Gambar 3. Skema transducer split beam Simrad, 1993 Split  beam  echosounder  memiliki  fungsi  Time  Varied  Gain  TVG  di
dalam  sistem  perolehan  data  akustik.    TVG  ini  berfungsi  secara  otomatis  untuk mengeleminir  pengaruh  atenuasi  yang  disebabkan  baik  oleh  geometrical
spreading dan absorpsi suara ketika merambat ke dalam air. Split  beam  SIMRAD  EY  60  scientific  echosounder  system  merupakan
instrumen  hidroakustik  yang  paling  baru  dan  merupakan  generasi  keenam  yang dibuat  oleh  Simrad.    SIMRAD  EY  60  disebut  sebagai  alat  hidroakustik  pertama
yang serba bisa, yang mampu menyediakan sounder tiga frekuensi, target strength analyzer  dan  echo  integrator  lanjutan.    Sinyal  echo  diproses  secara  on-line  dan
hasilnya ditampilkan dengan echogram. SIMRAD  EY  60  disebut  sebagai  scientific  echosounder  karena  konsep
baru  yang  digunakan  pada  receiver  memungkinkan  alat  ini  mencapai  rentang dinamis  sampai  dengan  160  dB.    Sounder  dapat  beroperasi  pada  tiga  frekuensi
sebesar  12,  38  dan  120  kHz.    Keunikan  lain  dari  alat  ini  adalah  kemampuannya untuk  mengamati  posisi  horizontal  dari  ikan  yang  berada  pada  beam,  hal  ini
memungkinkan peneliti untuk mempelajari tingkah laku ikan.
2.4. Backscattering dasar perairan
Metode  hidroakustik  mampu  melakukan  pengukuran  terhadap  besar kecilnya  pantulan  dasar  perairan  dari  berbagai  tipe  partikel.    Secara  ringkas,
gelombang  akustik  yang  terjadi  pada  permukaan  antara  air  laut  dan  dasar  laut yang  mencakup  pantulan  dan  pembauran  pada  daerah  tersebut  dan  transmisi  di
medium kedua.  Proses ini secara umum ditentukan oleh beda impedansi akustik z = ρc antara kedua media Siwabessy, 2001.
Pada  saat  gelombang  hidroakustik  mengenai  permukaan  dasar  perairan, sebagian  energi  akan  menembus  dasar  perairan  dan  sebagian  kembali  ke
transducer.    Pada  frekuensi  rendah,  pantulan  dasar  akustik  ditentukan  oleh sedimen  dasar  perairan  yang  berbeda-beda.    Dasar  perairan  yang  sangat  keras
memiliki  pantulan  dasar  yang  lebih  kuat  dari  dasar  perairan  yang  lunak.    Dasar perairan  yang keras memiliki pantulan  yang lebih besar dari dasar perairan  yang
halus dan seterusnya Siwabessy, 2001. Dasar  perairan  memiliki  karakteristik  memantulkan  dan  menghamburkan
kembali  gelombang  suara  seperti  halnya  pada  permukaan  perairan  laut.    Namun efek  pantulan  dan  backscattering  yang  dihasilkan  lebih  kompleks  karena  sifat
dasar  laut  yang  tersusun  atas  beragam  unsur  mulai  dari  lapisan  bebatuan  yang keras hingga lempung yang halus dan tersusun atas lapisan-lapisan yang memiliki
komposisi yang berbeda-beda Urick, 1983.
Beberapa kendala yang mempengaruhi sinyal pantul menjadi berbeda dari pulsa akustik yang dihasilkan adalah sebagai berikut Siwabessy, 2001.
1. Ketidaksesuaian impedansi akustik dari air laut – dasar laut menyebabkan
pembauran permukaan dari pulsa utama; 2.
Parameter akustik dari instrumen; 3.
Penetrasi sinyal akustik pada dasar laut menyebabkan besarnya pembauran pulsa utama;
4. Arah pemantulan pada interface air laut – dasar laut yang diakibatkan oleh
kekasaran dasar laut; 5.
Time  delay  dari  hasil  oblique  karena  spherical  spreading  terhadap perubahan kedalaman;
6. Respon  dari  scattering  yang  berasal  dari  second  acoustic  bottom  pada
permukaan air, gelembung pada kolom air dan kapal; 7.
Kemiringan dasar laut; 8.
Penyerapan akustik air laut; dan 9.
Noise.
Kloser et al. 2001b dan Schlagintweit 1993 telah melakukan observasi klasifikasi  dasar  laut  berdasarkan  frekuensi  akustik.    Untuk  dasar  perairan  yang
memiliki ciri yang sama, indeks kekasaran roughness telah diamati dengan dua frekuensi  berbeda  yang  mereka  gunakan.    Schlagintweit  1993  menemukan
bahwa  perbedaan  muncul  dari  data  frekuensi  40  dan  208  kHz  yang  disebabkan perbedaan  penetrasi  dasar  perairan  dari  frekuensi  ini  pada  berbagai  macam  tipe
dasar perairan Gambar 4.
Gambar 4. Echo dasar perairan Hamouda and Abdel-Salam, 2010 Besarnya  tingkat  penetrasi  dan  pantulan  refleksi  dasar  perairan  juga
ditentukan  oleh  jenis  sedimen  itu  sendiri  Krastel  et  al.  2006  dimana  dasar perairan atau sedimen yang memiliki sifat lebih keras akan memberikan pantulan
dengan  nilai  amplitudo yang  lebih  besar  Hamilton,  2001.    Nilai  backscattering strength dipengaruhi oleh impedansi akustik sebagai faktor utama, selain itu juga
dipengaruhi  oleh  kekasaran  roughness  permukaan  sedimen  dan  heterogenitas volume sedimen Fonsesca dan Mayer, 2007.
Gelombang akustik yang dihamburkan secara acak karena ketidakteraturan dari dasar perairan mencakup kekasaran dari permukaan sedimen dasar perairan,
variasi  ruang  dalam  sifat  fisis  sedimen  dan  masukan  oleh  kulit  karang  atau gelembung.    Proses  backscattering  ini  dapat  dilihat  pada  Gambar  5.    Pada
frekuensi  tinggi,  semua  dasar  perairan  memiliki  banyak  ketidakteraturan  pada skala gelombang akustik Jackson dan Richardson, 2006.
Gambar 5. Sketsa backscattering akustik dasar perairan yang disebabkan kekasaran dari permukaan dan heterogenitas sedimen
Jackson dan Richardson, 2006 Adapun  hubungan  pantulan  dasar  perairan  terhadap  tipe  dasar  perairan
yang berbeda batu, kerikil, pasir dan lumpur ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan sudut datang dan pantulan dasar pada berbagai tipe dasar perairan Siwabessy, 2001
Incident wave
Reflected wave
Bottom wave
2.5. Pendekatan metode hidroakustik terhadap dasar perairan