7 BAB II. KERAWANAN DAN KETAHANAN PANGAN
2.1 Definisi Kerawanan Pangan
Kerawanan pangan adalah kondisi ketidakcukupan pangan baik yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tanggaindividu. Kerawanan pangan
dapat terjadi berulang-ulang pada waktu tertentu kronis dan dapat pula akibat bencana alam maupun bencana sosial.
Kondisi rawan pangan dapat disebabkan: a tidak adanya akses ekonomi bagi rumah tangga individu untuk memperoleh pangan yang cukup;
b tidak adanya akses fisik untuk memperoleh pangan yang cukup; c tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan produktif bagi rumah tanggaindividu;
d tidak terpenuhinya pangan secara cukup baik dalam jumlah, mutu, ragam, keamanan serta keterjangkauan harga Murniningtyas dan Atmawikarta, 2006;
Badan Bimas Ketahanan Pangan 2001. Rawan pangan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan memperoleh
pangan cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan aktif. Kerawanan pangan terjadi apabila setiap individu hanya mampu memenuhi 80 kebutuhan pangan
dan gizi hariannya. Kondisi kerawanan pangan yang lebih parah apabila setiap individu tidak mampu memenuhi 70 dari kebutuhan pangan dan gizi
berturut-turut selama 2 bulan diikuti penurunan berat badan Pusat Pengembangan Distribusi Pangan DKP, 2005.
Kerawanan pangan dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu: a tingkat nasionalregional, rumah tangga dan individu. Kerawanan pangan tingkat
nasional merupakan situasi dimana pasokan pangan lebih rendah dari permintaan, sehingga harga tidak wajar. Kerawanan pangan nasional dapat
disebabkan ketidakmampuan mengimpor pangan yang memadai Dewan Ketahanan Pangan dan Program PBB 2003.
Dampak kerawanan pangan dan kekurangan gizi dapat terjadi baik pada skala makro dan mikro. Dampak skala mikro adalah pada semua kelompok
umur yaitu orang tua, orang dewasa, anak-anak, bayi dan para wanita termasuk wanita hamil. Dampak yang ditimbulkan adalah: a malnutrisi pada orang tua,
disebabkan kekurangan makanan dan penurunan kesehatan, menyebabkan
8 kesempatan bekerja dan pendapatan menurun dan umur harapan hidup
rendah; b penurunan derajat kesehatan dan kemampuan fisik usia produktif dengan tingkat kesakitan meningkat, absensi meningkat, pertumbuhan dan
daya tangkap menurun, kriminalitas meningkat; c malnutrisi pada wanita hamil dan meningkatnya angka kematian ibu hamil, perkembangan otak janin
dan pertumbuhan terhambat, berat bayi lahir rendah; d penurunan derajat kesehatan pada anak-anak, keterbelakangan mental, penyapihan yang tidak
cukup waktu sehingga mudah terkena infeksi serta kekurangan amkanan; € penurunan berat badan bayi, meningkatnya angka kematian, terganggunya
perkembangan mental dan meningkatnya resiko terkena penyakit kronis setelah dewasa. Dampak skala mikro adalah timbulnya permasalahan pada
kehidupan masyarakat, ditandai sulitnya mata pencaharian, menurunnya daya beli serta tingginya angka kriminalitas Deptan 2006.
2.2 Indikator Kerawanan Pangan Indikator pencapaian ketahanan pangan dibedakan atas indikator proses
dan indikator dampak. Indikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditunjukkan ketersediaan dan akses pangan. Indikator dampak meliputi
indikator langsung maupun tidak langsung. Indikator ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses sumber daya alam,
pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional dan kerusuhan social. Indikator akses pangan meliputi sumber pendapatan, akses
kredit modal, strategi rumah tangga dalam memenuhi kekurangan pangan. Indikator dampak secara langsung meliputi konsumsi, frekuensi pangan
dan status gizi, sedangkan indikator dampak secara tak langsung meliputi penyimpanan pangan. Setiawan 2002 merangkum beragam indikator
ketahanan pangan rumah tangga sesuai aspek ketersediaan akses dan pemanfaatan pangan seperti tertera pada Gambar 2.1.
9 Gambar 2.1. Faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan
Sumber : Setiawan 2002
Aspek ketersediaan dan stabilitas pangan dipengaruhi oleh sumberdaya alam, manusia dan sosial serta produksi pangan on farm dan off farm. Akses
pangan menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumberdaya cukup dalam memenuhi kebutuhan pangan sesuai
ukuran gizi. Akses pangan tercermin dari kemampuan rumah tangga meningkatkan pendapatan dan produksi pangan. Akses pangan tergantung juga
pada pengetahuan sumberdaya manusia serta sumberdaya sosial. Aspek pemanfaatan pangan mencerminkan kemampuan mengubah pangan menjadi
energi yang tepat untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Pemanfaatan pangan meliputi konsumsi pangan dan status gizi.
Indikator dalam pengukuran ketahanan pangan ada tiga hal, yaitu : a ketersediaan energi per kapita, b kemiskinan besarnya pendapatan dan c
status gizi anak banyaknya anak yang menderita malnutrisi Smith, Obeid, Jensen dan Jhonson, 1999. Tingkat ketersediaan energi per kapita merupakan
ukuran dan ketersediaan pangan nasional. Ketersediaan energi per kapita merupakan turunan dari neraca bahan makanan food balance sheets dan
jumlah penduduk, data produksi dan perdagangan pangan serta penggunaan benih, perubahan stok, tercecer dan yang digunakan untuk makanan digunakan
Ketahanan Pangan
Food availabity Food access
Food ulitization
Resources: • Natural
• Physical • Human
Production • Fram
• Non Farm Consumption:
• Food • Non food
Nutritional status
10 untuk mengetahui jumlah komoditas yang tersedia dan dikonsumsi setiap
tahun. Pemerintah telah menyusun perangkat lunak dalam mendeteksi situasi
ketahanan pangan sebagai pedoman dalam menentukan kebijakan. Instrumen tersebut diantaranya adalah Food Security Atlas FSA yang prinsipnya
memberikan informasi tentang situasi pangan di suatu wilayah melalui penjaringan data dan informasi dengan menggunakan indikator yang telah
disusun sebagai cerminan factor yang menentukan tingkat kerawanan pangan. Peta rawan pangan dan gizi menggambarkan tingkat kerawanan masing-
masing wilayah, ditinjau dari tiga aspek, yaitu pangan, gizi dan kemiskinan yang berguna bagi pemerintah daerah untuk mengindentifikasi daerah rawan
pangan, mempertajam penetapan sasaran untuk tindakan intervensi dan memperbaiki kualitas perencanaan di bidang pangan dan gizi Dewan
Ketahanan pangan 2007. Penyusunan peta FSA dilakukan pada daerah rawan pangan kronis dan
transien. Rawan pangan kronis adalah keadaan rawan pangan berkelanjutan yang terjadi sepanjang waktu. Kondisi ini disebabkan keterbatasan sumber daya
alam SDA dan keterbatasan sumberdaya manusia SDM sehingga menyebabkan kemiskinan. Rawan pangan transiens adalah keadaan rawan
pangan yang disebabkan kondisi tidak terduga antara lain: musibah bencana alam, kerusuhan, musim yang menyimpang dan keadaan lain yang bersifat
mendadak Departemen Pertanian 2006. UNICEF 1990 diacu Atmawikarta dan Murniningtyas 2006
mengembangkan kerangka berpikir mengenai penyebab masalah gizi. Kerangka berpikir UNICEF menjelaskan sitauasi pangan dan gizi di suatu wilayah. Situasi
pangan dan gizi yang tidak sesuai akan mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung terhadap outcome. Outcome adalah status gizi balita seperti
tertera pada Gambar 2.2.
11 Gambar 2.2. Kerangka berpikir penyebab masalah gizi
Outcome
Penyebab langsung
Penyebab tidak langsung
Akar masalah
Sumber : UNICEF 1990
2.3 Konsep Ketahanan Pangan