IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Kulit Manggis
Analisa proksimat merupakan tahapan awal yang dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia suatu bahan. Bahan baku yang digunakan pada
penelitian ini adalah kulit buah manggis Garcinia mangostana L. dengan hasil analisa proksimat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi kimia kulit manggis Komposisi Kimia
Jumlah Kadar Air
61.83 Kadar Abu bk
3.29 Kadar Lemak bk
1.23 Kadar Serat bk
21.04 Kadar Protein bk
2.66 Kadar Karbohidrat by different
30.99 Hasil analisis komponen kimia menunjukkan bahwa kulit manggis
memiliki kandungan air sebesar 61.83. Tingginya kadar air kulit manggis dapat menyebabkan bahan mudah mengalami kerusakan jika tidak dilakukan
pengolahan. Diketahui bahwa air merupakan komponen penting dalam suatu bahan pangan. Keberadaan air akan menentukan terjadinya kerusakan karena
dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya Fardiaz et al., 1992.
Serat adalah salah satu zat yang dibutuhkan oleh tubuh karena dapat membantu memperlancar pencernaan pada tubuh manusia. Hasil analisia
menunjukkan bahwa kulit manggis memiliki nilai kadar serat kasar sebesar 21.04. Adanya hal ini dapat menjadi suatu nilai tambah bagi kulit manggis
apabila diaplikasikan ke dalam bentuk produk pangan. Serat sebagai residu dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis dengan bahan kimia memiliki fungsi
utama antara lain: 1 memperlambat kecepatan pencernaan pati sehingga aliran energi ke tubuh menjadi berkurang, 2 memperlambat pengosongan lambung
sehingga memberi perasaan kenyang yang lebih lama, 3 memperlambat penyerapan glukosa dalam usus sehingga membantu mengatur kebutuhan insulin
Gallaher, 2000, 4 meningkatkan kebutuhan saluran pencernaan dengan cara meningkatkan motilitas atau pergerakan usus besar, 5 mengurangi resiko
penyakit jantung, 6 mengikat asam empedu dalam usus Starck dan Madar, 1994.
Kadar abu dalam suatu bahan menunjukkan keberadaan kandungan mineral atau bahan-bahan anorganik. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa
jumlah kandungan mineral yang dimiliki oleh kulit manggis adalah sebesar 3.29. Menurut Gaman dan Sherrington 1992, unsur mineral adalah unsur
yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang relatif kecil, tetapi keberadaannya tetap diperlukan sebagai zat pembangun dan pengatur.
Komponen nutrien lain yang dianalisa adalah protein. Protein merupakan penyusun utama sel-sel tubuh. Pada kulit manggis diketahui jumlah kadar protein
yang rendah yaitu 2.66. Umumnya buah-buahan memang bukan bahan pangan sumber protein sehingga jumlah kandungan protein yang dimiliki relatif kecil.
Menurut Suhardjo dan Clara 1987, beberapa kandungan protein dapat diperoleh tanaman dari tanah dan udara sekitarnya dan nitrogen yang diperoleh dari tanah
berada dalam bentuk senyawa nitrat dan nitrit. Lemak adalah salah satu komponen lain yang dapat ditemukan pada
bahan pertanian. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Kandungan lemak dalam bahan pangan
adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah yang sebenarnya Winarno, 1997. Kadar lemak yang dimiliki oleh kulit manggis
yaitu 1.23. Karbohidrat merupakan salah satu komponen utama dalam makanan
bersama dengan lemak dan protein. Kadar karbohidrat yang dimiliki oleh kulit manggis sebesar 30.99 yang diperoleh dengan metode “by difference”. Semua
jenis makanan mengandung sejumlah karbohidrat, dalam bentuk yang bervariasi dari monosakarida sederhana hingga polisakarida kompleks. Pada buah dan
sayuran umumnya sebagian besar padatan tersusun dari karbohidrat dan sedikit protein juga lemak.
Analisa terhadap bahan baku yang digunakan pada penelitian ini tidak hanya analisa proksimat saja, tetapi dilakukan pula analisa kandungan senyawa
aktif yang banyak terkandung pada kulit manggis yaitu senyawa xanthone, antosianin dan tanin. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa kandungan
senyawa xanthone yang terdapat pada kulit manggis adalah 165.90 mg100 ml contoh. Tingginya kandungan xanthone pada kulit manggis membuat bahan ini
perlu dimanfaatkan sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya. Selain adanya kandungan xanthone, kulit manggis juga memiliki kandungan senyawa lain yaitu
antosianin dan tanin yang masing-masing sebesar 17.52 mgg contoh dan 3.32. B.
Ekstraksi Kulit Manggis 1.
Proses Ekstraksi
Ekstraksi adalah istilah yang digunakan untuk setiap proses dimana komponen-komponen zat dalam suatu bahan berpindah ke dalam cairan lain
pelarut. Pada penelitian ini, ekstraksi adalah tahapan awal yang dilakukan untuk memperoleh kandungan xanthone yang terdapat pada kulit buah
manggis Garcinia mangostana L. Proses ekstraksi kulit manggis dapat berjalan dengan baik apabila menggunakan pelarut yang sesuai dimana
pelarut dapat secara selektif melarutkan komponen xanthone dari kulit manggis dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut lain.
Ethanol adalah pelarut yang dipilih untuk digunakan dalam proses ekstraksi xanthone. Hal ini didasarkan atas sifat dari pelarut ethanol yang masih
tergolong ke dalam pelarut organik namun relatif lebih aman dibandingkan dengan pelarut lain apabila digunakan dalam bahan pangan. Penggunaan
ethanol sebagai pelarut selain dapat mengekstrak senyawa xanthone, diharapkan dengan penggunaan pelarut ethanol juga dapat mengurangi
tingkat kepahitan yang berasal dari senyawa tanin pada kulit manggis. Proses ekstraksi mula-mula diawali dengan pencucian buah manggis.
Pencucian dimaksudkan agar kulit manggis terbebas dari segala kotoran yang melekat seperti tanah, debu atau sisa pestisida. Buah manggis yang telah
bersih kemudian dipisahkan antara kulit dengan daging buah. Penggunaan kulit manggis dikarenakan bagian ini memiliki kandungan xanthone 27 kali
lebih banyak dibandingkan pada daging buahnya. Kulit manggis yang telah terpisah kemudian mengalami proses pemisahan kembali antara bagian kulit
lunak dan kulit keras kulit terluar. Pemisahan dilakukan karena penggunaan
kulit manggis bagian luar akan membuat rasa dari sirup xanthone menjadi semakin pahit. Rasa pahit yang ada disebabkan oleh adanya kandungan
senyawa tanin dimana senyawa ini relatif lebih banyak pada bagian kulit luar. Selain rasa yang menjadi pahit, penggunaan kulit manggis bagian luar juga
dapat membuat warna atau tampilan dari sirup akan menjadi lebih keruh. Oleh karena itu, penggunaan kulit bagian luar manggis sangat dihindarkan.
Kulit bagian lunak yang telah diperoleh selanjutnya mengalami proses penghancuran. Penghancuran dimaksudkan untuk memperkecil ukuran dari
bahan sehingga dapat mempercepat pelarutan komponen xanthone dan meningkatkan rendemen ekstraksi.
Diketahui bahwa semakin kecil ukuran bahan maka luas permukaan bahan yang melakukan kontak dengan pelarut akan semakin besar. Ukuran
partikel kulit manggis yang kecil akan meningkatkan kelarutan bahan dalam pelarut sehingga kadar xanthone juga akan meningkat. Selain itu, waktu yang
diperlukan komponen untuk keluar dari bahan menjadi lebih singkat dan proses ekstraksi berlangsung lebih cepat. Setelah proses penghancuran maka
proses ekstraksi dapat dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan pelarut pada pebandingan 1:4 bv. Perbandingan ini didasarkan atas
penelitian yang dilakukan oleh Pradipta et al. 2008 tentang isolasi dan identifikasi senyawa xanthone dari kulit buah manggis Garcinia
mangostana, L.. Pelarut yang digunakan saat proses ekstraksi adalah campuran antara
pelarut ethanol 70 dan air. Penggunaan ethanol dengan konsentrasi 70 didasarkan atas keefektifan terhadap xanthone yang dapat terekstrak, karena
semakin tinggi konsentrasi ethanol maka senyawa xanthone yang terekstrak akan semakin tinggi namun kemungkinan ethanol yang tersisa pada sirup
juga akan semakin besar. Berdasarkan hal ini maka ethanol 70 dirasa memiliki konsentrasi yang sesuai yaitu tidak cukup tinggi namun tidak juga
rendah sehingga diharapkan dapat menghasilkan kadar xanthone yang tinggi namun tidak meninggalkan sisa ethanol pada sirup yang dihasilkan. Begitu
pula dengan digunakannya campuran air sebagai pelarut karena penggunaan pelarut ethanol tanpa pencampuran air dikhawatirkan akan sulit menguapkan
ethanol yang terkandung dalam ekstrak kulit manggis sehingga dapat meninggalkan residu ketika ekstrak kulit manggis diaplikasikan ke dalam
bentuk sirup. Sirup yang masih terdapat kandungan ethanol dalam jumlah tinggi dapat membuat produk memiliki cita rasa yang tidak enak dan
dianggap tidak halal. Oleh karena itu, untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan campuran pelarut ethanol dan air terhadap kandungan senyawa
aktif pada kulit manggis dan hasil aplikasinya pada produk sirup penelitian ini dibagi menjadi 3 perlakuan.
Perlakuan pertama adalah perlakuan dengan ekstraksi menggunakan perbandingan 1:2 ethanol:air, perlakuan kedua menggunakan perbandingan
1:3 ethanol:air, dan perlakuan ketiga menggunakan perbandingan 1:4 ethanol:air. Penggunaan perbandingan ethanol-air didasarkan atas prinsip
ekstraksi dan sifat dari senyawa xanthone dimana semakin banyak penggunaan pelarut ethanol maka senyawa yang terekstrak akan semakin
besar karena kelarutan xanthone hanya pada pelarut organik. Berdasarkan hal ini maka dapat diasumsikan bahwa penggunaan ethanol yang lebih besar dari
1:2 maka xanthone yang akan terekstrak semakin besar namun kandungan ethanol yang mungkin akan tersisa juga besar, sedangkan penggunaan ethanol
70 dan air yang lebih kecil dari perbandingan 1:3 maka xanthone yang terekstrak akan semakin kecil pula dan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu,
perlakuan penggunaan campuran pelarut ethanol 70 dan air yang dipilih adalah 1:2, 1:3, dan 1:4.
Teknik ekstraksi diketahui memiliki beberapa cara seperti perkolasi, maserasi, soklet, refluks, dan kromatografi, namun pada penelitian ini cara
ekstraksi yang dilakukan adalah dengan metode maserasi. Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk mengekstrak suatu senyawa yang diinginkan
dalam suatu bahan dengan cara merendam bahan dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan. Proses maserasi pada ekstraksi kulit manggis dilakukan
selama 24 jam dan dalam suhu kamar. Waktu perendaman yang cukup lama dimaksudkan agar komponen senyawa xanthone yang akan terekstrak dapat
maksimal. Diketahui bahwa menurut Bombardelli 1991, lama ekstraksi akan menentukan jumlah komponen yang dapat diekstrak dari bahan. Lama
ekstraksi berhubungan dengan waktu kontak antara bahan dan pelarut. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara
bahan dan pelarut semakin besar sehingga kelarutan komponen xanthone dalam larutan akan meningkat. Kulit manggis yang telah mengalami
perendaman kemudian mengalami proses pemisahan. Pemisahan adalah tahapan akhir yang dilakukan pada proses ekstraksi yang bertujuan untuk
mendapatkan senyawa xanthone pada ekstrak kulit manggis. Hasil ekstraksi kulit manggis dapat dilihat pada Gambar 4.
2. Karakteristik Ekstrak Kulit Manggis