Masalah autokorelasi umumnya terjadi pada regresi yang datanya time series. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji
Durbin Watson. Mengacu kepada pendapat Sunyoto 2009:91, Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:
a. angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,, b. angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi,
c. angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of
the Estimate Durbin-
Watson 1
.549
a
.302 .187
74.24863 .925
a. Predictors: Constant, PER, ROE, GP, CR, DAR, PBV, EPS, NPM, DER, ROA
b. Dependent Variable: Return_Saham
Sumber: Lampiran vi
Tabel 4.3 memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 0.925 Angka ini terletak di antara -2 sampai +2, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi autokorelasi dalam penelitian ini.
4. Uji Multikolinieritas
Pengujian bertujuan mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel – variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
antar variabel independen. Deteksi dilakukan dengan melihat nilai VIF Variable Inflation Factor dan toleransi. Menurut Ghozali 2005:91 untuk melihat ada atau
tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilihat dari:
Universitas Sumatera Utara
a. nilai tolerance dan lawannya, b. variance inflation factor VIF
Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas
variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi, nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi
karena VIF=1tolerance. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance 0.01 atau sama dengan VIF10.
Tabel 4.4 Uji Multikolineritas
Model Unstandardized
Coefficients Standardize
d Coef
ficie nts
t Sig.
Collinearity Statistics B
Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 Constant 26.396
50.282 .525
.602 CR
.022 .040
.072 .544
.589 .659
1.517 ROA
-1.687 2.129
-.287 -.793
.431 .088
9.420 ROE
-.865 .586
-.589 -1.477
.145 .072
9.886 EPS
.010 .006
.352 1.645
.105 .250
3.996 DAR
-1.352 1.110
-.322 -1.218
.228 .164
6.089 DER
.604 .243
.849 2.482
.016 .098
10.221 NPM
-.217 4.643
-.014 -.047
.963 .122
8.200 PBV
10.805 5.124
.550 2.109
.039 .168
5.949 GP
.081 .080
.140 1.008
.317 .594
1.682 PER
-.405 .604
-.085 -.671
.505 .721
1.386 a. Dependent Variable:
Return_Saham Sumber: Lampiran vii
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 dan tidak ada yang memiliki
tolerance value lebih kecil dari 0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bebas dari adanya multikolinearitas. Dari hasil uji ini maka dapat disimpulkan
bahwa semua variabel bebas yang dipakai dalam penelitian ini lolos uji gejala multikolinearitas.
C. Pengujian Hipotesis
1. Uji Koefisien Determinasi
Nilai yang digunakan untuk melihat uji koefisien determinasi yang adalah nilai Adjusted R
2
pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan variabel independen dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam hal ini adjusted
R
2
digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel current ratioCR, return on asset ROA, return on equity ROE, earning per share
EPS, debt to asset ratio DAR, debt to equity ratio DER, net profit margin NPM, price to book value PBV, price earning ratio PER, growth profit GP
terhadap return saham. “Adjusted R
2
dianggap lebih baik dari R
2
karena nilai adjusted R
2
dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model”Ghozali, 2005.
Tabel 4.5 Adjusted R
2
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate 1
.549
a
.302 .187
74.24863
Universitas Sumatera Utara