Konsep Asuransi Pertanian PSEKP

BAB VII. MODEL ASURANSI PERTANIAN PUSAT STUDI EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN PSEKP

7.1. Konsep Asuransi Pertanian PSEKP

Kepedulian pada petani dimulai dari adanya keinginan untuk melindungi petani yang diwujudkan dalam bentuk berbagai instrumen kebijakan. Salah satu instrumen yang menggambarkan keberpihakan pada kepentingan petani itu adalah asuransi pertanian. Skim asuransi pertanian termasuk pada program terapan yang dibutuhkan petani, karena isinya yang dimaksudkan untuk melindungi petani dari risiko ketidakpastian dalam berproduksi. Risiko gagal panen yang berdampak buruk bagi pendapatan rumahtangga tani sebenarnya bukan hanya menjadi tanggungan petani. Namun, seharusnya juga menjadi bagian tanggung jawab pemerintah daerah, khususnya untuk daerah- daerah yang menjadikan pertanian sebagai sektor andalan. Hal ini beralasan, karena kendali atas pelaksanaan pembangunan ekonomi dipegang oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, sudah semestinya jika cita-cita dari pembangunan yang dilaksanakan adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat, termasuk petani. Skim asuransi pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi practice untuk pengembangan sektor pertanian. Kerjasama antara pemerintah daerah dengan perusahaan asuransi diperlukan untuk kesuksesan program ini. Dalam pelaksanaannya, terdapat tiga pihak yang menjadi bagian dari atribut kelembagaan skim asuransi. Transformasi koordinasi dari tiga pihak tersebut membentuk Kelompok kerja Asuransi Pertanian KAP yang didesain untuk menjalankan program asuransi. Pihak-pihak itu adalah : 1. Unsur-unsur pemerintahan pemerintah daerah, yang antara lain diwakili oleh dinas pertanian, dinas ketahanan pangan, badan perencanaan pembangunan 60 daerah, biro hukum, biro keuangandinas pendapatan, dinas pekerjaan umumperairan, camat, kepala desa, dan lain-lain. Peran penyuluh pertanian akan sangat signifikan dalam kelompok kerja ini, terutama pada kegiatan yang terkait dengan teknis pelaksanaan. Program asuransi ini pada dasarnya berada dibawah tanggung jawab dinas pertanian setempat. Maka, dinas pertanian disini disebut sebagai pihak tertanggung. Untuk kelancaran pelaksanaan program asuransi, diharapkan terdapat kesediaan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD atau dapat juga diambil dari Coorporate Social Responsiblity CSR perusahaan. Dana tersebut dibutuhkan untuk membayar premi asuransi dan operasional kegiatan, walau tidak harus seluruhnya. Dalam hal ini, pemerintah daerah bertindak sebagai avalist penjamin dalam penyediaan dana untuk pelaksanaan program asuransi. Kewajiban dari avalist adalah bersedia menanggung risiko pembayaran premi secara keseluruhan, jika petani macet dalam membayar premi asuransi. Dengan keterlibatan para stakeholders di daerah, termasuk kalangan legislatif yang secara formal menyetujui pembiayaan skim asuransi ini, maka keberpihakan kepada petani akan dapat terwujud. Kedepannya, skim asuransi pertanian diharapkan dapat menjadi program penguat dalam pembentukan bank pertanian atau pola badan layanan usaha. Program asuransi pertanian pun dapat dipertimbangkan sebagai program pembiayaan pertanian disamping subsidi input pertanian. Pada prinsipnya, semakin banyak petani yang dilindungi semakin luas wilayah yang dicakup dalam asuransi pertanian, maka semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk membayar premi asuransi. Disisi lain, perusahaan asuransi umum akan semakin berani 61 meningkatkan usahanya di sektor pertanian, karena adanya keterlibatan pemerintah sebagai avalist. Hal ini tentu akan semakin meningkatkan pertumbuhan usaha di wilayah setempat dalam konteks pembangunan ekonomi. 2. Perusahaan asuransi, yang pada kegiatan asuransi pertanian sebelumnya diikuti oleh PT. Bumi Putera Muda Bumida. Selain perwakilan di KAP, perusahaan asuransi juga perlu menyiapkan kelompok independen yang akan melakukan verifikasi jika ada laporan gagal panen. Kelompok verifikasi ini akan menjadi tanggungjawab pihak asuransi, bukan KAP. Hal ini dikarenakan peran perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung. Selanjutnya, jika gagal panen dinyatakan sah, maka perusahaan asuransi wajib mengeluarkan santunanklaim kepada petani. Nilai klaim atau pertanggungan umumnya telah ditetapkan dan disepakati sejak awal penandatanganan surat perjanjian kerjasama asuransi. Apabila tidak terjadi gagal panen, maka petani akan diberikan natura balas jasa yang tidak dalam bentuk uang berupa pelatihan yang terkait dengan pertanian dan fasilitas studi banding ke daerah lain yang pertaniannya lebih baik sebagai tambahan referensi bagi petani. Dengan demikian, perusahaan asuransi juga memiliki peluang ekonomi untuk meraih profit sebagai sebuah institusi swasta. 3. Petani, direpresentasikan oleh kelompok tani atau gabungan kelompok tani yang ada diwilayah setempat. Dalam hal ini, petani bertindak sebagai offtaker pembeli dari produk asuransi dan merupakan pelaku utama dalam program asuransi. Petani diharapkan dapat turut berpartisipasi membayar sejumlah premi asuransi. Premi tersebut merupakan salah satu kewajiban yang harus 62 dilaksanakan petani yang dalam istilah asuransi termasuk sebagai anggota pihak tertanggung. Adanya share pembayaran premi asuransi lah yang menyebabkan petani disebut sebagai anggota pihak tertanggung. Jika terjadi gagal panen yang dinyatakan sah, maka petani berhak menerima sejumlah santunanklaim dari perusahaan asuransi. Jumlah santunan yang diberikan didasarkan pada biaya produksi dari komoditas yang diasuransikan. Hal ini dipilih karena adanya prinsip asuransi umum yang menyatakan tingkat perhitugan keuntungan hanya sesaat. Santunan yang diberikan diharapkan dapat membantu petani dalam memperoleh kecukupan modal usahatani untuk musim berikutnya. Pembentukan KAP ini idealnya berada di tingkat kabupaten. Jumlah anggota KAP tidak dibatasi, namun harus mencakup seluruh stakeholders yang terkait langsung dengan pembangunan pertanian diwilayah tersebut. Kegiatan selanjutnya dari KAP adalah menyusun tugas pokok dan rincian kegiatan yang akan dilaksanakan, serta menyusun konsepsi yang mengatur pelaksanaan teknis asuransi pertanian antara petani dengan perusahaan asuransi dalam konteks bisnis dan sosial. Penyusunan konsepsi pelaksanaan teknis asuransi pertanian penting dilakukan oleh KAP di setiap daerah, karena adanya perbedaan budaya, kehidupan sosial kemasyarakatan, serta kondisi pertanian pada masing-masing wilayah. Adapun materi penyusunan konsepsi pelaksanaan teknis dapat mengacu pada pedoman umum pelaksanaan sistem asuransi yang telah dirumuskan oleh Tim PSEKP pada tahapan kegiatan pilot project asuransi pertanian. 63 Pada tahap lebih lanjut, diharapkan adanya deklarasi kesepahaman dalam bentuk Memorandum of Understanding MoU antara pihak-pihak yang terkait stakeholders sebagai pelaksana sistem asuransi pertanian di masing-masing wilayah. Pernyataan kerjasama antara KAP dengan perusahaan asuransi dijelaskan lebih rinci pada naskah perjanjian kerjasama yang ada pada Lampiran 1. Namun, dibalik segala upaya untuk mengimplementasikan sistem asuransi pertanian terdapat kendala payung hukum, yaitu belum adanya ketentuan perundangan yang jelas terkait dengan aturan dan pelaksanaan asuransi pertanian di Indonesia. Kondisi ini membuat para peneliti dan stakeholders di daerah kesulitan untuk mengembangkan program asuransi pertanian. Sebagai contoh, Bumida sebagai satu-satunya perusahaan asuransi umum yang telah memiliki izin dari Departemen Keuangan sebagai pelaksana kegiatan asuransi pertanian di Indonesia merasa berat untuk menerapkan lebih lanjut pilot project asuransi pertanian belum adanya kepastian dasar hukum. Contoh lainnya adalah kegiatan uji coba sistem asuransi untuk komoditas sapi potong di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali yang hanya dapat berjalan selama satu tahun, kemudian berhenti dan tidak diperpanjang lagi. Pemda kabupaten sebenarnya saat itu berkeinginan untuk memberikan subsidi premi asuransi, tapi tidak memperoleh izin dari provinsi dan Badan Pemeriksa Keuangan BPK karena adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri No. 13 yang menyebutkan “tidak boleh memberikan bantuan yang berulang- ulang”. Perbedaan interpretasi aturan Permendagri, yaitu tidak jelas istilah berulang tersebut eksplisitnya berapa kali, menjadi hambatan pelaksanaan sistem asuransi pertanian di Kabupaten Jembrana. 64 Saat ini, sedang dirancang dan dibahas Rencana Undang-Undang RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani oleh Kementerian Pertanian bersama Dewan Perwakilan Rakyat DPR. Payung hukum ini diharapkan dapat segera diselesaikan agar penyelenggaraan skim asuransi pertanian dapat terwujud. Tetapi, timbul kekhawatiran bahwa UU tersebut tidak dapat disahkan dalam waktu dekat, karena harus diikuti dengan penerbitan peraturan pelaksanaannya. Disisi lain, petani masih terus menghadapi kesulitan karena meningkatnya risiko peristiwa gagal panen puso berupa banjir, kekeringan, dan serangan hama. Belum padunya perlindungan dalam bentuk skim asuransi berarti petani harus menanggung sendiri kerugian yang tidak sedikit. Oleh karena itu, legal formal yang juga sedang diusulkan adalah Surat Keputusan Bersama SKB tiga menteri Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri. SKB tersebut diharapkan dapat segera diterbitkan dan diberlakukan sebagai dasar hukum resmi penyelenggaran asuransi pertanian.

7.2. Materi Asuransi Pertanian PSEKP dan Bumida