Sangat Tidak Setuju 9 Ketersediaan Fasilitas

Tabel 4.5 Lanjutan 6. Tenaga kesehatan mau melakukan latihan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju 5. Sangat Tidak Setuju 2 18 1 1 9,1 81,8 0,0 4,5 4,5 7. Tenaga kesehatan bertanggungjawab melakukan pemantauan lokasi-lokasi rawan bencana banjir dan memperhatikan isyarat dini pertanda kemungkinan bencana banjir akan terjadi 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju

5. Sangat Tidak Setuju 1

14 4 3 4,5 63,6 18,2 13,6 0,0 8. Tenaga kesehatan bertanggungjawab melakukan operasi pertolongan terhadap korban bencana berdasarkan triase 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju 5. Sangat Tidak Setuju 6 14 1 1 27,3 63,6 4,5 4,5 0,0 9. Tenaga kesehatan bertanggungjawab melakukan penilaian suatu kejadian awal dari bencana yang terjadi diwilayah kerja 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju

5. Sangat Tidak Setuju 8

13 1 0,0 36,4 59,1 4,5 0,0 10. Tenaga kesehatan bertanggungjawab melakukan surveilans penyakit menular dan gizi ketika mulai terjadi terjadinya bencana banjir 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju 5. Sangat Tidak Setuju 8 13 1 36,4 59,1 0,0 4,5 0,0 11. Tenaga kesehatan mau bekerjasama dengan satuan tugas kesehatan dipos medis lapangan dalam upaya merujuk kasus yang tidak dapat dilakukan tenaga kesehatan Puskesmas 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju

5. Sangat Tidak Setuju

5 16 1 22,7 72,7 0,0 4,5 0,0 12. Tenaga kesehatan bertanggungjawab mengikutsertakan kader terlatih dalam membantu tenaga kesehatan memberikan pertolongan awal kasus gawat darurat. 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju 5. Sangat Tidak Setuju 19 1 1 1 0,0 86,4 4,5 4,5 4,5 13. Tenaga kesehatan mau terlibat dalam pemantauan terhadap kejadian beberapa kasus penyakit potensial KLB dan faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan masalah penyakit. 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju

5. Sangat Tidak Setuju 9

12 1 40,9 54,5 0,0 4,5 0,0 14. Tenaga kesehatan mau terlibat dalam pemantauan sanitasi lingkungan paska bencana banjir 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju

5. Sangat Tidak Setuju 3

16 1 2 13,6 72,7 4,5 9,1 0,0 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5 Lanjutan 15. Tenaga kesehatan mau terlibat melakukan pemantauan dan pemulihan masalah kesehatan jiwa dan masalah gizi pada kelompok rentan paska bencana banjir 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju 5. Sangat Tidak Setuju 2 19 1 9,1 86,4 0,0 4,5 0,0 16. Tenaga kesehatan bertanggungjawab memberdayakan masyarakat paska bencana banjir agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan untuk menolong diri sendiri, keluarga dan masyarakat terhadap kemungkinan timbulnya masalah kesehatan. 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Tidak Setuju 5. Sangat Tidak Setuju 2 17 2 1 9,1 77,3 9,1 4,5 0,0 Dari tabel 4.5 tentang sikap responden mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir, dapat dilihat persentase terbesar menjawab setuju berada pada pernyataan kedua belas mengenai tenaga kesehatan bertanggungjawab mengikutsertakan kader terlatih dalam membantu tenaga kesehatan memberikan pertolongan awal kasus gawat darurat dan pernyataan kelima belas mengenai tenaga kesehatan mau terlibat melakukan pemantauan dan pemulihan masalah kesehatan jiwa dan masalah gizi pada kelompok rentan paska bencana banjir adalah sebanyak 19 orang 86,4. Distribusi proporsi responden berdasarkan kategorisasi sikap mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 No Sikap Frekuensi n Proporsi 1 Positif 21 95,5 2. Negatif 1 4,5 Jumlah 22 100,0 Universitas Sumatera Utara Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa hampir semua responden mempunyai sikap yang positif yaitu sebanyak 21 orang 95,5. Sedangkan sisanya sebanyak 1 orang 4, 5 mempunyai sikap negatif.

4.2.4 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kesiapsiagaan Menghadapi

Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 Kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir pada setiap responden diukur dari jawaban responden atas 14 empatbelas pertanyaan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Jawaban responden atas keempatbelas pertanyaan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 No Pernyataan Siap Tidak Siap F Proporsi F Proporsi 1. Tenaga kesehatan melakukan penilaian tatanan diwilayah kerja Puskesmas beresiko atau tidak beresiko banjir 4 18,2 18 81,8 2 Tenaga kesehatan melakukan pemetaan daerah rawan banjir diwilayah kerja Puskesmas 0,0 22 100,0 3 Tenaga kesehatan mengartikan rambu-rambu bencana banjir 4 18,2 18 81,8 4 Tenaga kesehatan memantau sistem peringatan dini untuk bencana banjir 4 18,2 18 81,8 5 Tenaga kesehatan melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai kesiapsiagaan menghadapi banjir 7 31,8 15 68,2 6 Tenaga kesehatan melakukan kerjasama dengan pihak kelurahankecamatan dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir 7 31,8 15 68,2 7 Tenaga kesehatan melakukan pembinaan kader dalam penyelenggaraan upaya kesehatan berbasis masyarakat 7 31,8 15 68,2 8 Tenaga kesehatan melakukan pelatihan kepada kader agar siapsiaga menghadapi bencana 0,0 22 100,0 Universitas Sumatera Utara Tabel 4.7 Lanjutan 9 Tenaga kesehatan melakukan kemitraan dengan organisasi kemasyarakatanLSM yang ada dalam rangka siap siaga menghadapi bencana 3 13,6 19 86,4 10 Tenaga kesehatan melakukan pemberdayaan kepada keluarga sebagai mitra pembangunan kesehatan agar siap siaga menghadapi bencana 3 13,6 19 86,4 11 Tenaga kesehatan melakukan standar operasional prosedur penanganan gawat darurat dan rujukannya 3 13,6 19 86,4 12 Tenaga kesehatan melakukan perencanaan dalam penyiapan obat dan perbekalan kesehatan untuk menghadapi bencana banjir 5 22,7 17 77,3 13 Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan mengenai penanggulangan bencana banjir 1 4,5 21 95,5 14 Tenaga kesehatan melakukan pelayanan kepada masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui penyuluhan 16 72,7 6 27,3 Dari tabel 4.7 tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir, persentase terbesar menjawab siap berada pada pertanyaan keempatbelas mengenai tenaga kesehatan melakukan pelayanan kepada masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui penyuluhan adalah sebanyak 16 orang 72,7 dan tidak ada responden menjawab siap pada pertanyaan kedua mengenai tenaga kesehatan melakukan pemetaan daerah rawan banjir diwilayah kerja Puskesmas dan pertanyaan kedelapan mengenai tenaga kesehatan melakukan pelatihan kepada kader agar siapsiaga menghadapi bencana. Distribusi proporsi responden berdasarkan kategorisasi kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun dapat dilihat pada tabel 4.8. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 No Kesiapsiagaan Frekuensi n Proporsi 1 Tidak Siap 17 77,3 2. Siap 5 22,7 Jumlah 22 100,0 Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden tidak siap menghadapi bencana banjir yaitu sebanyak 17 orang 77,3 . Sedangkan sisanya sebanyak 5 orang 22, 7 siap dalam menghadapi bencana banjir.

4.3 Analisis Bivariat

Pada penelitian ini analisis bivariat yang digunakan adalah Chi square, masing-masing variabel independen dan dependen yang sudah dikategorikan diuji apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pengujian dilakukan untuk menguji hubungan karakteristik responden umur, lama bekerja, pendidikan dan pelatihan dengan variabel pengetahuan dan sikap, dan pengujian selanjutnya untuk menguji variabel independen pengetahuan dan sikap dengan variabel dependen kesiapsiagaan. Universitas Sumatera Utara 4.3.1 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir Hasil analisis statistik chi square terdapat nilai expected count ≤ 5 maka sebaiknya mempergunakan uji statistik eksak fisher. Berdasarkan hasil uji eksak fisher didapat nilai p = 0,349 menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dengan pengetahuan responden, nilai p = 0,255 menunjukkan tidak ada hubungan antara lama bekerja dengan pengetahuan responden, nilai p = 0,369 menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan responden, nilai p = 0,009 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pelatihan dengan pengetahuan responden. Hasil analisis mengenai hal tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Hubungan Karakteristik Responden Umur, Lama Bekerja, Pendidikan, Pelatihan dengan Pengetahuan Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 No Karakteristik Responden Pengetahuan Total P Baik Buruk n n n Umur 1 18 – 34 tahun 1 14,3 6 85,7 7 100 0,349 2 35 – 60 tahun 5 33,3 10 66,7 15 100 Lama bekerja 1 10 Tahun 1 12,5 7 87,5 8 100 0,255 2 ≥ 10 Tahun 5 35,7 9 64,3 14 100 Pendidikan 1 S1 3 21,4 11 78,6 14 100 0,369 2 ≥ S1 3 37,5 5 62,5 8 100 Pelatihan 1 Pernah 4 80 1 20 5 100 0,009 2 Tidak Pernah 2 11,8 15 88,2 17 100 Universitas Sumatera Utara

4.3.2 Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Mengenai

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir Hasil analisis statistik chi square terdapat nilai expected count ≤ 5 maka sebaiknya mempergunakan uji statistik eksak fisher. Berdasarkan hasil uji eksak fisher didapat nilai p = 0,682 menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dengan sikap responden, nilai p = 0,636 menunjukkan tidak ada hubungan antara lama bekerja dengan sikap responden, nilai p = 0,636 menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan sikap responden, nilai p = 0,773 menunjukkan tidak ada hubungan antara pelatihan dengan sikap responden. Hasil analisis mengenai hal tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.10. Tabel 4.10 Hubungan Karakteristik Responden Umur, Lama Bekerja, Pendidikan, Pelatihan dengan Sikap Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 No Karakteristik Responden Sikap Total P Positif Negatif n N n Umur 1 18 – 34 tahun 7 100 7 100 0,682 2 35 – 60 tahun 14 99,3 1 6,7 15 100 Lama bekerja 1 10 Tahun 8 100 8 100 0,636 2 ≥ 10 Tahun 13 92,9 1 7,1 14 100 Pendidikan 1 S1 13 92,9 1 7,1 14 100 0,636 2 ≥ S1 8 100 8 100 Pelatihan 1 Pernah 5 100 5 100 0,773 2 Tidak Pernah 16 94,1 1 5,9 17 100 Universitas Sumatera Utara

4.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Responden Menghadapi Bencana Banjir

Hasil analisis statistik chi-square terdapat nilai expected count ≤ 5 maka sebaiknya mempergunakan uji statistik eksak fisher. Berdasarkan hasil uji eksak fisher didapat nilai p = 0,009 artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Hasil analisis mengenai hal tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.11. Tabel 4.11 Hubungan Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Responden Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 No Pengetahuan Kesiapsiagaan Total P Siap Tidak Siap n N n 1. Buruk 1 6,3 15 93,8 16 100 0,009 2. Baik 4 66,7 2 33,3 6 100

4.3.4 Hubungan Sikap dengan Kesiapsiagaan Responden Menghadapi Bencana Banjir

Hasil analisis statistic chi-square terdapat nilai expected count ≤ 5 maka sebaiknya mempergunakan uji statistik eksak fisher. Berdasarkan hasil uji eksak fisher didapat nilai p = 1,000 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Hasil analisis mengenai hal tersebut selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.12. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.12 Hubungan Sikap dengan Kesiapsiagaan Responden Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 No Sikap Kesiapsiagaan Total P Siap Tidak Siap n n n 1. Negatif 1 100 1 100 1,000 2. Positif 5 23,8 16 76,2 21 100

4.4 Analisis Multivariat

Pada penelitian ini, variabel bebas yang memenuhi kriteria kemaknaan statistik bivariat P 0,25 dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda dengan metode backward LR, yaitu variabel pengetahuan. Meskipun variabel sikap p 0,25, namun karena dianggap penting maka dimasukkan dalam model multivariat. Tabel 4.13 Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 Variabel B P ExpB 95 CI for ExpB Lower Upper Step 2 Pengetahuan 3,401 0,012 30,000 2,137 421,117 Constant -0,693 0,009 0,500 - - Dari hasil seleksi terakhir diperoleh ada satu variabel yang paling berhubungan yaitu pengetahuan. Dari hasil analisa regresi logistik ini, diperoleh model persamaan sebagai berikut : � = �� + � −� Universitas Sumatera Utara dimana, y = -0,693 + 3,401Pengetahuan , maka probabilitas seorang tenaga kesehatan untuk siap menghadapi bencana banjir dengan pengetahuan yang baik adalah y = -0,693 + 3,401Pengetahuan y = -0,693 + 3,4010 y = -0,693 maka : � = 11 + 2,7 −0.693 P = 0,666 Ini berarti probabilitas tenaga kesehatan untuk siap dalam menghadapi bencana banjir dengan pengetahuan yang baik adalah 66, 6 . 4.5 Hasil Wawancara 4.5.1 Pengetahuan Informan Pada kejadian bencana banjir 2011 hampir semua informan sebagai tenaga kesehatan dari berbagai profesi 87,5 menyatakan berperan dalam penanggulangan bencana banjir dalam tahap tanggap darurat dan pemulihan dengan melayani sebagai tenaga kesehatan di posko yang dibentuk ditiap kelurahan, seperti ungkapan salah satu informan berikut : “ Kami kalau banjir, bagi tugas untuk posko kesehatan, tiap kelurahan kami ada, biasanya ya 1 kelurahan 1 posko dipusatkan dikantor Lurah bergabung dengan tenaga keamanan juga : tentara, apa, nanti masyarakat disitu berobatnya, dan dinas kesehatan ada, mobil ambulansnya pun ada, trus kadang ada lagi dari sosial-sosial seperti orang cina-cina itu, apa itu.... organisasi kasih datang semuanya tuh tim kesitu …jadi kita bergabung sama-sama”. Universitas Sumatera Utara Hasil indepth interview menunjukkan hampir sebagian besar informan belum memahami secara menyeluruh mengenai definisi kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Menurut mereka seringkali kesiapsiagaan itu adalah tugas bagian emergensi dan tugas tenaga kesehatan pada umumnya adalah pada tahap tanggap darurat, seperti ungkapan salah satu informan berikut : ‘’ …Tentang kesiapsiagaan itu … di Puskesmas sendiri ada program namanya emergensi, itu petugasnya apabila ada kejadian banjir atau kebakaran sudah disiapsiagakan langsung terjun ke lapangan” . Hasil indepth interview mengenai pengetahuan informan tentang fungsi puskesmas sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan yang mendukung dalam persiapan menghadapi bencana banjir sebagian informan belum sepenuhnya benar. Hal ini dikarenakan sebagian informan menyatakan bahwa fungsi tersebut berkaitan dengan persiapan dalam obat dan pengobatan serta alat-alat untuk mengatasi masalah akibat bencana banjir, seperti ungkapan informan berikut : “…Ya biasalah…melakukan pengobatan saja paling, kalau misalnya ada yang mengalami munmen, diare, atau entah kakinya kena apa, yaitulah pengobatan sajalah…” “…Untuk yaitulah , memantau ada yang sakit, memantau yang memerlukan pengobatan, dalam persiapan obat-obatan, alat-alat, ambulans yaitu puskesmas keliling…” Berdasarkan hasil indepth interview mengenai pengetahuan informan tentang fungsi puskesmas sebagai pusat pemberdayaan masyarakat yang mendukung dalam persiapan menghadapi bencana banjir sebagian kecil informan sudah memahami dengan benar, seperti ungkapan informan berikut : “ …Itu pemberdayaan masyarakat…bisa membentuk manusia-manusia yang mengerti kesehatan ya, seperti apa ya …em… kader-kader Puskesmas, gitu…ya…” Universitas Sumatera Utara “…Ya, kadang-kadang masyarakat ini ada juga dia membantu seperti dalam pengobatan, seperti itulah dari LSM, kayak seperti organisasi-organisasi, jadi kita seperti orang itu kita bekerjasama…kita harus disitu jangan ditinggalkan karena ini kan wilayah kita…” Berdasarkan hasil indepth interview mengenai pengetahuan informan tentang fungsi puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang mendukung dalam persiapan menghadapi bencana banjir sebagian kecil informan sudah memahami dengan benar, seperti ungkapan informan berikut : “…Ya, Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan yang pertama, dimana pelayanannya juga terbatas, kalau pelayanan tidak sanggup dilaksanakan diPuskesmas dikirim kerumah sakit…” “…Pelayanan apalah ya…pelayanan yang pertama yang melayani masyarakat…” Berdasarkan hasil indepth interview mengenai pengetahuan informan tentang obat dan perbekalan yang dibutuhkan agar penanganan gawat darurat dan rujukan dapat berjalan baik sebagian informan pada umumnya sudah memahami dengan benar, seperti ungkapan informan berikut : “…Inilah dari mulai P3Knya, alat-alat medisnya juga kan perlu seperti oksigen, tandunya, bedah minornya saya rasa perlu bila ada koyak atau robek, belum lagi penanganan RJP resusitasi jantung paru nya, dan obat-obat medis…” “…Sarana prasarana, obat-obat… pertama, tensi meter, stetoskop, kotak pertolongan pertama, obat-obat emergensi, obat-obatan oral, infuse sama ambulans yaitu puskesmas keliling, ugd belum ada yang digunakan kamar suntik…” Berdasarkan hasil indepth interview mengenai pengetahuan informan tentang ketersediaan standar operasional prosedur penanganan gawat darurat, sebagian informan menyatakan bahwa belum mengetahui secara jelas ketersediaan standar operasional penanganan gawat darurat dan rujukan di Puskesmas, seperti ungkapan informan berikut : “…SOP…disini belum pernah ada kondisi seperti itu…” Universitas Sumatera Utara “ …Saya rasa nggak ada…” “…Ya mungkin ada, saya nggak tahu soal-soal itu…” 4.5.2 Sikap Informan Berdasarkan hasil indepth interview, diperoleh informasi bahwa sebagian besar informan menyatakan perlu melakukan surveilans kesehatan namun ada sebagian informan yang menyatakan bahwa itu tugas khusus bagian petugas surveilans dan sebagian ikut melakukan kegiatan tersebut, seperti ungkapan informan berikut : “…Kalau surveilans kesehatan perlu, tapi kita punya petugas surveilans, itu memang berkesinambungan, tertentu, masih perlu…” “…Perlu juga, khususnya kalau seperti saya bagian gizi…” Berdasarkan hasil indepth interview, diperoleh informasi bahwa sebagian besar informan menyatakan perlu melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat agar siapsiaga menghadapi banjir namun dalam kecenderungan untuk melakukan tindakan, ada informan yang menyatakan cenderung tidak melakukannya, seperti ungkapan informan berikut : “…Ya, intinya tak pernah keluar, kalau penyuluhan memang perlu, tapi bagian emergensi perlu melakukan penyuluhan itu…” Berdasarkan hasil indepth interview, diperoleh informasi bahwa sebagian besar informan menyatakan perlu bekerjasama dengan pihak di luar Puskesmas dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir, dengan alasan kesiapsiagaan tidak mungkin dijalankan hanya oleh tenaga kesehatan Puskesmas, tenaga kesehatan tidak mungkin bekerja sendiri-sendiri, seperti ungkapan informan berikut : “…Iyalah perlulah, nggak mungkin orang Puskesmas saja…” “…Harus, kitakan harus bekerjasama dengan pemerintahan setempat, kita tidak mungkin bekerja sendiri-sendiri…” Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil indepth interview, diperoleh informasi bahwa sebagian informan menyatakan perlu melatih masyarakat agar menjadi kader terlatih yang dipersiapkan untuk menghadapi bencana banjir, namun dalam kecenderungan untuk melakukan tindakan tersebut, ada informan yang menyatakan cenderung untuk tidak melakukannya, seperti ungkapan informan berikut : “…Sebetulnya …kader...sebetulnya mereka sudah mau dipindah…itu sebenarnya kader-kader posyandu sama kepling sudah diarahkan untuk bencana…ya perlu…” Hasil indepth interview, diperoleh informasi bahwa ada sebagian kecil informan yang menyatakan tidak perlu melibatkan pemberdayaan keluarga agar siapsiaga menghadapi bencana banjir di wilayah kerja Puskesmas, dengan alasan keluarga sudah terlatih dan bukan bagian pekerjaan dari tenaga kesehatan yang bersangkutan seperti ungkapan informan berikut : “…Karena mereka sudah terlatih sepertinya, jadi mereka tidak perlu, mereka sudah biasa menghadapi banjir…” “…Kalau saya sendiri, tidak perlu, karena bukan bagian saya …tapi kalau sudah terjadi banjir kami ikut sertakan untuk posko…” Hasil indepth interview, diperoleh informasi bahwa ada sebagian informan yang menyatakan tidak perlu menjalankan standar operasional prosedur penanganan gawat darurat dan rujukan, dengan alasan tugas bagian emergensi, langsung saja ditangani, bukan bagian tenaga kesehatan tersebut, seperti ungkapan informan berikut : “…Hanya bagian emergensi…” “…Nggak usahlah Bu langsung aja kita tangani, sebenarnya harus, tapi nggak ada…” “…Saya rasa tidak perlu, bukan bagian saya…” Universitas Sumatera Utara Hasil indepth interview, diperoleh informasi bahwa ada sebagian kecil imforman yang menyatakan tidak perlu melibatkan diri dalam perencanaan penyediaan obat dan perbekalansarana dan prasarana kesehatan untuk menghadapi bencana banjir, dengan alasan ada bagiannya, sudah diatur oleh atasan, bukan berhubungan dengan tugas tenaga kesehatan, seperti ungkapan informan berikut : “…Ya, kami ada bagian obat yaitu asisten apoteker…” “…Seharusnya perlu, tapi tidak pernah dilibatkan semua sudah diatur diatas…” “…Karena ini bukan berhubungan dengan saya, saya rasa tidak perlu, kalau sarana prasarana ya kalau dibutuhkan boleh juga…” Hasil indepth interview, diperoleh informasi bahwa semua informan menyatakan perlu dilakukan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dalam penanganan gawat darurat dan penanggulangan bencana banjir, dengan beberapa alasan seperti ilmu selalu berkembang dan refreshing, ada informasi baru, karena Puskesmas rawan banjir, tahu penanganan lebih baik lagi. Frekuensi pelatihan yang diungkapkan informan berkisar mulai dari 1 bulan, 3 bulan, 1 tahun , 2 tahun sampai 5 tahun, seperti ungkapan informan berikut : “…Perlu karena ilmu selalu berkembang…setiap tahun sekali, kan ada perkembangan ilmu pengetahuan, ada refreshing, karena ilmu pengetahuan pesat perkembangannya…” “…Perlu…5 tahun boleh, 2 tahun boleh, selama ada informasi…kadangkan ada informasi baru, teknik baru, ya 2-3 tahun…” “…Perlu…sebaiknya saya rasa…apalagi Puskesmas daerah rawan banjir…6 bulan sekali…’ “…Oh, sangat perlu…kalau bisa, maunya sebulan sekali… “…Menurut saya sangat perlu, agar kita lebih tahu penanganan yang lebih baik lagi…menurut saya dua kali pelatihan…pertama misalnya bagaimana pertolongan pertama penanganan banjir kedua dalam bencana lain, kadang disini kan ada bencana kebakaran, kan bencana ini kan beragam-ragam, namanya ilmu berubah- ubah, kalau bisa satu tahun sekali…” Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa semua informan menyatakan perlu melakukan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat sehingga masyarakat mampu menghadapi bencana banjir dan dampak yang ditimbulkan akibat bencana banjir diwaktu akan datang.

4.5.3 Kesiapsiagaan Informan

Hasil indepth interview mengenai tindakan dalam menilai tatanan di wilayah kerja Puskesmas beresiko atau tidak beresiko banjir, sebagian informan tidak melakukan tindakan tersebut, seperti ungkapan informan berikut : “…Belumlah, nggak tugasnya Mbak…” “…Tidak pernah, …’ Hasil indepth interview mengenai tindakan dalam pemetaan daerah rawan bencana banjir di wilayah kerja Puskesmas, semua infroman tidak melakukan tindakan tersebut, seperti kutipan informan berikut : “…Inilah didaerah Kampung Aur, Sungai Mati …peta belum ada tapi dikelurahan nggak tahulah… didinas kesehatan sepertinya ada…saya tidak terlibat dalam pembuatan peta, pernah peta DBD…” “…Belum ada, kebetulan bukan program saya, jadi saya tidak apa kali…” Hasil indepth interview mengenai tindakan dalam mengartikan rambu-rambu bencana banjir di wilayah kerja Puskesmas, semua informan menyatakan tidak ada rambu-rambu bencana banjir di wilayah kerja Puskesmas, sebagian informan mengatakan tidak mampu mengartikan rambu-rambu bencana, seperti kutipan informan berikut : “…Rambu-rambu, kayak dijalan, rambu-rambu lalu lintas…” Universitas Sumatera Utara “…Rambu-rambu bencana maksudnya kondisi begitu…” Hasil indepth interview mengenai tindakan dalam memantau sistem peringatan dini untuk bencana banjir, hanya sebagian kecil informan melakukan tindakan tersebut, seperti kutipan informan berikut : “…Dengan kelurahan …kepling dulu …kayak seperti apa kalau ada bencana kita beritahu kepling …kita siapsiaga…kita mendapat informasi dari kepling lewat telepon, maka 24 jam telepon tidak pernah mati… Hasil indepth interview mengenai tindakan melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir, hanya sebagian kecil informan melakukan tindakan tersebut, seperti kutipan informan berikut : “…Setidaknya menerangkan tentang kebersihan lingkungan ..ya membuang sampah pada tempatnya, dan tidak bermukim didaerah yang rendah..tempat aliran air…” Hasil indepth interview mengenai tindakan dalam melakukan kerjasama dengan pihak kelurahankecamatan dan melakukan kemitraan dengan organisasi kemasyarakatnLSM dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir dan , sebagian besar informan melakukan tindakan tersebut, seperti kutipan informan berikut : “…Pihak-pihak lintas sektoral seperti inilah, pihak kepala lingkungan, kelurahan, kecamatan…” “Ya, LSM, masyarakat, kelurahan, camat…” Hasil indepth interview mengenai tindakan pembinaan kader dalam penyelenggaraan upaya kesehatan berbasis masyarakat, hampir semua informan belum melakukan tindakan tersebut, seperti kutipan informan berikut : Universitas Sumatera Utara “…Sebenarnya belum pernah kita apain, kebakaran ya tapi banjir belum, kebakaran dari badan…kami ikut saja…” Hasil indepth interview mengenai tindakan melakukan pemberdayaan kepada keluarga sebagai mitra pembangunan kesehatan agar siap siaga menghadapi bencana, hanya sebagian kecil informan yang melakukan tindakan tersebut, seperti kutipan informan berikut : “…Menerangkan kepada sebuah keluarga itu, terutama orangtua ya, kan dia sebagai pelindung keluarga tentang itu tadi lingkungan yang bersih tadi dan ya …siapsiaga dengan kondisi lingkungannnya…” Hasil indepth interview mengenai tindakan melakukan standar operasional prosedur penanganan gawat darurat dan rujukannya, hampir semua informan tidak melakukan tindakan tersebut, dengan alasan tidak ada SOP. Asumsi peneliti hal ini berkaitan dengan sarana prasaranaperbekalan yang ada di Puskesmas sehingga sulit terbentuknya SOP penanganan gawat darurat dan rujukannya dan juga belum adanya kebijakan dalam pembuatan SOP tersebut. Salah satu kutipan informan berikut : “…Nggak usahlah Bu langsung aja kita tangani, sebenarnya harus, tapi nggak ada itu…” Hasil indepth interview mengenai tindakan melakukan pelayananan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat sehingga masyarakat mampu menghadapi bencana banjir dan dampak yang ditimbulkan, sebagian informan melakukan tindakan tersebut, seperti kutipan informan berikut : “…Penyuluhan saja…tentang lingkungan yang bersih disitu kuncinya, menghindari pemukiman atau lingkungan tempat air yang rendah, dan pengobatan bila ada dampak penyakit dari banjir tadi…pengobatan bila ada yang sakit yang terjadi akibat banjir…masalah kesiapan ya…dari fisik dan mental…” Universitas Sumatera Utara

4.5.4 Obat-obatan

Berdasarkan hasil wawancara berpedoman pada kuesioner dengan bagian perlengkapan sekaligus tenaga kesehatan bagian obat-obatan, ketersediaan obat berdasarkan jenis obat, sebagian jenis obat terpenuhi untuk kebutuhan tahun 2011 dan sebagian jenis obat hanya sebagian terpenuhi. Untuk jenis obat antibiotik, analgetik, obat kulit, obat mata, oralit, obat batuk terpenuhi untuk kebutuhan pelayanan Puskesmas Kampung Baru pada tahun 2011. Sedangkan untuk jenis obat antipiretik, antasida, antialergi, antiradang dan obat psikofarmaka hanya sebagian terpenuhi untuk kebutuhan pelayanan Puskesmas Kampung Baru pada tahun 2011.

4.6 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan langsung peneliti di Puskesmas Kampung Baru mengenai sarana prasarana Puskesmas Kampung Baru diawali dengan mengamati denah ruangan Puskesmas Kampung Baru seperti terlihat pada skema 4.2 Universitas Sumatera Utara Gambar 4.2 Denah Ruangan Puskesmas Kampung Baru Sumber : Hasil Observasi 2012 Dari gambar 4.2 dapat terlihat bahwa belum adanya Unit Gawat Darurat dan belum dijalankan sistem triase Puskesmas. Dalam kegiatan sehari-hari bila ada pasien memerlukan tindakan menyuntik atau tindakan yang mengarah kepada petolongan pertama maka dilakukan diruangan suntik. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa tepat didepan Puskesmas Kampung Baru ada sebuah rumah sakit yaitu RS Bersalin WINNA. Berdasarkan dari pengamatan data sekunder, didapatkan bahwa sudah tersedia jadwal posko piket hari liburminggu di Puskesmas Kampung Baru bila terjadi bencana atau tim adipura turun yang dibagi menjadi 4 minggu, dimana 1 kelompok tenaga kesehatan berada pada minggu tertentu. Universitas Sumatera Utara Hasil pengamatan selanjutnya peneliti lakukan mengenai ketersediaan perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun seperti terlihat pada tabel 4.14 Tabel 4.14 Ketersediaan Perbekalan Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 No. Jenis Perbekalan Jawaban Keterangan 1. Kebutuhan triase tanda pengenal, kartu dan label triase, peralatan administrasi, tandu, alat penerangan Sebagian tersedia Yang tersedia : alat penerangan, peralatan adiminstrasi 2 Peralatan resusitasi jalan nafas tabung O2, peralatan intubasi, peralatan trakeostomi, ambubag Sebagian tersedia Yang tersedia : ambubag 3 Peralatan resusitasi jantung infus set, cairan infuse RL, NaCl, Dektrose, obat-obatan penatalaksanaan syok Sebagian tersedia Yang tersedia : infus set, cairan infuse RL, NaCl, Dektrose 4 Perlengkapan obat-obat perawatan luka kapas, verban elastic, sarung tangan, minor surgery set, antiseptik, bidaispalk, collar neck, selimut Sebagian tersedia Yang tersedia : kapas, verban elastic, sarung tangan, minor surgery set, antiseptic 5 Alat evakuasi alat penerangan, tandu Tidak Tersedia 6 Peralatan pelayanan pengobatan tensimeter, stetoskop, lampu senter, minor surgery set Tersedia 7 Sarana komunikasi dan transportasi radio komunikasi, ambulans, identitas petugas Sebagian tersedia Yang tersedia : ambulans 8 PMT untuk ibu hamil, ibu bersalin, bayi, balita Tidak Tersedia Sumber : Hasil Observasi 2012 Berdasarkan tabel 4.14, ada sebagian kecil dari perbekalan kesehatan dalam penanggulangan bencana di Puskesmas yang semua tersedia, ada sebagian perbekalan kesehatan yang sebagian tersedia, dan ada sebagian yang tidak tesedia. Universitas Sumatera Utara

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Karakteristik Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru

dengan Pengetahuan Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun Berdasarkan hasil uji eksak fisher didapat nilai p = 0,349 menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dengan pengetahuan responden, nilai p = 0,255 menunjukkan tidak ada hubungan antara lama bekerja dengan pengetahuan responden, nilai p = 0,369 menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan responden. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Mubarak 2009 yang menyatakan bahwa umur, pengalaman, dan pendidikan dapat memengaruhi pengetahuan seseorang. Berdasarkan hasil uji eksak fisher nilai p = 0,009 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pelatihan dengan pengetahuan responden. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Menurut Sastrohadiwiryo 2002, pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ketrampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. Dengan pelatihan, maka akan terjadi pengembangan kebiasaan melalui pikiran, sehingga semakin luas pengetahuannya. Menurut Ditjen Binkesmas Depkes 2005, latihan kesiapsiagaan dilakukan melalui simulasi protap- Universitas Sumatera Utara protap yang telah disusun oleh tim penanggulangan bencana maupun simulasi tim kesehatan Puskesmas agar mampu memberikan pelayanan gawat darurat.

5.2 Hubungan Karakteristik Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru

dengan Sikap Mengenai Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun Berdasarkan hasil uji eksak fisher didapat nilai p = 0,682 menunjukkan tidak ada hubungan antara umur terhadap sikap responden, nilai p = 0,636 menunjukkan tidak ada hubungan antara lama bekerja dengan sikap responden, nilai p = 0,636 menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan sikap responden, nilai p = 0,773 menunjukkan tidak ada hubungan antara pelatihan dengan sikap responden. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Azwar 2011, bahwa pengalaman dan pendidikan memengaruhi sikap seseorang. Hal ini juga tidak sesuai dengan penelitian Khader dkk 2010, yang menyatakan bahwa umur, pengalaman, program khususpelatihan memengaruhi sikap perawat dalam melakukan pelayanan kasus terminal.

5.3 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan

Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun Menurut Sutton dan Tierney 2006, Citizen Corps 2006, LIPI- UNESCOISDR 2006, pengetahuan dapat mempengaruhi kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana. Hasil penelitian tentang variabel pengetahuan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir ditemukan pengetahuan baik dengan persentase kesiapsiagaan tenaga kesehatan menghadapi bencana banjir dengan Universitas Sumatera Utara kategori siap sebesar 66,6 . Hasil analisis eksak fisher menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas menghadapi bencana banjir. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa secara statistik variabel pengetahuan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun. Dengan melihat pada hasil uji statistik dapat dijelaskan semakin tinggi pengetahuan mengenai kesiapsiagaan mengenai bencana banjir akan menghasilkan kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas menghadapi bencana banjir. Pengetahuan tenaga kesehatan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir masih ada sebagian besar yang berpengetahuan buruk. Hal ini disebabkan masih ada tenaga kesehatan yang minim pengetahuannya tentang pemetaan rawan bencana, koordinasi dalam kesiapsiagaan, kegiatan surveilans pra bencana banjir, triase, rapid health assessment, surveilans saat bencana banjir, SPGDT-S atau SPGDT-B, surveilans pasca bencana banjir, penanganan masalah gizi, dan tujuan pemberdayaan masyarakat pasca banjir. Hal ini didukung dengan hasil indepth interview, dimana dapat diketahui hampir sebagian besar informan belum memahami secara menyeluruh mengenai definisi kesiapsiagaan, sebagian informan belum sepenuhnya memahami fungsi puskesmas sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan yang mendukung dalam persiapan menghadapi bencana banjir, hanya sebagian kecil informan yang memahami fungsi puskesmas sebagai pusat pemberdayaan masyarakat yang mendukung dalam persiapan menghadapi bencana Universitas Sumatera Utara banjir dan hanya sebagian kecil informan yang memahami fungsi puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang mendukung dalam persiapan menghadapi bencana banjir. Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru dalam menghadapi bencana banjir adalah sebagian besar masih relatif buruk sehingga masih belum siap dalam menghadapi bencana banjir. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa tenaga kesehatan Puskesmas perlu meningkatkan pengetahuan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Menurut Notoadmodjo 2007, pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pelatihan lebih memberi kemungkinan yang besar untuk memengaruhi pengetahuan tenaga kesehatan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Berdasarkan hasil indepth interview, diketahui bahwa semua informan menyatakan perlunya dilakukan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dalam penanganan gawat darurat dan penanggulangan bencana banjir dengan berbagai alasan seperti ilmu selalu berkembang dan refreshing, ada informasi baru, karena Puskesmas rawan banjir, tahu penanganan yang lebih baik lagi. Frekuensi pelatihan yang diungkapkan informan berkisar mulai dari 1 bulan, 3 bulan, 1 tahun, 2 tahun sampai 5 tahun. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian Nugroho 2007, tentang kajian kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana gempa bumi dan tsunami di nias selatan menunjukkan bahwa pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap kesiapsiagaan pemerintah menghadapi bencana. Parameter pengetahuan aparat pemerintah sebesar 55,53 atau dalam kategori hampir siap dengan indeks total kesiapsiagaan aparat pemerintah sebesar 51,50 atau dalam kategori kurang siap. Maulidar dkk 2010 dalam penelitiannya tentang Pengaruh Pengetahuan, Kesiapan diri dan Kemampuan yang Dipersepsikan oleh Perawat sebagai tenaga kesehatan masyarakat yang bekerja di area bencana tsunami Provinsi Aceh, juga mengungkapkan hal senada, yakni adanya korelasi antara pengetahuan dengan kemampuantindakan yang dipersepsikan. Pada penelitian ini, hasil analisis koefisien korelasi dengan Pearson Product-Moment menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kemampuantindakan yang dipersepsikan berkaitan dengan pelayanan keperawatan pada bencana tsunami r = 0,24, p0,01 . Maulidar dkk juga menyatakan bahwa cara-cara untuk mempersiapkan diri agar pengetahuan dalam bekerja di area bencana baik adalah melalui membaca buku dan bahan-bahan yang terkait dengan penanganan bencana, searching dan membaca bahan-bahan yang terkait via internet, menghadiri seminar dan konferensi berkaitan dengan penanganan bencana. Penelitian senada juga dinyatakan Muchsin 2003, tentang Pengaruh Karakteristik Individu dan Organisasi Terhadap Kinerja Dokter PTT di Puskesmas dalam Kota Banda Aceh, juga menunjukkan bahwa ada pengaruh tingkat Universitas Sumatera Utara pengetahuan terhadap kinerja pegawai. Pada penelitian ini, hasil analisis koefisien korelasi menunjukkan pengaruh sedang r = 0,359 dan berpola positif, dan berdasarkan hasil uji statistik regres i berganda, nilai p value = 0,025 berarti pada α = 5 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pengetahuan responden dengan kinerja Dokter PTT di Puskesmas dalam Kota Banda Aceh.

5.4 Pengaruh Sikap terhadap Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas

Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun Menurut Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood dalam Azwar 2011, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak favorable maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak unfavorable pada objek tersebut. Berdasarkan analisis univariat sikap tenaga kesehatan mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir dari 22 responden, 21 responden 95,5 menyatakan mendukung atau bersikap positif mengenai kegiatan kesiapsiagaan tenaga kesahatan menghadapi banjir dan mendukung setiap upaya-upaya penanggulangan bencana banjir di bidang kesehatan. Namun dari segi mengenai kegiatan kesiapsiagaan dari 21 responden yang menyatakan mendukung atau bersikap positif, hanya 5 responden 23,8 yang memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir. Menurut Citizen Corps 2006, sikap dapat memengaruhi kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana. Namun hal ini berbeda dengan hasil analisis eksak fisher menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan Universitas Sumatera Utara kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun. Perbedaan antara pengetahuan yang lebih cenderung buruk sedangkan sikap yang lebih cenderung positif serta kesiapsiagaan lebih cenderung tidak siap kemungkinan disebabkan karena sikap berkaitan dengan tanggungjawab tenaga kesehatan sebagai pegawai negeri sipil yang merupakan abdi negara yang memiliki rasa tanggung jawab. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2004 pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa jiwa koprs pegawai negeri sipil adalah rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerja sama, tanggungjawab, dedikasi, disiplin, kreatifitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi pegawai negeri sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut LIPI-UNESCOISDR 2006, secara umum salah satu faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana baik untuk individu dan rumah tangga, pemerintah, komunitas sekolah maupun stakeholder pendukung kelembagaan masyarakat, LSM, kelompok profesi, pihak swasta adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Secara khusus pada pemerintah, faktor kritis kesiapsiagaan utuk mengantisipasi bencana ditekankan adalah pada pengetahuan terhadap resiko bencana sedangkan sikap tidak menjadi faktor penekanan. Sedangkan pada individu dan rumah tangga ditekankan adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Hasil uji statistik menjelaskan semakin positif sikap mengenai kesiapsiagaan mengenai bencana banjir belum tentu akan menghasilkan kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas menghadapi bencana banjir. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa kemungkinan adanya faktor lain yang menyebabkan sikap positif tenaga Universitas Sumatera Utara kesehatan tetapi menghasilkan ketidakmampuan dalam melakukan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Menurut Notoatmodjo 2010, menyatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Menurut Azwar 2011, semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang ikut menjadi pertimbangan dalam bertindak, maka semakin sulitlah memprediksi perilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya sebagai indikator sikap seseorang. Hal ini didasarkan karena suatu tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh berbagai faktor eksternal lainnya. Moabi 2008 dalam penelitiannya tentang pengetahuan, sikap dan tindakan tenaga pelayanan kesehatan berkaitan dengan kesiapsiagan menghadapi bencana di RS Johannesburg Provinsi Gauteng Afrika Selatan, menunjukkan sikap mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah favorable atau baik, namun menunjukkan ketidakedekuatan dalam tindakan kesiapsiagaan. Dari hasil penelitian ini, perbedaan yang terjadi antara sikap dan kesiapsiagaan dipenuhi dengan pelatihan kepada staf yang dilakukan secara regular. Menurut Notoatmodjo 2010, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Hal ini dapat ditunjukkan, berdasarkan hasil observasi bahwa perbekalan kesehatan untuk penanggulangan bencana di Puskesmas Kampung Baru, untuk sebagian jenis hanya sebagian terpenuhi. Hal yang senada juga dapat ditunjukkan dengan hasil wawancara dengan petugas perlengkapan, bahwa untuk sebagian jenis obat-obatan hanya sebagian mencukupi untuk kebutuhan Universitas Sumatera Utara Puskesmas Kampung Baru di tahun 2011. Hal lain lagi yang sejalan dapat ditunjukkan adalah berdasarkan hasil indepth interview menunjukkan bahwa tidak adanya standar operasional prosedur penanganan gawat darurat dan rujukan di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun. Menurut Azwar 2011, sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling memengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut memengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kondisi ini dapat terjadi dalam hubungan atasan dan bawahan. Berdasarkan hasil indepth interview menunjukkan bahwa Dinas kesehatan mendukung dalam penyiapan sarana prasarana, obat-obatan, pelatihan. Namun kesimpulan peneliti, berdasarkan hasil indepth interview, wawancara beserta observasi, dukungan ini masih perlu ditingkatkan untuk fase pra bencanakesiapsiagaan tanpa mengabaikan fase saat bencana banjir dan sesudah suatu bencana banjir. Universitas Sumatera Utara

5.5 Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru Menghadapi

Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun Menurut Schneid dan Collins 2001, kesiapsiagaan yang sesuai sebelum suatu bencana terjadi adalah dasar untuk mengurangi resiko dan mengurangi kerusakan. Menurut LIPI-UNESCOISDR 2006, kesiapsiagaan merupakan elemen penting dan berperan besar dari kegiatan pengendalian resiko bencana sebelum terjadi bencana dan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana. Dengan kesiapan tenaga kesehatan fase kesiapsiagaanpra bencana yang baik, akan sangat mendukung kegiatan penanggulangan bencana banjir pada saat bencana dan tahap pasca bencana banjir. Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat yang bertanggungjawab diwilayah kerjanya. Puskesmas sebagai sarana kesehatan ditingkat kecamatan dalam kejadian bencana dapat terlibat secara langsung sebagai bagian Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Sehari-hari SPGDT bencana sesuai tahapan bencana. Apabila Puskesmas tidak menjadi korban dan masih dapat berfungsi bila terjadi suatu bencana maka pada tahap awal yang melaksanakan penanggulangan bencana adalah Puskesmas yang berfungsi sebagai pos lapangan sambil menunggu bantuan dari tingkat yang lebih tinggi Ditjen Binkesmas Depkes, 2005. Oleh karena itu, tenaga kesehatan Puskesmas harus mampu mempersiapkan diri dalam fase kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan analisis univariat kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas menghadapi bencana banjir dari 22 responden, 5 responden 22,7 memiliki kesiapsiagaan menghadapi banjir. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyaknya tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru yang belum memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir. Berdasarkan hasil penelitian, kurangnya kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru dalam menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun dapat dilihat dari masih rendahnya kemampuan tenaga kesehatan melakukan penilaian tatanan beresiko atau tidak beresiko banjir, melakukan pemetaan daerah rawan banjir, mengartikan rambu-rambu bencana banjir, memantau sistem peringatan dini, melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir, melakukan kerjasama dengan pihak kelurahankecamatan dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir, melakukan pembinaan kader dalam penyelenggaraan UKBM, melakukan pelatihan kepada kader agar siap siaga menghadapi bencana, melakukan kemitraan dengan organisasi kemasyarakatanLSM, melakukan pemberdayaan kepada keluarga agar siap siaga menghadapi bencana, melakukan SOP penanganan gawat darurat dan rujukannya, melakukan perencanaan dalam penyiapan obat dan perbekalan kesehatan untuk menghadapi bencana banjir, dan mengikuti pelatihan mengenai penanggulangan bencana banjir. Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan Universitas Sumatera Utara berubahnya tata kehidupan masyarakat. Menurut WHO Kobe Centre 2007, pengujian pada empat kejadian gempa bumi mengenai tingkat kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dua di California, satu di Kobe dan satu di Armenia. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dua sistem di California menghasilkan tingkat kesiapsiagaan menghadapi bencana yang tinggi, dan memiliki rata-rata case fatality yang rendah sekitar 1 kematian dari 100 orang yang cedera. Kobe yang terletak di Jepang ikut terlibat dalam kesiapsiagaan , memiliki 31 kematian dari 100 orang yang cedera. Hasil studi ini memvalidasikan pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dalam sektor kesehatan untuk menghindari terjadinya cedera yang parah bahkan sampai terjadi jatuhnya korban jiwa. Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa masih rendahnya kemampuan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru menghadapi bencana banjir, dikhawatirkan akan menimbulkan banyaknya masyarakat yang mengalami cedera tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sehingga kemungkinan dapat menjadi cedera yang lebih parah atau bahkan bisa terjadi jatuhnya korban jiwa. Berdasarkan hasil indepth interview, alasan informan tidak melakukan tindakan penilaian tatanan beresiko atau tidak beresiko banjir dan tidak melakukan tindakan pemetaan daerah rawan banjir, karena menganggap bukan tugas dari tenaga kesehatan tersebut. Sedangkan alasan hampir semua informan tidak melakukan tindakan pelaksanaan standar operasional prosedur penanganan gawat darurat dan rujukannya, karena tidak adanya standar operasional penanganan darurat dan rujukan, bukan tugas dari tenaga kesehatan dan hanya tugas bagian emergensi. Hal inilah yang Universitas Sumatera Utara menyebabkan hasil uji statistik eksak fisher menunjukkan bahwa sikap tidak berhubungan secara signifikan terhadap kesiapsiagaan tenaga kesehatan menghadapi bencana banjir. Artinya semakin favorable atau semakin positif tenaga kesehatan dalam mendukung upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir meliputi dukungan tenaga kesehatan pada saat pra, saat dan pasca bencana banjir, maka akan semakin kurang atau minimal melakukan tindakan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir. Menurut Coppola 2007, perencanaan operasional penanganan gawat darurat adalah suatu dokumen yang menggambarkan secara menyeluruh dan detail tentang orang dan badan yang akan terlibat dalam meresponi kejadian yang berbahaya termasuk bencana, tanggungjawab dan tindakan-tindakan individu dan badan dan kapan dan dimana tanggungjawab tindakan itu akan digunakan. Perencanaan operasional penanganan gawat darurat dibutuhkan disetiap level pemerintahan dari lokal sampai dari nasional. Perencanaan dapat disusun oleh dalam keberadaan sebagai individu, seperti sekolah, rumah sakit, puskesmas, penjara dan pengguna lainnya. Menurut Ditjen Binkesmas 2005, kesiapsiagaan dalam pelayanan gawat darurat sehari-hari mencakup penerapan protap penanganan korban gawat darurat dan rujukannya, dan perencanaan dapat diinformasikan melalui latihan kesiapsiagaangladi untuk mensimulasi protap yang telah disusun oleh tim Puskesmas. Menurut Fadillah 2010, dalam penelitiannya tentang Penentuan Variabel yang Berpengaruh dalam Penanganan Bencana di Indonesia menunjukkan faktor- Universitas Sumatera Utara faktor utama dalam penanganan bencana yang harus diperhatikan salah satunya adalah kapasitas atau kemampuan petugas. Faktor kapasitas bersama dengan faktor lainnya yaitu ukuran besarnya bencana, transportasi, startegi supply chain, inventori telah mempengaruhi 80 dari keseluruhan penanganan bencana. Untuk membentuk kapasitas petugas dalam penanganan bencana diperlukan kesiapsiagaan petugas dan kesiapsiagaan suatu instansi. Menurut Guerdan 2009, dalam penelitiannya tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana dan pengelolaan bencana menunjukkan kemampuan profesional dokter dalam pelayanan kesehatan dasar berhubungan secara signifikan antara kemampuan yang baik pada saat kesiapsiagaan menghadapi bencana dan pada saat mengelola suatu bencana. Berdasarkan hasil penelitian ini, langkah pertama untuk mengembangkan kemampuan dokter dalam pelayanan kesehatan dasar pada saat bencana adalah dengan pengkajian pengetahuan yang adekuat. Menurut Green dalam Notoadmodjo 2007, perilaku dipengaruhi 3 faktor utama, yaitu faktor predisposisi predisposising meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, faktor pemungkin enabling yaitu ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan, faktor penguat reinforcing meliputi dukungan dari orang yang dianggap penting, dukungan kebijakan yang terkait dengan kesehatan, peran contoh. Hasil analisis regresi logistik memnujukkan bahwa probabilitas tenaga kesehatan untuk siap menghadapi bencana banjir dengan pengetahuan baik adalah 66,6 . Sedangkan sisanya 33,4 dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk ke dalam model persamaan regresi logistik. Berdasarkan hasil wawancara, indepth Universitas Sumatera Utara interview dan hasil observasi peneliti menyimpulkan bahwa faktor lain yang turut memengaruhi kesiapsiagaan tenaga kesehatan Puskesmas Kampung Baru dalam menghadapi bencana banjir di Kecamatan Medan Maimun adalah ketersediaan fasilitas, ketersediaan SOP penanganan gawat darurat dan rujukan, dukungan kebijakan dan komitmen staf adalah sebagai berikut :

1. Ketersediaan Fasilitas

Menurut Notoatmodjo 2007, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Menurut Coppola 2007, pengembangan alat dan persediaan membantu respon terhadap bencana dan pemulihan suatu bencana dimana badaninstansi yang melakukan respon tersebut dapat menurunkan jumlah yang cedera dan kematian dan jumlah kerusakan harta benda secara drastis. Menurut Van Wassenhove 2006 dalam Leeuw dkk 2009, menyatakan perencanaan logistikfasilitas yang baik memastikan penggunaan material dan kemampuan yang tepat adalah suatu yang krusial dalam rangka persiapan menghadapi bencana banjir. Menjadi siap adalah suatu yang krusial untuk suatu respon yang efektif. Berdasarkan hasil observasi bahwa perbekalan kesehatan untuk penanggulangan bencana di Puskesmas Kampung Baru, untuk sebagian jenis perbekalan kesehatan hanya sebagian terpenuhi dan belum tersedianya unit gawat darurat beserta sistem triase di Puskesmas. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas perlengkapan, bahwa untuk sebagian jenis obat-obatan hanya sebagian mencukupi untuk kebutuhan Puskesmas Kampung Baru di tahun 2011. Oleh karena Universitas Sumatera Utara itu, kondisi fasilitas tersebut menjadi penggerak perilaku kesiapsiagaan tenaga kesehatan dalam menghadapi bencana banjir di masa yang akan datang. Dijten Binkesmas Depkes 2005, menyatakan peran puskesmas dalam penanggulangan bencana mengenai pelayanan gawat darurat sehari-hari, salah satunya adalah kesiapsiagaan sarana prasarana pelayanan gawat darurat yang dimiliki. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1097MenkesPerVI2011 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas menyatakan pelayanan kesehatan dasar di pelayanan rawat jalan tingkat pertama yang dapat diberikan puskesmas adalah penanganan gawat darurat. Berdasarkan kondisi diatas diperlukan sarana prasarana pelayanan gawat darurat sehari-hari pada suatu puskesmas terutama bagi puskesmas yang sering berhadapan dengan resiko bencana. Berdasarkan hasil observasi, dan wawancara mendalam, untuk mengantisipasi keadaan gawat darurat yang dihadapi tenaga puskesmas, dilakukan dengan penyediaan kerjasama tenaga kesehatan Puskesmas melalui rujukan pasien menggunakan ambulans ke rumah sakit yang ada di Kecamatan Medan Maimun atau di luar Kecamatan Medan Maimun. Rumah sakit dan klinik yang ada di setiap kelurahan yang ada di kecamatan Medan Maimun merupakan pusat kesehatan kelurahan Puskelkel. Jadwal posko piket hari liburminggu disediakan oleh Kepala Puskesmas bila terjadi bencana untuk mengantisipasi keadaan tersebut. Universitas Sumatera Utara

2. Ketersediaan SOP Penanganan Gawat Darurat dan Rujukan

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Akseptor Norplant (akbk) Terhadap Pelaksanaan Kontrol Ulang di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2004

0 33 89

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN KIDUL KOTA SEMARANG

0 4 132

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI DESA NGOMBAKAN KECAMATAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Desa Ngombakan Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

1 14 16

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Bantaran Sungai Bengawan Solo Kampung Sewu Kecamatan Jebres Surakarta.

0 1 15

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Bantaran Sungai Bengawan Solo Kampung Sewu Kecamatan Jebres Surakarta.

0 2 14

PENGARUH SIMULASI BENCANA TERHADAP KESIAPSIAGAAN PRAMUKA DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR Pengaruh Simulasi Bencana Terhadap Kesiapsiagaan Pramuka Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di SMP Negeri 3 Mojolaban Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.

0 1 13

SKRIPSI Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan Kota Surakarta.

0 0 13

PENDAHULUAN Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan Kota Surakarta.

0 0 13

NASKAH PUBLIKASI Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan Kota Surakarta.

0 0 23

Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat Sragen Kulon dalam Menghadapi Bencana Banjir

0 0 6