Kesunyataan Mulia tentang Dukkha Kesunyataan Mulia tentang Asal Mula Dukkha

83 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti baik golongan bangsawan atau orang biasa, kedudukan rendah atau tinggi, miskin atau kaya sama kedudukannya. Salah sebagai salah, benar sebagai benar. Tetap berlaku adanya sebab dan akibatnya. Hukum karma tidak bisa dihindari, tidak bisa disuap, semua akan terjadi dengan sendirinya sesuai tindakannya. Begitu pepatah “apa yang terjadi terjadilah, itu hasil tanamanmu sendiri.” Jika melanggar aturan atau norma-norma, akan berakibat di masa sekarang atau masa yang akan datang. Maka ia yang mengembangkan moral, hukumnya ia akan berbahagia karena pasti berakibat manis. Orang yang bajik dihargai karena kebajikannya dan orang yang jatuh menderita akibat perbuatannya patut kita kasihani. Banyak orang percaya, katanya, ‘kebenaran pasti akan mengalahkan kejahatan’ tetapi sedikit orang yang dapat menghentikan kebiasaan buruknya untuk beralih pada kebiasaan baru yang lebih positif. Mengapa? Karena menikmati kesenangan atau kebiasaan buruknya, selama belum merasakan akibat kejahatannya, masih menganggap manis bagai madu. Waktu yang menentukan kapan perbuatannya akan berakibat, antara dua kemungkinan baik maupun buruk. Sebenarnya bukan kebajikan memenangkan keburukan sehingga kesalahan menjadi tersandera. Tetapi, semua bergantung pada produk yang kita buat. Bukankah semua atas perencanaan kita sendiri. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa hasil akhir yang buruk merupakan hasil kerja kita sendiri. Meskipun, kita yang salah karena ketololan kita sendiri, masih bersandiwara dengan menyalahkan orang lain. Kurang baiknya perilaku manusia pada umumnya karena tidak adanya perasaan malu dalam dirinya sendiri.

2. Kesunyataan dan Kenyataan

a. Paramatha-sacca: Kebenaran mutlak harus memenuhi syarat-syarat berikut. 1. Pasti benar. 2. Tidak terikat oleh waktu: dulu, sekarang dan yang akan datang sama saja. 3. Tidak terikat oleh tempat: di sini dan di mana pun sama saja. b. Sammuti-sacca: Kebenaran relatif, berarti bahwa sesuatu itu benar, tetapi masih terikat oleh waktu dan tempat.

3. Ehipassiko

Ehipassiko berarti “datang dan alamilah sendiri.” Umat Buddha tidak diminta untuk percaya saja, tetapi justru untuk mengalami sendiri segala sesuatu.

B. Empat Kesunyataan Mulia

1. Kesunyataan Mulia tentang Dukkha

Hidup dalam bentuk apa pun adalah dukkha. Contoh dukkha adalah a. Dilahirkan, usia tua, sakit, mati. b. Berhubungan dengan orang yang tidak disukai. c. Ditinggalkan oleh orang yang dicintai. 84 Kelas VII SMP d. Tidak memperoleh yang dicita-citakan. e. Masih memiliki pancakhanda. Dukkha yang disebabkan oleh Pancakhanda dapat juga dibagi menjadi seperti berikut. a. Dukkha-dukkha: dukkha yang nyata, yang benar-benar dirasakan sebagai penderitaan tubuh dan batin, misalnya: sakit kepala, sakit gigi, susah hati dan lain-lain. b. Viparinäma-dukkha: dukkha yang disebabkan oleh fakta bahwa semua perasaan senang dan bahagia bersifat tidak kekal, di dalamnya mengandung benih-benih kekecewaan, kekesalan dan lain-lain. c. Sankhärä-dukkha: dukkha yang disebabkan karena manusia merupakan pancakhandha. Pancakhanda adalah dukkha. Selama ada lima khanda, manusia tidak mungkin terbebas dari sakit.

2. Kesunyataan Mulia tentang Asal Mula Dukkha

Sumber dukkha adalah tanhä, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya. Makin diumbar makin keras ia mencengkeram. Orang yang pasrah kepada tanhä sama saja dengan orang minum air asin untuk menghilangkan rasa hausnya. Rasa haus itu bukannya hilang, bahkan menjadi bertambah karena air asin itu yang mengandung garam. Demikianlah, makin orang pasrah kepada tanhä makin keras tanhä itu mencengkeramnya. Dikenal tiga macam kehausan, yaitu seperti berikut. a. Kämatanhä: kehausan akan kesenangan indriawi, yaitu kehausan akan hal-hal berikut. a Bentuk-bentuk keindahan b Suara-suara yang merdu c Wangi-wangian d Rasa kenikmatan 85 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti e Sentuhan-sentuhan kelembutan f Bentuk-bentuk pikiran. b. Bhavatanhä: kehausan untuk lahir kembali sebagai manusia berdasarkan kepercayaan tentang adanya “atma roh yang kekal dan terpisah” attavada. c. Vibhavatanhä: kehausan untuk memusnahkan diri, berdasarkan kepercayaan, bahwa setelah mati tamatlah riwayat tiap-tiap manusia ucchedaväda.

3. Kesunyataan Mulia tentang Lenyapnya Dukkha