Kajian Kemitraan Usaha Wisata Alam di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wana wisata merupakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) berbasis bukan lahan karena produk yang dikembangkan berupa jasa, di antaranya jasa wisata. Manfaat wana wisata selain untuk wisata, bermanfaat juga untuk menjaga kelestarian fungsi ekologis serta dapat memberikan manfaat ekonomis dengan memanfaatkan hutan. Wana wisata umumnya merupakan kawasan hutan lindung yang termasuk dalam wilayah kerja Perum Perhutani. Pembangunan obyek wana wisata tidak semata-mata ditujukan untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan tetapi dimaksudkan pula sebagai sarana pembinaan masyarakat agar lebih mencintai alam dan lingkungannya (PT Perhutani 2001).

Kegiatan PHBM merupakan pelibatan masyarakat sekitar hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani. Berdasarkan Surat Keputusan No. 136/KPTS/DIR/2001, PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani bersama dengan masyarakat desa hutan atau pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ini dilakukan dengan jiwa berbagi, baik berbagi peran dan tanggung jawab maupun berbagi pemanfaatan ruang, waktu, dan hasil.

Menurut Hidayat (2000), pengelolaan wana wisata sebagai obyek dan daya tarik wisata alam memberikan dampak positif dalam menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha termasuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendapatan negara sebagai sumber devisa dan membangkitkan cinta tanah air dan budaya bangsa serta pemerataan pembangunan. Di samping itu pengusaha wana wisata alam memerlukan kesiapan dan dukungan selain tata cara mengukur sumberdaya manusia yang harus dikelola secara berkesinambungan dengan dukungan dan peran pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaannya.


(2)

Osa (2002) diacu dalam Gunarya (2004) menyatakan Perum Perhutani aktif mengembangkan sektor kepariwisataan dengan memanfaatkan nilai estetika hutan. Hal ini dimaksud sebagai salah satu upaya mengoptimalkan fungsi hutan. Salah satu wana wisata yang memiliki nilai estetika hutan yang menarik tersebut adalah Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey. Saat ini Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey dikelola oleh Kesatuan Bisnis Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Wana Wisata Kawah Putih yang mulai dikembangkan pada tahun 1992 ini memiliki potensi wisata yang tinggi baik dari segi pemandangan alam, flora maupun fauna. Wana wisata yang memiliki potensi tinggi tersebut tentu saja memerlukan suatu pengembangan secara terus menerus. Hal ini dimaksudkan agar wana wisata tersebut memiliki daya saing yang tinggi terhadap obyek-obyek wisata lain yang ditujukan agar usaha pariwisata alam ini terus berlanjut. Peran dari obyek wisata selain mempunyai keuntungan dalam penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan, juga berpotensi untuk meningkatkan kegiatan ekonomi lokal (Sabda 2003). Oleh karena itu, kegiatan kemitraan yang dilakukan dalam pengelolaan wisata di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey dengan masyarakat desa hutan maupun berbagai pihak lain tentunya akan sangat mempengaruhi keberlanjutan wana wisata ini sebagai salah satu objek wisata yang menarik dengan potensi sumberdaya alam yang tinggi dan memiliki manfaat ekologis, ekonomis serta sosial bagi masyarakat sekitar.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek kemitraan usaha wisata alam di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey KBM AEJ Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Secara rinci adalah sebagai berikut :

1. Inventarisasi mitra usaha wisata alam di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey. 2. Mengkaji mekanisme kemitraan usaha di Wana Wisata Kawah Putih

Ciwidey.

3. Menganalisis dan mengkaji permasalahan serta manfaat kemitraan usaha Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey.


(3)

4. Mengkaji pengaruh kemitraan usaha terhadap pelayanan kepada pengunjung Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak pengelola mengenai kemitraan usaha wisata alam, serta sebagai bahan pertimbangan pengelolaan program kemitraan usaha wisata alam di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey.

1.4 Kerangka Pemikiran

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran.  Manfaat ekologis

 Manfaat ekonomis  Manfaat sosial

 Bentuk kemitraan  Proses dan aturan  Hak dan kewajiban  Permasalahan

Analisis Data Pengelolaan Wana Wisata

Kawah Putih

KBM AEJ Perum Perhutani Unit III Jawa

Barat dan Banten Mitra Usaha Mekanisme

Kemitraan Manfaat

Wisata

Inventarisasi

Kemitraan Usaha Wisata Alam Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey


(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wana Wisata

Wana wisata adalah obyek-obyek wisata alam yang dibangun dan dikembangkan oleh Perum Perhutani di dalam kawasan hutan produksi atau hutan lindung secara terbatas dengan tidak mengubah fungsi pokoknya. Ruang lingkup pengusahaan pariwisata alam Perum Perhutani mencakup wana wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani serta seluruh kegiatan di dalamnya yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, wisata alam, dan olah raga. Bentuk aktifitas rekreasi yang dapat dilakukan di wana wisata berdasarkan waktu yang dibutuhkan, dapat dibagi atas (Perum Perhutani 1987):

1. Wisata bermalam merupakan kegiatan bermalam di lingkungan hutan, dalam upaya mendekati dan lebih menghayati keadaan alam sekitar.

2. Wisata harian merupakan kegiatan rekreasi siang hari di kawasan hutan untuk mencari kesegaran dan mendekatkan diri pada alam.

Menurut Nadiar (1994), wana wisata dapat dibedakan sebagai wana wisata harian, wana wisata bermalam yang dilengkapi sarana penginapan berupa pondok wisata atau pesangrahan dan bumi perkemahan. Menurut Lutfi H dan Andi (1996), sebagai salah satu komponen wisata terdapat beberapa kelebihan dari wana wisata yaitu sifatnya yang alami, udara yang bersih dan sejuk, obyek yang menarik dan luas serta beberapa kelebihan lain. Kelebihan ini menjadikan wana wisata memiliki prospek yang baik pada masa yang akan datang.

Perum Perhutani (1989) mengungkapkan secara garis besar sasaran usaha pembangunan dan pengembangan wana wisata di Perum Perhutani antara lain: 1. Menyediakan tempat rekreasi yanag sehat bagi masyarakat luas dengan

menikmati keindahan, keunikan serta kenyamanan suasana lingkungan yang alamiah.

2. Menyediakan tempat bagi sarana pengembangan ilmu pengetahuan flora, fauna, ekologis hutan serta pembinaan rasa cinta alam bagi generasi muda.


(5)

3. Memperluas kesempatan berusaha untuk membantu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan.

4. Menunjang usaha pemerintah dalam memajukan pembangunan sektor pariwisata.

Dampak positif yang diharapkan jika wisata alam dapat terselenggara dengan baik dan efektif adalah (Perum Perhutani 1987):

1. Terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi di sekitar kawasan tersebut, yang berarti akan meningkatkan taraf hidup di sekitarnya.

2. Terjadinya peningkatan kesempatan kerja.

3. Semakin terbukanya kesempatan komunikasi bagi masyarakat daerah tersebut, sehingga dapat memperluas wawasan dan peningkatan pendidikan masyarakat setempat.

2.2 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Pengelolaan sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Jiwa yang terkandung dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah kesediaan perusahaan, Masyarakat Desa Hutan, dan pihak berkepentingan adalah berbagi dalam pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kaidah-kaidah keseimbangan, keberlanjutan, kesesuaian dan keselarasan. Pengelolaan sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan; meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan; menyelaraskan kegiatan sumberdaya hutan dengan kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan; meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan karakteristik wilayah (keadaan sosial budaya masyarakat desa


(6)

hutan); meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat desa hutan, serta pihak berkepentingan secara simultan (PT Perhutani 2001).

Awang (1991) diacu dalam Anantanyu (1998) mengungkapkan adanya perubahan pendekatan dalam pembangunan kehutanan (Forest development). Pendekatan sebelum dekade 1980-an menitikberatkan pada aspek produksi hasil hutan kayu, pengamanan hutan dan penyelamatan hutan, belum mempertimbangkan sepenuhnya kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa hutan. Keadaan ini sekarang mulai membaik, yakni pembangunan kehutanan dengan memperhatikan aspek sumberdaya manusia agar dapat berpartisipasi aktif menjadi prioritas utama (people centered development).

Menurut PT Perhutani (2001), terdapat sepuluh prinsip dasar pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat, yaitu :

1. Prinsip keadilan dan demokratis, 2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan,

3. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami, 4. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban,

5. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan, 6. Prinsip kerjasama kelembagaan,

7. Prinsip perencanaan partisipatif,

8. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur, 9. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator,

10.Prinsip kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah.

Adapun tahapan pelaksanaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) menurut Perum Perhutani (2004) adalah sebagai berikut :

1. Penerapan sistem PHBM dengan pengelolaan hutan dimulai sejak tahun 2001 sehingga sosialisasi PHBM perlu disampaikan baik kepada pihak petugas Perum Perhutani maupun Masyarakat Desa Hutan dan stakeholder lainnya. 2. Negosiasi dilakukan sebagai simbol kesejajaran antar pihak yang

berkepentingan, pada proses negosiasi para pihak menyampaikan keinginan dan harapannya sesuai dengan kepentingannya dalam pola implementasi PHBM.


(7)

3. Pembentukan kelompok bisa berbentuk kelompok ekonomi, kelompok sosial maupun kelompok budaya yang tumbuh dari keswadayaan.

4. Guna mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya PHBM dengan menyelaraskan para pihak yang terlibat, dibentuk Forum Komunikasi PHBM baik tingkat desa, kecamatan, kabupaten, KPH, unit maupun propinsi.

5. Untuk memperkuat komitmen para pihak maka MoU maupun naskah perjanjian kerjasama yang disepakati para pihak yang menjadi pegangan implementasinya di lapangan.

6. Unit terkecil dalam pengelolaan hutan yang disesuaikan dengan wilayah administratif adalah desa.

7. Akta notaris merupakan produk hukum yang keberadaannya secara formal bisa diterima semua pihak, sehingga para pihak yang terlibat secara hukum tidak bisa menghindar dari komitmen-komitmen yang telah disepakati.

8. Apabila semua tahapan tersebut telah dilakukan maka pelaksanaan kegiatan secara fisik di lapangan sudah mengacu kepada kesepakatan yang bisa diterima para pihak.

2.3 Kesatuan Bisnis Mandiri

Kesatuan Bisnis Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor :199/kpts/Dir/2009 tanggal 4 Mei 2009 tentang Struktur Organisasi yang merupakan perubahan struktur dari Kesatuan Bisnis Mandiri Wisata, Benih dan Usaha Lain (KBM WBU). Kesatuan Bisnis Mandiri AEJ merupakan satuan unit organisasi dibawah Kantor Unit yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pengelolaan bisnis wisata di 11 Obyek Lokasi wisata dari semula sebanyak 42 obyek yang bertujuan guna meningkatkan pendapatan perusahaan secara mandiri.

Kesatuan Bisnis Mandiri AEJ dipimpin oleh General Manager sebagai penanggung jawab kinerja operasional dan keuangan KBM, dan dalam tugasnya dibantu oleh Manager, Asisten Manajer, Kepala Urusan dan Staf. Usaha Wisata yang dilaksanakan Perum Perhutani sejak tahun 1980 sampai saat ini merupakan pendapatan usaha lain diluar usaha pokok.


(8)

Maksud dan tujuan dari KBM AEJ adalah untuk optimalisasi wisata alam, agroforestry dan jasa lingkungan yang lestari sebagai salah satu kontributor pendapatan bagi perusahaan yang dilaksanakan bersama masyarakat. Sifat Usaha KBM AEJ adalah untuk meningkatkan nilai jual obyek wisata, agroforestry dan jasa lingkungan serta mengembangkan dan memasarkan dalam rangka meraih keuntungan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan kelestarian.

Adapun kegiatan dan bidang usaha KBM AEJ saat ini adalah :

1. Pembangunan dan Pengembangan Wana Wisata, Agroforestry dan Jasa Lingkungan;

2. Pengembangan dan Penguatan Manajemen Pengelolaan;

3. Peningkatan profesionalisme SDM pengelolaan Wisata, Agroforestry dan Jasa Lingkungan;

4. Pembangunan Infrastruktur;

5. Pengembangan Networking Institusi; 6. Perluasan dan Pemanfaatan Pangsa Pasar;

7. Peningkatan dan Penggalian Sumber Penghasilan Wisata.

Penyelenggaraan semua kegiatan dan bidang usaha KBM AEJ didasarkan pada upaya mewujudkan tercapainya misi KBM sebagai institusi usaha yang mengelola wisata, agroforestry dan jasa lingkungan guna menghasilkan nilai tambah tinggi dengan tetap memperhatikan prinsip dan tata kelola usaha yang baik (good corporate governance) dan prinsip kelestarian lingkungan. Pengelolaan semua kegiatan dan bidang usaha KBM AEJ meiliki beberapa sifat, di antaranya :

1. Profesional, melakukan pengembangan diri secara terus menerus untuk meningkatkan kemampuan;

2. Inovatif, membuka diri untuk sesuatu yang baru dan terbaik bagi kepentingan KBM AEJ;

3. Kreatif, senantiasa mencari peluang dan cara dalam pelaksanaan tugas;

4. Kerjasama, mampu berbagi tugas dan tanggung jawab dalam bekerja sebagai suatu tim;


(9)

Adapun jenis bidang usaha yang dikelola oleh KBM AEJ saat ini meliputi Wisata Harian, Camping, Jungle Track, Resort/Pondok/Villa, Outdoor Activity, Paket Tour, Wisata Edukasi dan Gathering (Perum Perhutani Unit 3 Jawa Barat dan Banten 2009).

2.4 Sistem Kemitraan 2.4.1 Definisi kemitraan

Konsep formal kemitraan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang menyatakan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Konsep ini diperjelas dalam PP Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan yang menjelaskan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah saling memperkuat, saling menguntungkan dan saling menghidupi (Darmono et al. 2004). Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi “Asas Kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, bersifat timbal balik, dan sinergis”.

Kebanyakan produsen, dalam menyalurkan produk-produk mereka ke pasar perlu bekerjasama dengan para perantara pemasaran. Perantara ini yang disebut mitra usaha, para mitra usaha ini akan membentuk saluran distribusi langsung kepada konsumen. Pemilihan mitra usaha ini umumnya didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan ekonomis yang saling memberikan keuntungan. Potensi kerja sama ini dapat dikembangkan dengan berbagai upaya antara lain dengan adanya kesamaan sasaran atau kepentingan.

Produsen dan para mitra usaha saling mengisi kebutuhan masing-masing, bisa mengenal, melayani dan memuaskan pasar sasaran lebih efisien dan efektif dibanding bila harus bekerja sendiri-sendiri. Kemitraan dalam rangka keterkaitan usaha diselenggarakan melalui pola-pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang dimitrakan dengan diberikan peluang kemitraan seluas-luasnya kepada usaha kecil oleh pemerintah dan dunia usaha.


(10)

2.4.2 Prinsip Kemitraan

Prinsip dasar yang dijalankan oleh kedua belah pihak yang bermitra adalah saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling menunjang. Saling membutuhkan berarti kedua belah pihak yang bermitra melakukan kerjasama karena memang masing-masing pihak terikat atas dasar kebutuhan dan ketergantungan yang erat. Saling menguntungkan berarti kedua belah pihak yang bermitra sama-sama diuntungkan dan saling menunjang keberadaan pihak pertama. Selain itu untuk dapat berhasil, program kemitraan harus adil dan dinamis. Adil berarti tidak bias kepada salah satu pihak tetapi sesuai sumbangan masing-masing pihak dalam bermitra sedangkan dinamis berarti tidak terpaku pada suatu keadaan tetapi senantiasa berkembang sehingga efektifitas, produktivitas, dan kualitas usaha kemitraan senantiasa berkembang (Anonim 1996 diacu dalam Lopulalan 2003).

Menurut LATIN (1999), prinsip-prinsip kemitraan adalah sebagai berikut: 1. Harus duduk dan bicara bersama

2. Membuka hati dan menciptakan rasa saling percaya 3. Mencoba saling mengerti dan menghormati

4. Tukar-menukar impian dan bayangan 5. Tukar-menukar informasi

6. Mencari kesamaan dan ketidaksamaan secara damai 7. Mencari kesepakatan yang minimal

8. Mengakui isu-isu dan tujuan masih berbeda 9. Merubah ketidaksamaan yang gampang dirubah 10. Selalu mencoba bernegosiasi dan kompromi

11. Mulai dengan beberapa kegiatan sederhana secara bersama 12. Sering bertemu dan sering berbicara bersama

13. Memantau kegiatan berdasarkan indikator yang disetujui bersama 14. Memperbaiki dan memperluas kerjasama.

Kwik Kian Kie (1995) diacu dalam Lopulalan (2003) menyatakan bahwa kemitraan semu dapat terjadi karena pengusaha menganggap sebagai kewajiban sosial atau malah menjadikannya sebagai sarana public relation. Kemitraan seharusnya muncul atas suatu kesadaran internal untuk memahami,


(11)

membutuhkan, saling melengkapi dan saling percaya. Empat prinsip berkembangnya kemitraan adalah kontinuitas, mutu produk, servis dan harga. Pelanggaran prinsip akan menyebabkan pemutusan hubungan kerjasama.

2.4.3 Tujuan dan Sasaran Kemitraan

Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri (Darmono et al. 2004). Agar kemitraan usaha dapat mencapai sasaran, yaitu terciptanya suasana saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan di antara kedua belah pihak, maka Anonim (1996) diacu dalam Lopulalan (2003) menyatakan minimal ada tujuh syarat yang harus dipenuhi untuk mengarah pada integrasi vertikal, antara lain :

1. Kepercayaan, setiap mitra harus saling percaya terutama dalam inforrmasi. 2. Interaktif, setiap mitra berinteraksi dengan frekuensi yang tinggi agar proses

antar hubungan dapat berlangsung dengan baik.

3. Keterbukaan, setiap mitra terbuka terhadap saran dan kritik serta inforrmasi yang diperoleh, sehingga mitra saling membantu dalam membangun produk. 4. Nilai bersama, setiap mitra mengembangkan nilai-nilai yang dapat diyakini

bersama, sehingga dapat memberi motivasi dan semangat kerja yang terarah terhadap tujuan.

5. Pandangan terhadap visi, setiap mitra harus mempunyai persepsi dan pandangan yang sama terhadap kemitraan, agar usaha dapat dilaksanakan pada jalur dan tujuan yang tepat.

6. Komitmen, partisipan harus peduli dan terdorong untuk memacu semangat kerja guna mencapai tujuan kemitraan.

7. Kooperatif, setiap mitra membangun situasi saling menguntungkan untuk menghasilkan produk.

Menurut Hafsah (1999) diacu dalam Yanuarsyah (2003), tujuan yang ingin dicapai dalam kemitraan terdiri atas :

1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat. 2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan.


(12)

3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil. 4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan.

5. Memperluas lapangan pekerjaan. 2.4.4 Tipe dan Pola Kemitraan

Konsep kemitraan yang banyak dilakukan di Indonesia terdiri dari dua tipe dispersal yang artinya pola hubungan antar pelaku usaha yang satu sama lain tidak memiliki ikatan formal yang kuat dan tipe sinergis yang berbasis pada kesadaran saling membutuhkan dan saling memdukung pada masing-masing pihak yang bermitra (Darmono et al. 2004).

Nugroho (2002) menyatakan ada beberapa kemungkinan pola kemitraan yang dapat dibangun berdasarkan adanya perbedaan derajat penerimaan terhadap resiko dan assymetric information. Dua kutub ekstrim pola kemitraan meliputi borongan dan upah tetap. Di antara dua kutub ekstrim tersebut terdapat banyak variasi, di antaranya bagi hasil dan bahu-membahu.

Darmono et al. (2004) menyatakan bahwa di Indonesia terdapat lima bentuk kemitraan, antara lain :

1. Pola kemitraan inti-plasma, merupakan hubungan antara kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati.

2. Pola kemitraan subkontrak, merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.

3. Pola kemitraan dagang umum, merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut.

4. Pola kemitraan keagenan, merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra.


(13)

Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang dan jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. Perusahaan besar atau menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk, sedangkan perusahaan kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa di antara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan antara target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk tersebut.

5. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis (KOA), merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Di samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1997, dalam bab II pasal 3 dijelaskan pola kemitraan yang saling menguntungkan. Dalam pola inti plasma, usaha besar dan atau usaha menengah sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya dalam:

a. penyediaan dan penyiapan lahan; b. penyediaan sarana produksi;

c. pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi; d. perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan; e. pembiayaan; dan

f. pemberian bantuan lainnya yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha.

2.4.5 Proses dan Unsur-Unsur Kemitraan

Brinkerhoff et al. (1990) diacu dalam Darmono (2004) menyatakan bahwa institusi adalah sistem, sehingga kemitraan sebagai sebuah sistem harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut :


(14)

1. Input, yaitu material, uang, manusia, informasi dan pengetahuan merupakan hal yang didapat dari lingkungannya dan akan memiliki kontribusi pada produksi output.

2. Output, seperti produk dan pelayanan adalah hasil dari suatu kelompok atau organisasi.

3. Teknologi, metode dan proses dalam tranformasi input menjadi output. 4. Lingkungan, yaitu keadaan di sekitar kelompok mitra dan perusahaan mitra

yang dapat mempengaruhi jalannya kemitraan.

5. Keinginan, yaitu strategi, tujuan, rencana serta pengambilan keputusan. 6. Perilaku dan proses, yaitu pola perilaku, hubungan antar kelompok atau

organisasi dalam proses kemitraan.

7. Budaya, yaitu norma, kepercayaan dan nilai dalam kelompok mitra dan perusahaan mitra.

8. Struktur, yaitu hubungan antar individu, kelompok dan unit yang lebih besar. Sapuan (1996) diacu dalam Lopulalan (2003) membagi kemitraan usaha menjadi dua, yaitu kemitraan pasif dan kemitraan aktif. Kemitraan pasif yaitu hubungan yang salah satu mitra dari mitra lain tanpa harus ada kaitan usaha sedangkan kemitraan aktif yaitu hubungan mitra dimana antar mitra terdapat jalinan kerjasama sehingga terbentuk hubungan bisnis yang sehat.

2.5 Persepsi

Persepsi adalah pandangan dan pengamatan; pengertian dan interpretasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan/obyek yang diinformasikan kepada dirinya dan lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya (Kartini 1984 diacu dalam Mauludin 1994). Sedangkan persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (1999) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami.

Menurut Gandadiputera (1983) diacu dalam Illahi (2000), persepsi masyarakat terhadap lingkungan dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, budaya dan pendidikan. Pengetahuan hasil proses belajar sebelumnya, aktivitas dan pendalaman individu mempengaruhi persepsinya terhadap sesuatu atau stimulus yang diharapkan.


(15)

Adapun menurut Harihanto (2001) proses pembentukan persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi adalah faktor hereditas, antara lain bakat, minat, kemampuan, perasaan, fantasi dan tanggapan yang dibawa sejak lahir (Thorndike 1968 diacu dalam Harihanto 2001). Sedangkan faktor-faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya pendidikan, lingkungan sosial dan status sosial. Faktor eksternal ini dapat juga berupa pengalaman (Bailey 1982; Saarinen 1976 diacu dalam Harihanto 2001), ingatan, keadaan sosial dan harapan (Edmund & Letey 1973 diacu dalam Harihanto 2001).


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey (WWKP) di bawah Unit Kesatuan Bisnis Mandiri Jasa Lingkungan dan Produk Lain (KBM-JLPL) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat pada bulan September – Oktober 2011.

3.2 Alat dan Sasaran

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Kuesioner

2. Panduan wawancara 3. Alat tulis

4. Kamera 5. Komputer

Sasaran dalam penelitian ini adalah pihak mitra, masyarakat, pengelola dan pengunjung (responden) di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey.

3.3 Metode Penarikan Contoh

Metode pengambilan sampel terhadap pengunjung dilakukan pada pengunjung yang berusia 17 tahun ke atas (telah memiliki kebebasan dalam menentukan tempat wisata). Sampel diambil berdasar pada pendekatan non-probability melalui metode purposive sampling (Sudjana 2002) yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti.

Penarikan contoh untuk obyek sebagai informan kunci dilakukan dengan memilih beberapa orang dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wisata dan pengelola WWKP. Pertimbangan dari obyek yang dipilih karena orang tersebut benar-benar mengetahui kemitraan usaha wisata di Wana Wisata Kawah Putih dan bersedia untuk diwawancarai.


(17)

3.4 Jenis Data dan Informasi

Data merupakan sekumpulan informasi tentang sesuatu hal yang disusun secara sistematis sesuai dengan tujuan tertentu. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua jenis, yaitu:

3.4.1 Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara dikumpulkan sendiri oleh peneliti dan langsung dari obyek yang diteliti. Data ini diperoleh dari sumber baik dari individu maupun kelompok, seperti hasil wawancara dan kuesioner serta identifikasi/inventarisasi/observasi langsung di lapangan. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain:

- Sistem kemitraan

- Karakteristik pengunjung - Persepsi pengunjung - Potensi wisata 3.4.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dan merupakan data penunjang untuk melengkapi dan memperkuat data atau informasi dalam penelitian. Data sekunder yang diperlukan antara lain:

- Data jumlah pengunjung

- Data rencana pengembangan WWKP - Studi literatur

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara: 1. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan suatu cara pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan mereka memberi respon atas daftar pertanyaan tersebut.

2. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam adalah metode pengambilan data secara langsung dari informan kunci (key informan) yang dilakukan secara semi terstruktur dengan


(18)

menggunakan panduan atau pedoman wawancara. wawancara kepada informan kunci (key informan) dari masing-masing mitra. Wawancara dengan informan kunci bertujuan untuk mendapatkan informasi khusus mengenai suatu topik (Mikkelsen 2003).

3. Observasi lapang

Observasi lapang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi obyek yang diteliti di lapangan.

4. Studi literatur

Studi literatur merupakan suatu cara untuk mendapatkan data dengan mengacu pada referensi terkait dengan topik. Referensi tersebut berasal dari pengumpulan data berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan maupun sumber lainnya.

Data yang dikumpulkan dapat dikelompokan dan disajikan pada tabel 1. Tabel 1 Metode pengumpulan data

No. Jenis data Sumber data Metode pengumpulan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. Data pokok Mitra yang terlibat Karakteristik dan peran pelaku kemitraan

Proses terjadinya kemitraan dan aturan yang harus disepakati Hak dan kewajiban para pihak (kontrak kerja dan verifikasinya)

Permasalahan dalam kegiatan kemitraan Manfaat sosial, ekonomi dan ekologi dari kegiatan kemitraan Data pendukung

Keadaan umum lokasi WWKP

Masyarakat mitra Rencana pengelolaan Persepsi dan daftar jumlah pengunjung

 Kesatuan Bisnis Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

 Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wisata Kawah Putih Ciwidey

 Masyarakat sekitar

 Observasi lapang

 Kesatuan Bisnis Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Masyarakat

 Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wisata Kawah Putih Ciwidey

 Pengunjung

 Penelusuran

dokumen dan

wawancara.

 Penelusuran dokumen,

wawancara dan kuisioner


(19)

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian di Wana Wisata Kawah Putih adalah dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis ini merupakan gambaran bagaimana data diberlakukan dan diolah sehingga memberikan hasil sesuai dengan teknik analisis yang digunakan serta berusaha menggambarkan sistem kemitraan khususnya kemitraan usaha wisata dengan lebih baik. Analisis data itu sendiri merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Penilaian terhadap kemitraan usaha wisata dapat dilihat dari aspek pengelolaan kemitraan usaha wisatanya, antara lain:

a. Mitra usaha yang terlibat dan perannya

Menginventarisasi para mitra yang terlibat dalam kegiatan kemitraan usaha wisata dan mendeskripsikan karakteristik masing-masing pihak serta perannya dalam kemitraan usaha wisata.

b. Proses dan aturan kemitraan

Mendeskripsikan proses terjadinya kemitraan usaha wisata antara pengelola dengan para pihak dan aturan-aturan yang harus disepakati oleh masing-masing mitra. Aspek ini dianalisis berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan menurut LATIN (1999). Prinsip tersebut tercakup dalam 14 tahapan yang mengarah pada proses terbentuknya suatu kemitraan antara pihak yang terlibat dan aturan yang dapat disepakati bersama dalam kemitraan tersebut. c. Hak dan kewajiban serta permasalahan dalam kegiatan

Mendeskripsikan hak dan kewajiban antara para mitra yang terlibat dan pengelola dan kesesuaiannya dengan kegiatan wisata di lokasi serta permasalahan yang muncul dalam kegiatan kemitraan usaha wisata. Aspek ini dianalisis berdasarkan syarat yang harus dipenuhi untuk mengarah pada integrasi vertikal agar kemitraan usaha dapat mencapai sasarannya menurut Anonim (1996).

d. Manfaat kemitraan usaha wisata

Mendeskripsikan manfaat yang diperoleh dari kegiatan kemitraan usaha wisata oleh masing-masing mitra dan pengelola. Manfaat ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Manfaat kemitraan usaha wisata dianalisis


(20)

berdasarkan bentuk dan pola kemitraan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak menurut Darmono et al (2004).

e. Persepsi pengunjung

Mendeskripsikan persepsi pengunjung terhadap kegiatan kemitraan usaha wisata dengan pengelolaan serta pengembangan obyek wisata yang ada.


(21)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kawasan

Kawah Putih adalah sebuah kaldea yang berasal dari Gunung Patuha. Kawah tersebut terbentuk akibat letusan pada abad ke X dan XII. Nama Patuha sendiri berasal dari kata “PATUA”. Oleh sebab itu, masyarakat setempat sering

kali menyebutnya dengan nama “SEPUH” (sepuh artinya tua). Lebih dari seabad

yang lalu, puncak Gunung Patuha oleh masyarakat setempat dianggap angker sehingga tak seorang pun berani menginjaknya. Keberadaan dan keindahannya pada saat itu tidak diketahui oleh orang. Atas dasar beberapa keterangan, Gunung Patuha pernah meletus pada abad X sehingga menyebabkan adanya kawah (crater) yang mengering di sebelah puncak bagian barat kemudian pada abad XII kawah di sebelah kirinya meletus pula, yang kemudian membentuk danau yang indah.

Misteri Kawah Putih dengan segala keindahannya baru terungkap pada tahun 1837 oleh orang Belanda keturunan Jerman yang bernama Dr. Franz Wilhemn Junghuhn (1809-1864). Ketika sampai di kawasan tersebut, Junghuhn merasakan suasana yang sangat sunyi dan sepi, tidak ada seekor binatang pun yang melintasi daerah itu. Ia kemudian menanyakan masalah ini kepada masyarakat setempat, dan menurut masyarakat kawasan Gunung Patuha sangat angker karena merupakan tempat bersemayamnya arwah para leluhur serta merupakan pusat kerajaan bangsa jin. Bila ada burung yang lancang berani terbang di atas kawasan tersebut, akan jatuh dan mati. Meskipun demikian, orang Belanda yang satu ini tidak bergitu percaya akan ucapan masyarakat. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya menembus hutan belantara di gunung itu untuk membuktikan kejadian apa yang sebenarnya terjadi di kawasan tersebut. Namun sebelum sampai di puncak gunung, Junghuhn tertegun menyaksikan pesona alam yang begitu indah di hadapannya, dimana terhampar sebuah danau yang cukup luas dengan air berwarna putih kehijauan. Dari dalam danau itu keluar semburan lava serta bau belerang yang menusuk hidung sehingga terjawab mengapa burung-burung tidak mau terbang melintasi kawasan tersebut. Kemudian berdirilah pabrik belerang Kawah Putih dengan sebutan di jaman Belanda Zwavel Ontgining


(22)

Kawah Putih. Di jaman Jepang, usaha pabrik ini dilanjutkan dengan menggunakan sebutan Kawah Putih Kenzanka Yokoya Ciwidey dan langsung berada di bawah pengawasan militer.

Cerita dan misteri tentang Kawah Putih terus berkembang dari satu generasi masyarakat ke generasi masyarakat berikutnya. Hingga kini mereka masih percaya bahwa Kawah Putih merupakan tempat berkumpulnya roh para leluhur. Bahkan menurut Kuncen Abah Karna yang bertempat tinggal di Kampung Pasir Hoe, Desa Sugih Mukti ; di Kawah Putih terdapt makam para leluhur, di antaranya : Eyang Jaga Satru, eyang Rangsa Sadana, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom dan Eyang Jambrong. Salah satu puncak Gunung Patuha, Puncak Kapuk, dipercaya sebagai tempat rapat para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Di tempat tersebut, masyarakat sesekali melihat (secara gaib) sekumpulan domba berbulu putih (Domba Lukutan) yang dipercaya sebagai penjelmaan dari para leluhur.

Pada tahun 1992 Wana Wisata Kawah Putih ini diresmikan oleh Kepala KPH Bandung Selatan. Keberadaan Kawah Putih sejak diresmikan hingga sekarang tetap bertahan karena keunikan dan pemandangan alamnya yang begitu indah.

Gambar 2 Pemandangan alam di WWKP Ciwidey. 4.2 Letak dan Luas

Wana Wisata Kawah Putih terletak di wilayah administratif Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan merupakan kawasan wisata Bandung Selatan. Secara geografis terletak padaa 107º 24’ 48” BT - 107º 26’ 24”

BT dan 07º 07’ 12” LS - 07º 10’ 48” LS. Sedangkan secara administrasi


(23)

Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat.

Kawasan Wana Wisata Kawah Putih secara keseluruhan memiliki luas wilayah sebesar 1.087 Ha dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Desa Lebakmuncang dan G. Tikukur  Sebelah barat berbatasan dengan Desa Patenggang

 Sebelah timur berbatasan dengan Desa Alam Endah

 Sebelah selatan berbatasan dengan Pasir Batulawang dan Kecamatan Pasir Jambu.

sumber: http://members.tripod.com/~wie_2/peta-kab-bdg.htm

Gambar 3 Peta lokasi WWKP Ciwidey. 4.3 Topografi dan Iklim

Wana Wisata Kawah Putih merupakan tempat wisata dengan udara yang sejuk dan memiliki tekanan udara rendah, kelembaban 90%, suhu udara berkisar antara 8-18 oC dengan curah hujan tahunan mencapai 253 mm/tahun. Pada umumnya kondisi topografi kawasan Wana Wisata Kawah Putih adalah kombinasi daratan lantai berbukit dan curam dengan ketinggian 1500-2380 mdpl.


(24)

4.4 Flora dan Fauna

Wana Wisata Kawah Putih memiliki dua tipe vegetasi, yaitu vegetasi hutan alam dan hutan tanaman. Hutan alam didominasi oleh jenis-jenis pohon seperti pasang (Quersus sundaica), puspa (Schima walichii), dan Ki hujan (Engelhardia spicata), sedangkan tumbuhan bawah yang terdapat di tipe vegetasi ini antara lain edelweis, lemoko, kantong semar (Nephentes sp), Kirinyuh (Eupatorium palescens), seseureuhan (Piper aduncum), kulum (Swietenia ovate), harendong (Melastomum sp), takokak (Solanum torvum), cangkuang (Pandanus sp) dan tanaman cantigi (Vaccinium varingifolium). Hutan tanaman pada umumnya ditanami dengan jenis pinus (Pinus merkusii) dan kayu putih (Eucalyptus sp). Keadaan flora yang berada di kawasan Wana Wisata Kawah Putih semakin memperindah pemandangan alam WWKP.

Jenis-jenis satwa yang dilindungi undang-undang yang hidup di hutan wisata kawah putih di antaranya adalah surili (Presbytis comata), macan tutul (Phantera pardus) dan jelarang (Ratufa bicolor) sedangkan jenis primata dan mamalia lainnya adalah lutung (Presbytis cristata), babi hutan (Sus vitatus), kijang (Muntiacus muntjak) dan ajag (Cuon javanica). Berbagai jenis burung yang terdapat di kawasan ini antara lain ayam hutan (Gallus gallus), sepah gunung (Pericrocotus miniatus) dan puyuh gonggong (Arborophila javanica). Selain itu terdapat juga jenis burung yang dilindungi, di antaranya elang hitam (Ictinaetus malayensis), elang ruyuk (Spilornis cheela), cerecet (Psaltria exilis), alap-alap (Falco pregenus), kipasan merah (Rhipidura phoenicurai), burung madu gunung (Aethopyga mystacalis), burung madu kuning (Nectarina jugularis), puyuh gonggong (Arborophila javanica), burung kuda (Garullax rufifrons) dan opior-opior (Lophozosterops javanicus).

4.5 Fasilitas dan Potensi

Wana Wisata Kawah Putih (WWKP) terletak di Desa Alam Endah, Kecamtan Pasir Jambu, Kabupaten bandung. Pada depan lokasi Wana wisata ini terdapat plang lokasi yang besar. WWKP beroperasi setiap hari mulai pukul 06.00


(25)

sampai pukul 18.00 WIB. Hari yang biasanya ramai pengunjung di WWKP ini adalah hari Sabtu dan Minggu.

Adapun fasilitas yang terdapat di sekitar gerbang utama WWKP antara lain sirkulasi kendaraan internal, sirkulasi pejalan kaki, tracking hutan alam, lahan parkir, Galery Sundanese Cafe, kios warung area parkir bawah, bangunan loket angkutan, mushola, area plaza, shelter ontang-anting, kendaraan ontang-anting, souvenir shop, tempat samapah, loket masuk kawasan, toilet, shelter pengunjung area plaza, gerbang masuk, dan jalur alternatif antri masuk motor. Sedangkan fasilitas di sekitar lokasi kawah antara lain lahan parkir, mushola, tempat sampah, toilet, shelter pengunjung, tugu sejarah Kawah Putih/landmark, shelter ontang-anting, pusat informasi dan sirkulasi pejalan kaki menuju kawah.

Perjalanan dari gerbang utama pengunjung sudah dapat menikmati pemandangan hutan alam yang asri dan sejuk. Di sepanjang jalan terdapat pula shelter-shelter tempat istirahat bagi pengunjung. Setelah menempuh perjalanan selama 5,5 km, pengunjung dapat memarkirkan kendaraan di lapangan parkir yang telah disediakan. Pengunjung harus berjalan kaki sejauh ± 150 meter untuk mencapai lokasi kawah dengan kondisi jalan menanjak dan menurun melalui jalan berupa tangga. Jalan tangga atau trap yang menghubungkan lapangan parkir menuju lokasi danau selebar dua meter telah dibangun dengan tembok dan dipagari sehingga pengunjung dapat berjalan santai dengan leluasa.

Wana Wisata Kawah Putih mempunyai obyek wisata utama berupa kawah yang di tengahnya terdapat danau berwarna putih kehijau-hijauan. Pemandangan alam di sekitar kawah yang cukup indah dengan air danau berwarna putih kehijauan dan batu kapur putih yang mengitari danau tersebut. Di sebelah utara danau berdiri tegak tebing batu kapur berwarna kelabu yang ditumbuhi lumut dan berbagai tumbuhan lainnya. Pengunjung WWKP dapat menyentuh air danau karena air tersebut tidak panas dan berbau belerang. Bahkan masyarakat lokal sekitar wana wisata terkadang mengambil ampas dari air danau karena dipercaya dapat mengobati penyakit kulit. Di tengah danau air belerang mengeluarkan gas seperti air mendidih dan keadaan ini sangat berbahaya bagi pengunjung. Karena belum ada penelitian pengukuran kedalaman danau ini maka kedalamannya hingga saat ini belum dapat diketahui.


(26)

Kegiatan rekreasi dan wisata yang dapat dilakukan di WWKP di antaranya memotret atau membuat film, berjalan di sekitar danau atau duduk menikmati keindahan alam dengan lingkungan yang masih alami, jungle tracking, bermain motor All Terrain Vehicle (ATV). WWKP menerapkan aturan bagi pengunjung, aturan tersebut antara lain :

1. Pengunjung diwajibkan membeli tiket masuk 2. Tidak merusak fasilitas yang ada

3. Tidak merusak tanaman yang ada

4. Tidak membuat perapian di jalan, lapangan parkir, paping blok, dan shelter

5. Tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum

6. Tidak melakukan corat-coret (vandalisme) pada fasilitas yang ada 7. Tidak membuang sampah sembarangan

8. Menjaga hubungan harmonis dengan petugas dan sesama pengunjung. 4.6 Aksesibilitas

Kawasan WWKP ini terletak sekitar 47 km di selatan Bandung. Dari Bandung, jalur yang bisa ditempuh yaitu melalui Buah Batu kemudian ke Banjaran lalu menuju Soreang dan Ciwidey. Dari Bandung dapat juga melalui Kopo menuju Soreang kemudian ke Ciwidey. Dari Ciwidey terdapat angkutan umum berwarna kuning yang langsung menuju WWKP. Jalanan dari Ciwidey menuju WWKP cukup berat karena terus menanjak dan berkelok-kelok. Kecelakaan dapat terjadi apabila pengemudi tidak berhati-hati. Bus dapat langsung mencapai lokasi wana wisata. Kendaraan umum seperti bus dan mini bus cukup banyak yang melintas karena jalan raya tersebut menghubungkan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur.


(27)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Inventarisasi Mitra Usaha di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey

Mitra usaha yang terlibat dalam kegiatan kemitraan usaha wisata di Wana Wisata Kawah Putih (WWKP) Ciwidey tergabung dalam kelompok masyarakat yang disebut dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wisata (LMDH Wisata). Kelompok masyarakat ini terbentuk pada 23 Juli 2010. LMDH Wisata ini terbentuk untuk mengkoordinir masyarakat desa yang sudah terlibat dalam kegiatan wisata. Selain itu juga berfungsi untuk mewadahi kelompok-kelompok wisata yang terlibat dalam kegiatan kemitraan usaha wisata di WWKP Ciwidey.

LMDH Wisata di WWKP Ciwidey terdiri lima kelompok usaha, yaitu jasa angkutan wisata ontang-anting, pedagang stroberi dan aksesoris, warung makanan, jasa pengelolaan perpakiran dan MCK, dan jasa foto keliling. Kelompok usaha pengelolaan perpakiran dan MCK disebut sebagai mitra kerja sedangkan empat kelompok wisata lainnya disebut sebagai mitra usaha. Masing-masing kelompok wisata memiliki koordinator yang merupakan orang yang ditunjuk dan dipercaya oleh kelompok tersebut. Kelompok usaha warung makanan yang terdaftar sebagai anggota terdapat sekitar 60 unit warung, kelompok usaha ontang-anting sekitar 45 unit, kelompok usaha pedagang stoberi dan aksesoris 30 unit dan yang tergabung ke dalam kelompok usaha jasa foto keliling berhumlah 13 orang. Mitra usaha yang tergabung dalam LMDH Wisata ini berjumlah sekitar 145 orang, sedangkan untuk jumlah mitra kerja sekitar 25 orang.

Masyarakat yang tergabung sebagai anggota LMDH Wisata sebagian besar berasal dari Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung. Mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani. Tetapi sebagian besar merupakan buruh tani bukan sebagai pemilik lahan. Dan sisanya bekerja pada bidang usaha lainnya (KBM AEJ Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten 2009).


(28)

5.1.1 Jenis kegiatan, besaran sharing, aturan serta larangan masing-masing kelompok wisata

5.1.1.1Kelompok usaha jasa angkutan wisata ontang-anting

a. Setiap pengemudi dan kendaraan ontang-anting adalah sesuai nama-nama yang tercantum dan terdaftar anggota yang dibuat oleh pihak kedua;

b. Dengan menggunakan kendaraan khusus angkutan wisata akan melaksanakan pengantaran terhadap pengunjung resmi (yang mempunyai tiket masuk dan tiket ontang-anting) dari lokasi parkir bawah untuk menuju parkir atas (lokasi parkir kawah) dan sebaliknya;

c. Besaran/harga tiket ontang-anting adalah ditentukan oleh pihak kesatu; d. Jumlah maksimal penumpang yang diangkut oleh setiap kendaraan

ontang-anting baik dari lokasi parkir bawah untuk menuju lokasi parkir atas maupun sebaliknya adalah sebanyak 13 (tiga belas) orang penumpang;

e. Jadwal dan waktu keberangkatan kendaraan ontang-anting baik dari lokasi parkir bawah menuju lokasi parkir atas maupun sebaliknya akan diatur oleh petugas khusus yang akan ditunjuk oleh pihak kedua;

f. Kelompok usaha jasa wisata ontang-anting bertanggung jawab terhadap kebersihan lokasi tempat parkir dan sekitarnya;

g. Pihak kesatu akan memberikan pembayaran atas jasa angkutan wisata ontang-anting kepada segenap pengemudi yang melaksanakan kegiatannya sebesar 80% (delapan puluh persen) dihitung dari nilai nominal yang tercantum pada tiket ontang-anting setiap harinya melalui pihak kedua sedangkan yang menjadi hak pihak kesatu adalah sebesar 20% (dua puluh persen);

h. Menjaga hubungan harmonis dengan pengelola atau petugas setempat serta pihak lainnya termasuk pengunjung dan masyarakat sekitar;

i. Ikut meningkatkan kualitas pelayanan di lokasi obyek kerjasama termasuk berperan aktif melaksanakan program K-3 yaitu:

1) Kebersihan

2) Keamanan dan kenyamanan 3) Ketertiban lokasi


(29)

Serta secara aktif ikut menjaga habitat flora fauna dan sarana prasarana yang ada di kawasan Wana Wisata Kawah Putih.

j. Selain mentaati aturan yang ditetapkan oleh pihak kesatu, maka pihak kedua atau yang diwakilinya berkewajiban mentaati dan melaksanakan aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Daerah setempat baik yang sudah berlaku maupun yang akan diberlakukan kemudian;

k. Meningkatkan pengembangan obyek wisata Kawah Putih melalui kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasaan kepada pengunjung;

l. Taat, patuh dalam melaksanakan aturan-aturan yang tercantum dalam perjanjian kerjasama ini dan atau kebijakan-kebijakan yang diberlakukan oleh pihak kesatu;

m. Berkewajiban untuk menyediakan tempat penampungan sampah/tempat sampah di setiap kendaraan dan membuang sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat, supaya obyek yang dikerjasamakan selalu bersih dari sampah;

n. Melaksanakan etika pelayanan terhadap pengunjung selama melaksanakan kegiatan usahanya, misalnya cara berpakaian harus rapih, selalu bersih, sopan santun dalam bicara dan sikap serta harus berupaya pengunjung yang dilayani merasa puas atas kualitas pelayanan yang diberikan.

5.1.1.2 Kelompok dagang stoberry dan aksesoris

a. Setiap pedagang stroberry dan aksesoris yang beraktifitas di lokasi kerjasama adalah sesuai nama-nama yang tercantum dan terdaftar dalam daftar anggota yang dibuat oleh pihak kedua;

b. Setiap pedagang harus menempati tempat dagangan yang sudah disediakan dan dilarang untuk mengasong serta dilarang untuk memaksa pengunjung; c. Segenap pedagang sepakat untuk menentukan harga jual secara seragam; d. Setiap pedagang bertanggung jawab terhadap kebersihan tempat

dagangan/kios dan lokasi sekitarnya;

e. Melalui pihak kedua, segenap pedagang stroberry dan aksesoris akan membayar kontribusi bulanan kepada pihak kesatu sebesar Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) setiap pedagang, setiap bulannya belum termasuk


(30)

biaya rekening listrik yang menjadi tanggung jawab segenap pedagang stoberry;

f. Menjaga hubungan harmonis dengan pengelola atau petugas setempat serta pihak lainnya termasuk pengunjung dan masyarakat sekitar;

g. Ikut meningkatkan kualitas pelayanan di lokasi obyek kerjasama termasuk berperan aktif melaksanakan program K-3 yaitu:

1) Kebersihan

2) Keamanan dan kenyamanan 3) Ketertiban lokasi

Serta secara aktif ikut menjaga habitat flora fauna dan sarana prasarana yang ada di kawasan Wana Wisata Kawah Putih.

h. Selain mentaati aturan yang ditetapkan oleh pihak kesatu, maka pihak kedua atau yang diwakilinya berkewajiban mentaati dan melaksanakan aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Daerah setempat baik yang sudah berlaku maupun yang akan diberlakukan kemudian;

i. Meningkatkan pengembangan obyek wisata Kawah Putih melalui kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasaan kepada pengunjung;

j. Taat, patuh dalam melaksanakan aturan-aturan yang tercantum dalam perajanjian kerjasama ini dan atau kebijakan-kebijakan yang diberlakukan oleh pihak kesatu;

k. Berkewajiban untuk menyediakan tempat penampungan sampah/tempat sampah di setiap kendaraan dan membuang sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat, supaya obyek yang dikerjasamakan selalu bersih dari sampah;

l. Melaksanakan etika pelayanan terhadap pengunjung selama melaksanakan kegiatan usahanya, misalnya cara berpakaian harus rapih, selalu bersih, sopan santun dalam bicara dan sikap serta harus berupaya pengunjung yang dilayani merasa puas atas kualitas pelayanan yang diberikan.


(31)

5.1.1.3 Kelompok usaha warung makanan

a. Setiap pedagang/warung makanan yang beraktifitas di lokasi kerjasama adalah sesuai nama-nama yang tercantum dan terdaftar dalam daftar anggota yang dibuat oleh pihak kedua;

b. Setiap pedagang harus menempati tempat dagangan yang sudah disediakan dan dilarang untuk mengasong dagangan dan dilarang untuk memaksa pengunjung;

c. Segenap pedagang sepakat untuk menentukan harga jual secara wajar dan seragam;

d. Setiap pedagang bertanggung jawab terhadap kebersihan warung dan lokasi sekitarnya;

e. Melalui pihak kedua, segenap pengelola warung makanan akan membayar kontribusi bulanan kepada pihak kesatu sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) setiap pedagang, setiap bulannya belum termasuk biaya rekening listrik yang menjadi tanggung jawab segenap pengelola warung makanan;

f. Menjaga hubungan harmonis dengan pengelola atau petugas setempat serta pihak lainnya termasuk pengunjung dan masyarakat sekitar;

g. Ikut meningkatkan kualitas pelayanan di lokasi obyek kerjasama termasuk berperan aktif melaksanakan program K-3 yaitu:

1) Kebersihan

2) Keamanan dan kenyamanan 3) Ketertiban lokasi

Serta secara aktif ikut menjaga habitat flora fauna dan sarana prasarana yang ada di kawasan wana wisata Kawah Putih.

h. Selain mentaati aturan yang ditetapkan oleh pihak kesatu, maka pihak kedua atau yang diwakilinya berkewajiban mentaati dan melaksanakan aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Daerah setempat baik yang sudah berlaku maupun yang akan diberlakukan kemudian;

i. Meningkatkan pengembangan obyek wisata Kawah Putih melalui kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasaan kepada pengunjung;


(32)

j. Taat, patuh dalam melaksanakan aturan-aturan yang tercantum dalam perajanjian kerjasama ini dan atau kebijakan-kebijakan yang diberlakukan oleh pihak kesatu;

k. Berkewajiban untuk menyediakan tempat penampungan sampah/tempat sampah di setiap kendaraan dan membuang sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat, supaya obyek yang dikerjasamakan selalu bersih dari sampah;

l. Melaksanakan etika pelayanan terhadap pengunjung selama melaksanakan kegiatan usahanya, misalnya cara berpakaian harus rapih, selalu bersih, sopan santun dalam bicara dan sikap serta harus berupaya pengunjung yang dilayani merasa puas atas kualitas pelayanan yang diberikan.

5.1.1.4 Kelompok usaha jasa kelola perpakiran dan toilet

a. Setiap pengelola jasa perpakiran dan toilet yang beraktifitas di lokasi kerjasama adalah sesuai nama-nama yang tercantum dan terdaftar dalam daftar anggota yang dibuat oleh pihak kedua;

b. Setiap pengelola jasa perpakiran bertanggung jawab atas keberadaan kendaraan yang dijaganya serta kebersihan sekitar perpakiran;

c. Setiap pengelola jasa toilet bertanggung jawab terhadap kebersihan toilet dan sekitarnya, serta menjaga dan merawat fasilitas toilet yang tersedia, termasuk mengadakan peralatan toilet (gayung, sikat lantai, dsb);

d. Besaran kontribusi yang akan diterima oleh Pihak Kesatu dari pengelola perpakiran dan toilet adalah sebesar 40% (empat puluh persen) dari pendapatan bersih pengelolaan toilet setiap bulannya;

e. Menjaga hubungan harmonis dengan pengelola atau petugas setempat serta pihak lainnya termasuk pengunjung dan masyarakat sekitar;

f. Ikut meningkatkan kualitas pelayanan di lokasi obyek kerjasama termasuk berperan aktif melaksanakan program K-3 yaitu:

1) Kebersihan

2) Keamanan dan kenyamanan 3) Ketertiban lokasi


(33)

Serta secara aktif ikut menjaga habitat flora fauna dan sarana prasarana yang ada di kawasan wana wisata Kawah Putih.

g. Selain mentaati aturan yang ditetapkan oleh pihak kesatu, maka pihak kedua atau yang diwakilinya berkewajiban mentaati dan melaksanakan aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Daerah setempat baik yang sudah berlaku maupun yang akan diberlakukan kemudian;

h. Meningkatkan pengembangan obyek wisata Kawah Putih melalui kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasaan kepada pengunjung;

i. Taat, patuh dalam melaksanakan aturan-aturan yang tercantum dalam perajanjian kerjasama ini dan atau kebijakan-kebijakan yang diberlakukan oleh pihak kesatu;

j. Berkewajiban untuk menyediakan tempat penampungan sampah/tempat sampah di setiap kendaraan dan membuang sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat, supaya obyek yang dikerjasamakan selalu bersih dari sampah;

k. Melaksanakan etika pelayanan terhadap pengunjung selama melaksanakan kegiatan usahanya, misalnya cara berpakaian harus rapih, selalu bersih, sopan santun dalam bicara dan sikap serta harus berupaya pengunjung yang dilayani merasa puas atas kualitas pelayanan yang diberikan.

5.1.1.5 Kelompok usaha jasa foto keliling

a. Setiap pengelola jasa foto keliling yang beraktifitas di lokasi kerjasama adalah sesuai nama-nama yang tercantum dan terdaftar dalam daftar anggota yang dibuat oleh pihak kedua;

b. Setiap pengelola jasa foto keliling akan menerapkan harga yang wajar terhadap calon konsumennya dan dilarang untuk memaksa kepada pengunjung;

c. Setiap pengelola jasa foto keliling turut berperan aktif terhadap kenyamanan dan keamanan, khususnya di lokasi kawah dan sekitarnya; d. Setiap pengelola jasa foto keliling bertanggung jawab atas kebersihan di


(34)

e. Besaran kontribusi yang akan diterima oleh pihak kesatu adalah sebesar Rp 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) setiap pengelola jasa foto keliling, setiap bulannya;

f. Menjaga hubungan harmonis dengan pengelola atau petugas setempat serta pihak lainnya termasuk pengunjung dan masyarakat sekitar;

g. Ikut meningkatkan kualitas pelayanan di lokasi obyek kerjasama termasuk berperan aktif melaksanakan program K-3 yaitu:

1) Kebersihan

2) Keamanan dan kenyamanan 3) Ketertiban lokasi

Serta secara aktif ikut menjaga habitat flora fauna dan sarana prasarana yang ada di kawasan wana wisata Kawah Putih.

h. Selain mentaati aturan yang ditetapkan oleh pihak kesatu, maka pihak kedua atau yang diwakilinya berkewajiban mentaati dan melaksanakan aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Daerah setempat baik yang sudah berlaku maupun yang akan diberlakukan kemudian;

i. Meningkatkan pengembangan obyek wisata Kawah Putih melalui kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasaan kepada pengunjung;

j. Taat, patuh dalam melaksanakan aturan-aturan yang tercantum dalam perajanjian kerjasama ini dan atau kebijakan-kebijakan yang diberlakukan oleh pihak kesatu;

k. Berkewajiban untuk menyediakan tempat penampungan sampah/tempat sampah di setiap kendaraan dan membuang sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat, supaya obyek yang dikerjasamakan selalu bersih dari sampah;

l. Melaksanakan etika pelayanan terhadap pengunjung selama melaksanakan kegiatan usahanya, misalnya cara berpakaian harus rapih, selalu bersih, sopan santun dalam bicara dan sikap serta harus berupaya pengunjung yang dilayani merasa puas atas kualitas pelayanan yang diberikan.


(35)

5.2 Mekanisme Kegiatan Kemitraan Usaha Wisata WWKP Ciwidey 5.2.1 Bentuk kemitraan wisata

Jika dilihat dari bentuk kemitraan yang sedang dilaksanakan, maka kemitraan yang sedang dilaksanakan di WWKP adalah kemitraan berbentuk pola kemitraan subkontrak. Pola ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya (Darmono et al. 2004). Perusahaan mitra usaha dalam hal ini adalah KBM-JLPL sedangkan kelompok mitra adalah LMDH Wisata yang terdiri dari kelompok-kelompok usaha di dalamnya. Komponen yang diproduksi oleh LMDH Wisata tersebut antara lain jasa angkutan wisata ontang-anting, produk stroberi dan aksesoris, produk makanan dan minuman, jasa pengelolaan perpakiran dan MCK, dan jasa foto keliling.

5.2.2 Proses dan Aturan Kemitraan

Kemitraan usaha wisata di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey sudah berlangsung sejak tahun 1990an. Sebelum terbentuknya LMDH Wisata yang mengkoordinir kegiatan usaha wisata oleh masyarakat setempat, masyarakat yang melakukan usaha tergabung dalam kelompok-kelompok kecil tanpa ada kesepakatan dan aturan yang berlaku. Sehingga pihak pengelola melakukan penertiban terhadap ketidakteraturan masyarakat yang terkesan semaunya dalam melakukan usaha. Setelah penertiban tersebut terlaksana dan terbentuk LMDH Wisata maka dilakukan kesepakatan antara Kesatuan Bisnis Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (sekarang diberi nama Kesatuan Bisnis Mandiri Jasa Lingkungan dan Produk Lain atau KBM JLPL) sebagai pengelola Wana Wisata Kawah Putih (WWKP) Ciwidey dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wisata di WWKP Ciwidey. Kesepakatan antara kedua pihak tersebut melahirkan Perjanjian Kerjasama Kemitraan. Kesepakatan yang berisi aturan, hak dan kewajiban serta semua hal yang berkaitan dengan usaha wisata di WWKP Ciwidey ini resmi terbentuk pada 29 Oktober 2010.

Secara umum Perjanjian Kerjasama Kemitraan tersebut berisi aturan antara KBM AEJ Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten sebagai pihak kesatu


(36)

dan LMDH Wisata di WWKP Ciwidey sebagai pihak kedua. Kedua pihak tersebut menegaskan tentang peran masing-masing pihak dalam kegiatan kemitraan usaha wisata sebagai berikut :

1. Bahwa pihak kesatu adalah unit bisnis dari Kesatuan Bisnis Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten yang merupakan Badan Usaha Milik Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk mengelola hutan produksi dan lindung di Propinsi Jawa Barat dan Banten yang salah satu kegiatan usahanya adalah kegiatan usaha Wana Wisata;

2. Bahwa pihak kesatu, dalam rangka menyelenggarakan dan mengembangkan potensi Wana Wisata Kawah Putih perlu menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lainnya untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pengunjung; 3. Bahwa pihak kedua adalah Lembaga Masyarakat Desa Hutan yang

dikhususkan dalam membantu penanganan kemitraan usaha wisata pihak kesatu, yang terbentuk sesuia dengan Berita Acara Pembentukan yang dibuat oleh masyarakat yang beraktivitas usaha antara lain di obyek wisata kawah putih dengan disaksikan oleh Forum Komunikasi Kecamatan Rancabali; 4. Bahwa pihak kedua akan berperan aktif sebagai pihak yang mewakili dan

mengkordinir semua kelompok usaha yang beraktivitas di Wana Wisata Kawah Putih, termasuk jalinan kerjasamanya;

5. Bahwa berkenaan dengan nomor 1 s/d 4 di atas, maka para pihak memandang perlu untuk menjalin kerjasama dalam rangka optimalisasi dan pemanfaatan potensi wisata bagi kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan proses dan keterlibatan para pihak serta kesepakatan yang disusun tersebut, maka kegiatan kemitraan usaha wisata alam di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey sesuai dengan prinsip-prinsip kemitraan yang dikemukan oleh LATIN (1999). Namun kegiatan kemitraan ini terhenti pada tahap ketigabelas yaitu memantau kegiatan berdasarkan indikator yang disetujui bersama karena kesepakatan yang telah disusun belum diperbarui pada tahun 2011 sehingga belum berlanjut pada tahap selanjutnya yaitu memperbaiki dan memperluas kerjasama. Seharusnya kerjasama ini sudah diperbarui, mengingat kesepakatan yang telah disetujui berlangsung dalam jangka waktu satu tahun dan


(37)

kesepakatan ini telah terhitung sejak 29 Oktober 2010 lalu. Namun berdasarkan PKS Pasal 10 tentang Jangka Waktu Kerjasama, apabila Perjanjian Kerjasama akan diperpanjang maka harus didahului surat permohonan perpanjangan oleh pihak kedua kepada pihak kesatu selambat-lambatnya tiga bulan sebelum masa berlaku Perjanjian Kerjasama berakhir (Lampiran 6). Pihak kedua hingga bulan Oktober 2011 lalu belum mengajukan surat permohonan perpanjangan kerjasama kepada pihak pertama sehingga kerjasama ini belum dapat diperbaiki dan memperluas kerjasama di antara kedua pihak.

5.2.3 Hak dan kewajiban para pihak dalam kegiatan kemitraan wisata Berdasarkan kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Kerjasama Kemitraan antara Kesatuan Bisnis Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wisata di Wana Wisata Kawah Putih (WWKP) Ciwidey, masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban dalam kegiatan kemitraan usaha wisata di WWKP Ciwidey. Hak dan kewajiban pihak kesatu tercantum dalam Pasal 7 pada Perjanjian Kerjasama Kemitraan sedangkan hak dan kewajiban pihak kedua tercantum dalam Pasal 8.

Adapun hak dan kewajiban pihak kesatu antara lain :

1. Pihak kesatu berkewajiban menyediakan lahan dan fasilitas pendukung lainnya demi kelancaran kerjasama ini;

2. Pihak kesatu berhak menerima uang sharing dari pihak kedua berdasarkan besaran, tata cara dan jadwal sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 Perjanjian Kerjasama Kemitraan (Lampiran 5);

3. Pihak kesatu berhak mengalihkan hak kelola pihak kedua kepada pihak lainnya, bilamana pihak kesatu menganggap bahwa pihak kedua tidak melaksanakan pasal-pasal dalam perjanjian ini, serta dengan sengaja atau tidak sengaja melakukan perbuatan yang merugikan pihak kesatu;

4. Pihak kesatu berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasan serta teguran kepada pihak kedua;

5. Pihak kesatu berkewajiban untuk mentaati dan mematuhi peratutan Pemerintah Pusat/Daerah yang berlaku saat ini maupun yang akan diberlakukan kemudian.


(38)

Hak dan kewajiban pihak kedua antara lain :

1. Pihak kedua berhak memberikan saran masukan demi untuk kelancaran dan kemajuan kerjasama, baik kepada pihak kesatu maupun masing-masing kelompok usaha;

2. Pihak kedua berkewajiban untuk mewakili dan mengakomodir masing-masing kelompok usaha sebagaimana Pasal 4 Perjanjian Kerjasama Kemitraan terhadap kepentingan pihak kesatu serta membantu, mengawasi dan mengawal perjanjian kerjasama ini sampai dengan masa berlaku berakhir; 3. Pihak kedua berhak untuk menentukan kebijakan terhadap masing-masing

kelompok usaha yang diwakilinya, dengan sepengetahuan pihak kesatu; 4. Pihak kedua berhak menentukan besaran dan menerima uang sharing hasil

kegiatan kelompok usaha yang diwakilinya dengan besaran, tata cara dan jadwal yang telah disepakati pihak kedua dengan masing-masing kelompok usaha yang diwakilinya, diluar nilai sharing yang sudah dikeluarkan kepada pihak kesatu;

5. Pihak kedua berkewajiban untuk mentaati dan mematuhi peraturan Pemerintah Pusat/Daerah yang berlaku saat ini maupun yang akan diberlakukan kemudian;

6. Pihak kedua berkewajiban turut meningkatkan pengembangan obyek Wana Wisata melalui pelayanan untuk memberikan kepuasan kepada pengunjung; 7. Pihak kedua berkewajiban untuk membayarkan uang sharing kepada pihak

kesatu dengan besaran, tata cara dan jadwal sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 perjanjian kerjasama (Lampiran 5).

Hak dan kewajiban merupakan suatu pedoman dalam sebuah kesepakatan sehingga dengan adanya pedoman tersebut pihak-pihak yang terlibat dapat bersikap adil, demokratis, dan terbuka dengan adanya kejelasan hak dan kewajiban. Menurut PT Perhutani (2001), kejelasan hak dan kewajiban merupakan salah satu prinsip dasar dalam pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat. Selain itu, hak dan kewajiban merukan perwujudan dari pandangan para mitra terhadap visi kemitraan yang dijalankan, komitmen dan kooperatif dalam mencapai tujuan bersama dalam kegiatan kemitraan usaha wisata. Menurut Anonim (1996) diacu dalam Lolulapan (2003), ketiga hal tersebut merupakan


(39)

sebagian syarat yang harus dipenuhi untuk mengarah pada integrasi vertikal agar kemitraan usaha wisata dapat mencapai sasaran, yaitu terciptanya suasana saling membutuhkan, saling memperkuat dan menguntungkan di antara kedua belah pihak. Namun pada kenyataannya hak dan kewajiban tersebut belum direalisasikan sepenuhnya oleh pihak yang bermitra sehingga keadaan ini dapat dikategorikan sebagai permasalahan dalam kemitraan usaha.

5.2.4 Permasalahan kemitraan usaha wisata

Penerapan hak dan kewajiban yang telah disepakati tidak sepenuhnya terwujud dalam pelaksanaan pengelolaan Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey. Terdapat beberapa hak dan kewajiban yang belum dipenuhi oleh kedua pihak. Hal ini yang menyebabkan timbulnya ketidaksesuaian atau permasalahan dalam pengelolaan kemitraan usaha di WWKP Ciwidey. Permasalahan yang timbul menurut pengelola termasuk dalam kategori tidak krusial, namun sumber permasalahan berasal dari pihak mitra sendiri yaitu anggota LMDH Wisata. Pihak mitra cenderung tidak menjalankan kewajibannya, seperti macetnya pembayaran sharing yang telah disepakati kepada pihak pengelola. Berdasarkan Pasal 6 Perjanjian Kerjasama Kemitraan (Lampiran 5) seharusnya setiap mitra menjalankan kewajiban pembayaran sharing setiap bulannya kepada koordinator masing-masing kelompok usaha atau ketua LMDH Wisata dan dibayarkan secara kumulatif paling lambat pada tanggal 28 setiap bulannya selama masa kerjasama. Selain itu permasalahan yang sering timbul yaitu konflik horizontal, kecemburuan sosial antar sesama mitra dalam kegiatan kemitraan usaha wisata ini. Hal ini terkait dengan sistem pembagian fasilitas pendukung kegiatan usaha mitra pasca penertiban seperti bangunan tempat berjualan. Mitra yang tidak nyaman dengan tempat melakukan usahanya merasa sistem ini tidak adil, keadaan seperti inilah yang menimbulkan kecemburuan sosial antar sesama mitra. Sebaiknya pengelola dapat menerapkan prinsip dasar pengelolaan sumberdayahutan bersama masyarakat masyarakat, yaitu prinsip keadilan dan demokratis (PT Perhutani 2001) sebelum pembagian fasilitas tersebut agar mitra merasa puas dengan hasil pembagian apabila dilakukan secara demokratis.

Selain itu, pihak pengelola juga belum sepenuhnya memenuhi hak dan kewajiban yang telah disepakati. Salah satu di antaranya yaitu belum


(40)

terealisasikan secara tegas kewajiban untuk memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasan serta teguran kepada pihak mitra sehingga para mitra belum terbina dengan baik sesuai dengan perberdayaan masyarakat. Menurut Awang (1991) diacu dalam Anantanyu (1998), hal ini dirasa perlu agar terwujud pembangunan kehutanan dengan memperhatikan aspek sumberdaya manusia yang dapat berpartisipasi aktif. Pembinaan yang dilakukan tidak hanya bersifat untuk menambah wawasan dan meningkatkan kecintaannya terhadap kawasan tetapi juga berkaitan dengan program dalam pengelolaan wisata di WWKP Ciwidey. Salah satu pembinaan yang dapat dilakukan yaitu melakukan standardisasi terhadap kualitas produk wisata yang ditawarkan oleh mitra di WWKP Ciwidey. Standardisasi tersebut dapat dirumuskan secara bersama-sama oleh pihak pengelola dan mitra. Standardisasi ini dirasa perlu dilakukan agar pengunjung dapat memperoleh kepuasan yang sama dari setiap produk wisata yang dibelinya baik dari jasa angkutan, produk yang dijual maupun pelayanan yang dilakukan oleh mitra.

Selain masalah di atas terdapat juga permasalahan lainnya, di di antaranya responden mitra usaha menyampaikan keluhan mereka tentang penurunan pendapatan setelah dilakukan penertiban terhadap mitra usaha yang berjualan secara tidak teratur di parkiran atas menuju lokasi Kawah Putih. Menurut mereka jumlah pengunjung berkurang akibat kenaikan harga tiket yang terlalu tinggi. Selain itu banyaknya pengunjung yang menggunakan mobil pribadi sampai lokasi kawah menyebabkan angkutan ontang-anting merasa dirugikan. Begitu pula dengan mitra usaha warungan, menurut mereka pengunjung cenderung tidak mau berbelanja di sekitar pelataran parkir bawah. Karena mereka telah membayar mahal untuk harga tiket maka mereka membawa bekal masing-masing.

Pengunjung merasa fasilitas yang ada di WWKP kurang memadai sehingga sebagian besar dari responden mengharapkan perbaikan terhadap fasilitas tersebut. Pengunjung menyarankan untuk dilakukan perbaikan/pelebaran jalan menuju lokasi kawah untuk lebih menjamin keselamatan pengunjung. Selain itu keberadaan toilet umum hendaknya diperbanyak dan dapat digunakan secara gratis. Penambahan shelter juga sangat diharapkan agar pengunjung dapat memanfaatkannya untuk berteduh pada saat hujan tiba karena jumlah yang ada


(41)

untuk saat ini terbatas. Pengunjung merasa bahwa dengan harga tiket yang telah ditetapkan, mereka juga mendapatkan masker yang disediakan oleh pengelola tanpa harus membeli lagi.

5.3 Manfaat Kemitraan Usaha Wisata

Kegiatan kemitraan yang dilakukan dalam pengelolaan wisata di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wisata tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai sehingga dapat menghasilkan manfaat yang nyata bagi kedua pihak yang terlibat. Manfaat ini akan tercapai apabila prinsip dasar kemitraan dapat dijalankan oleh kedua belah pihak. Prinsip tersebut adalah saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling menunjang (Anonim 1996 diacu dalam Lolulapan 2003). Manfaat ditinjau dari aspek ekologis, ekonomis, dan sosial. Manfaat yang nyata akan sangat mempengaruhi keberlanjutan wana wisata ini sebagai salah satu objek wisata yang menarik dengan potensi sumberdaya alam yang tinggi.

Wana Wisata Kawah Putih termasuk dalam kawasan hutan lindung yang harus dijaga kelestariannya sehingga manfaat ekologis yang diperoleh dari kemitraan adalah melindungi hutan dari bahaya kerusakan agar kelestarian kawasan WWKP dapat terjaga keberlangsungannya. Manfaat ekonomis yang diperoleh terlihat nyata dengan pendapatan yang diperoleh anggota LMDH Wisata yang terlibat sebagai mitra usaha maupun mitra kerja. Rata-rata masyarakat melakukan usahanya di WWKP sebagai mata pencaharian utama.

Manfaat sosial yang dimaksud merupakan akses dan fasilitas yang diterima oleh masyarakat untuk memperoleh kesempatan kerja. Hal ini ditinjau dari tujuan kemitraan menurut Darmono et al. (2004) yaitu untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mandiri. Dengan demikian kegiatan kemitraan ini telah memberi peluang kerja bagi masyarakat sekitar WWKP, baik sebagai mitra usaha maupun mitra kerja. Selain itu juga manfaat sosial lainnya yaitu terjalinnya interaksi yang terjalin antara mitra dan pengunjung. Ketiga manfaat di atas dapat dikategorikan sebagai dampak positif dalam pengelolaan wisata alam (Perum Perhutani 1987)


(42)

5.4 Persepsi Pengunjung terhadap Pengelolaan Wisata dan Kegiatan Kemitraan Usaha di WWKP Ciwidey

Wana Wisata Kawah Putih merupakan salah satu obyek wisata kawasan hutan yang menjadi maskot di Bandung Selatan. Walaupun demikian jumlah pengunjung di WWKP mengalami penurunan dari tiga tahun terakhir (KBM JLPL Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten 2011). Karakteristik pengunjung ini akan mempengaruhi persepsi terhadap pengelolaan wisata di WWKP. Karena persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal di lingkungannya (Bailey 1982; Saarinen 1976, diacu dalam Harihanto 2001) sehingga dapat menentukan tindakannya (Kartini 1984 diacu dalam Mauludin 1994).

Pengunjung WWKP ini memiliki karakteristik berbeda-beda. Berdasarkan kuesioner yang digunakan dalam survei ini terdiri dari 15 responden perempuan dan 15 responden laki-laki. Berdasarkan kuesioner tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

5.4.1 Karakteristik pengunjung berdasarkan sosiodemografi Pengunjung WWKP terbagi dalam empat kelas umur, yaitu: Tabel 2 Kelas Umur Pengunjung Wana Wisata Kawah Putih

No. Umur (tahun) Bobot

1. 2. 3. 4.

17-27 28-38 39-49 50-60

63,3% 23,3% 10,0% 3,3%

Berdasarkan kelas umur, pengunjung mayoritas berusia 17-27 tahun. Pengunjung berasal dari Propinsi Jawa Barat sebanyak 56,7% sedangkan sisanya berasal dari propinsi lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI Jakarta. Pengunjung tersebut bekerja sebagai pelajar sebanyak 40%, sebagai wirausaha sebanyak 26,7% dan sebagai karyawan sebanyak 13,3%. Namun terdapat pengunjung yang bekerja selain disebutkan di atas sebanyak 20%.

5.4.2 Karakteristik pengunjung berdasarkan tujuan kunjungan

Karakteristik kunjungan wisatawan pada Wana Wisata Kawah Putih adalah berkunjung ke obyek wisata dengan tujuan berekreasi (73,3%) dan menambah


(1)

Lampiran 3 Panduan wawancara lembaga mitra Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey

PANDUAN WAWANCARA Lembaga Mitra

1. Sudah berapa lama Lembaga Masyaraka Desa Hutan Wisata (LMDH Wisata) terlibat dalam kegiatan kemitraan usaha di WWKP Ciwidey? Apakah latar belakang LMDH Wisata dapat menjadi bagian dari kegiatan kemitraan usaha ini? 2. Apakah peran, hak dan kewajiban LMDH Wisata dalam kegiatan kemitraan usaha

ini? Apakah peran, hak dan kewajiban tersebut sudah dipenuhi oleh WWKP Ciwidey?

3. Berapakah bagian yang diperoleh oleh LMDH Wisata dari kegiatan tersebut? Dan digunakan untuk apakah bagian tersebut?

4. Apakah manfaat dan permasalahan yang dirasakan LMDH Wisata dari kegiatan kemitraan usaha ini?


(2)

Lampiran 4 Panduan wawancara masyarakat desa hutan Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey

PANDUAN WAWANCARA Masyarakat Desa Mitra

1. Berapakah umur Bapak/Ibu dan apakah pendidikan terakhir Bapak/Ibu? Sudah berapa lamakah Bapak/Ibu tinggal di desa ini?

2. Apakah mata pencaharian Bapak/Ibu? Berapakah pendapatan Bapak/Ibu dari mata pencaharian tersebut?

3. Adakah mata pencaharian lain yang Bapak/Ibu lakukan selain mata pencaharian utama tersebut? Berapakah pendapatan Bapak/Ibu dari mata pencaharian lain tersebut?

4. Berapakah jarak tempat tinggal Bapak/Ibu dengan WWKP Ciwidey?

5. Apakah Bapak/Ibu mengetahui adanya kesepakatan kerjasama yang dilakukan oleh Perum Perhutani dengan desa? Adakah pengaruh atau dampak yang Bapak/Ibu rasakan sejak adanya kesepakatan kerjasama ini?


(3)

Lampiran 5 Pasal 6 Perjanjian Kerjasama Kemitraan Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey

PASAL 6

TATA CARA PEMBAYARAN SHARING

1. Pihak Kedua akan bertanggung jawag terhadap jumlah pembayaran sharing yang akan dibayarkan oleh masing-masing kelompok usaha sebagaimana dimaksud ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) Pasal 5 perjanjian ini;

2. Terhadap ayat (1) pasal ini, oleh Pihak Kedua secara kumulatif akan dibayarkan kepada Pihak Kesatu paling lambat pada tanggal 28 setiap bulannya rutin selama masa kerjasama (khusus untuk kelompok usaha yang melaksanakan pembayaran per bulan);

3. Terhadap ayat (1) dan ayat (4) pasal 5 perjanjian ini, pembayaran akan dilakukan oleh Pihak Kesatu kepada Pihak Kedua utnuk diterimakan kepada masing-masing kelompok usaha, dengan tata cara yang diaturkan kemudian.


(4)

Lampiran 6 Pasal 10 Perjanjian Kerjasama Kemitraan Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey

PASAL 10

JANGKA WAKTU KERJASAMA

1. Perjanjian Kerjasama ini pada prinsipnya berlaku untuk selama masa waktu yang tidak tertentu;

2. Namun untuk menjamin kepastian hukumnya, Perjanjian Kerjsama diberlakukan selama satu tahun terhitung sejak tanggal 1 Nopember 2010 sampai dengan 31 Oktober 2011 dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan para pihak;

3. Apabila perjanjian kerjasama ini akan diperpanjang, maka harus didahului surat permohonan perpanjangan oleh pihak kedua kepada pihak pertama selambat-lambatnya tiga bulan sebelum masa berlaku Perjanjian Kerjasama ini berakhir.


(5)

RINGKASAN

METTHA CHRISTIANI. Kajian Kemitraan Usaha Wisata Alam di Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey. Dibimbing oleh E. K. S. HARINI MUNTASIB dan HARYANTO R. PUTRO.

Wana Wisata merupakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) berbasis bukan lahan karena produk yang dikembangkan berupa jasa di antaranya wisata. PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani bersama dengan masyarakat desa hutan atau pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji aspek kemitraan usaha wisata alam di Wana Wisata Kawah Putih (WWKP) Ciwidey KBM JLPL Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak pengelola mengenai kemitraan usaha wisata alam, serta sebagai bahan pertimbangan pengelolaan program kemitraan usaha wisata alam di WWKP Ciwidey. Penelitian ini dilakukan di WWKP Ciwidey di bawah pengelolaan Kesatuan Bisnis Mandiri Jasa Lingkungan dan Produk Lain (KBM JLPL) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada bulan September-Oktober 2011. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara mendalam dan terstruktur kepada responden yang telah ditentukan secara sengaja (purposive

sampling). Orang-orang yangditentukan ini merupakan informan kunci yang

dianggap banyak mengetahui tentang kajian penelitian ini selain itu responden diambil juga pengunjung. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa mitra usaha wisata alam di WWKP Ciwidey adalah Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Bentuk kemitraan yang dilaksanakan adalah pola kemitraan subkontrak. Pola ini menunjukkan hubungan antara KBM JLPL sebagai perusahaan mitra usaha dengan LMDH Wisata sebagai kelompok mitra. Kesepakatan kemitraan usaha di WWKP Ciwidey tertuang dalam Perjanjian Kerjasama Kemitraan antara Kesatuan Bisnis Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wisata di Wana Wisata Kawah Putih (WWKP) Ciwidey. Masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban dalam kegiatan kemitraan usaha wisata di WWKP Ciwidey. Adanya hak dan kewajiban yang belum dipenuhi oleh kedua pihak menyebabkan timbulnya ketidaksesuaian atau permasalahan dalam pengelolaan kemitraan usaha di WWKP Ciwidey. Manfaat ekologis yang diperoleh dari kemitraan adalah melindungi hutan dari bahaya kerusakan agar kelestarian kawasan WWKP dapat terjaga keberlangsungannya. Manfaat ekonomis yang diperoleh terlihat nyata dengan pendapatan yang diperoleh anggota LMDH Wisata yang terlibat sebagai mitra usaha maupun mitra kerja. Manfaat sosial yang dimaksud merupakan akses dan fasilitas yang diterima oleh masyarakat untuk memperoleh kesempatan kerja.


(6)

SUMMARY

METTHA CHRISTIANI. Study of Nature Tourism Business Partnership in Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey. Under supervision of E. K. S. HARINI MUNTASIB and HARYANTO R. PUTRO.

Ecotourism area is a Collaborative Forest Management is not land-based product developed for a service, one of them is tours. Collaborative Forest Management is a system of forest resource management by Perhutani along with the rural community or interested parties (stakeholders) with the spirit of sharing, so that the common interest to achieve sustainability of functions and benefits of forest resources can be realized in an optimal and proportional. The study was conducted to assess the partnership aspects of nature tourism in Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey.

The result are expected to provide inputs for the manager about the nature business partnerships, as well as consideration of the management of the business partnership program sites in Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey. The research was conducted in Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey under the management of KBM JLPL Perum Perhutani Unit III West Java and Banten in September-October 2011. Methods of data collection is done by in-depht and structured interviews to respondents who had deliberately determined (purposive sampling). The people who set this considered by many key informants who know about this study beside that respondent take visitors. Data analysis was performed by qualitative descriptive.

The results of the study indicate that the nature of business partners in WWKP Ciwidey is LMDH Wisata . Form of partnership is a partnership that executed subcontract. This pattern shows the relationship between KBM JLPL as the company partners with LMDH Travel as a group of partners. Business partnership agreement in WWKP Ciwidey contained in the Partnership Agreement between KBM AEJ Perhutani Unit III West Java and Banten with LMDH Wisata in Wana Wisata Kawah Putih Ciwidey. Each party has the rights and obligations of the partnership activities in the tourism business WWKP Ciwidey. Lack of rights and obligations that have not been met by both sides led to discrepancies or problems in the management of business partnership in WWKP Ciwidey. Ecological benefits derived from the partnership is to protect the forest from the dangers of damage to conservation areas can be maintained WWKP Ciwidey continuity. Economic benefits derived apparent income earned by members of the LMDH Wisata involved as partners or business partners. Social benefits gained access and facilities received by the public to obtain employment.