10 ekonomi tinggi, dan Republik Korea merupakan pasar utama penjualan velvet
rusa secara internasional. Sedangkan New Zealand merupakan negara modern pertama penghasil velvet di dunia. Di Kanada, pada tahun 1997, pemanenan
ranggah wapiti mencapai 50 ton dengan nilai total mencapai CDN7,13 juta. Pada pasar lokal seperti di Vancouver, harga velvet tertinggi mencapai CDN260kg,
dan terendah senilai CDN45kg. Sementara di Malaysia velvet dijual dengan harga RM 3.000kg Chardonnet et al. 2002, Semiadi 2002
Daging merupakan produk yang paling populer dari satwaliar di seluruh dunia dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Harga jual karkas rusa fallow
Dama dama di Amerika Serikat pada tahun 1997 adalah US4,5pound. Di Canada, harga jual daging untuk venison antara C3,1 – C3,6pound. Sedangkan
di Australia harga jual karkas rusa fallow mencapai A2,24kg, untuk daging rusa merah A2,56kg, dan rusa jawa A2,12kg. Untuk Selandia baru, harga jual
karkas rusa merah mencapai antara NZ3,32 hingga NZ5,20kg karkas Semiadi 2002. Salah satu alasan pemilihan daging rusa, adalah karena rusa mampu
mengkonversi 30 kilogram bahan kering menjadi 3 kilogram daging, sehingga rusa lebih efisien dibandingkan sapi dan domba. Daging rusa memiliki rasa yang
khas dan rendah kalori, sehingga digunakan sebagai venison. Di Malaysia, harga daging rusa mencapai RM 30 perkilogram lebih tinggi dibandingkan daging sapi
yang hanya RM 10 perkilogram Drajat 2002, Semiadi 2002. Untuk Indonesia harga daging rusa bervariasi pada kisaran Rp. 250.000,- perkilogram.
Untuk ranggah, hasil penelitian Garsetiasih 2000 menunjukkan bahwa harga tanduk rusa tua dalam bentuk hiasan di beberapa tempat di Bogor memiliki
harga Rp. 250.000,- sampai Rp. 750.000,-. Sedangkan untuk satwa hidup memiliki nilai jual bervariasi mulai dari Rp. 3.500.000,- sampai Rp. 15.000.000,-
2.2 Sistem Penangkaran Rusa
Sistem penangkaran rusa pada beberapa wilayah di beberapa negara mengacu pada prinsip pengelolaan habitat yaitu secara intensif atau extensif. Pada
pengelolaan intensif, campur tangan manusia sangat tinggi, sebaliknya pada pengelolaan ekstensif manusia hanya mengatur beberapa aspek habitat dan
kebutuhan hidup satwa.
11 Pengelolaan secara ekstensif berimplikasi terhadap luasnya areal dan
umumnya tenaga dan biaya yang dibutuhkan perhektarnya relatif rendah. Sebaliknya pada pengelolaan intensif dibutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk
setiap hektar areal. Beberapa tindakan pengelolaan yang termasuk ke dalam pengelolaan ekstensif diantaranya adalah pembakaran terkendali, pengendalian
semak belukar, dan seleksi tumbuhan sumber pakan. Sedangkan pengelolaan intensif diantaranya adalah pemberian pakan oleh pengelola secara cut and carry,
membangun kebun pakan, membangun kandang, sumber air, peneduh cover. Pengelolaan reproduksi secara non alami juga dapat digolongkan pada
pengelolaan secara intensif SRNF 2008. Di beberapa negara, pengelolaan ekstensif lebih penting dan efektif
dibandingkan sistem intensif. Namun pada beberapa situasi, pengelolaan secara intensif digabungkan dengan pengelolaan ekstensif untuk mencapai pengelolaan
yang lebih efektif dalam mengatasi beberapa faktor pembatas. Konsep pengelolaan intensif dan ekstensif tersebut di Indonesia diadaptasi
ke dalam sistem penangkaran secara intensif dan ekstensif. Penggabungan kedua konsep tersebut melahirkan sistem semi intensif yang banyak diterapkan pada
berbagai penangkaran di Indonesia. Sistem-sistem penangkaran tersebut diterapkan dalam beberapa bentuk pemeliharaan. Semiadi dan Nugraha 2004
mengelompokkan ke dalam bentuk pemeliharaan, yaitu diikat, dikandangkan, dan dilepas di padang umbaran yang disebut pedok paddock. Bentuk pemeliharaan
diikat dan dikandangkan dapat dikategorikan sebagai sistem pemeliharaan intensif, sedangkan penggembalaan di padang umbaran dapat tergolong pada
sistem ekstensif atau semi intensif tergantung pada tingkat campur tangan manusia dalam pengelolaan habitat, populasi, dan reproduksi satwa.
2.3 Analisis Populasi 2.3.1 Definisi dan Karakteristik Populasi