30 Untuk sistem semi intensif, pakan berasal dari dalam dan luar areal penangkaran,
sedangkan untuk sistem ekstensif pakan hanya berasal dari dalam areal penangkaran saja. Dengan demikian daya dukung untuk ketiga sistem
penangkaran dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan: K
1
= daya dukung habitat pada sistem penangkaran ekstensif individu K
2
= daya dukung habitat pada sistem penangkaran semi intensif individu K
3
= daya dukung habitat pada sistem penangkaran intensif individu P
A
= ketersediaan hijauan pakan yang terdapat di dalam areal penangkaran kgth
P
B
= ketersediaan hijauan pakan yang terdapat di luar areal penangkaran kgth
C = rata-rata konsumsi pakan setiap individu kgth
4.5.5 Kuota Panenan
Kuota panenan ditetapkan berdasarkan perhitungan nilai Break Event Point
BEP yaitu jumlah panenan minimal yang masih layak pada suatu penangkaran rusa. Pendekatan BEP menggambarkan jumlah produksi minimal
yang masih memungkinkan kegiatan penangkaran dapat terus diselenggarakan. Penentuan kuota panenan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:
a Sistem penangkaran yang digunakan, meliputi: sistem ekstensif, sistem semi intensif, dan sistem intensif,
b Jenis produk yang dihasilkan adalah satu jenis produk single product yaitu bibit rusa.
Dasar yang digunakan dalam penghitungan BEP adalah nilai biaya tetap dan biaya variabel yang ditetapkan berdasarkan biaya investasi masing-masing
penangkaran. Selanjutnya, kuota panenan rusa timor yang dinyatakan sebagai Qt, dihitung dengan menggunakan persamaan Home et al. 1995:
Keterangan: Qt = BEPkuota panenan individuth
F = total biaya tetap Rp.th P = harga jual per unit produk Rp.individu
V = biaya variabel per unit produk Rp.individuth
31
4.5.6 Ukuran Populasi Pada Saat Pemanenan
Kuota panenan Qt yang telah ditetapkan merupakan jumlah rusa yang dapat dipanen setiap tahun sehingga populasi tetap lestari dan kegiatan
penangkaran dapat terus terselenggara. Kuota panenan dapat tercapai apabila ukuran populasi pada saat pemanenan mencukupi. Apabila Qt dinyatakan sebagai
panenan lestari SY, maka ukuran populasi yang harus tersedia pada saat pemanenan Nt dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Keterangan: Nt = ukuran populasi pada saat pemanenan individu
Qt = kuota panenan individuth h = laju pemanenan
r = laju pertumbuhan eksponensial
4.5.7 Ukuran Populasi Awal
Untuk mencapai kuota panenan dan ukuran populasi pada saat pemanenan, maka dilakukan perhitungan besarnya ukuran populasi awal yang harus tersedia
pada saat kegiatan penangkaran dimulai. Ukuran populasi awal N ditentukan
berdasarkan model pertumbuhan populasi terpaut kerapatan atau disebut juga model logistik Caughley 1977. Persamaan dasar model logistik adalah:
Berdasarkan persamaan tersebut, maka ukuran populasi awal N dapat
ditentukan menurut persamaan:
Keterangan: N
t
= ukuran populasi pada waktu pemanenan individu N
= ukuran populasi awal individu K = daya dukung habitat individuth
r = laju pertumbuhan t = waktu pemanenan th
e = bilangan euler e = 2,718281…
32 Ukuran populasi awal dihitung berdasarkan peubah parameter demografi
terutama laju pertumbuhan populasi dengan mempertimbangkan komposisi kelamin. Nilai laju pertumbuhan diperoleh dengan merata-ratakan atau
menganalogikan dengan nilai natalitas dan mortalitas yang diperoleh dari penangkaran lain di Jawa Barat yang memiliki kondisi hampir sama dengan lokasi
penelitian. Ukuran populasi awal juga ditentukan berdasarkan waktu pemanenan. Untuk mengetahui pengaruh parameter pengamatan terhadap ukuran
populasi awal, dilakukan analisis untuk mengetahui sensitivitas secara ekologi dan ekonomi. Sensitivitas secara ekologi bertujuan untuk melihat pengaruh parameter
laju pertumbuhan terhadap kuota panenan dan ukuran populasi awal, sedangkan sensitivitas secara ekonomi bertujuan untuk melihat pengaruh parameter biaya
operasional terhadap ukuran populasi awal. Pada penelitian ini digunakan kenaikan dan penurunan nilai sebesar 5 dari nilai awal masing-masing
parameter.
4.5.8 Pendugaan Kebutuhan Areal Penangkaran