga 79

19. Tukang Cukur 7

20. Tukang Listrik 5

21. Tukang Batu 39

22. Tukang Kayu 71

23. Tukang Las Besi 8

24. Tukang Jahit 31

25. Penata Rias Rambut/Pengantin 6

26. Mekanik 15

27. Tabib 8

28. Imam Mesjid 11


(21)

30. Wartawan 2

31. Usgtadz/Muballiqh 5

Jumlah 15.938

Sumber : Kantor Kelurahan Bagan Deli 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Bagan Deli mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan perikanan berjumlah 1.484 jiwa setelah mengurus rumah tangga yang berjumlah 3.351 jiwa dan pelajar/mahsiswa berjumlah 2.078 jiwa.

4.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat mendukung pencapaian tujuan suatu program serta kegiatan pembangunan. Dengan adanya sarana dan prasarana yang baik tentunya akan membantu segala perencanaan dalam program maupun kegiatan pembangunan untuk dapat berjalan dengan baik sehingga memudahkan serta mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan. Untuk mendukung tugas pelayanan terhadap masyarakat dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka di Kelurahan Bagan Deli tersedia berbagai sarana dan prasarana, seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan dan lain sebagainya. 4.3.1 Sarana Pendidikan

Dalam hal sarana pendidikan terbagi atas SD, SMP, dan SMA, hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:


(22)

Tabel 4.6 Sarana Pendidikan

NO Sarana Pendidikan Milik Pemerintah (unit)

Milik Swasta (unit)

1. SD / MI 2 2

2. SLTP / MTS - -

3. SLTA / SMK / MA 1 -

4. PERGURUAN TINGGI - -

Jumlah 3 2

Sumber : Kantor Kelurahan Bagan Deli 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.6 dapat diketahui jumlah SD/MI negeri sebanyak 2 dan SD/MI swasta sebanyak 2 (perincian jenis SD tidak diketahui), kemudian SLTA/SMK/MA negeri sebanyak 1 unit.

4.3.2 Sarana Ibadah

Dalam hal keagamaan dan sarana peribadatan di Kelurahan Bagan Deli dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.7

Sarana Tempat Ibadah

NO Sarana Tempat Ibadah Jumlah (Jiwa)


(23)

2. Musholla 12

3. Gereja 2

4. Klenteng 1

Jumlah 19

Sumber : Kantor Kelurahan Bagan Deli 2015

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa

jumlah mayoritas tempat ibadah yang ada di Kelurahan Bagan Deli ialah Mushola dan Mesjid.

4.3.3 Prasarana Kesehatan

Prasarana kesehatan yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli yaitu klinik sebanyak 8 unit, Puskesmas pembantu sebanyak 1 unit, dan balai pengobatan sebanyak 1 unit.

4.3.3 Prasarana Olahraga

Prasarana Olahraga yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli yaitu lapangan futsal sebanyak 1 unit dan lapangan terbuka hijau sebanyak 1 unit.


(24)

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar

Pada bab ini data-data yang telah didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deksriptif-kualitatif yang lebih mementingkan ketetapan dan kecukupan data, dimana data yang disajikan berupa deskripsi tentang peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa bagian pokok dari kehidupan seseorang dengan kata-katanya sendiri. Data-data yang didapatkan diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dengan informan.

Analisis data adalah upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Untuk melihat gambaran yang lebih jelas dan rinci, maka peneliti mencoba menguraikan hasil wawancara dengan informan tentang data-data tersebut.

Adapun informan yang peneliti wawancarai adalah informan kunci, informan utama. Informan kunci yaitu Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan, informan utama terdiri dari 4 orang nelayan tradisional yaitu 2 orang yang menerapkan kebijakan dan 2 orang yang tidak menerapkan kebijakan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.


(25)

5.2 Hasil Temuan 5.2.1 Informan Utama 1

Nama : Ilham

Umur : 28 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Riwayat pendidikan : SMP

Agama : Islam

Suku : Melayu

Ilham merupakan seorang nelayan tradisional, ia sudah menikah selama 5 tahun dan ia mempunyai seorang istri dan seorang anak yang masih balita. Saat peneliti mendatangi lokasi penelitian untuk wawancara beliau sedang duduk di perahu miliknya. Ilham sudah 18 tahun menjadi nelayan, ia bertahan menjadi nelayan dikarenakan tidak ada lagi pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya. Untuk sekali pergi melaut ia membutuhkan waktu 10 jam, yaitu berangkat pukul 12 malam dan baru pulang pukul 10 pagi. Ilham melaut tidak sendirian tetapi bersama satu orang temannya. Sebagai nelayan, ilham selalu mendapat kendala-kendala di laut seperti kencangnya angin dan air pasang yang menyebabkan gelombang tinggi. Ilham mendapatkan pendapatan Rp. 200.000 per minggu nya. Itupun dalam sebulan hanya dua minggu saja ia melaut. Hal ini sesuai yang dikatakan informan

“saya bertahan menjadi nelayan dikarenakan tidak ada lagi pekerjaan lain, sedangkan mau bekerja cari duit malah ngeluarin duit kalau sekarang ini dek. Jadi, mau tidak mau saya harus menjadi nelayan untuk biaya hidup keluarga. Saat melaut, saya selalu mendapat kendala-kendala seperti kencangnya angin dan air pasang yang menyebabkan gelombang tinggi.”


(26)

Saat menangkap ikan-ikan di laut, ilham menggunakan alat tangkap ambai apung. Berdasarkan kebijakan menteri No. 02 Tahun 2015 tentang larangan alat tangkap cantrang, ilham mengetahui tentang kebijakan tersebut. Tetapi dari pihak Dinas Pertanian dan Kelautan tidak pernah mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada mereka para nelayan dan tidak adanya sanksi yang diberikan kepada nelayan yang melanggar kebijakan tersebut. Dalam mencari mata pencaharian, ia menerapkan kebijakan ini walaupun tidak adanya sosialisasi dari Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan maupun dari instansi lainnya. Karena ia memang tidak pernah memakai alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti cantrang/pukat layang. Hal ini seperti yang dikatakan informan

“Sehari-hari untuk mendapatkan ikan saya memakai alat tangkap ambai apung dek. Kalau tentang peraturan menteri kelautan itu saya tau dek, tapi dari pihak Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan tidak pernah ada mensosialisasikan kebijakan tentang larangan alat tangkap cantrang/pukat layang itu disini dek dan tidak adanya sanksi yang diterapkan. Tapi walaupun tidak adanya sosialisasi tentang larangan alat tangkap cantrang/pukat layang itu, saya menerapkan kebijakan tersebut dalam mencari mata pencaharian saya sehari-sehari, karena saya dari dulu tidak pernah menggunakan alat tangkap yang merusak ekosistem laut itu.”

Ilham menyetujui dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, karena dengan kebijakan ini bisa menghentikan pengoperasian alat tangkap yang merusak biota dalam laut. Kebijakan ini berpengaruh terhadap pendapatan Ilham, karena kebijakan ini tidak diterapkan di


(27)

wilayah tersebut. Sehingga alat tangkap cantrang/pukat layang masih tetap beroperasi, maka pendapat Ilham menurun. Berikut penuturannya

“saya menyetujui dengan adanya kebijakan ini dek, karena kebijakan ini bisa menghentikan pengoperasian alat tangkap yang merusak ekosistem laut. Karena masih adanya nelayan modern yang menggunakan pukat layang/cantrang, jadi kebijakan ini berpengaruh terhadap pendapatan saya dek. Apalagi mereka mendapatkan lebih banyak ikan dengan menggunakan alat tangkap itu, sedangkan kami ikan nya tidak tentu dapatnya dek.”

Istri Ilham bernama Santi membantu mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan bekerja membuka warung di depan rumah mereka, dari warung itulah mereka mendapatkan tambahan penghasilan dimana ia menjual jajanan. Pendapatan yang ia dapat dari warungnya berkisar dari 20 ribu hingga 40 ribu per harinya dan menurutnya dirasa masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Ia melakukan segala upaya untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari hari. Berikut penuturan Santi saat peneliti mewawancarai :

“Karena pekerjaan sebagai nelayan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, saya membuka warung kecil-kecilan didepan rumah dek, dari warung inilah saya memperoleh pendapatan yang sebenarnya masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan. Tapi saya akan melakukan segala upaya untuk memenuhi kehidupan kami sebagai keluarga nelayan dek.”

Ilham dan Santi memiliki keinginan kuat untuk pendidikan anaknya kelak, walaupun anak mereka sekarang masih usia 4 tahun. Karena menurut mereka pendidikan sangat penting untuk anaknya kelak. Meskipun dari keluarga nelayan,


(28)

tetapi Santi punya keinginan untuk menyekolahkan anaknya sampai Perguruan Tinggi. Berikut penuturan Santi :

”Pendidikan buat anak kami itu penting, walaupun sekarang anak kami masih kecil. Meskipun kami dari keluarga nelayan, tapi kami punya keinginan menyekolahkan anak kami sampai perguruan tinggi dek. Dan dia harus bisa jadi lebih dari mamak dan bapaknya lah pokoknya dek.”

Rumah yang di tempati Santi merupakan rumah semi permanen hal ini peneliti lihat pada saat wawancara dirumah beliau dimana lantainya dari terbuat dari semen dan belum di keramik, kemudian dindingnya sebagian sudah di semen dan sebagian lagi masih terbuat dari kayu dan beratapkan genteng. Rumah yang mereka tempati merupakan rumah orang tua Ilham. Saat adanya pasang air laut rumah mereka terendam air dan harus menguras rumahnya yang terkena air pasang. Pengeluaran yang dikeluarkan keluarga ini diantaranya ialah untuk membayar uang listrik tiap bulannya juga untuk belanja kebutuhan mereka sehari hari. Disini tidak tersedianya koperasi untuk para nelayan, jadi jika sewaktu-waktu perlu uang ia meminjam kepada tetangganya ataupun kerabatnya.

Pendapatan yang diterima menjadi nelayan dan dari warung , dirasa masih kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Keluarga ini tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui program beras untuk rakyat miskin (RASKIN). Saat peneliti bertanya apakah penghasilan dari keluarga ini bisa mencukupi jaminan kesehatan keluarga nya bila nanti ada yang sakit. Keluarga tidak memiliki tabungan khusus untuk kesehatan namun untungnya keluarganya mengikuti program jaminan kesehatan (BPJS) dari pemerintah ia mengikuti program ini karena ia ingin kelak jika sakit nanti ia dan keluarga sudah memiliki jaminan kesehatan. Namun bila hanya


(29)

sakit biasa seperti demam dan flu mereka hanya mengonsumsi obat obat biasa yang bisa di beli di warung warung tanpa harus ke klinik/puskesmas.

Ilham dan keluarga nya juga jarang membeli pakaian, mereka membeli pakaian biasanya pada saat hari besar seperti hari raya Idul Fitri, mereka berpendapat bila pakaian mereka masih layak pakai maka tidak perlu beli yang baru karena hal tersebut merupakan pemborosan mengingat kondisi ekonomi yang mereka hadapi.

Menurut Ilham, dampak dari kebijakan ini sebenarnya mengarah positif terhadap sosial ekonomi nelayan-nelayan tradisional jika kebijakan ini dilaksanakan dengan baik. Tetapi karena tidak dijalankan dengan baik maka kebijakan ini menjadi negatif terhadap para nelayan tradisional. Kemudian nelayan tradisional juga meminta kepada aparat agar benar-benar melaksanakan kebijakan tersebut. Karena selama ini, nelayan tradisional di kelurahan ini dari tahun ke tahun terus menjadi korban pembiaran bagi kapal-kapal dengan alat tangkap trawl dan cantrang.

5.2.2 Informan Utama 2

Nama : Yus

Umur : 50 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Riwayat pendidikan : SD

Agama : Islam

Suku : Melayu

Bapak Yus merupakan seorang nelayan tradisional, ia memiliki istri dan 3 orang anak. Anak pertama sudah tidak bersekolah lagi karena sudah bekerja, anak kedua masih SMA kelas 2 dan anak ketiga SMP kelas 2. Saat peneliti mendatangi lokasi penelitian untuk wawancara beliau sedang duduk di perahu miliknya sembari


(30)

menunggu uang hasil ikannya dari toke. Pak Yus sudah 40 tahun menjadi nelayan, ia bertahan menjadi nelayan dikarenakan tidak ada lagi pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya yang hanya tamatan SD. Untuk sekali pergi melaut ia membutuhkan waktu 4 jam, karena tempat ia menangkap ikan tidak terlalu jauh dari darat. Bapak Yus melaut dengan kapal miliknya yang sudah tua dan tidak pernah ada bantuan perahu dari pemerintah, bapak Yus juga melaut sendirian. Pendapatan yang diterima bapak Yus tidak tentu, kira-kira ia bisa mendapat 150 ribu sampai 250 ribu perminggu dari hasil ikan kakap yang pak Yus tangkap. Sebagai nelayan, Pak Yus selalu mendapat kendala-kendala di laut seperti kencangnya angin dan bahkan jaringnya di curi dengan orang. Hal ini sesuai yang dikatakan informan

“Saya sudah lama menjadi nelayan, kira-kira udah 40 tahunan. Saya tetap menjadi nelayan karena tidak ada lagi pekerjaan yang lain didaerah pesisir gini dek. Walaupun dilaut saya sering mendapatkan kendala-kendala seperti jaring saya dicuri orang tapi saya tetap bertahan menjadi nelayan disini.”

Saat menangkap ikan-ikan di laut, Pak Yus menggunakan alat tangkap jaring atung. Berdasarkan kebijakan menteri No. 02 Tahun 2015 tentang larangan alat tangkap cantrang, Pak Yus mengetahui tentang kebijakan tersebut. Tetapi dari pihak Dinas Pertanian dan Kelautan tidak pernah mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada mereka para nelayan dan tidak adanya sanksi yang diberikan kepada nelayan yang melanggar kebijakan tersebut. Pak Yus pun menyayangkan tidak adanya pergerakan dari instansi yang terkait. Dalam mencari mata pencaharian, ia menerapkan kebijakan ini walaupun tidak adanya sosialisasi dari Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan maupun dari instansi lainnya. Karena ia masih menggunakan


(31)

jaring untuk menangkap ikan dan ia memang tidak pernah memakai alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti cantrang/pukat layang. Hal ini seperti yang dikatakan informan

” Sehari-hari untuk mendapatkan ikan saya memakai alat tangkap jaring atung. Kalau tentang peraturan menteri kelautan itu saya tau dek, tapi dari pihak Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan tidak pernah ada mensosialisasikan kebijakan tentang larangan alat tangkap cantrang/pukat layang itu disini dek dan tidak adanya sanksi yang diterapkan. Mereka cuma omongan aja dek tapi tidak pernah diterapkan disini. Meskipun tidak adanya sosialisasi tentang larangan alat tangkap cantrang/pukat layang itu, saya menerapkan kebijakan tersebut dalam mencari mata pencaharian saya sehari-sehari, karena saya cuma menggunakan jaring tradisional dan dari dulu saya tidak pernah menggunakan alat tangkap yang merusak ekosistem laut itu.”

Bapak Yus menyetujui dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, karena dengan kebijakan ini bisa menghentikan pengoperasian alat tangkap yang merusak biota dalam laut. Dengan adanya kebijakan ini bukan makin sedikit pengoperasian alat tangkap cantrang/ pukat layang tetapi semakin banyaknya alat tangkap ini. Sehingga pendapatan bapak Yus pun berpengaruh karena alat tangkap cantrang/pukat layang masih tetap beroperasi. Berikut penuturannya

“Saya sebagai nelayan disini menyetujui dengan adanya kebijakan ini dek, karena kebijakan ini bisa menghentikan pengoperasian alat tangkap yang merusak ekosistem laut. Dan kebijakan ini berpengaruh terhadap


(32)

pendapatan saya dek, karena dengan adanya kebijakan ini bukan makin sedikit pengoperasian alat tangkap cantrang/ pukat layang tetapi semakin banyaknya alat tangkap ini.”

Istri bapak Yus yaitu ibu Nur membantu perekonomian keluarga dengan bekerja sebagai penjual sayur di pasar Bagan Deli yang tidak jauh dari rumah mereka. Penghasilan yang tidak tentu berkisar Rp. 1.000.000,00 per bulannya pendapat tersebut sudah termasuk modal didalamnya, ibu Nur pun masih bisa menabung tetapi tidak tentu berapa yang ia tabung bila ada uang lebih ia tabung namun jarang tersimpan karena tabungannya sering habis untuk membayar kebutuhan lainnya. Jika sewaktu-waktu ia kekurangan biaya, ia meminjam kepada kerabat atau tetangganya. Sebab disini tidak tersedianya koperasi untuk keluarga para nelayan. Ia juga tidak memiliki keterampilan lain yang dapat membantu ekonomi keluarga nya. Ia berjualan sayur dari pagi hingga habis dagangannya. Berikut penuturan ibu Nur saat diwawancarai ditempat berbeda:

“Untuk membantu ekonomi keluarga saya kerja jualan sayur di pasar Bagan Deli dari pagi sampai habis dagangan saya namun kadang sering juga tidak habis jadi saya bawa pulang karena tidak mungkin saya paksakan juga harus sampai habis saya harus mengurus anak saya dirumah”

Rumah yang mereka tempati merupakan milik pribadi yang termasuk tipe rumah semi permanen dengan dinding yang sebagian terbuat dari semen juga sebagian lagi masih terbuat dari papan lantai yang sudah di plester juga atap yang terbuat dari genteng. Mereka juga jarang membeli baju untuk keluarganya mereka membeli baju biasanya pada saat hari raya Idul Fitri saja, keluarga ini tidak punya tabungan khusus untuk membeli pakaian untuk keluarganya. Berikut penuturannya:


(33)

“Saya jarang beli pakaian, paling kalo beli pakaian pas hari raya Idul Fitri saja kadang diluar itu juga namun sangat jarang, saya tidak punya tabungan khusus untuk membeli pakaian paling kalau ada uang lebih baru saya belanjakan untuk pakaian”.

Keluarga ini juga ikut kedalam program jaminan kesehatan BPJS dari pemerintah hal ini juga membantu mereka karena mereka punya jaminan kesehatan bila ada keluarganya yang sakit mereka bisa berobat. Namun bila hanya sakit biasa seperti demam dan flu keluarga ini hanya minum obat obat biasa yang bisa dibeli di apotik dan warung warung. Mereka juga tidak menyediakan tabungan khusus untuk kesehatan.

Bapak Yus dan keluarganya makan 3 kali sehari, anak anaknya juga jarang jajan diluar mereka lebih memilih makan dirumah daripada jajan dikarenakan mereka juga menasehati anak anaknya kalau bisa jangan banyak jajan diluar karena tidak baik untuk kesehatan mereka juga nantinya. Ibu Nur tidak memahami tentang gizi mereka juga belum pernah mengikuti sosialisasi tentang gizi, pengetahuan soal gizi yang mereka dapat hanya melalui televisi dan dari saran yang didapat saat kumpul dengan tetangga tetangga. Kendala yang mereka hadapi dalam memenuhi gizi keluarganya ialah kondisi ekonomi atau penghasilannya yang kurang untuk membeli multivitamin dan lainnya.

Bapak Yus dan istrinya memiliki keinginan kuat untuk pendidikan anaknya, karena menurut mereka pendidikan sangat penting untuk anaknya kelak. Meskipun dari keluarga nelayan, tetapi mereka punya keinginan untuk menyekolahkan anaknya sampai Perguruan Tinggi. Mereka juga sudah mulai menabung untuk pendidikan anaknya yang kedua, untuk masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).


(34)

Menurut Pak Yus sebagai nelayan tradisional tekanan krisis memang terasa makin berat tatkala jumlah ikan yang ada di perairan sekitar mereka makin lama makin langka semenjak adanya alat tangkap cantrang yang digunakan oleh nelayan modern, dan hasil tangkapan mereka makin lama makin menurun.

5.2.3 Informan Utama 3

Nama : Budi Harianto Umur : 36 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Riwayat pendidikan : SMP

Agama : Islam

Suku : Melayu

Bapak Harianto merupakan seorang nelayan, ia sudah menikah selama 16 tahun dan ia mempunyai 3 orang anak yaitu anak pertama masih SMP kelas 3, anak kedua SD kelas 5 dan anak yang ketiga masih berumur 4 tahun. Saat peneliti mendatangi lokasi penelitian untuk wawancara beliau baru saja datang dari melaut. Pak Harianto sudah 16 tahun menjadi nelayan, ia bertahan menjadi nelayan dikarenakan memang ini pekerjaan yang ada didaerah pesisir. Untuk sekali pergi melaut ia membutuhkan waktu 2 hari, karena tempat ia menangkap ikan jauh dari darat dan ia harus membawa banyak bekal makanan untuk dikonsumsinya selama melaut, bahkan ia membawa gas untuk memasak diatas perahunya. Perahu yang digunakan bukan milik pribadi karena ia hanya nelayan pekerja saja. Saat melaut ia tidak sendirian tetapi ditemani oleh dua orang temannya. Hasil yang ia peroleh dibagi dua dengan patron dengan sistem 50% untuk patron dan 50% untuk nelayan. Pendapatan bapak Harianto sekitar 200 ribu per minggu, itupun belum mencukupi


(35)

menghidupin keluarganya. Sebagai nelayan, Pak Harianto selalu mendapat kendala-kendala di laut seperti kencangnya angin, ombak, perahunya pernah mengalami kerusakan dan bahkan ia harus tidak melaut dikarenakan pasang yang tinggi. Hal ini sesuai yang dikatakan informan

“Saya menjadi nelayan, selama 16 tahun. Saya tetap menjadi nelayan karena tidak ada lagi pekerjaan yang lain didaerah pesisir gini dek.waktu saya sekali melaut itu 2 hari baru balik ke darat. Dilaut saya sering mendapatkan kendala-kendala seperti perahu saya yang rusak saat menangkap ikan dilaut.”

Saat menangkap ikan-ikan di laut, Pak Harianto menggunakan alat tangkap pukat layang/cantrang. Berdasarkan kebijakan menteri No. 02 Tahun 2015 tentang larangan alat tangkap cantrang, Pak Harianto mengetahui tentang kebijakan tersebut. Tetapi dari pihak Dinas Pertanian dan Kelautan tidak pernah mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada mereka para nelayan dan tidak adanya sanksi yang diberikan kepada nelayan yang melanggar kebijakan tersebut. Pak Harianto pun tetap menggunakan alat tangkap ini yang jelas-jelas di larang pengoperasiannya. Dalam mencari mata pencaharian, ia tidak menerapkan kebijakan ini karena tidak adanya sosialisasi dari Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan maupun dari instansi lainnya. Hal ini seperti yang dikatakan informan

” Sehari-hari untuk mendapatkan ikan saya memakai alat tangkap pukat layang/cantrang. Kalau tentang peraturan menteri kelautan itu saya tau dek, tapi dari pihak Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan tidak pernah ada mensosialisasikan kebijakan tentang larangan alat tangkap cantrang/pukat layang itu disini dek. Jadi, saya ya tetap aja memakai


(36)

pukat layang/cantrang ini. Dengan pukat ini saya bisa dapat banyak ikan dilaut dek, mumpung tidak adanya sanksi dari pemerintah dek.”

Bapak Harianto tidak menyetujui dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, karena dengan kebijakan ini akan membuat pendapatan ikannya menurun. Dengan menggunakan alat tangkap ini ia bertahan hidup menjadi nelayan. Walaupun banyak yang menyetujui dengan adanya kebijakan menteri ini. Berikut penuturan bapak Harianto :

“Walaupun banyak yang menyetujui dengan kebijakan pelarangan alat tangkap cantrang/pukat layang tetapi saya tidak menyetujuinya, karena disini lah pendapatan saya sehari-hari untuk keluarga.”

Istri bapak harianto yaitu ibu mega juga membantu suaminya untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di salah satu rumah di daerah Kecamatan Labuhan. Ia bekerja pukul 8.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB, sebelum pergi bekerja ia selalu memasak makanan untuk keluarga. Penghasilan ibu Mega menjadi Pembantu Rumah Tangga ialah Rp. 800.000/bulan nya. Namun, jika ia sewaktu-waktu membutuhkan uang. Ia meminjam kepada kerabatnya ataupun tetangganya sebab disini tidak adanya koperasi untuk para nelayan tradisional. Berikut penuturan ibu Mega yang saat diwawancarai beliau baru pulang bekerja:

“Karena tidak mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, saya juga bekerja menjadi pembantu rumah tangga di daerah kecamatan Labuhan dek. Saya memperoleh pendapatan yang sebenarnya masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan. Tapi saya tetap bersyukur walaupun kami serba kekurangan sebagai keluarga nelayan.”


(37)

Rumah yang di tempati oleh keluarga ini merupakan rumah milik pribadi, rumah nya merupakan rumah semi permanen dengan pondasi dinding berbahan campuran sudah di semen dan setengah lagi masih papan, lantainya juga sudah di plester namun belum di keramik, atapnya juga terbuat dari genteng. Namun ia tetap bersyukur karena masih memiliki tempat bernaung untuk keluarganya.

Keluarga bapak Harianto tidak terlalu sering membeli pakaian untuknya dan anak anaknya, ia tidak bisa memastikan seberapa sering karena ia juga tidak memiliki tabungan khusus untuk membeli pakaian namun biasanya mereka membeli pakaian pada saat hariraya Idul Fitri, terkadang juga bila ada rejeki berlebih ia juga membeli pakaian untuknya dan keluarganya diluar saat lebaran. Berikut penuturannya

“saya jarang beli pakaian untuk anak anak tidak pasti seberapa sering saya beli, namun biasanya saat hari raya Idul Fitri saya belikan mereka pakaian, kalo diluar itu ya kalo ada rejeki lah kadang saya belanjakan juga”.

Bapak Harianto dan istri tidak memiliki tabungan khusus untuk kesehatan bila mana kelak ada yang sakit. Untungnya Ia dan keluarganya sudah ikut dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) guna melindungi keluarganya bila sakit. Bila sakitnya hanya sakit biasa seperti demam dan batuk ia hanya memberikan keluarganya obat obat yang bisa di beli di warung atau klinik namun jika dirasa cukup parah maka ia membawa anaknya ke puskesmas. Ia merasa terbantu dengan adanya program ini, dikarenakan bila mana nanti ada yang sakit di keluarganya pasti membutuhkan biaya yang besar, oleh karena itu ia merasa bersyukur dengan adanya program ini.


(38)

Ibu Mega tidak banyak mengetahui mengenai gizi, ia tidak pernah mendapatkan sosialisasi/info soal gizi, ia hanya mengetahui sedikit mengenai gizi. Ia tidak memberikan anaknya multivitamin namun ia sering memasak sayur dan ikan hasil melaut bapak Harianto untuk anak-anaknya. Berikut penuturannya saat diwawancarai:

“Saya kurang mengetahui soal gizi karena tidak pernah dapat informasi paling saya sering masak sayur dan ikan hasil dari melaut suami saya buat mereka.”

Saat peneliti bertanya untuk pendidikan anak anaknya ibu Mega mengatakan bahwa ia memang tidak memiliki tabungan yang pasti untuk anak-anaknya namun ia pasti akan bekerja semaksimal mungkin berjuang agar anaknya bisa sekolah sampai ke bangku kuliah. Dan menjadi orang yang lebih dari orang tuanya. Bapak Harianto dan ibu Mega juga menanam nilai-nilai agama kepada anak-anaknya agar tidak terjebak kepergaulan yang tidak benar nantinya.

Bapak Harianto mengatakan menjadi nelayan bukan nya pekerjaan yang mudah. Ia harus bermasalah dengan alat tangkap yang digunakannya untuk mencari ikan di laut. Disisi lain ia harus menghidupin keluarganya dengan penghasilan yang minim.

5.2.4 Informan Utama 4

Nama : Darma

Umur : 40 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Riwayat pendidikan : SMP


(39)

Suku : Melayu

Bapak Darma merupakan seorang nelayan, ia mempunyai seorang istri dan 2 orang anak. Anak pertama masih SMP kelas 2 dan anak kedua SD kelas 4. Saat peneliti mendatangi lokasi penelitian untuk wawancara beliau lagi mengobrol dengan nelayan lainnya. Bapak Darma sudah 25 tahun menjadi nelayan di daerah Bagan Deli, ia bertahan menjadi nelayan dikarenakan memang ini pekerjaan yang ia kerjakan dari dulu dan tidak adanya pekerjaan lain di daerah pesisir. Untuk sekali pergi melaut ia membutuhkan waktu 2 hari, ia pun harus membawa banyak bekal makanan untuk dikonsumsinya selama melaut. Ia melaut tidak sendirian melainkan ditemani oleh 1 orang temannya. Perahu yang ia gunakan merupakan milik pribadi yang ia peroleh dari mencicil pada toke. Pendapatan yang di peroleh bapak Darma sekitar 300 ribu sampai 350 ribu. Sebagai nelayan, bapak Darma selalu mendapat kendala-kendala di laut seperti kencangnya angin, ombak yang tinggi dan bila hujan ia harus kebasahan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan informan :

“Saya kira-kira sudah 25 tahunan bekerja sebagai nelayan. Untuk sekali melaut saja saya membutuhkan waktu 2 hari. Banyak kendala yang saya alami di laut dek, misalnya aja kalau udah hujan angin laut kencang kali dek apalagi ombaknya yang tinggi.”

Sehari-hari Pak Darma menggunakan alat tangkap pukat layang/cantrang untuk menangkap ikan dilaut. Berdasarkan kebijakan menteri No. 02 Tahun 2015 tentang larangan alat tangkap cantrang, Pak Darma mengetahui tentang kebijakan tersebut. Namun dari pihak Dinas Pertanian dan Kelautan tidak pernah mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada mereka para nelayan dan tidak adanya sanksi yang diberikan kepada nelayan yang melanggar kebijakan ini. Pak Darma pun


(40)

tetap menggunakan alat tangkap ini yang jelas-jelas di larang pengoperasiannya. Dalam mencari mata pencaharian, ia tidak menerapkan kebijakan ini karena tidak adanya adanya sanksi dari Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan maupun dari instansi lainnya. Hal ini seperti yang dikatakan informan :

”Saya memakai alat tangkap pukat layang/cantrang. Kalau tentang peraturan menteri kelautan itu saya tau dek, tapi dari pihak Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan tidak pernah ada mensosialisasikan kebijakan tentang larangan alat tangkap cantrang/pukat layang itu disini. Mereka pun tidak ada memberikan sanksi kepada kami yang masih menggunakan alat tangkap cantrang/ pukat layang ini.”

Bapak Darma tidak menyetujui dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, karena ia cuma mempunyai alat tangkap cantrang/pukat layang untuk mendapatkan ikan. Apalagi pemerintah belum memberi solusi tentang akat tangkap yang harus digunakan. Berikut penuturan bapak Darma :

“Saya tidak menyetujui dengan adanya kebijakan tentang larangan penggunaan alat tangkap cantrang ini. Karena dari alat inilah saya bisa menafkahi keluarga saya.”

Bapak Darma mempunyai istri yang berkerja. Istrinya yaitu ibu Herlina dan ia bekerja sebagai penjual sayur keliling untuk membantu perekonomian keluarganya. Ia bekerja pukul 8.00 WIB hingga sayurnya habis terjual, kadang sayurnya yang tidak habis terjual ia membawanya pulang kembali. Penghasilan ibu Herlina menjadi penjual sayur keliling ialah Rp.500.000/bulan nya. Berikut penuturan ibu Herlina yang saat diwawancarai beliau baru pulang berjualan:


(41)

“Pekerjaan sebagai nelayan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, saya (istri Ilham) bekerja menjadi penjual sayur keliling. Saya memperoleh pendapatan sekitar 500 ribu perbulannya, yang sebenarnya masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan. Tapi kami tetap bersyukur walaupun serba kekurangan sebagai keluarga nelayan.”

Rumah yang di tempati keluarga ini ialah rumah semi permanen hal itu peneliti lihat saat melakukan wawancara dirumah informan, dinding rumahnya setengahnya sudah di semen dan setengahnya lagi masih kayu, dan lantainya sudah disemen namun tidak di keramik, juga atapnya yang terbuat dari genteng. Rumah yang mereka tempati merupakan bukan rumah milik mereka pribadi, mereka menyewa rumah tersebut dengan sewa Rp.2.000.000 per tahunnya. Bapak Darma masih belum memiliki Rumah sendiri (milik pribadi), ia dan keluarganya ingin memiliki rumah pribadi kelak agar mereka tidak menyewa lagi. Berikut penuturan istrinya :

“iya dek rumah kami sekarang ini kami sewa, pengen sih punya rumah sendiri kayak orang lain tapi kondisi sekarang yang belum memungkinkan, nanti kalo saya sudah ada uang lebih kepengen saya bantu suami saya untuk membeli rumah biar bisa punya rumah sendiri buat keluarga kami.” Meskipun begitu bapak Darma dan keluarga tetap merasa bersyukur karena masih diberikan tempat untuk bernaung.

Ibu Herlina tidak memahami tentang gizi mereka juga belum pernah mengikuti sosialisasi tentang gizi, pengetahuan soal gizi yang mereka dapat hanya melalui televisi dan dari saran yang didapat saat kumpul dengan tetangga tetangga.


(42)

Kendala yang mereka hadapi dalam memenuhi gizi keluarganya ialah kondisi ekonomi atau penghasilannya yang kurang untuk membeli multivitamin dan lainnya.

Ibu Herlina dan keluarga mengikuti jaminan kesehatan dari pemerintah, ia tidak memiliki tabungan khusus untuk kesehatan keluarganya, untungnya hingga saat ini keluarga nya tidak pernah sakit yang berat, biasanya kalau sakit hanya demam dan flu atau pilek, jika begitu mereka hanya mengonsumsi obat obatan yang bisa di beli di warung atau klinik.

Keluarga bapak Darma jarang membeli pakaian baru biasanya mereka membeli pakaian hanya pada saat Hari Raya Idul Fitri karena menurut mereka pakaian yang mereka pakai masih layak dan nyaman untuk dipakai dan juga merupakan hal yang terlalu boros melihat kondisi ekonomi keluarga mereka. Saat peneliti menanyakan tentang pentingnya pendidikan untuk keluarganya, bapak darma mengatakan bahwa pendidikan sangat penting untuk keluarganya ia sebisa mungkin berjuang guna pendidikan anak anaknya ia tidak ingin anak anaknya sampai tidak sekolah, menurut nya pendidikan yang membuat pola pikir anak anaknya baik dalam berpikir dan berprilaku ia ingin anak anaknya berpendidikan lebih darinya.

Menurut bapak Darma menjadi nelayan itu tidaklah mudah. Ia harus berhadapan dengan pemerintah jika kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang/pukat layang ini dilaksanakan di tempat ia mencari ikan. Sebab dari alat tangkap itulah ia mencari nafkah untuk keluarganya.

5.2.5 Informan Kunci

Nama : Rakhmawati Usia : 53 tahun Jenis Kelamin : Perempuan


(43)

Jabatan : Kepala Seksi Peningkatan Produksi Perikanan Tangkap Ibu Rakhmawati merupakan kepala seksi yang mempunyai tugas untuk peningkatan produksi perikanan tangkap. Menurutnya, kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang ini mempunyai tujuan untuk menjaga sumber daya laut yang berkelanjutan. Karena alat tangkap ini telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan. Mereka juga sudah mensosialisasikan tetapi hanya kepada pengusaha-pengusaha perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan saja tidak turun langsung ke laut sehingga para nelayan tradisional tidak mengetahui adanya sosialisasi. Mereka mensosialisasikan kebijakan ini dengan cara mengadakan pertemuan saja lalu mereka menerangkan kepada lainnya. Sumber daya manusia/pegawai untuk melaksanakan kebijakan ini belum sesuai dengan kebutuhan, jadi mereka memerlukan kerjasamanya agar kebijakan ini bisa terlaksana dengan baik. Orang-orang yang terlibat atau instansi yang terlibat dalam pencapaian kebijakan menteri ini adalah Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan.

Pengawasan dan pengontrolan kebijakan ini belum ada dari Dinas Pertanian dan Kelautan karena ini tugas dari PSDKP. Dukungan dari masyarakat terhadap kebijakan ini ada. Tetapi mereka cuma bisa menyalurkannya dengan cara mendemo saja, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak semuanya kebijakan ini dipatuhi, masih banyak nelayan yang tidak mematuhi kebijakan ini tetapi mereka yang tidak mematuhi kebijakan ini belum mendapatkan sanksi dari pemerintah. Kendala-kendala dalam pelaksanaan kebijakan ini ialah belum cukupnya sumber daya


(44)

manusia/pegawai untuk melaksanakan nya dan masih banyaknya nelayan yang masih nakal tidak mematuhi peraturan ini.

5.3 Analisis pelaksanaan kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang di kelurahan Bagan Deli kecamatan Medan Belawan

Alat penangkapan ikan sebagai salah satu input usaha perikanan memiliki peranan yang penting dalam pengelolaan perikanan. Kementerian kelautan dan perikanan menerbitkan peraturan nomor 2/PERMEN-KP/2015, dimana cantrang merupakan salah satu alat tangkap yang dilarang. Pelarangan cantrang dilakukan karena pengoperasiannya mengancam ekosistem dan sumberdaya ikan. Di sisi lain, cantrang merupakan alat tangkap ikan tradisonal yang sebagian besar digunakan oleh nelayan Bagan Deli.

Kebijakan ini tidak berjalan dengan baik di kelurahan ini. Hal ini disebabkan pihak pemerintah tidak melakukan sosialisasi langsung terhadap nelayan-nelayan di kelurahan ini. Melainkan mereka hanya mensosialisikan kepada pengusaha-pengusaha perikanan yang merupakan orang pantai. Hal ini di ungkapkan oleh informan kunci :

“kami juga melakukan sosialisasi tetapi hanya kepada pengusaha-pengusaha perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan saja. Tidak turun langsung ke laut untuk mensosialisasikannya” (Rakhmawati, 53 tahun)

Nelayan di Kelurahan Bagan Deli juga merasakan tidak adanya sosialisasi langsung dari pemerintah terhadap mereka terkait pelarangan alat tangkap cantrang ini. Dengan tidak adanya sosialisasi mereka yang tidak menggunakan alat tangkap cantrang merasa rugi dengan hasil penangkapan yang sedikit dibandingkan mereka yang menggunakan alat tangkap ini. Seperti penuturan mereka yang sama:


(45)

“kami disini tidak pernah ada sosialisasi dari pihak dinas atau instansi terkait tentang kebijakan menteri larangan penggunaan alat tangkap cantrang ini” (Yus, 50 tahun).

Dengan tidak berjalannya kebijakan dengan baik, para nelayan meminta kepada aparat agar benar-benar melaksanakan ini, karena nelayan tradisional di kelurahan ini dari tahun ke tahun terus menjadi korban pembiaran bagi kapal-kapal dengan alat tangkap trawl dan cantrang.

5.4 Analisis dampak implementasi kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang terhadap sosial ekonomi keluarga nelayan tradisional

Nelayan tradisonal seringkali mengalami proses maginalisasi dan menjadi korban dari program pembangunan dan modernisasi perikanan yang sifatnya a-historis. Akibat keterbatasan teknologi yang dimiliki, ruang gerak nelayan tradisional umumnya sangat terbatas. Mereka hanya mampu beroperasi diperairan pesisir. Dengan hanya mengandalkan pada perahu tradisional dan alat tangkap ikan yang sederhana, jelas para nelayan tradisional tidak akan pernah mampu bersaing dengan nelayan modern yang didukung dengan perangkat yang serba canggih. Maka dapat diketahui bahwa dampak implementasi kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang terhadap sosial ekonomi keluarga nelayan tradisional di daerah Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan sangat beragam baik itu dalam pekerjaan, juga penghasilan dan pendidikan guna melihat terpenuhinya kebutuhan sosial ekonomi sebagai keluarga nelayan, dikarenakan tidak adanya kepedulian dari pemerintah untuk keluarga nelayan. Penghasilan yang di dapat dari pekerjaan tersebut dapatkah mencukupi kebutuhan pokok keluarga yaitu sandang, pangan, kesehatan, dan pendidikan anak-anak mereka. Berikut kita lihat dari ke tiga aspek


(46)

sosial ekonomi keluarga bagaimana keluarga nelayan tradisional dapat memenuhi kebutuhan sosial ekonomi keluarga nya.

5.3.1. Penghasilan

Dari pekerjaan nya sebagai nelayan dan di bantu oleh istri-istri mereka maka mereka memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi keluarganya dari penghasilan mereka inilah bisa dilihat apakah penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka seperti sandan, pangan, kesehatan dan pendidikan anak-anaknya. Penghasilan yang didapatkannya dari bekerja tidak bisa disisihkan untuk di karenakan penghasilan mereka sangat pas pasan sehingga tidak ada untuk ditabung.

Untuk pemenuhan sandang sendiri semua keluarga nelayan tradisional jarang membeli pakaian baru dan tidak memiliki tabungan khusus untuk hal ini rata rata mereka membeli pakaian hanya pada saat Hari Raya Idul Fitri dan bila ada rejeki lebih. Hal ini berdasarkan penuturan mereka masing masing.

“Kami jarang beli pakaian dek. Bila pakaiannya masih layak pakai maka tidak perlu beli yang baru karena ini merupakan pemborosan mengingat kondisi ekonomi kami”(Ilham, 28 tahun dan Santi, 27 tahun)

“Saya jarang beli pakaian, paling kalo beli pakaian pas hari raya Idul Fitri saja kadang diluar itu juga namun sangat jarang, saya tidak punya tabungan khusus untuk membeli pakaian paling kalau ada uang lebih baru saya belanjakan untuk pakaian” (Yus, 50 tahun)

“Saya jarang beli pakaian untuk anak anak tidak pasti seberapa sering saya beli, namun biasanya saat hari raya Idul Fitri saya belikan mereka pakaian, kalo diluar itu ya kalo ada rejeki lah kadang saya belanjakan juga” (Harianto, 36 tahun )


(47)

“kalau buat pakaian ya seadanya aja seperlunya aja Cuma seringnya beli ya paling kalo hari raya Idul Fitri” (Darma, 40 tahun)

Para informan merasa bahwa pakaian merupakan kebutuhan utama namun bukan menjadi prioritas dengan kata lain pengeluaran untuk pakaian lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pangan.

Soetjiningsih (1998:10) menyatakan bahwa pendapatan keluarga yang baik dapat menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua menyediakan semua kebutuhan anak-anaknya Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Sehingga tinggi rendahnya pendapatan sangat mempengaruhi daya beli keluarga terhadap bahan pangan yang akhirnya berpengaruh terhadap status gizi seseorang terutama anak karena diperlukan banyak zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam pemenuhan pangan rata rata mereka makan 3 kali sehari (pagi, siang, malam) namun tidak banyak dari mereka yang paham tentang pemenuhan makanan bergizi, Pemenuhan gizi keluarga merupakan hal yang sangat penting harus mengetahui gizi untuk keluarganya agar anaknya betumbuh dan berkembang dengan baik karena tercukupi gizinya. Rata-rata keluarga nelayan tidak ada yang mengetahui tentang penting gizi bagi keluarga mereka. seharusnya mereka memiliki banyak informasi dan juga gizi seputar makanan bergizi dan juga variasinya agar mereka bisa memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan anaknya. Mereka juga mengatakan ingin lebih memahami tentang gizi dan pemenuhannya selagi anak anak mereka masih dalam masa pertumbuhan.

Untuk hal papan sendiri, rumah yang mereka tempati untuk keluarganya hampir semua rumah yang mereka tempati merupakan milik mereka sendiri (pribadi)


(48)

kecuali rumah yang di tempati informan 4 dan keluarga, rumah yang mereka tempati merupakan rumah sewa dengan sewa sebesar 2,5 juta/ tahunnya, dan informan 1 yang masih menempati rumah orang tuanya. hal tersebut di ungkapkan oleh informan 4:

“Rumah yang kami tempati sekarang kami sewa 2 juta per tahunnya, kami belum punya rumah sendiri, inginnya sih begitu namun kami tetap bersyukur meskipun kami sewa setidaknya kami punya tempat untuk tinggal”(Herlina, 38 tahun).

Dengan menyewa rumah pengeluaran informan 4 pun menjadi lebih besar dibanding informan lainnya.

Dalam hal jaminan kesehatan para informan dan keluarga nelayan ini mendapatkan bantuan jamian sosial berupa, JAMKESMAS/BPJS kesehatan untuk keluarga informan 1, informan 2, informan 3 dan informan 4. Dengan adanya jaminan kesehatan ini maka keluarga nelayan tradisional tidak perlu mengeluarkan biaya bila kelak ia dan keluarga sakit dan hendak berobat ke puskesmas atau rumah sakit,hal ini sangat membantu perekonomian keluarga mereka. Namun bila ada anggota keluarga yang sakit tetapi tidak terlalu parah seperti demam atau flu biasa mereka (para informan dan keluarga) hanya membeli obat obatan di apotik atau warung yang menjual obat. Dengan kata lain program pemerintah cukup membantu keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya akan jaminan kesehatan. 5.3.2 Pendidikan

Pendidikan bukan berarti hanya di sekolah saja keluarga juga merupakan dasar dari pendidikan dalam keluarga, Dictionary of Education menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan,


(49)

sikap, dan bentuk-bentuk perilaku lainnya di dalam masyarakat dimana yang bersangkutan hidup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungan hidupnya. Sementara itu, keluarga adalah kasatuan unit terkecil di dalam masyarakat. Jadi, pendidikan dalam keluarga adalah proses pembentukan mental dan tingkah laku seorang anak manusia secara berkesinambungan dalam unit terkecil di dalam masyarakat.

Dalam hal pendidikan para orang tua menganggap pendidikan itu sangat penting.mereka ingin anaknya bersekolah hingga perguruan tinggi, hal ini menunjukan kesadaran bagi mereka akan pentingnya pendidikan, mereka berpendapat bahwa pendidikan yang akan membuka wawasan anak anaknya dalam berfikir dan berprilaku juga, meskipun mereka memiliki keterbatasan ekonomi namun mereka tetap menyekolahkan anak anaknya. Berikut tabel tingkat pendidikan anak dari keluarga nelayan tradisional.

Tabel 5.1

Komposisi tingkat pendidikan anak dari keluarga nelayan tradisional No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Belum bersekolah 2

2. SD 2

3. SMP 3


(50)

Jumlah 8

Sumber : wawancara 2016

Dari tabel 5.1 menjelaskan bahwa anak yang belum bersekolah berjumlah 2 orang yaitu anak dari informan 1 dan informan 3. Anak yang SD berjumlah 2 orang yaitu anak dari informan 3 dan informan 4. Anak yang SMP berjumlah 3 yaitu anak dari informan 2, informan 3 dan informan 4. Anak yang SMA/SMK berjumlah 1 orang yaitu anak dari informan 2.

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa menjadi keluarga nelayan tradisional memiliki kondisi ekonomi yang sama. Mereka juga mencari berbagai cara agar mereka memiliki penghasilan guna memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Penghasilan yang dimiliki masing-masih keluarga nelayan juga beragam namun masih masih kurang untuk memenuhi seluruh kebutuhan sosial ekonomi nya, penghasilan mereka hanya cukup bahkan dikatakan pas pasan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan juga papan. Untuk hal kesehatan masih belum bisa tercukupi oleh penghasilan mereka untung saja mereka mendapatkan bantuan jaminan kesehatan dari pemerintah hal sehingga dari aspek kesehatan masih bisa dipenuhi namun mereka kurang memahami tentang gizi dan kesehatan keluarga akibat kurangnya informasi dan pemahaman mereka tentang hal tersebut. Keluarga para nelayan tradisional memiliki hubungan yang baik dengan tetangga atau orang orang di lingkungan sekitarnya. Dari simpulan diatas dapat berdampak negatif bagi keluarga nelayan, dikarenakan tidak adanya penerapan tentang larangan penggunaan alat tangkap cantrang di kelurahan ini.


(51)

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dan pengamatan secara langsung terhadap informan penelitian ditemukan fakta, bahwa di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang tidak di laksanakan dengan baik. Dikarenakan dari pihak pemerintah tidak adanya sosialisasi kebijakan ini terhadap nelayan-nelayan tradisional secara langsung di kelurahan ini.

Tidak dilaksanakan nya kebijakan ini terhadap para nelayan tradisional berdampak pada kebutuhan sosial ekonomi nya ialah melalui beberapa aspek yaitu penghasilan, pendidikan, kesehatan dan juga sandang dan pangan.

Penghasilan, dari pekerjaan mereka jalani penghasilan mereka masih belum terlalu cukup untuk memenuhi seluruh aspek sosial ekonomi, penghasilannya hanya dapat memenuhi kebutuhan pokok saja seperti sandang, pangan dan papan, sedangkan untuk bidang kesehatan mereka masih belum tercukupi dari penghasilan mereka untung saja mereka mendapatkan bantuan jaminan kesehatan dari program pemerintah sehingga untuk jaminan kesehatan mereka sudah terpenuhi namun keluarga nelayan ini masih kurang pemahaman dan informasi tentang gizi juga kesehatan keluarga.

Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sosial ekonomi mereka sekarang masih bisa dikatakan cukup terpenuhi meskipun belum terpenuhi sepenuhnya.

Pendidikan, untuk pendidikan keluarga para nelayan ini sendiri sudah cukup mengerti, mereka ingin anak anaknya bisa bersekolah agar memiliki pemahaman dan juga membuka wawasan anak anaknya. Namun anak anak dari ibu yang menjadi


(52)

orang tua tunggal ini sangat rentan untuk putus sekolah dikarenkan penghasilan para nelayan yang pas pasan.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Nelayan sebaiknya melaksanakan kebijakan yang telah di buat oleh menteri mengenai alat tangkap yang berpotensi besar terhadap rusaknya habitat dan berkurangnya populasi ikan di laut.

2. Pemerintah sebaiknya dapat melaksanakan pemeriksaan kepada nelayan dan memberikan sanksi kepada nelayan yang tidak melaksanakan kebijakan yang telah dibuat. Kemudian pemerintah harus memperhatikan para nelayan tradisional agar tidak selalu terbelakang.


(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dampak

2.1.1 Pengertian dampak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. (KBBI Online, 2010)

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal. Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil. Dari penjabaran diatas maka kita dapat membagi dampak ke dalam dua pengertian yaitu dampak positif dan dampak negatif.

2.1.2 Pengertian Dampak Positif

Dampak adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. Sedangkan positif adalah pasti atau tegas dan nyata dari


(54)

yang mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan dari pada kesedihan, optimisme dari pada pesimisme.

Positif adalah keadaan jiwa seseorang yang dipertahankan melalui usaha-usaha yang sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya tidak membelokkan fokus mental seseorang pada yang negatif. Bagi orang yang berpikiran positif mengetahui bahwa dirinya sudah berpikir buruk maka ia akan segera memulihkan dirinya. Jadi dapat disimpulkan pengertian dampak positif adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya yang baik.

2.1.3 Pengertian Dampak Negatif

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dampak negatif adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat negatif. Dampak adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. berdasarkan beberapa penelitian ilmiah disimpulkan bahwa negatif adalah pengaruh buruk yang lebih besar dibandingkan dengan dampak positifnya.

Jadi dapat disimpulkan pengertian dampak negatif adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya yang buruk dan menimbulkan akibat tertentu.


(55)

2.2 Kebijakan Publik

Wiliiam N. Dunn menyebut istilah Kebijakan Publik (Public Policy) yakni pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah (Dunn, 2003:132).

Kebijakan Publik sesuai apa yang dikemukakan oleh Dunn mengisyaratkan adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu sama lain, termasuk di dalamnya keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Suatu kebijakan apabila sudah dibuat maka harus diimplementasikan untuk dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Hersel Nogi S. Tangkilisan dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik yang Membumi mengutip pendapat Thomas R. Dye yang mengartikan public policy is whatever governments choose to or not to do (Dye dalam Tangkilisan, 2003:1).

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh Dye tersebut kebijakan publik maksudnya adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Pendapat yang senada dengan Dye adalah pendapat Edward III dan Sharkansky mengemukakan kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan dilakukan, atau tidak dilakukan. Kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah (Edward III dan Sharkansky dalam Widodo, 2001:190).

Pendapat Edward III dan Sharkansky juga mengisyaratkan adanya apa yang dilakukan atau tidak dilakukan. Hal ini berkaitan dengan tujuan dan sasaran yang termuat dalam program-program yang telah dibuat oleh pemerintah. Solichin Abdul


(56)

Wahab dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara mengutip pendapat Friedrich mengartikan kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (Friedrich dalam Wahab, 2005:3).

Menurut pendapat Harold Laswell tersebut, kebijakan diartikannya sebagai tugas intelektual pembuatan keputusan yang meliputi berbagai hal yaitu : penjelasan mengenai tujuan yang ingin dicapai dari suatu kebijakan yang telah dibuat, penguraian kecenderungan untuk memilih beberapa tujuan yang sesuai dengan keadaan, pengembangan dampak dan kinerja kebijakan di masa depan, melakukan penulisan dan evaluasi. Anderson mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu (Anderson dalam Widodo, 2001:190).

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Robert T. Nakamura dan Frank Smallwood mengemukakan pengertian kebijakan publik yaitu A set of instruction from policy makers to policy implementers that spell out both goals ang the mean for achieving those goals (Seperangkat intruksi dari para pembuat


(57)

kebijakan untuk pelaksana kebijakan yang menguraikan dua gol yang berarti untuk mencapai tujuan tersebut) ( Nakamura, 1980:31).

Berdasarkan pengertian di atas, kebijakan publik merupakan serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang mengupayakan baik tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijakan publik ini dipengaruhi oleh beberapa lingkungan yaitu lingkungan pembuatan, lingkungan implementasi, dan lingkungan evaluasi. Kartasasmita juga mengemukakan pengertian kebijakan merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan :

1. apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah.

2. apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya.

3. apa pengaruh dan dampak dari kebijakan tersebut. (Widodo, 2001:189). Kebijakan bukan hanya mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, melainkan juga apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya sampai suatu kebijakan timbul. Kebijakan lahir untuk memecahkan masalah atau isu yang berkembang di masyarakat, sehingga dapat diketahui pengaruh dan dampaknya dari kebijakan tersebut. Miriam Budiardjo mengemukakan pengertian kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan itu (Budiardjo, 2005:56).


(58)

2.3 Implementasi Kebijakan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan dan penerapan, dimana kedua hal ini bermaksud untuk mencari bentuk tentang hal yang disepakati terlebih dahulu. Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana untuk membuat sesuatu dan memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesama. Jadi Implementasi dimaksudkan sebagai tindakan individu publik yang diarahkan pada tujuan serta ditetapkan dalam keputusan dan memastikan terlaksananya dan tercapainya suatu kebijakan serta memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesame sehingga dapat tercapainya sebuah kebijakan yang memberikan hasil terhadap tindakan-tindakan individu public dan swasta (http://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 4 April 2016 pukul 16.07).

Implementasi menurut kamus Webster merumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out; (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Van Meter dan Van Horn (1975) merumuskan implementasi ini adalah sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan baik oleh individu – individu, pejabat – pejabat, atau kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan – tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan(Wahab,2005: 64).

Pengertian implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut


(59)

mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata; baik yang dikehendaki atau yang tidak dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/ peraturan yang bersangkutan (Wahab,2005: 68).

Berdasarkan banyak pengertian implementasi yang dikemukakan diatas,dapat dikatakan bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan pihak-pihak yang berwenang atau kepentingan baik pemerintahmaupun swasta yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan yang telah ditetapkan, implementasi dengan berbagai tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan atau merealisasikan program yang telah disusun demi tercapainya tujuan dari program yang telah direncanakan karena pada dasarnya setiap rencana yang ditetapkan memiliki tujuan atau target yang hendak dicapai.

Sedangkan kebijakan (policy) juga memiliki arti yang bermacam – macam. Harold D.Lasswell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijakan sebagai a projected program of goals, values and practises, yang bermakna suatu program pencapaian tujuan, nilai – nilai dan praktek – praktek yang terarah. Carl J. Friedrick mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,


(60)

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan – hambatan dan kesempatan –kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ahli lainnya seperti James E.Anderson mengatakan bahwa kebijakan itu adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Kemudian menurut Amara Raksasataya mengemukakan bahwa kebijakan adalah sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Menurut beliau kebijakan memuat tiga elemen yaitu :

1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai

2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diiginkan

3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi(islamy,2004: 17).

Menurut Perserikatan Bangsa – Bangsa, kebijakan diartikan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman itu boleh jadi amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci bersifat kualitataif atau kuantitatif, publik maupun privat. Kebijakan dalam makna seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas – aktivitas ataupun suatu rencana(Wahab,2005:2).

Ada juga pengertian kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang terarah dan kebijakan juga merupakan serangkaian


(61)

tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan kesulitan-kesulitan dan kemungkinan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Oleh karena itu bisa kita pahami secara sederhana bahwa implementasi kebijakan adalah suatu tahapan kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi – konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu dapat mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu telah diimplementasikan dengan sangat baik, sementara itu suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, dapat mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

Dengan demikian bisa kita ketahui bahwa implementasi dan kebijakan adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan dalam satu kosa kata. Implementasi sebagai kata kerja dan kebijakan sebagai objek untuk yang diimplementasikan. Sebagai pangkal tolak berpikir kita, hendaknya selalu diingat bahwa implementasi adalah sebagian besar kebijakan dari pemerintah dan pasti akan melibatkan sejumlah pembuat kebijakan baik publik maupun swasta berusaha keras untuk memberikan pelayanan atau jasa kepada masyarakat guna untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga untuk melaksanakan implementasi kebijakan ini perlu mendapatkan perhatian yang seksama dari berbagai kalangan.


(62)

2.4 Kebijkan Larangan penggunaan alat tangkap cantrang

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan tegas melarang penggunaan alat penangkapan ikan pukat tarik atau cantrang, terutama untuk kapal diatas 30 GT. Hal itu ditegaskan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di WPP Negara Republik Indonesia.

Penggunaan cantrang selain telah merusak sumber daya alam juga telah berdampak buruk bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat nelayan di beberapa daerah. Dalam perkembangannya jumlah kapal yang menggunakan alat penangkapan ikan cantrang bertambah dari 3209 pada tahun 2004 menjadi 5100 pada tahun 2007 dengan ukuran kapal sebagian besar diatas 30 GT. Permasalahan timbul karena banyaknya kapal cantrang di atas 5 GT yang izinnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah dengan alat penangkapan ikan yang lain, sehingga terjadi upaya hukum untuk menertibkan dan menimbulkan konflik dengan nelayan dari daerah lain. Permasalahan lain adalah terjadinya penurunan produksi sebesar 45 persen dari 281.267 ton (2002) menjadi 153.698 ton (2007)


(1)

berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama bagi kemajuan Ilmu Kesejahteraan Sosial Kedepannya.

Medan, Oktober 2016 Penulis,


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Nafaliza NIM : 120902002

ABSTRAK

Dampak Implementasi Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Tradisional di

Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

Kelurahan Bagan Deli salah satu kelurahan yang penduduknya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Alat penangkapan ikan sebagai salah satu input usaha perikanan memiliki peranan yang penting dalam pengelolaan perikanan. Kementerian kelautan dan perikanan menerbitkan peraturan nomor 2/PERMEN-KP/2015, dimana cantrang merupakan salah satu alat tangkap yang dilarang. Pelarangan cantrang dilakukan karena pengoperasiannya mengancam ekosistem dan sumberdaya ikan. Di sisi lain, cantrang merupakan alat tangkap ikan tradisonal yang sebagian besar digunakan oleh nelayan Bagan Deli, sehingga pelarangan cantrang akan menimbulkan dampak bagi keluarga nelayan tradisional.

Penelitian ini bertipe penelitian deskriptif, dan dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka diperoleh penerapan kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang, dimana ada yang menerapkan dan tidak menerapkan. Dari penerapan tersebut berdampak terhadap sosial ekonomi keluarga nelayan.

Alat tangkap cantrang tidak diterapkan dengan baik di kelurahan ini, karena pemerintah tidak melakukan sosialisasi langsung terhadap nelayan tradisional. Maka dampak dari pelarangan cantrang akan mempengaruhi aspek penghasilan, pendidikan, kesehatan dan juga sandang dan pangan. Dimana penghasilan hanya saja memenuhi kebutuhan pokok saja, dari segi kesehatan hanya mengandalkan BPJS dan dari segi pendidikan yang belum mencukupi.

Kata Kunci: nelayan tradisional, cantrang, alat penangkapan ikan, sosial ekonomi keluarga, dampak pelarangan cantrang, kebijakan


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Name : Nafaliza NIM : 120902002

ABSTRACT

Impact of the implementation a policy prohibition the use of a capture tool cantrang against social economy traditional fishermen families at Kelurahan

Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

Villagers Bagan Deli is one village the majority population with the serch for fisherman. Fishing gear as one of the fishery inputs has became an important point of fishery management. Marine and fishery ministry issued a regulation number 2 / PERMEN-KP / 2015 stated that cantrang is one of the prohibited fishing gear. Cantrang prohibition was issued because its operation threatened ecosystems and fish resources. . On the other side, cantrang is a traditional fishing tool which fishermen most used in Bagan Deli. The cantrang prohibition will cause the impact for families of tradisional fishermen.

The research was a descriptive, and analyzed using qualitative data analysis technique. According to the research that have been held, then the result obtained about the application of a policy prohibition of the use of the capture tool cantrang, which anyone appliying and do not apply. The implementation of social economy affect families of fishermen.

Cantrang fishing gear is not applied properly in this village,because the government does not directly against thedissemination of tradisional fishermen. Impact of banning cantrang will affect this aspect of income, education, health and also clothing and food. Where earnings only meet the basic necessities of health, rely solely BPJS and in terms of education which has not been sufficient.

Keyword: Traditional Fishermen, cantrang, fishing gear, Family Social Economy, impact of profibition, Policy


(4)

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ABSTRAK

ABSTRACT DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 12

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 12

1.4 Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dampak ... 15

2.1.1 Pengertian Dampak ... 15

2.1.2 Pengertian Dampak Positif ... 15

2.1.3 Pengertian Dampak Negatif ... 16

2.2 Kebijakan publik ... 17

2.3 Implementasi Kebijakan ... 20

2.4 Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang ... 24

2.5 Sosial Ekonomi ... 25

2.5.1 Pengertian Sosial Ekonomi ... 25

2.5.2 Indikator Sosial Ekonomi ... 27


(5)

2.6.1 Definisi Nelayan ... 32

2.6.2 Pelapisan Sosial Nelayan ... 33

2.7 Konsep Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 39

3.2 Lokasi Penelitian ... 39

3.3 Unit analisis dan Informan ... 39

3.3.1 Unit analisis ... 39

3.3.2 Informan ... 40

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.5 Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran umum ... 43

4.1.1 Sejarah Kelurahan Bagan Deli ... 43

4.1.1 Letak Geografis ... 43

4.2 Keadaan Penduduk ... 44

4.2.1 Jumlah penduduk ... 45

4.2.2 Komposisi penduduk berdasarkan usia ... 46

4.2.3 Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin ... 46

4.2.4 Komposisi penduduk berdasarkan agama ... 47

4.2.5 Komposisi penduduk berdasarkan suku bangsa ... 47

4.2.6 Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian ... 49

4.3 Sarana dan Prasarana ... 51

4.3.1 Sarana pendidikan ... 51


(6)

4.3.3 Prasarana kesehatan ... 53

4.3.4 Prasarana olahraga ... 53

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ... 54

5.2 Hasil temuan ... 55

5.2.1 Informan utama 1 ... 55

5.2.2 Informan utama 2 ... 59

5.2.3 Informan utama 3 ... 64

5.2.4 Informan utama 4 ... 68

5.2.6 Informan Kunci ... 72

5.3 Analisis kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan ... 74

5.4 Analisis dampak implementasi kebijakan larangan penggunaan alat tangkap cantrang terhadap social ekonomi keluarga nelayan tradisional ... 75

5.3.1 Penghasilan ... 76

5.3.2 Pendidikan ... 78

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA


Dokumen yang terkait

Analisis Karakteristik Nelayan dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

8 101 124

Analisis Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Produksi Ikan Tangkap Studi Kasus : (Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan, Kotamadya Medan)

4 63 52

Dampak Implementasi Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Tradisional di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 10

Dampak Implementasi Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Tradisional di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 2

Dampak Implementasi Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Tradisional di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 14

Dampak Implementasi Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Tradisional di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

1 1 24

Dampak Implementasi Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Tradisional di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 2

Dampak Implementasi Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Tangkap Cantrang Terhadap Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan Tradisional di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 6

I. PENDAHULUAN - Analisis Karakteristik Nelayan dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

0 0 7

ANALISIS KARAKTERISTIK NELAYAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN TESIS

0 0 16