Kewenangan Desa Cara Menggunakan Modul

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 41

C. Kebijakan Baru tentang Desa

Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang selanjutnya, menjadi sebuah titik awal harapan desa untuk bisa menentukan posisi, peran dan kewenangan atas dirinya. Harapan supaya desa bisa bertenaga secara sosial dan berdaulat secara politik sebagai fondasi demokrasi desa, serta berdaya secara ekonomi dan bermartabat secara budaya sebagai wajah kemandirian desa dan pembangunan desa. Harapan tersebut semakin menggairah ketika muncul kombinasi antara azas rekognisi dan subsidiaritas sebagai azas utama yang menjadi jiwa dari undang-undang ini. Undang-Undang Desa yang didukung PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP No. 60 tentang, Dana Desa yang Bersumber dari APBN, telah memberikan pondasi dasar terkait dengan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terdapat 6 enam kebijakan pokok yang mengatur tentang desa, yaitu: 1 Penambahan kewenangan desa yakni urusan yang menjadi kewenangan kabupatenkota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. 2 Kepastian sumber keuangan desa, yakni: alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupatenkota paling sedikit 10 sepuluh perseratus setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. 3 Memperkuat makna demokrasi desa berdasarkan nilai musyawarah untuk mufakat dalam penetapan kebijakan desa , yakni merubah nomenklatur “Badan Perwakilan Desa” menjadi “Badan Permusyawaratan Desa”. 4 Memperkuat kedudukan Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa agar tercipta kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan desa, yakni: a melarang Kepala Desa menjadi pengurus partai politik, b memastikan kedudukan keuangan kepala desa, dan c Kepala Desa bertanggungjawab kepada BupatiWalikota. 5 Dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan administrasi pemerintahan desa, Kepala Desa dibantu oleh Sekretariat Desa yang dipimpin Sekretaris Desa. 6 Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang sudah ada dilakukan melalui Desa Persiapan.

D. Kewenangan Desa

Desa sebagai sebuah entitas pemerintahan otonom otonomi asli dijelaskan dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai kewenangan dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan Kemasyarakatan desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat. Selanjutnya dalam pasal 19 Kewenangan Desa meliputi: a kewenangan berdasarkan asal-usul; b kewenangan MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 42 lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oeh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah KabupatenKota; d kewenangan lainnya yang ditugaskanoleh pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah KabupatenKota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat mempunyai empat kewenangan, meliputi: 1 Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundang- undangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; 2 Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatenkota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; 3 Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupatenkota; 4 Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah KabupatenKota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas: 1 Sistem organisasi masyarakat desa; 2 Pembinaan kelembagaan masyarakat; 3 Pembinaan tanah kas Desa; dan 4 Pengembangan peran masyarakat desa. Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas: 1 Pengelolaan tambatan perahu; 2 Pengelolaan pasar desa; 3 Pengelolaan tempat pemandian umum; 4 Pengelolaan jaringan irigasi; 5 Pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat desa; 6 Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; 7 Pengembangan dan pembiayaan sanggar seni dan belajar; 8 Pengelolaan perpustakaan desa dan taman bacaan; 9 Pengelolaan embung desa; 10 Pengelolaan air minum berskala desa; dan 11 Pembuatan jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian. MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 43 Pelaksanaan kewenangan lokal berkonsekwensi terhadap masuknya program pemerintah ke ranah desa. Pasal 20 Undang-Undang Desa menegaskan, bahwa pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf [a] dan [b] Undang-Undang Desa diatur dan diurus oleh Desa. Pasal ini terkait dengan Pasal 81 ayat 4 dan 5: “Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa” dan “Pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan dengan Pembangunan Desa”. Selain kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal. Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan KabupatenKota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa akan berimplikasi sebagai berikut: 1 Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa, sehingga terjadi: 1 pergeseran kewenangan dari pemerintahan kabupatenkota kepada Pemerintahan Desa, 2 peningkatan volume perumusan peraturan perundang-undangan di desa berupa Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa. 2 Adanya pembiayaan yang diberikan KabupatenKota kepada Desa dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, sehingga terjadi: 1 pergeseran anggaran dari pos perangkat daerah kepada pos pemerintahan desa, dan 2 adanya program pembangunan yang bisa mengatasi kebutuhan masyarakat Desa dalam skala desa. 3 Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan desa dalam mengembangkan aspek budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di wilayahnya sesuai ruang lingkup kewenangan yang diserahkan. 4 Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh Pemerintah Desa sesuai kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh pemangku kepentingan Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan Masyarakat Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan semakin lebih maksimal. 5 Bila semua kebutuhan lokal dapat teratasi oleh Pemerintah Desa diharapkan akan semakin meningkat partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan program pemerintah. MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 44 PB 2 Bahan Bacaan Desa dan Visi UU Desa BB 2.2.3 MATRA PEMBANGUNAN DESA Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra. Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa Jamu Desa. Matra ini diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa sehingga mereka menjadi subyekberdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua, Lumbung Ekonomi Desa Bumi Desa. Matra ini mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa Karya Desa. Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. 1 Jaring Komunitas Wiradesa Jamu Desa Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat. Memajukan kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra Jaring Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 45 kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan diluar sekolah non formal. Melalui penciptaan komunitas belajar dan balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan, peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol jalannya kegiatan ekonomi dan politik. 2 Lumbung Ekonomi Desa Bumi Desa. Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang berkeadilan. Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini, organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas, pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi, Badan Usaha Milik Desa BUMDesa, lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa misalnya, pembentukan BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 46 secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi. Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga kerja tidak terampil unskill labour telah menyebabkan terus meluasnya persoalan bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan, rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga resilience dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya: terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia lokal. 3 Lingkar Budaya Desa Karya Desa Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja budaya kolektivisme yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material ekonomi, tetapi lebih dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan. MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 47 Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan metode ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan sustained impact untuk kemajuan dan kesejahteraan Desa. MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 48 Pokok Bahasan 3 TATA KELOLA DESA MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 49 MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 50 PB 3 Bahan Bacaan Tata Kelola Desa Bahan Bacaan 1 MUSYAWARAH DESA PENGERTIAN MUSYAWARAH DESA Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kata Musyawarah menurut bahasa berarti berunding dan berembuk. Pengertian musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak atau masyarakat luas. Di bawah ini dirangkum beberapa pengertian musyawarah dari berbagai pandangan ahli dan literatur, diantaranya: 1. Musyawarah adalah suatu upaya bersama dengansikap rendah hati untuk memecahkan persoalan mencari jalan keluar guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian. 2. Musyawarah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk membahas suatu masalah dengan tujuan agar mendapatkan solusi. Musyawarah merupakan sebuah sistem pengambilan keputusan yang melibatkan dua orang atau lebih dengan menyajikan kepentingankepentingan sehingga dapat tercipta suatu keputusan yang disepakati bersama. 3. Musyawarah merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah atau persoalan atau dengan kata lain sebuah upaya untuk mencari jalan keluar guna mengambil keputusan bersama dalam menyelesaikan suatu masalah yang melibatkan dua orang atau lebih. MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 51 4. Musyawarah adalah pembahasan untuk menyatukan pendapat dalam penyelesaian suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama. 5. Musyawarah merupakan membicarakan dan menyelesaikan bersama suatu persoalan dan maksud untuk mencapai kata mufakat atau kesepakatan. Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis. Menempatkan Musyawarah Desa sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untuk mengedepankan Musyawarah Desa yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa. Dengan demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. DASAR PEMIKIRAN MUSYAWARAH DESA Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia. Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa rembug Desa yang ada di Jawa. Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan memperkecil munculnya konflik di masyarakat. Beberapa pembelajaran dari pelaksanaan musyawarah dibeberapa tempat seperti Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Menunjukkan tradisi musyawarah masa lalu cenderung elitis, bias gender dan tidak melibatkan kaum miskin dan kelompk rentan lainnya. Dasar pemikiran perlunya sebuah musyawarah desa, diantaranya: 1 Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa bangsa Indonesia mengedepankan hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 2 Pengambilan keputusan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan bersama; 3 Cara mengemukakan pendapat harus berdasarkan akal sehat dan hati nurani, serta selalu mengutamakan persatuan dan kekeluargaan; 4 Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan; 5 Keputusan yang telah diambil harus dilaksanakan secara jujur dan bertanggung jawab oleh semua pemangku kepentingan. TUJUAN MUSWARAH DESA Musyawarah desa dilaksanakan untuk membuka kebekuan atau kesulitan dalam pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 52 melihat sebuah persoalan pembangunan dari berbagai sudut pandang. Melalui musyawarah desa, keputusan yang dihasilkan sesuai dengan standar dan persepsi seluruh peserta. Keputusan yang diperoleh dengan musyawarah akan lebih berbobot karena di dalamnya terdapat pendapat, pemikiran dan ilmu dari para peserta. Musyawarah desa dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama sehingga keputusan yang akhirnya diambil bisa diterima dan dijalankan oleh semua peserta dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian, pemaksanaan desa sebagai self governing community SGC direpresentasikan oleh Musyawarah Desa. PRINSIP-PRINSIP MUSWARAH DESA Partisipatif.Partisipasi berarti keikutsertaan masyarakat Desa dalam setiap kegiatan dan pengambilan keputusan strategis Desa. Partisipasi dilaksanakan tanpa memandang perbedaan gender laki-lakiperempuan, tingkat ekonomi miskinkaya, status sosial tokohorang biasa, dan seterusnya. Dalam Musyawarah Desa, pelaksanaan partisipasi tersebut dijamin sampai dalam tingkat yang sangat teknis. Dalam Pasal 3 ayat 3 huruf e Permendesa PDTT No. 2 Tahun 2015, diatur bahwa setip unsur masyarakat berhak “menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan selama berlangsungnya musyawarah Desa” Pasal 3 ayat 3 huruf e Permendesa PDTT No. 2 tahun 2015. Demokratis.Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak dan kewajibannya untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait pembahasan hal-hal yang bersifat startegis di desa. Musyawarah desa merupakan representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan pembangunan di desa. Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan sosial yang lebih harmonis. Transparan.Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang berlangsung demi kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu masyarakat Desa harus mengetahui apa yang tengah berlangsung dalam proses pengambilan keputusan di desa. Prinsip transparan berarti tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat Desa, kemudahan dalam mengakses informasi, memberikan informasi secara benar dan baik dalam hal materi permusyawaratan. Akuntabel.Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau pemangku kepentingan baik secara moral, teknis, administratif dan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang disepakati bersama oleh masyarakat, pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya mendapatkan informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat strategis, pengawasan dan MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 53 perlakuan yang sama dalam menyampaikan aspirasi. Kewajiban masyarakat mendorong swadaya gotong-royong dalam penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah Desa. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa. Melaksanakan komitmen hasil dari musyawarah. Secara ringkas dapat digambarkan pada bagan berikut:

a. Karakteristik Musyawarah Desa