2015 Lapkir Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kab. Jember 2015

(1)

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena berkat Rahmat dan karunia-Nya,Laporan Akhir Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember Tahun 2015telah terselesaikan. Pekerjaan ini merupakan serangkaian pekerjaan yang bertahap dan berkelanjutan. Adapun isi buku Laporan Akhir Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember di Kabupaten Jember ini terdiri dari :

Bab I Pendahuluan Bab II Tinjauan Pustaka Bab III Metodologi Bab IV Gambaran Umum Bab V Analisis dan Pembahasan Bab VI Rencana Pengembangan Bab VII Penutup

Penyusunan dokumen Laporan Akhir Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember Tahun 2015 telah terselesaikan. Pekerjaan ini merupakan serangkaian pekerjaan yang bertahap dan mulai dari awal tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Semoga dokumen ini dapat bermanfaat dan diterima oleh semua pihak.

Jember,Juni 2015


(3)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN... I - 1

1.1 LATAR BELAKANG... 1

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH... 2

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN... 2

1.3.1MAKSUD KEGIATAN... 2

1.3.2TUJUAN KEGIATAN... 2

1.4 SASARAN KEGIATAN... 3

1.5 RUANG LINGKUP... 3

1.5.1 LINGKUP MATERI ... 3

1.5.2 LINGKUP WILAYAH... 4

1.6 LANDASAN HUKUM... 4

1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN... 5

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA... II- 1 2.1 PEMBANGUNAN... 1

2.2 TIPOLOGI KAWASAN AGROPOLITAN ... 2

2.3 PENGEMBANGAN WILAYAH ... 3

2.4 PENATAAN RUANG... 5

2.5 PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN... 5

2.6 PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE ... 6

2.7 PERAN STAKEHOLDERS DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN.... 7

BAB 3METODOLOGI... III 1 3.1 PENDEKATAN PERENCANAAN... 1

3.2 METODE PENELITIAN... 3

3.2.1 Metode Pengumpulan Data... 3


(4)

3.3 METODE ANALISIS... 7

3.3.1 Metode Analisis Deskriptif... 7

3.3.2 Metode Analisis Evaluatif ... 7

3.3.3 Metode Analisis Development... 8

BAB 4GAMBARAN UMUM... IV-1 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Jember... 1

4.1.1 Karakteristik Wilayah Perencanaan... 1

4.1.2 Karakteristik Penggunaan Lahan... 15

4.1.3 Karakteristik Kependudukan... 17

4.1.4 Keadaan Perekonomian Regional (PDRB)... 20

4.2 Gambaran Umum Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember ... 21

4.2.1Gambaran Sektor Perkebunan Kabupaten Jember ... 22

4.2.2Gambaran Sektor Kehutanan... 26

BAB 5ANALISIS DAN PEMBAHASAN... V-1 5.1 Analisis Kebijakan... 1

5.1.1Analisis Kebijakan Terkait Perkebunan ... 1

5.1.2Analisis Kebijakan Terkait Kehutanan... 3

5.2 Analisis Deskriptif... 5

5.2.1Analisis Karakteristik Perkebunan Kabupaten Jember... 6

5.2.2Analisis Karakteristik Kehutanan Kabupaten Jember ... 12

5.3 Analisis Kelembagaan... 15

5.4 Analisis Partisipatif ... 17

5.5 ANALISIS AKAR MASALAH DAN AKAR TUJUAN... 24

5.6 ANALISIS SWOT... 31

5.7 ANALISIS IFAS-EFAS ... 35

5.8 ANALISIS ALTERNATIF DAN PENENTUAN PRIORITAS... 40

BAB 6RENCANA PENGEMBANGAN ... VI-1 6.1 RENCANA PENGEMBANGAN ... 1


(5)

B. Matrik MPP Sektor Kehutanan ... 12 6.2 RENCANA INVESTASI KAYU SENGON DAN TANAMAN JATI EMAS ... 20

BAB 7PENUTUP... VII-1 7.1 KESIMPULAN... 1 7.2 REKOMENDASI... 3


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Tipologi Kawasan Agropolitan... 3

Tabel 3. 1 Kebutuhan Data Survei Instansi... 5

Tabel 3. 1 Contoh Matrik Perencanaan Program... 12

Tabel 4.1Luas Wilayah ( Km2) Kecamatan Menurut Klasifikasi Lereng ... 1

Tabel 4.2 Ketinggian Tempat ... 4

Tabel 4.3 Kemiringan Lahan... 6

Tabel 4.4Jenis Tanah... 10

Tabel 4.5 Tingkat Perkembangan Penduduk Kabupaten Jember Tahun 2000-2010 ... 18

Tabel 4. 6 Luas Wilayah, Persentase Luas Terhadap Luas Kabupaten, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan... 19

Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 19

Tabel 4. 8 Luas Panen, Rata-Rata Produksi dan Total Produksi Perkebunan Rakyat Tahun 2014... 23

Tabel 4. 9 Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Tahun 2010 2014 (Kw) ... 24

Tabel 4. 10 Jumlah Kelompok Tani dan Gabungan KelompokTani Perkebunan ... 25

Tabel 4. 11 Areal Kerusakan Hutan Tahun 2009 ... 25

Tabel 4. 12 Luas Lahan Kritis Tahun 2009 di Kabupaten Jember ... 26

Tabel 5. 1 Rencana Kawasan budidaya Peruntukan Perkebunan... 1

Tabel 5. 2 Rencana Kawasan budidaya Peruntukan Kehutanan ... 3

Tabel 5. 3 Daerah Potensi Pengembangan Perkebunan di Kabupaten Jember ... 7

Tabel 5. 4 Data Produksi Tanaman Musiman/ Semusim Komoditas Unggulan Nasional Per Kecamatan Tahun 2014 (Kw)... 8

Tabel 5. 5 Data Produksi Tanaman Tahunan Komoditas Unggulan Nasional Per Kecamatan Tahun 2014 (Kw) ... 10

Tabel 5. 6 Data Luas Potensi Hutan Rakyat Kabupaten Jember Tahun 2006-2012... 13

Tabel 5. 7 Data Produksi Hasil Hutan Rakyat Per Kecamatan Tahun 2012... 14


(7)

Tabel 5. 9 Analisis Partisipatif sektor Perkebunan Kabupaten Jember ... 19

Tabel 5. 10 Analisis Partisipatif sektor Kehutanan Kabupaten Jember ... 22

Tabel 5. 11 Analisis SWOT Sektor Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember... 33

Tabel 5. 12 Matrik SWOT ... 35

Tabel 5. 13 Matriks Analisis IFAS Sektor Perkebunan... 36

Tabel 5. 14 Matriks Analisis EFAS Sektor Perkebunan... 37

Tabel 5. 15 Analisis IFAS Sektor Kehutanan ... 39

Tabel 5. 16 Analisis EFAS Sektor Kehutanan... 39

Tabel 5. 17 Analisis Alternatif Program Sektor Perkebunan... 46

Tabel 5. 18 Matriks Urutan Prioritas Program Sektor Perkebunan... 48

Tabel 5. 19 Analisis Alternatif Program Sektor Kehutanan ... 49

Tabel 5. 20 Matriks Urutan Prioritas Program Sektor peternakan... 51

Tabel 6. 1 MPP Peningkatan Produksi PerkebunanKabupaten Jember Tahun 2015... 6

Tabel 6. 2 Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Sektor Kehutanan Kabupaten Jembe Tahun 2015... 14

Tabel 6. 3 Indikasi Program Pengembangan Sektor Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember ... 25


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Hubungan Tiga Domain Governance... 9

Gambar 4. 1Peta Administrasi Kabupaten Jember ... 3

Gambar 4.2 Peta Ketinggian Tempat Kabupaten Jember per Kecamatan ... 5

Gambar 4.3 Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Jember per Kecamatan ... 8

Gambar 4.4 Peta jenis tanah Kabupaten Jember per Kecamatan... 11

Gambar 4.5 Peta curah hujan Kabupaten Jember... 14

Gambar 4.6 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Jember ... 16

Gambar 4.7 Distribusi Persentase PDRB ADHB Berdasarkan Lapangan Usaha... 20

Gambar 4.8 Perkembangan laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000, 2002 2011... 20

Gambar 5. 1 Analisis Akar Masalah Sektor Kehutanan ... 26

Gambar 5. 2 Analisis Akar Masalah Sektor Perkebunan... 27

Gambar 5. 3 Analisis Akar Tujuan Sektor Kehutanan... 29

Gambar 5. 4 Analisis Akar Tujuan Sektor Perkebunan... 30

Gambar 5. 5 Diagram Analisis SWOT... 32

Gambar 5. 6 Kuadran Strategi Analisis IFAS - EFAS ... 38


(9)

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Jember mempunyai luas wilayah 3.293,34 km2 berada di bagian timur dari

wilayah Propinsi Jawa Timur tepatnya pada posisi 113o25 00 114o12 00 BT dan 7o59 6 8o

33 56 LS berbentuk dataran ngarai yang subur pada bagian Tengah dan Selatan, dikelilingi pegunungan yang memanjang sepanjang batas. Utara dan Timur serta Samudra Indonesia sepanjang batas Selatan dengan Pulau Nusabarong yang merupakan satu-satunya pulau yang ada di wilayah Kabupaten Jember. Kondisi lahan pertanian dan perkebunan di Kabupaten Jember sangat subur. Oleh karena itu, mayoritas penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Jember didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan. Kondisi ini sangat sesuai mengingat mata pencaharian utama penduduk Kabupaten Jember adalah sebagai petani yaitu lebih dari 500.000 jiwa. Adapun persebaran lahan pertanian dan perkebunan ini hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten Jember.

Pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh masing sektor terlihat dari masing-masing kontribusi sektor terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan sektor mempengaruhi kesejahteraan ekonomi secara agregat suatu daerah, dimana sektor yang kontribusinya kecil terhadap PDRB kurang diandalkan dan dianggap tidak effisien. Kegiatan yang mengandalkan pada suatu sektor tertentu merupakan ciri dari perekonomian pasar yang diperankan oleh pihak swasta yang bersifat jangka pendek dan homogen. Struktur perekonomian Kabupaten Jember saat ini menunjukkan bahwa usaha perkebunan dan kehutanan menjadi salah satu pengungkit(leverage)dan penggerak utama(prime mover)kemajuan daerah, oleh karena itu perlu dilakukan revitalisasi agar kinerja pembangunan/usaha perkebunan di daerah ini mencapai potensi optimal.

BAB I


(10)

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang diharapkan mengarah pada pencapaian kondisi menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Pembangunan Perkebunan merupakan bagian integral dari pembangunan, dimana pembangunan perkebunan menyentuh langsung pada masyarakat dan mampu menjadi menyokong bagi perekonomian pedesaan. Untuk mewujudkan rencana pembangunan perkebunan dan kehutanan di Kabupaten Jember, maka diperlukan sebuah kajian atau masterplan kawasan untuk kesesuaian lahan sebagai acuan dalam kebijakan teknis yang berkaitan dengan perencanaan hutan, rehabilitasi lahan dan hutan serta konservasi tanah dan air.

Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan ini akan dilakukan penelitian dan analisis terhadap potensi sumberdaya lahan, sumberdaya manusia, sosial budaya, sosial ekonomi, investasi, kondisi pasar komoditi pertanian, sehingga kendala-kendala yang mempengaruhi usaha perkebunan yang ada di Kabupaten Jember dapat diidentifikasi. Sehingga nantinya dapat menjadi dasar kebijakan didalam pengembangan wilayah Kabupaten Jember.

1.2 Identifikasi Masalah

 Potensi yang dapat dikembangkan terkait kawasan perkebunan dan kehutanan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik potensi komoditi unggulan.

 Belum tersusunnya program yang mendorong pengembangan kawasan perkebunan dan kehutanan terpadu.

2

1.3 Maksud Dan Tujuan 1.3.1 Maksud

Maksud dari kegiatan penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember adalah untuk mengetahui potensi sumberdaya lahan dan sumberdaya manusia (sosial, ekonomi dan budaya) untuk pengembangan sektor perkebunan dan kehutanan serta tersusunnya kebijakan dan program-program yang digunakan sebagai arahan dan peluang lokasi investasi bagi pemerintah maupun swasta dalam mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai tambah yang dihasilkan dari sektor Perkebunan dan Kehutanan.

1.3.2 Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan Penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember yaitu :


(11)

1. Mengidentifikasi Kawasan perkebunan dan kehutanan serta prioritas berdasarkan potensi subsektor di dalamnya untuk dikembangkan menjadi suatu Kawasan Sentra Produksi. 2. Menyusun konsep peningkatan produktivitas perkebunan dan kehutanan sebagai upaya

memperkuat ketahanan pangan daerah, memanfaatkan peluang pasar dan penggalian sumber ekonomi.

3. Menyusun konsep pengembangan agribisnis perkebunan dan kehutanan dalam upaya pemerataan pembangunan, sebagai kegiatan usaha untuk peningkatan nilai tambah produk primer yang dihasilkan

1.4 Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan Penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember, antara lain:

1. Kawasan Sentra Produksi terpilih melalui pendekatan ruang dan pengisian ruang melalui skenario pengembangan prioritas kawasan (berjenjang) maupun jenis komoditas yang dikembangkan pada kawasan itu.

2. Pemanfaatan ruang dan lahan sesuai dengan pengembangan subsektor perkebunan dan kehutanan.

3. Penyediaan benih /bibit unggul yang memiliki: umur pendek, produktivitas tinggi dan ketahanan kondisi alam yang tidak menentu (iklim dan curah hujan) serta resisten terhadap hama dan penyakit.

4. Sarana produksi yang mudah diperoleh di setiap kawasan, relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat petani setempat dalam rangka mendukung peningkatan produksi dan meningkatkan ketahanan pangan.

5. Prasarana produksi bila mungkin tersedianya jaringan irigasi, listrik, air bersih, telekomunikasi di setiap Kawasan Sentra Produksi.

Alokasi pasar dan sistem pemasaran dari sentra produksi ke penyimpanan sementara, ke distribusi barang hingga sampai pada tempat tujuan (pengolahan, pedagang) maupun pasar sebagai konsumen akhir.

1.5 Ruang Lingkup 1.5.1 Ruang lingkup materi


(12)

1. Karaktersitik kondisi perkebunan dan kehutanan saat ini; 2. Kondisi kelembagaan yang ada;

3. Kontribusi ekonomi, sosial dan ekologi yang dikaitkan dengan isu strategis saat ini di baidang lingkungan hidup.

4. Program pengembangan industri komoditas unggulan sektor perkebunan dan kehutanan melalui skenario pengembangan prioritas kawasan maupun jenis komoditas yang dikembangkan dalam masing-masing kawasan industri tersebut.

1.5.2 Ruang lingkup wilayah

Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Jawa

Timur. Kabupaten ini terletak pada posisi 113

o

25 00 114

o

12 00 BT dan 7

o

59 6 8

o

33 56 LS, dengan luas wilayah sebesar 3.293,34 km

2

. Kabupaten Jember terdiri dari 31

kecamatan, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:

• Sebelah utara : Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Probolinggo • Sebelah selatan : Samudera Indonesia

• Sebelah timur : Kabupaten Banyuwangi Sebelah barat : Kabupaten Lumajang 1.5.3 Dimensi Waktu Perencanaan

Pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender terhitung sejak diterbitkannya Kontrak atau Surat Perintah Kerja.

1.6 Dasar Hukum Penyusunan Masterplan Perkebunan dan Kehutanan

1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pemben-tukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1950);

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034) ;

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);


(13)

4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 3478) ;

5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);

6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Penge-lolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Peme-rintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3899);

8. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

10. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jember Tahun 2015-2035 1.7 Sistematika Pembahasan

Adapun pembahasan dan sistematika Laporan Akhir dari Penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember Tahun 2015 meliputi :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang perlunya dilakukan Penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember setelah pada tahap sebelumnya dilakukan analisis identifikasi potensi dari masing sektor perkebunan dan kehutanan yang berada di masing-masing kecamatan, maksud tujuan dan sasaran, dan ruang lingkup, keluaran pekerjaan, landasan hukum serta sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini menguraikan tentang konsep dan definisi kawasan perkebunan dan kehutanan dengan Penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember.

BAB III METODOLOGI


(14)

analisis terkait dengan Penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember.

BAB IV GAMBARAN UMUM

Menguraikan tentang gambaran Umum wilayah Kabupaten Jember yang terkait dengan kondisi geografi, kependudukan dan potensi permasalahan yang ada berkaitan dengan sektor perkebunan dan kehutanan di Kabupaten Jember serta kondisi eksisiting sarana dan prasarana yang berada pada wilayah perencanaan.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bagian ini berisi tentang pengolahan data dalam bentuk analisis, diantaranya analisis kebijakan, potensi perkebunan dan kehutanan, kelembagaan, analisis partisipatif hingga penentuan prioritas pengembangan Pembangunan sektor Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember.

BAB VI RENCANA PENGEMBANGAN

Bagian ini berisi tentang rencana pengembangan dalam Pembangunan Sektor Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember yang disusun dalam bentuk matriks dan stretegi jangka pendek (5 tahun) hingga strategi pencapaian jangka panjang (10 tahun).

BAB VII PENUTUP

Bagian ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari keseluruhan kegiatan Penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember.


(15)

!" ! # $%% $ #- #

&! ! ! & ('$# $ ( #, 2004). )* # $ !

&! ! & $ $ !$ # $%% " Conyers dan Hill, 1990) yaitu

perencanaan adalah suatu proses berkelanjutan yang melibatkan keputusan dan pilihan, tentang cara-cara, alternatif menggunakan sumberdaya yang tersedia, dengan tujuan untuk mencapai tujuan tertentu pada beberapa waktu di masa depan.

Reformasi telah mendorong terjadinya perubahan mendasar atas paradigma pengelolaan Kehutanan Indonesia. Perubahan tersebut diawali dengan bergesernya sistem pengelolaan hutan yang semula berbasis negara (state based forest management) menuju pengelolaan hutan yang bertumpu pada sumberdaya hutan yang berkelanjutan (resources based management)dan berbasis masyarakat(community base management).

Satu di antara implikasi perubahan sistem tersebut adalah diberlakukannya desentralisasi pengelolaan hutan kepada pemerintah daerah dan masyarakat luas. Sektor kehutanan juga berkehendak mendorong desentralisasi tersebut. Namun tidaklah semudah yang dibayangkan banyak orang untuk melaksanakannya. Lahirnya PP No. 38/2007 tentang pembagian kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan pelayanan kebutuhan dasar (basic services) bagi masyarakat seperti pendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan dan sebagainya. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan yang secara nyata ada dan

BAB II


(16)

< =>? @ A=BC D EB AEF G=BDBHF IAF IB F =C =JIK A=> IIB G IC L I>IF IA C =C EID M =BHIB F@BM DC D, F =FK IC IB M IB ?@A=BC D EBHHEN IB M I=>IK L IBH < = >C IBHF EAIB (core competence). O =B =B AEIB ?@ A =BC D EBH H ENIB G =BH IPE ? IM I K IC D N IBIN D C I O >@MEPA Q@G =C ADP R=H D @ BIN B>EA@ (OQRB), G IAI ? =BPIK I>DIB ? =BMEMEFMIB? =G IBS IIA IBNIKIBLIBHIM IM DM I= >IK.

O =>=BPIB IIB ? =G< IBHEB IB M I? IA M D I>AD F IB C=< IH ID C EIAE ? >@C =C ? =>EG ECIB INA=>B IAD S -INA=>B IADS IA IE F =? EA ECIB-F =? EA ECIB L IBH M DM IC I>F IB ? IM I MIAI-M IA I M IB S IF AI-S IF AI LIBH IF IB M DH EB IF IBC =< IHID <IK IBEB AEF G =NIF C IB IF IBC EIAE>IBH F ID IBF =H DIAIB/IF AD SDAIC F =G ICLI>IF IAIB, < ID F LIBH <=>C D S IA S D C DF (GIA= >D IN) G IE? EB B@ BSD C DF (G =BA IN M IB C ?D>DAEIN), M INIG >IBH F I G =BPI? ID AEJEIB L IBH N=< D K < ID F. T =M IBH F IB ? =>=BPIB IIB ? =G<IBHEBIB M I=>IK IM INIK C EIAE ? >@C =C ? =BLECEB IB A IK I? IB-A IKI? IB F =H D IA IB L IBH G =ND <IAF IB < = >< IH ID EBC E> M D MIN IGBL I, H EB I ? =G IBS IIA IB M IB ? =BH IN@F IC D IB C EG<=>-C EG<=> MILI L IBH IMI M INIG >IBH F I G =BD BH F IAF IB F =C =JIK A=>IIB C @C DIN M INIG C EIAE N DBH F EBHIB UD N IL IK IA IE M I=>IK MIN IG J IBHF I UIF A E A =>A =B A E (RD L IM DM IB B>IA IFECEG IK, 2004).

O@C DC D V =>AD F IN ? =>=BPIB IIB K EAIB G =BH K =BM IFD IM IBL I K E< EBH IB LIBH F@BC D C A =B MI>D AD BH F IA B IC D @B IN, UDNIL IK, C IG? ID ADBH F IA @ ? =>IC D@B IN. WIN DBD <=>F IDAIB M=BH IB S EBH C D K EA IB C =<IH ID ? =BJ IHI ND BH F EBH IB G IE? EB G IE? EB ?=BH K IC DN < IBL IF F@ G@M DAIC L IBH M D ? = >N EF IB G IC L I>IF IA NEIC. X=< D JIF IB G IF >@ K I>EC M I? IA G=BH IF@G @M IC D F IB C = ADI? F = ? =B AD BH IB N@ F IN, C =<IND FBL I F =H DIAIB @? =>IC D@ B IN K I>EC MIN IG F@B A=FC F =? =B AD BHIB G ICLI>IF IA NEIC C=>AI EBA EF JIBH F IUIF AELIBH ? IBJIBH (TD G@B, 2001).O =N IFC IBIIB? >@H>IGF =KEA IBIBM DMI= >IKAD M IF < @N=K A=>? DCIK M =BHIB ? >@H >IGM IB >=BPIB I L IBH M D C EC EB M IB M D SIC DN DAIC D@ N =K ? =G = >DB A IK ? EC IA. YN=K F I>=B IDAE? =>NEF@ G EBD F IC DM IBF@@ >M DB IC DL IBH=S =F AD SM =BH IBM DM EF EBHM =BHIB? =G< IH D IB ? =>IB M IB AIBH HEBH JIUI< G IC D BH-G IC DBH C =KD BH HI M D ? =>@N=K C D BF >@ BDC ICD IB AI>I ? EC IA MIB M I=>IK. O =G<IH DIB ? =>IB MIB A IBH H EBH JIUI< A= >C =< EA IF IB <=>JIN IB J D F I IMI AIAI K E<EBHIB F =>JIL IBHJ=NICIB AI>IG IC D BH-G IC DBH? D KIF.

Z [Z \ ]^ologi Kawasan Agropolitan

XIUIC IBC=B A> I? >@ M EFC D? IBHIBG =GD N DFDAD?@ N@ HDFIUIC IBC =C EIDFNIC D SDF IC DC =F A@> EC IK I ? =>A IBD IBM IB IH >D <D C BDC BLIG IC D BH-G IC D BH. AM I? EBAD ?@N @H DF IUIC IBA= >C =< EA A =>C IJ DMINIGA I< =N C =<IH ID<=>D F EA:

Tabel 2. 1 Tipologi Kawasan Agroplitan


(17)

No. Sektor UsahaPertanian Tipologi Kawasan Persyaratan Agroklimat

| }~ €‚€~ (‚ € ƒ) „€~… }… € †€ . ‡ }ˆ~ €~‰€ Š € ~, ‹ }~ƒˆ€ ~€ Š, ˆ }ƒ ˆ Œ‚ ‰€Š€~,  ‡ ‰…, †€~ˆ ~‡ €ˆ‡ }€ƒ €…€ ~ ˆ€ ~€Š.

02. Ž ‚ˆ‡Œ‰ ˆŒ‚€ € ˆ€ ‚€~‚} ~†€ Š†€ ~†€ ˆ€ ‚€ ~ˆ ~  †}~€~ ˆ }‡ƒˆ Œ‚‰€ Š€ ~†€ ˆ€‚†€~‘}‚‘Œ‡  ˆ, †€~ ˆ }‚ƒ}† €ƒ Œ …‘}‚€‚„€~… } …€ †€ ’ € ‚ Œƒƒ}ƒŒ€ †}~ € ~‹} ~ƒ‡ Ž…Ž † ˆ „€~†‡ }…‘€~ ‡€ ~ƒ}| } ‚ˆ ‡ }ˆ~ €~‰€ Š € ~, ‹ }~ƒˆ€ ~€ Š, ˆ }ƒ ˆ Œ‚ ‰€Š€~,  ‡ ‰…, †€~ˆ ~‡ €ˆ‡ }€ƒ €…€ ~ ˆ€ ~€Š

03. Perkebunan Dataran tinggi, dengan tekstur lahan

berbukit, dekat dengan kawasan konservasi alam.

Harus sesuai dengan jenis komoditi yang dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, testur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.

04. “}ˆ } ‚~€‡€~  }‡€ˆ‡€ ”€ ƒ€~| } ‚ˆ€ ~€~†€~| }‚‡ }‘Œ ~€ ~, †}~ €~ƒ ƒ ˆ }…ƒ€~ˆ€ƒ„ €~…} …€†€.

• Ž‡€ƒ ˆ†€‡‘Ž‰}Š‘} ‚€†€

†|}‚ …Œ‡…€~†€~… } …| } ‚Š € ˆ‡€~ €ƒ| }‡€†€ | ˆ€ƒ ‰~‡Œ ~€ ~.

05. | } ‚ ‡ € ~€~ †€‚€ ˆ –}‚‰} ˆ€‡ |€†€ ‡ Ž ‰€ … | }‚ ‡€ ~€~ †€‚€ ˆ, ˆ€ …‘€‡, †€~€Œ € ‰€ … †€~ †€ ~€ Œ ‘Œ€ˆ€~, †€ } ‚€Š €‰‚€~ ƒŒ~ € ‘€ ‡ †€‰€… ‘} ~ˆ Œ‡ ‡ }‚€ …‘€…€Œ| Œ ~ˆ€ ~ ‡€|€~€ ‰€ …. —}… | }‚Š€ ˆ‡€~€ƒ| }‡‡ }ƒ}…‘€~ € ~ }‡ Ž ‰Ž†€~ ˆ †€‡…}‚Œƒ€ ‡} ‡ Žƒ ƒˆ }… ‰~‡Œ ~€ ~„€ ~ €†€.

06. “}‚‡ €~€~‰€ Œˆ € }‚€ Š| }ƒ ƒ‚|€~ˆ€Š~ €‰€ Œˆ€ ~†€ ‰€… Š ~  €‘€ ˆ€ƒ” ‰€„ € Šzona. ekonomi ekslusif perairan NKRI.

Memperhatikan aspek keseimbangan ekologi dan tidak merusak ekosistem lingkungan yang ada.

07. Agrowisata Pengembangan usaha pertanian dan perkebunan yang disamping tetap berproduksi dikembangkan menjadi kawasan wisata alam tanpa meninggalkan fungsi utamanya sebagai lahan pertanian produktif.

Harus sesuai dengan jenis komoditi yang dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, testur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.

08. Hutan wisata

konservasi alam

Kawasan hutan lindung dikawasan tanah milik negara, kawasan ini biasanya berbatasan langsung dengan kawasan lahan pertanian dan perkebunan dengan tanda batas wilayah yang jelas.

Sesuai dengan karakteristik

lingkungan alam wilayah konservasi hutan setempat.

2.3 Pengembangan Wilayah

Perwilayahan atau regionalisasi adalah pembagian wilayah nasional dalam satuan geografi (atau daerah administrasi) sehingga setiap bagian mempunyai sifat tertentu yang khas (Gitlin

dalam Jayadinata, 1991:174). Ini dimaksudkan pula untuk pemerataan pembangunan. Pengembangan wilayah atau regional planning adalah semua usaha yang dengan sadar merencanakan pengembangan daerah ditinjau dari berbagai segi sebagai satu kesatuan, yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan hubungan manusia dan alamnya (Nurzaman 1998:2). Berbagai segi tersebut meliputi ekonomi, sosial, maupun fisik. Sehingga hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh seorang regional planner ialah menyelaraskan struktur hubungan


(18)

 ž Ÿ   Ÿ¡ ¢ Ÿ£    ¤Ÿ¥¤ Ÿ¦ ¥  §  ¥Ÿ ¨¦ ©ª©«  (Friedmann, 1966:39). Pengembangan wilayah antara lain

ditujukan untuk:

1. Meningkatkan keserasian dan keseimbangan antar pembangunan sektoral dengan regional 2. Meningkatkan keserasian dan keseimbangan pembangunan antarwilayah,

3. Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan dan

4. Meningkatkan keserasian hubungan antar pusat-pusat wilayah dengan hinterlandnya, serta hubungan antara kota dan desa (Muta ali,1995).

Kesatuan wilayah administratif paling sering dipakai sebagai kriteria dalam penentuan batas sebuah planning region. Terdapat 2 alasan yang mendasari kesatuan wilayah administratif sering digunakan sebagai dasar penentuan batas wilayah, yakni:

1. Ada kemudahan dalam melaksanakan kebijakan dan rencana pembangunan melalui tindakan berbagai badan pemerintahan yang membawahi wilayah administratif,

2. Planning region berdasarkan satuan administratif lebih mudah dianalisis karena pengumpulan data di berbagai daerah didasarkan pada satuan administratif.

Pengembangan wilayah merupakan perencanaan tingkat kedua (secondary level planning) yang bersifat meso dan di atas perencanaan tingkat ketiga (tertiary level planning) yang bersifat langsung berkaitan dengan perencanaan proyek dan implementasinya (Glasson,1977). Perencanaan pengembangan wilayah adalah suatu proses yang mencakup pengertian tentang perencanaan tata ruang wilayah dengan tujuan untuk mengatur dan mengarahkan pemanfaatan ruang dan segala sumber daya yang terkandung di dalamnya secara optimal (Ditjen Cipta Karya, 1996).

Rondinelli (1985), mengungkapkan bahwa tingkat perkembangan wilayah (regional growth) dapat diukur dalam 3 indikator, yaitu:

1. Karakteristik sosio-ekonomi dan demografi, diukur melalui pendapatan perkapita, kebutuhan fisik (fasilitas) minimum, PDRB, investasi, jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, dan kepadatan penduduk.

2. Kontribusi industri dan produksi pertanian diukur melalui prosentase penyerapan tenaga kerja, jumlah perusahaan komersil, luas total lahan, produktivitas pertanian.

3. Transportasi, diukur melalui kualitas, kepadatan, tipe dan panjang jalan.

Menurut Soepono (1990:161), pertumbuhan wilayah dapat diukur dari indikator-indikator berikut ini; pertumbuhan penduduk, pendapatan per kapita atau PDRB, dan perubahan struktur


(19)

± ² ³± ´ ³µ ¶´ µ³· ³¸. ¹ µº¸ »³¼º½³ ´¾ ¿,, À ³²³¾ À ´± ´Á ² ¿µ»³½  ³¸¶³ ²º½Ã ºÁ³½Ã ³½ ¶´ µ³· ³¸ Áº¼¿²³»³½ ² º¼²³À ¿³½³½¾ ³¼³² º½ÃºÁ  ³½Ã ³½± ² ³± ´³µÀ ³½½Ä ½± ² ³±´³µ.

2.4 Penataan Ruang

źà ´ ³¾ ³½ ² º½³¾³ ³½ ¼¿ ³½Ã, Áº½¿¼¿¾ Æ Æ

ÇÄ. 24 ¾³¸ ¿½ 1992 ¾ º½¾ ³½Ã ² º½³¾ ³³½ ¼¿ ³½Ã, Áºµ ´² ¿¾ ´ »º± ºµ ¿¼¿¸ ³½ ²¼Ä± º± ² º¼º½È³½³³½ ¾ ³¾³ ¼¿ ³½Ã, ² ºÁ³½É³³¾³½ ¼¿³½Ã, À ³½ ² º ½Ãº½À ³µ ´ ³½ ² ºÁ³½É³³¾³½ ¼¿ ³½Ã. ʺ¼ ¾ ´Á  ³½Ã ³½ ¿¾ ³Á³ À ³µ ³Á ² º½³¾³³½ ¼¿³½Ã Áº µ´² ¿¾ ´ »¼´¾ º ¼´³ »³¶³± ³ ½  ¿À ´À ³· ³ À ³½ ½Ä½  ¿À ´À ³· ³ À ³µ ³Á ²ºÁ³½É³³¾³ ½ µ ³¸ ³½, »Ä½À´± ´ ±Ä± ´ ³µ º»Ä½ÄÁ´ ¶ ´ µ ³·³¸ À³½

interest (Á´ ½³¾± º»¾ Ä ¼² ºÁ ³½Ã¿½³½, ³± ²´¼³±´À³º¼³¸, »³´¾³½³½¾³¼¶ ´ µ ³·³¸À ³½µ ³´½± ºÂ³Ã ³´ ½·³). ˺ȳ¼³Ã ³¼´±Âº± ³¼² º½³¾³³½¼¿³½Ãº¼¾ ¿Ì¿³½Áº ½¿ ½Ì³½Ã:

1. Í º¼±ºµ º½Ã à ³¼³½·³ ²ºÁ³½É³³¾ ³½ ¼¿ ³½Ã  º ¼¶ ³¶ ³±³½ µ ´ ½Ã »¿½Ã ³½ ·³½Ã  º¼µ³½À ³± »³½ ¶³¶ ³± ³½

½¿±³½¾³¼³À ³½»º¾³¸ ³½³½½³± ´Ä ½³µ.

2. Í º¼±ºµ º½Ã à ³¼³½·³²º½Ã ³¾ ¿¼³½² ºÁ³½É³³¾³½¼¿³½Ã» ³¶ ³± ³½µ ´ ½À¿½ÃÀ ³½Â ¿À ´À ³· ³.

3. Í º¼È³²³´½·³² ºÁ³½É³³¾³½¼¿³½Ã ·³½Ã  º¼»¿³µ ´¾ ³±¿½¾¿»: Áº¶¿Ì¿À »³½»º¸ ´À¿² ³½Â³½Ã ± ³· ³½Ã

± ºÌ³¸¾ º¼³, Áº¶¿Ì¿À»³½»º¾ º¼² ³À¿³½À³µ³Á ² º½Ãÿ½³³½ ± ¿Á  º ¼À ³·³ ³µ ³ÁÀ ³½ ± ¿Á  º¼À³·³  ¿³¾ ³½ Àº½Ã ³½ ÁºÁ ² º¼¸ ³¾ ´ »³½ ±¿Á  º¼ À ³·³ Á³½¿±´³, Áº½´ ½Ã »³¾ »³½ ²ºÁ³½É³³¾ ³½ ± ¿Á º¼À³·³ ³µ ³Á À ³½ ± ¿Á º¼ À³·³  ¿³¾ ³½ ± ºÈ³¼³  º¼À³·³ ÿ½³, º¼¸ ³± ´µ à ¿½³, À³½ ¾ º² ³¾ à ¿½³ ¿½¾ ¿» Áº½´ ½Ã »³¾ »³½ »¿³µ ´¾ ³± ËÎÏ; Áº¶¿Ì¿À »³½ ²º¼µ´ ½À ¿½Ã³½ É¿½Ã ± ´ ¼¿³½Ã À³½ Áº½ÈºÃ ³¸± º¼¾³Áº½³½Ã à ¿µ ³½Ã ´À ³Á ² ³»½ºÃ³¾ ´ ɾ º¼¸ ³À ³²µ´ ½Ã »¿½Ã ³½.

2.5 Perkebunan dan Kehutanan

ʺ¼»ºÂ¿½³½ ³À ³µ ³¸ ± ºÃ ³µ ³ »ºÃ´³¾³½ ·³½Ã Áº½Ã¿± ³¸ ³»³½ ¾ ³½ ³Á³½ ¾ º¼¾ º½¾ ¿ ² ³À³ ¾ ³½³¸ À ³½/³¾ ³¿ÁºÀ´³¾¿Á ¿¸µ³´ ½½· ³À ³µ ³Áº»Ä± ´± ¾ºÁ·³½Ã±º± ¿³´,Áº½Ã ĵ ³¸À ³½ÁºÁ³±³¼»³½Â³¼³½Ã À ³½ ̳± ³¸³±´µ ¾ ³½³Á³½ ¾ º ¼±ºÂ ¿¾, Àº½Ã ³½  ³½¾ ¿³½ ´µÁ¿ ² º ½Ãº¾ ³¸ ¿³½ À ³½ ¾ º»½Ä µÄô, ² º¼ÁÄÀ³µ³½ ± º¼¾ ³ Á³½³ÌºÁº½ ¿½¾ ¿» Áº¶ ¿Ì¿À »³½ »º± ºÌ³¸¾ º¼ ³³½  ³Ã ´ ² ºµ ³»¿ ¿±³¸³ ²º¼»ºÂ ¿½³½ À ³½ Á³± ·³¼³»³¾. ˺À³½Ã»³½¾ ³½³Á³½² º¼»ºÂ ¿½³½ ³À ³µ ³¸± ºµ ¿¼¿¸ ¾ ³½³Á³½ ·³½Ã À ´Â ¿À ´À ³· ³»³½± ºµ ³´½ ¾ ³½³Á³½ ² ³µ ³¶ ´Ì³, ¾³½³Á³½ ¸Ä ¼¾´»¿µ¾ ¿¼³, À ³½ ¾ ³½ ³Á³½ ²³½Ã ³½. Î ³µ ³Á ²º½Ã ¿± ³¸ ³³½ ² º ¼»ºÂ ¿½³½ À ³²³¾À ´Â ºÀ³»³½Áº½Ì³À´ :

 ʺ¼»ºÂ¿½³½¼³»·³¾, À ´ »ºµÄ µ³µ³½Ã ± ¿½Ãĵ º¸² º¾³½´À ³½À³² ³¾À´»º ½³µ ´À º½Ã ³½È´¼´ È´ ¼´ : o ʺ½Ã ¿± ³¸ ³³½½·³À´³¾³±Á´µ ´ »± º½À ´ ¼´

o п³±¿± ³¸ ³¾ ³½´± ºÁ ²´¾À ³½¾ º¼²º½È³¼ o ÏÄÀ ³µµºÁ³¸


(20)

o Ö×ØÙ ÙÚ ØÛÜÛ ØÝ ×Ü ØÞ ßÞÙ àá×â ×ãäÛ ØÛ o å× ØÛ Ù ÛÜ ×ãæ ÛÜ ×ßÚÛ ãÙ Û.

 ç×ãÜ ×èÚØÛ Ø è× áÛ ã, é×ØÙ Ú áÛ äÛÛ ØØêÛ â àßÛÜ á Û ØÛÜÛØ Þß× ä á ÚÛ ÝÚ èÛâ Û Ø Ú áÛ äÛ ëàßàÜ

é×ë× ãà ØÝÛ äÛ ÝÛÚá ìÛ á ÝÛâÛ Øâ ÛéÛ Ýâ à Ü ×ØÛ ßàâ×ØÙ Û Øíà ãà íàãà : o îÚÛ áßÛ äÛ ØÚ áÛ äÛß ×èà äâ Û ãà 25 ïÛ

o ç×ØÙÚ áÛ äÛÛ ØØêÛë×ØÙ ÙÚØÛÜÛ Øéãà ØáàéëÛ ØÛæ×ë×Øé× ãÚá Û äÛÛ Ø o Ö×ëéÚ ØêÛàèÛâ Û ØäÚÜÚë

o Ö×ØÙ ÙÚ ØÛÜÛ ØÛ ÝÛÚë×Ø×ãÛéÜÛ Øáêá Ý×ëÝ×Ü ØÞßÞÙàëÛæÚ o ÖÞâ Û ßÜÚÛ Ý

o å× ØÛ Ù ÛÜ ×ãæ ÛÝ×Ý Ûé o Bàá Øà áÞãà × ØÝ ×â.

2.6 Perencanaan Pembangunan Kehutanan PerspektifGood Governance

ç×ã×ØíÛ ØÛÛ Ø äÚ ÝÛ Ø Ûâ Û ßÛ ä ÚéÛêÛ ÚØÝÚÜ ë× Øâ ÛêÛ ÙÚ ØÛÜÛ Ø ðÚ ØÙ áà äÚ ÝÛ Ø â×ØÙÛ Ø ë×ØíàéÝÛÜÛ ØÜ × Ùà Û ÝÛ ØêÛ ØÙâ ÛéÛ Ýë×ëé×ØÙÛ ãÚ äàéãÞá ×áêÛ ØÙá ×â Û ØÙè×ãæ Û ßÛ Ø, Û ÝÛÚë×ØíàéÝÛÜÛ Ø éãÞá ×á èÛ ãÚ, Û ÙÛ ã äÚ ÝÛ Ø ë×ëè×ãà ÜÛ Ø áÚëèÛ ØÙ ÛØ ëÛÜ áàëÛ ß Ú ØÝÚÜ àÜÚ Ý ë×ëé× ØÙÛ ãÚ äà â Û Ø ë×ØàØÙÜÛ ÝÜÛ Ø Ü ×á ×æÛ äÝ× ãÛÛ Ø ëÛ áêÛ ãÛÜÛ Ý (çÚ ãìÛ ØÝÞ â Û Ø Yuwono, 2005). Dari definisi ini terdapat

tiga kata kunci yaitu fungsi hutan; mempengaruhi/menciptakan proses; dan kesejahteraan masyarakat.

Ini berarti hutan merupakan bagian dari suatu system yang lebih besar sehingga sumbangannya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Wahyudi (2006) proses perencanaan dibagi menjadi dua yakni proses bottom-up dan top-down. Sedangkan Abe (2002) menjelaskan bahwa ada dua model perencanaan yaitu (1) perencanaan yang ditentukan langsung oleh pusat sehingga pemerintah daerah hanya merupakan pelaksana atau pelengkap dari konsep yang ada, (2) perencanaan merupakan hasil penguatan masyarakat setempat dengan menggunakan mekanisme formal dan non formal yang ada.

Perencanaan kehutanan di daerah tidak bisa lepas dari perencanaan yang ada di tingkat pusat. Proses penyusunannya disusun secara berjenjang mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, sampai unit terkecil. Semua tingkatan harus sinkron. Perencanaan pada level bawah harus mengacu dan mendukung perencanaan yang ada di bawah. Namun demikian untuk mengoptimalkan sudah barang tentu pada proses perencanaan di daerah harus disesuaikan


(21)

ö÷ø ù úùû úüýþù þü ÿüüüý ÿ þ ÿÿ÷þ ùú ÿ ÿüùÿúø ú÷ý ÿü ÿ ÿ ü ÿ øÿ. ú ÿ÷ úü ÿ þ û ú÷þ ÿþ ÿü øü ùþ ÿù ûþ ÿÿ û ÷øù úù û úüý þù þü ÿü ÷ úü ÿü ÿ úþÿüÿü. úüþ÷þ û ÿü ÿü ÿü Glasson dalam Tarigan (2005) bahwa perencanaan topdown dan

perencanaan bottom-up hanya berlaku pada kondisi dimana terdapat beberapa tingkatan dalam pemerintah atau instansi yang diberi wewenang untuk melakukan suatu perencanaan. Pada umumnya kedua perencanaan tersebut saling berkombinasi, namun tetap ada perencanaan yang bersifat dominan. Apabila top-down yang dominan maka perencanaan tersebut disebut sentralistik, sedangkan apabila bottom-up yang dominan maka disebut desentralistik. Adapun tahapan penyusunan perencanaan pembangunan kehutanan adalah :

 Identifikasi permasalahan kehutanan yang ada di daerah, isu-isu strategis, mengkaji dokumen perencanaan tingkat nasional, RTRW provinsi.

 Selanjutnya melakukan analisis sosial ekonomi dan analisis spasial sesuai dengan karakteristik daerah.

 Penentuan visi dan misi kehutanan daerah

 Penentuan strategi dan kebijakan serta program

 Menentukan capaian dan tujuan

 Menentukan target-target dan indikator.

Dalam penyusunan perencanaan kehutanan diperlukan data dan informasi yang valid serta terbaru sehingga dapat menjadi dasar untuk menyusun alternatif strategi dan kebijakan yang tepat. Masing-masing tahapan ini harus bisa memberikan ruang dan mengakomodasi kepentingan semua pihak. Pelibatan stakeholder yang terlibat hendaknya dimulai dari tahap penyusunan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi maupun pelaporannya. Disinilah konsep good governance mesti diterapkan. Kepentingan pemerintah, swasta dan masyarakat harus direkonstruksi menjadi sebuah dokumen perencanaan yang mampu menyerap kepentingan semua pihak.

2.7 PeranStakeholdersdalam Perencanaan Pembangunan Kehutanan

Sesuai dengan prinsip good governance peranan pemerintah disampaikan oleh Nasirin dan Hermawan (2010) menjelaskan tentang peranan dan wewenang pemerintah yaitu:

1. menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil; 2. membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan;

3. menyediakan public service yang efektif dan accountable. 4. menegakan HAM dan lingkungan hidup;


(22)

5. !".

# ! ! ! !$

! ! % % , ! "

! % . & !$ " !% ! "

! ! ! ! ! $ ! ! ! '

$.

# " ' ! %! ! !

' ! " ' ! . ( ! ! % ! !

! $ % ! ! ! $ . )

! $ ' ! ! ' ! ! ' !

! !. ) * :

pertama $ ! !.

Kedua " ! $.

Ketiga ' ! ! !+ ! '* .

Keempat ! ! ' ' ' ! .

Kelima ! ! ! ! ! % ' ! .

Keenam ! .

Ketujuh, + ! %%!

kedelapan ' ! ! !,&- (, &" !- ).

( ! * ! ! !

, ! . ) ! ! * $

.! ! ! % ! ! , % ! %! ,

% * , !! ! % . !

' ' ! . ) ' % %%

%. " (/ ! ! 0 * , 2010) ! ' ! :

 $ - ' ! !,

 ! !$ ! !" " " ! ! ,

 * ! ' ** % ! ! ' ,


(23)

(24)

9 :; <=>? = @AtA><=r=>canaan

Indikator utama kinerja yang ingin dicapai dalam penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember adalah:

• Prosentase peningkatan produktivitas tanaman musiman • Prosentase peningkatan produktivitas tanaman tahunan • Prosentase peningkatan produktivitas hasil hutan

• Prosesntase peningkatan penanganan lahan kritis dan penanganan kerusakan kawasan hutan

Pendekatan perencanaan yang digunakan dalam koordinasi penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember adalah:

1. Perencanaan Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pendekatan perencanaan program yang berwawasan lingkungan menuntut tercapainya hasil hasil perencanaan sarana dan prasarana lingkungan yang senantiasa berorientasi pada kondisi lingkungan alami tidak merusak ekosistem yang ada melalui perubahan perubahan akibat desain yang seminimal mungkin.

2. Perencanaan Pembangunan yang Berkelanjutan

Pendekatan Perencanaan Berkelanjutan (Sustainable Development) akan mendorong perencanaan tidak hanya berorientasi pada kebutuhan dan pemanfaatan ruang semaksimal mungkin untuk kebutuhan saat ini, namun tetap berorientasi pada masa yang akan datang dengan tetap memanfaatkan ruang seoptimal mungkin untuk kebutuhan saat ini, namun tetap memanfaatkan ruang seoptimal mungkin dengan tidak merusak lingkungan. Prinsip dari

BAB III


(25)

 Prinsip perencanaan tata ruang yang berpijak pada pelestarian dan berorientasi ke depan (jangka panjang).

 Penekanan pada nilai manfaat yang besar bagi masyarakat.

 Prinsip pengelolaan aset yang tidak merusak lingkungan tetapi tetap lestari.

 Kesesuaian antara kegiatan pengembangan dengan daya dukung ruang.

 Keselarasan yang sinergis antara kebutuhan, lingkungan hidup dan masyarakat dengan tetap memberikan apresiasi pada konsep konservasi lingkungan.

 Antisipasi yang tepat dan monitoring perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan dan pemanfaatan lahan untuk budidaya.

3. Perencanaan Pembangunan Terpadu

Pendekatan perencanaan program ini merangkum 2 arah pendekatan, yaitu: perencanaan program dari atas ke bawah sebagai penurunan kebijaksanaan pembangunan pada tingkat regional. Pendekatan ini lebih dikenal sebagai pendekatan top down .

Arah pendekatan berikutnya adalah pembangunan dari bawah ke atas yang mengakomodasikan sumber daya lokal yang tersedia setelah dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Pola pendekatan yang lebih menitik beratkan pada pendekatan bottom up ini menyangkut kebijaksanaan dan manajemen pemerintahan yang menuntut bahwa segala aspek manajemen sesuai dengan usulan dari bawah. Memperhatikan bahwa pendekatan ini mempunyai kelemahan, khususnya dalam hal teknis, administratif, dan keuangan. Selanjutnya sisi kelemahan dari metode pendekatan ini dilingkapi dengan pendekatan top down. Pendekatan di sisi ini lebih bersifat bantuan dan pembinaan teknis kepada masyarakat atau unsur lainnya yang terlibat dalam proses pembangunan melalui

bottom up planning.

4. Perencanaan Pembangunan dengan Pendekatan Intersektoral Holistic

Pendekatan perencanaan program ini bertumpu pada perencanaan program yang selalu terkait dengan sektor sektor lain serta wilayah dengan skala lebih luas secara regional atau nasional. Sehingga pada tahap selanjutnya didapat koordinasi, sinkronisasi dan integrasi dengan sektor terkait.

Hal ini berkaitan dengan kewenangan Pemerintah Provinsi/pusat dan Pemerintah Kabupaten sehubungan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember.


(26)

Adanya keterpaduan antara berbagai sektor dan bidang pembangunan yang saling mendukung satu dengan yang lainnya dalam satu scope program pengembangan sektoral akan menghasilkan perencanaan program yang terintegrasi dengan kebijakan dan arahan pemanfaatan ruang dalam skala yang lebih luas.

5. Perencanaan Pembangunan yang Berorientasi Pada Masyarakat(Community Approach)

Karakter masyarakat di segala segi kehidupan kesehariannya, baik kondisi sosial ekonomi, sosial budaya, pemahaman terhadap kendala penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember maupun identitas daerah yang tercermin dari hubungan yang sinergis antara pola kehidupan masyarakat dengan lingkungannya perlu dipertimbangkan dalam kegiatan perencanaan dan penyusunan program guna mengarahkan tahap tahap penyusunan bank data program yang akomodatif terhadap keinginan masyarakat (partisipatif). Pendekatan ini dilaksanakan melalui proses dialog secara langsung antara perencana dan pelaku pelaku dari hasil rencana ini.

3.2 Metode Penelitian

Metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran pemecahan permasalahan, sedangkan penelitian merupakan usaha untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah. Metodologi penelitian mempunyai pengertian alat-alat pengukur untuk memadukan penelitian tentang urutan-urutan bagaimana penelitian dilakukan

Penyusunan Masterplan perkebunan dan kehutanan ini berbasis pada pendekatan kualitatif diskriptif dengan lokasi penelitian di wilayah Kabupaten Jember. Data dikumpulkan melalui surve primer berupa data hasil wawancara dan data sekunder dari data laporan ataupun dokumen dari berbagai instansi. Wawancara terstruktur dengan responden yang dipilih adalah perwakilan dari instansi terlibat dalam proses perencanaan pembangunan di daerah.

3.2.1 Metode Pengumpulan Data A. Tahap Persiapan Survei

Pokok-pokok pekerjaan yang dilakukan, beserta produk yang dihasilkan pada tahap ini adalah sebagai berikut:


(27)

o Persiapan awal berupa studi literatur, hasilnya akan digunakan sebagai bahan untuk

merumuskan dasar-dasar penyusunan rencana.

o Persiapan teknik survey, berupa: survey primer dan survey sekunder o Persiapan administrasi dan Pengurusan Surat Ijin survey.

o Penyiapan program survey lapangan. o Penyiapan daftar data.

B. Tahap Kegiatan Survey

Dalam melakukan analisis diperlukan data-data penunjang yang diperoleh melalui kegiatan pengumpulan data. Terdapat beberapa metode dalam pengumpulan data yang biasa disebut sebagai metode survai yang terdiri dari :

1. Survey Primer

a. Observasi Lapangan

Pengumpulan data melalui survey lapangan yaitu melihat secara langsung lokasi studi mengenai:

o Kondisi fisik kawasan di wilayah studi yang terdiri dari tinjauan langsung topografi,

tinjauan langsung kondisi fasilitas fisik, jumlah fasilitas fisik, persebaran fasilitas fisik, jaringan utilitas fisik, dan Tata Guna Lahan eksisting.

o Kondisi perkebunan dan hutan, untuk mengetahui kondisi perkebunan, dapat dilihat

dari tata guna lahan untuk kepentingan perekonomian, seperti luas lahan, kondisi pertanian, dan jumlah industri yang bergerak dalam bidang pertanian, persebaran fasilitas pertanian, dan jaringan utilitas penunjang kegiatan pertanian.

o Kondisi sosial kependudukan dengan melihat langsung di lapangan kondisi

masyarakat, misalnya dilihat dari pola kehidupan dan budaya setempat.

b. Wawancara dan Kuisioner

Wawancara dilakukan untuk mengetahui aspirasi masyarakat mengenai pembangunan, seperti untuk mengetahui fasilitas apa yang mereka butuhkan untuk menunjang kegiatan perkebunan, ataupun untuk mengetahui kondisi sosial dari masyarakat seperti tingkat penghasilan. Wawancara juga bisa untuk mengetahui masalah dan kendala yang terjadi dalam usaha pengembangan maupun produksi perkebunan.

Selain kepada masyarakat, survey juga dilakukan dengan aparatur pemerintahan yang bertujuan untuk mengetahui program-program pembangunan yang telah dan akan diterapkan pada wilayah studi. Mengingat keterbatasan waktu, maka untuk penyebaran


(28)

kuisioner pada studi ini dilakukan dengan cara mengambil sampel pada pihak yang dianggap kompeten.

Dari hasil kuisioner, diharapkan data yang terkumpul bisa mewakili seluruh petani sektor unggulan yang terdapat di kecamatan potensial. Proses tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan, baik potensi maupun masalah yang terjadi khususnya yang tidak tercatat pada data sekunder. Selain itu, diharapkan pula dari sample tersebut dapat diketahui pendapat dan harapan dari petani perkebunan terhadap pengembangan sektor unggulan kecamatan potensial sehingga dapat dijadikan pertimbangan secara lebih lanjut dalam menentukan rencana program pengembangan sektor unggulan sebagai tindak lanjut dan operasionalisasi rencana pengembangan yang telah dihasilkan.

c. Foto Mapping

Berguna sebagai dokumen, dan untuk mempermudah serta memperjelas tentang kondisi fisik kawasan studi eksisting, dalam hal ini yang dijadikan arsip khususnya potensi dan masalah yang terdapat di kawasan studi. Untuk lebih detail, foto yang diambil sebagai dokumen antara lain kondisi fasilitas, kondisi utilitas, kondisi jalan, dan kondisi perkebunan.

2. Survey Sekunder a. Survey Instansi

Dalam studi ini, dilakukan pengumpulan data, khususnya pada instansi pemerintah yaitu: Bappeda Kabupaten Jember, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jember, Badan Perhitungan Statistik Kabupaten Jember, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jember, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Jember, Kantor Kecamatan-kecamatan Potensial, dan Kantor Kepala Desa. Adapun data-data yang dikumpulkan dari instansi tersebut terdapat pada tabel 3.1.

Tabel 3. 1 Kebutuhan Data Survei Instansi

No. Instansi Jenis Data

1. Bappeda RTRW Kabupaten Jember

RUTRK Kecamatan Potensial

Pengmbangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Jember 2. BPS Kabupaten Jember Dalam Angka (series 5 th terakhir)

Kecamatan Kecamatan Potensial Dalam Angka (series 5 th terakhir) 3. Dinas Pertanian, Perkebunan Pertanian Perkebunan Kecamatan Potensial (series 5 th terakhir)

Peta Pemasaran Komoditas Perkebunan Peta persebaran komoditas perkebunan


(29)

Kemudian, dilakukan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan dengan menggunakan metode analisis yang telah ditetapkan.

b. Studi Literatur

Studi literatur/kepustakaan dilakukan dengan menganalisis isi dari literatur yang bersangkutan dengan tema penyusunan masterplan pembangunan Perkebunan dan Kehutanan. Dimana studi ini dilakukan untuk menghimpun pengetahuan dan informasi dari berbagai buku, hasil penelitian, artikel-artikel baik di internet dan media massa maupun thesis ataupun studi yang berhubungan dengan tema.

3.2.2 Tabulasi Data

A. Melakukan tabulasi dan memasukkan data dalam database, sehingga mudah dibaca dan dimengerti, melalui:

1. Identifikasi tanah, yang dilengkapi tentang : • Penggunaan tanah untuk setiap zona.

• Keadaan tanah baik tentang kemiringan, daya dukung, struktur, kesuburan dan lain-lain dalam kaitannya dengan kondisi fisik dasar.

2. Identifikasi Fasilitas:

• Ketersediaan fasilitas penunjang kegiatan agribisnis, pertanian, kehutanan dan perkebunan.

• Kondisi, jangkauan pelayanan, dan kegiatan fasilitas penunjang. • Persebaran fasilitas penunjang.

3. Identifikasi Utilitas :

• Jaringan listrik yang mencakup daya tersalur pada wilayah perencanaan, gardu dan titik sambungan, penerangan jalan dan lain-lain.

• Jaringan telepon yang mencakup jumlah pelanggan pada wilayah perencanaan, pola jaringannya, telepon umum dan lain-lain.

• Jaringan air minum, yang mencakup jumlah pelanggan pada wilayah perencanaan, pola jaringannya.

B. Menyusun fakta dan informasi sesuai dengan pokok bahasannya, meliputi:

o Kondisi eksisting.

o Sarana dan prasarana penunjang. o Potensi Perkebunan dan Kehutanan.


(30)

o Permasalahan yang dihadapi wilayah perencanaan dalam usaha pembangunan

perkebunan dan kehutanan.

o Data dan informasi dianalisis dan diolah secara kualitatif dan kuantitatif, mengenai

kondisi eksisting, potensi, dan permasalahan yang dihadapi.

3.3 Metode Analisis

3.3.1 Metode Analisis Deskriptif

Analisis-analisis yang digunakan dalam metode analisis deskriptif antara lain : 1. Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan dalam menginterpretasikan wilayah perencanaan, khususnya pada kondisi yang sangat kompleks dimana faktor eksternal dan internal memegang peran yang sama penting 2. Analisis Situasi

Analisis situasi merupakan analisis yang dilakukan sebelum proses perencanaan. Analisis situasi merupakan scanning dan skimming suatu masalah pembangunan di suatu wilayah studi (sosial, ekonomi, demografi, topografi, ekologi dan politik)

3. Analisis Partisipatif

Merupakan analisis untuk mengetahui dan mengidentifikasikan pelaku-pelaku yang berbeda beserta kepentingannya terhadap suatu rencana, program atau proyek.

3.3.2 Metode Analisis Evaluatif

Metode analisis evaluatif terdiri dari empat macam analisis, yaitu : 1. Analisis Masalah

Analisis digunakan dengan melihat akar dari suatu masalah. Analisis akar sangat visual dan dapat melibatkan banyak orang dalam waktu yang sama. Teknik ini dapat dipakai dengan situasi yang berbeda, dapat dipakai dimana saja, namun penyebab dari suatu masalah kurang jelas terlihat.

2. Analisis Tujuan

Teknik ini menggambarkan masalah yang dihadapi dan tujuan yang akan dicapai serta tahapan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.

3. Analisis Alternatif Proyek


(31)

3.3.3 Analisis Development

Merupakan metoda analisis yang digunakan untuk memberikan arahan pengembangan berupa konsep atau strategi, baik spasial maupun sektoral, serta perkembangan linkage untuk merencanakan pengembangan dan penataan daerah perencanaan. Arahan pengembangan dapat ditampilkan melalui:

A. Matriks Perencanaan Proyek/Program (MPP)

Matriks perencanaan proyek adalah suatu alat untuk mengembangkan rancangan proyek yang memberikan suatu ringkasan mengenai rancangan proyek tersebut dalam bentuk sebuah matriks dalam satu halaman. Suatu matriks perencanaan proyek terdapat beberapa hal pokok, yaitu:

1. Maksud proyek

Yaitu reaksi atau perubahan perihal kelompok sasaran yang diinginkan atau diusahakan oleh proyek pembangunan.

2. Sasaran proyek

Manfaat yang diperoleh sebagai hasil dari perubahan kelompok sasaran. 3. Hasil-hasil kerja proyek

Pelayanan, sarana atau bahan yang dihasilkan oleh proyek untuk kelompok masyarakat. 4. Kegiatan-kegiatan proyek

Kegiatankegiatan proyek yang diperlukan untuk memproduksi hasil-hasil kerja proyek. 5. Asumsi-asumsi penting

Adalah syarat-syarat (keadan-keadaan yang penting untuk keberhasilan proyek di luar wewenang langsung dari pengelola proyek).

6. Indikator objektif

Menggambarkan inti dari setiap tujuan proyek (hasil-hasilkerja, maksud dan sasaran proyek) dan setiap asumsi-asumsi penting, serta menetapkan target-target untuk dapat mengukur apakah tujuan atau asumsi tertentu telah tercapai.

7. Sumber-sumber pembuktian

Yaitu sumber data yang diperlukan utnuk mengukur tingkat pencapaian target yang tercantum pada indikator, misalnya data statistik resmi, laporan-laporan kemajuan proyek, naskah-naskah hasil rapat serta survei-survei.

8. Sarana dan biaya


(32)

Syarat-Syarat dan Ciri-Ciri MPP

a. Syarat-syarat MPP Lengkap Logis Realistis b. Ciri-ciri MPP

 Semua unsur/kotak dari Matriks Perencanaan Proyek yang saling berkaitan.

 Perubahan isi dari satu unsur mungkin dapat berpengaruh pada isi unsur lain.

 Penyusunannya merupakan proses bertahap yang biasanya perlu dilakukan secara berulang-ulang.

c Tahap Penyusunan

Penyusunan Matriks Perencanaan Proyek secara umum meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Merumuskan tujuan-tujuan dari kegiatan-kegiatan Proyek . 2. Menyusun asumsi-asumsi penting.

Menetapkan indikator-indikator yang dapat dibuktikan secara obyektif sekaligus dengan sumber pembuktiannya.

B. Organisasi ProyekPengertian

Pengorganisasian adalah proses penyusunan organisasi sesuai dengan tujuan, sumber-sumber dan lingkungannya. Hasil dari pengorganisasian adalah tersusunnya organisasi proyek yang efektif untukmencapai tujuan proyek. Mengorganisasikan kegiatan berarti: kegiatan harus disiapkan, disusun, dialokasikan pada anggota sehingga tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Macam-macam struktur Organisasi

a. Organiasasi fungsional

Organisasi yang strukturnya disusun berdasarkan fungsi dari masing-masing bagian (misalnya bagian pemasaran, produksi, personalia, administrasi dan keuangan dan lain-lain).


(33)

Bermula dari organisasi fungsional. Pengelola proyek meminta agar orang-orang fungsional yang bekerja pada proyek betul-betul pindah untuk bekerja sepenuhnya di bawah kekuasaannya.

Langkah Penyusunan

Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit kerja) yang ada dalam organisasi, yang menunjukkan adanya pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan dan diselaraskan. Selain itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi kegiatan, hirarki, struktur, wewenang dan menunjukkan garis pemberian perintah dan penyampaian laporan.

Langkah-langkah penyusunan Struktur Organisasi Proyek adalah sebagai berikut:

 Mengidentifikasikan dan membuat daftar ulang bidang-bidang kegiatan proyek dengan menggunakan formasi yang terdapat pada Matriks Perencanaan Proyek (MPP).

 Berdasarkan bidang-bidang kegiatan proyek tersebut kemudian ditentukan unit-unit kerja proyek yang diperlukan untuk melaksanakan bidang-bidang kegiatan tersebut.

 Menguraikan fungsi/tugas masing-masing unit kerja yang telah ditentukan.

 Menentukan hubungan setiap unit kerja yang lain di dalam proyek dengan membubuhkan garis-garis.

C. Matriks Komunikasi Antar Unit Proyek (MAKUP)Pengertian

Matriks Komunikasi Antar Proyek adalah alat untuk mengetahui hubungan antar komunikasi (tukar menukar informasi) yang penting di antara unti-unit proyek.

Dalam tukar menukar informasi terdapat dua unit yaitu:

• Unit-unit penyedia informasi terdiri dari pimpinan proyek dan unit-unit lain yang terdapat dalam struktur organisasi proyek.

• Unit-unit penerima informasi, terdiri dari sang pimpinan proyek dan unit-unit yang lain yang terdapat dalam struktur organisasi proyek.

Unit-unit tersebut digambarkan dalam bentuk matriks.

b. Langkah Penyusunan


(34)

2. Kolom pertsama diisi dengan Unit Penyedia Informasi dan kolom kedua diisi dengan Unit Penerima Infoemasi

3. Kolom pertama dibagi dalam baris-baris. Setiap baris diisi unit-unit proyek sesuai struktur organisasi.

4. Kolom kedua dibagi lagi dalam kolom-kolom yang lebih kecil dan setiap kolom diisi dengan unti-unit proyek sesuai dengan struktur organisai lain.

5. Berdasarkan rencana kerja, diperiksa hubungan/kaitan kegiatan-kegiatan di antara berbagai unit proyek.

6. Dapat dilakukan penyempurnaan rancangan awal Struktur Organisasi Proyek bila diperlukan.

7. Menguraikan informasi-informasi yang diperlukan oleh setiap unit proyek secara jelas. 8. Menetapkan unit proyek mana yang harus memberikan informasi yang dibutuhkan

tersebut.


(35)

Tabel 3. 2 Contoh Matrik Perencanaan Program

SARANA DAN BIAYA PROYEK

(Projects Inputs and Cost)

KEGIATAN-KEGIATAN

PROYEK (Activities)

HASIL-HASIL KERJA PROYEK

(Outputs)

MAKSUD PROYEK

(Purpose)

SASARAN PROYEK

(Goal)

ASUMSI-ASUMSI

PENTING

(Important Asumptions)

SUMBER-SUMBER

PEMBUKTIAN

(Means of Verification)

INDIKATOR OBJEKTIF

(Objectives Verifiable

Indicators)

TUJUAN-TUJUAN & KEGIATAN

PROYEK

(Objectives and Activities of The

Project)

Jangka Waktu

Nama Proyek


(36)

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Jember 4.1.1 Karakteristik Fisik Wilayah Perencanaan A. Batas Administrasi dan Letak Geografi

Secara astronomis Kabupaen Jember terletak pada posisi 6027 29 s/d 7014 35 Bujur Timur dan 7059 6 s/d 8033 56 Lintang Selatan. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Jember memiliki batas-batas:

- Barat Laut : Kabupaten Probolinggo.

- Utara : Kabupaten Bondowoso.

- Timur : Kabupaten Banyuwangi.

- Selatan : Samudra Indonesia.

- Barat : Kabupaten Lumajang

Secara administratif Jember terbagi menjadi 31 kecamatan dan 248 desa/ kelurahan dan memiliki sekitar 76 pulau-pulau kecil.

Tabel 4. 1 Luas Wilayah ( Km2) Kecamatan Menurut Klasifikasi Lereng

No Kecamatan 0-2 Kemiringan (derajat)2-15 15-40 >40 Jumlah

1. Kencong 65,92 - - - 65,92

2. Gumuk Mas 81,56 - 24,12 0,67 82,98 3. Puger 68,60 0,94 4,95 55,33 148,99 4. Wuluhan 92,23 2,01 8,34 37,99 137,18 5. Ambulu 82,55 2,09 41,13 11,58 104,56 6. Tempurejo 84,63 33,22 76,81 365,48 524,46 7. Silo - 89,06 18,71 144,11 309,98

BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH

PERENCANAAN


(37)

No Kecamatan 0-2 Kemiringan (derajat)2-15 15-40 >40 Jumlah

9. Mumbulsari 58,37 15,05 - - 95,13 10. Jenggawah 48,55 2,01 - 0,46 51,02

11. Ajung 56,61 - - - 56,61

12. Rambipuji 51,58 1,22 - - 52,80

13. Balung 47,12 - - - 47,12

14. Umbulsari 70,52 - - - 70,52

15. Semboro 43,71 1,72 - - 45,43

16. Jombang 54,30 - - - 54,30

17. Sumberbaru 38,44 54,83 37,97 35,13 166,37 18. Tanggul 27,81 45,81 44,24 82,13 199,99 19. Bangalsari 54,76 59,62 14,24 46,66 175,28 20. Panti 12,44 36,28 14,83 97,16 160,71 21. Sukorambi 12,94 24,29 2,97 20,43 60,63 22. Arjasa 5,63 13,03 6,98 18,11 43,75

23. Pakusari 26,84 2,27 - - 29,11

24. Kalisat 8,31 45,03 0,14 - 53,48 25. Ledokombo 3,03 69,75 33,22 40,92 146,92 26. Sumberjambe 10,43 73,50 18,38 35,93 138,24 27. Sukowono 8,98 34,91 0,15 - 44,04 28. Jelbuk 1,02 24,61 9,32 30,11 65,06

29. Kaliwates 22,76 2,18 - - 24,94

30. Sumbersari 37,05 - - - 37,05

31. Patrang 5,03 25,25 5,08 1,63 36,99 Jumlah 1.205,47 673,76 384,03 1.030,07 3.293,34

BuC DErFKabupaten Jember Dalam Angka Tahun 2014

Dalam pembangunan wilayah Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Jember termasuk dalam SWP 13.4, yang terdiri dari Kabupaten Jember sebagai pusat SWP, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo. Kegiatan utama yang dikembangkan pada SWP ini adalah kegiatan pertanian, industri, perhubungan, pariwisata, perdagangan, dan pendidikan. Sedangkan sub sektor industri kecil yang akan dikembangkan adalah sub sektor aneka industri dan industri kecil.


(38)

Gambar 4. 1 Peta Administrasi Kabupaten Jember P E N Y U S U N A N M A S T E R P L A N P E M B A N G U N A N P E R K E B U N A N D A N K E H U T A N A N K A B U P A T E N J E M B E R


(39)

B. Topografi

Wilayah Kabupaten Jember berada pada ketinggiaan antara 0 3.300 m dpl. Daerah yang memiliki kawasan terluas adalah daerah dengan ketinggian antara 100 500 m dpl, yaitu 1.240,77 km2 (37,68%) dan yang tersempit adalah daerah dengan ketinggian lebih dari 2.000 m dpl yaitu 31,34 km2 (0,95%). Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi ketinggian tempat di wilayah Kabupaten Jember dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4. 2 Ketinggian Tempat

No Kecamatan 0-25 25-100 Ketinggian Tempat (m)100-500 500-1000 1000- Jumlah 2005 >2005

1. Kencong 65,92 - - - 65,92

2. Gumuk Mas 81,47 1,16 0,34 0,01 - - 82,98 3. Puger 81,80 45,70 21,49 - - - 148,99 4. Wuluhan 87,18 25,00 25,00 - - - 137,18 5. Ambulu 56,51 38,28 9,77 - - - 104,56 6. Tempurejo 17,97 178,13 240,48 85,94 1,95 - 524,47 7. Silo - 0,39 167,79 137,89 3,91 - 309,98 8. Mayang - 1,76 60,07 1,95 - - 63,78 9. Mumbulsari - 35,94 52,94 6,25 - - 95,13 10. Jenggawah 0,00 50,70 0,30 - - - 51,02

11. Ajung - 56,61 - - - - 56,61

12. Rambipuji - 52,80 0,00 - - - 52,80 13. Balung 25,84 17,97 - - - - 47,12 14. Umbulsari 64,46 6,06 - - - - 70,52 15. Semboro 17,93 19,60 7,90 - - - 45,43

16. Jombang 54,30 - - - - 54,30

17. Sumberbaru 24,10 31,64 75,67 15,55 19,41 - 166,37 18. Tanggul 7,08 40,54 64,88 42,19 45,16 0,14 199,99 19. Bangalsari 6,64 52,15 61,80 17,97 27,34 9,38 175,28 20. Panti - 7,81 50,78 28,12 61,02 12,98 160,71 21. Sukorambi - 11,72 24,17 19,27 5,47 - 60,63 22. Arjasa - - 33,53 9,67 0,55 - 43,75

23. Pakusari - - 29,11 - - - 29,11

24. Kalisat - - 53,48 - - - 53,48

25. Ledokombo - - 72,06 44,55 25,00 5,31 146,92 26. Sumberjambe - - 49,96 62,11 23,05 3,12 138,24

27. Sukowono - - 44,04 - - - 44,04

28. Jelbuk - - 32,64 19,29 12,73 0,40 65,06 29. Kaliwates - - 17,34 3,91 - - 24,94 30. Sumbersari - - 11,27 24,97 - - 37,05 31. Patrang - 3,69 32,51 0,79 - - 36,99 Jumlah (km2) 591,20 681,68 1.243,08 520,43 225,62 31,33 3.293,34

Prosentase (%) 19,87 19,38 37,68 15,87 6,26 0,95 100,00


(40)

Gambar 4.2 Peta Ketinggian Tempat Kabupaten Jember per Kecamatan

Masterplan Pembangunan perkebunan dan Kehutanan


(41)

Tanah di wilayah Kabupaten Jember dengan kemiringan 0 2omeliputi 36,60%

dari luas wilayah dengan luas terbesar di Kecamatan Wuluhan (92,23 km2). Kemiringan

2 15omeliputi 20,61% dari luas wilayah yang mayoritas di Kecamatan Silo (89,03 km2)

dan kemiringan 15 40omeliputi 10,78% dari luas wilayah yang mayoritas terdapat di

Kecamatan Silo (76,81 km2). Kemiringan tanah diatas 40% meliputi 32% dari luas

wilayah dan dengan area terluas di wilayah Kecamatan Tempurejo (365,48 km2).

Tabel 4. 3 Kemiringan Lahan

No Kecamatan 0-2° 2°-15°Kemiringan (o)15°-40° > 40°

1. Kencong 65,92 - -

-2. Gumuk Mas 81,56 - 0,74 0,66 3. Puger 68,60 0,94 24,12 55,34 4. Wuluhan 92,23 2,01 4,95 38,00 5. Ambulu 82,55 2,09 8,34 11,58 6. Tempurejo 84,63 33,22 41,13 365,48

7. Silo - 89,03 76,81 144,15

8. Mayang 23,77 22,95 10,88 6,19 9. Mumbulsari 58,37 15,05 6,71 15,00

10. Jenggawah 50,55 - - 0,47

11. Ajung 56,61 - -

-12. Rambipuji 51,58 0,52 0,34 0,36

13. Balung 47,12 - -

-14. Umbulsari 70,52 - -

-15. Semboro 43,71 1,72 -

-16. Jombang 54,30 - -

-17. Sumberbaru 38,44 54,83 37,85 35,25 18. Tanggul 27,81 45,81 40,30 86,07 19. Bangalsari 54,76 59,62 11,90 49,00 20. Panti 12,44 36,28 14,83 97,16 21. Sukorambi 10,88 24,23 2,97 22,50 22. Arjasa 5,63 13,03 6,98 18,11

23. Pakusari 26,84 2,27 -

-24. Kalisat 8,31 45,03 0,15

-25. Ledokombo 3,03 69,75 33,22 40,92 26. Sumberjambe 10,43 73,50 18,38 35,94 27. Sukowono 8,98 34,94 0,12 -28. Jelbuk 1,02 24,61 9,32 30,11

29. Kaliwates 22,76 2,18 -

-30. Sumbersari 37,05 - -

-31. Patrang 5,03 25,25 5,08 1,64 Jumlah (km2) 1.205,43 678,86 355,12 1.053,93 Prosentase (%) 36,60 20,61 10,78 32,00


(42)

Kondisi kemiringan lahan yang bervariasi ini perlu dipertimbangkan dalam perencanaan tata ruang yang akan ditetapkan, baik dipandang dari segi potensi, kendala lingkungan, maupun dari segi dampak lingkungan yang berkaitan dengan perubahannya. Disamping itu topografi juga berpengaruh besar dalam menentukan jenis dan arah penempatan aktivitas yang akan dikembangkan pada suatu daerah.

Morfologi wilayah Kabupaten Jember didominasi oleh kawasan perbukitan.

Daerah dengan kemiringan antara 8 15odimanfaatkan sebagai kawasan permukiman.

Daerah dengan kemiringan diatas 30o merupakan daerah perbukitan yang terletak di

sebagian utara dan timur cocok untuk kawasan lindung. Daerah sebelah selatan-barat merupakan daerah landai dan dekat dengan laut yang berpotensi untuk pengembangan kegiatan perikanan, pertanian, dan perkebunan. Adapun peta kemiringan lahan Kabupaten Jember per kecamatan dapat dilihat pada peta di bawah ini.


(43)

Gambar 4.3 Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Jember per Kecamatan

Masterplan Pembangunan perkebunan dan Kehutanan


(44)

C. Geologi

Batuan-batuan pembentuk daerah Kabupaten Jember terdiri dari 5 formasi batuan yaitu:

a. Meocine limestone, banyak dijumpai di daerah selatan. b. Alluvium, banyak dijumpai di bagian tengah dan tenggara. c. Granit, banyak terdapat di lereng bukit sebelah timur. d. Meocinesedimentasi facies, di bagian timur.

e. Young quartenary product, terdapat di lereng gunung sebelah timur laut dan selatan.

D. Jenis Tanah

Kabupaten Jember mempunyai jenis tanah yang sangat bervariasi. Ada 16 jenis tanah di Kabupaten Jember yang terdistribusi secara menyebar yaitu:

1. Asosiasi andosol coklat kekuningan dan regosol coklat kekuningan. 1. Komplek mediteran merah dan litosol.

2. Alluvial coklat kekelabuan. 3. Alluvial hidromort.

4. Asosiasi alluvial kelabu dan alluvial coklat kekelabuan. 5. Asosiasi gley humus rendah dan alluvial kelabu. 6. Regosol kelabu.

7. Komplek regosol kelabu dan litosol. 8. Regosol coklat kekelabuan.

9. Regosol coklat, bahan indusk endapan pasir. 10. Regosol coklat.

11. Komplek regosol dan litosol.

12. Komplek latosol kemerahan dan litosol. 13. Latosol coklat kemerahan.

14. Asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu. 15. Komplek latosol coklat kekuningan dan litosol.

Adapun untuk persebaran lokasi masing-masing jenis tanah di wilayah Kabupaten Jember secara global dapat dilihat pada tabel berikut:


(45)

Tabel 4. 4 Jenis Tanah

No Kecamatan Allu vial Gley Rego solLuas Tanah (kmAndo sol2) Mediteran Latosol

1. Kencong 24,14 35,32 6,46 - - -2. Gumuk Mas 34,34 24,12 18,29 - - 1,19 3. Puger 20,93 36,04 3,18 - 79,83 -4. Wuluhan - 72,35 0,50 - 43,76 12,28

5. Ambulu - 46,81 1,34 - - 50,07

6. Tempurejo 56,03 1,70 1,81 - - 433,15

7. Silo - - 86,11 - - 205,11

8. Mayang - - 44,63 - - 15,29

9. Mumbulsari - - - 89,37

10. Jenggawah - - - 47,93

11. Ajung - - - 53,18

12. Rambipuji 1,70 - - - - 47,90

13. Balung - 20,09 - - - 24,18

14. Umbulsari 4,86 60,89 - - - 0,50 15. Semboro 5,20 4,43 - 8,71 - 20,12 16. Jombang 17,22 25,19 4,60 - - -17. Sumberbaru 10,36 22,47 2,11 - - 121,35 18. Tanggul 25,99 22,13 - 43,49 - 100,48 19. Bangalsari 38,16 5,96 - 42,85 - 77,71

20. Panti - - - 71,87 - 79,11

21. Sukorambi - - - 10,57 - 46,39

22. Arjasa - - 3,87 1,16 - 36,06

23. Pakusari - - 22,13 - - 5,21

24. Kalisat - - 50,25 - -

-25. Ledokombo - - 138,02 - -

-26. Sumberjambe - - 129,88 - -

-27. Sukowono - - 41,37 - -

-28. Jelbuk - - 4,80 14,15 - 42,17

29. Kaliwates - - - 23,43

30. Sumbersari - - 0,70 - - 34,10

31. Patrang - - - 34,76

LuM NOrPKabupaten Jember Dalam Angka Tahun 20 14

Adapun peta jenis tanah Kabupaten Jember per kecamatan dapat dilihat pada peta di bawah ini.


(46)

Gambar 4.4 Peta jenis tanah Kabupaten Jember per Kecamatan

Masterplan Pembangunan perkebunan dan Kehutanan


(47)

E. Kemampuan Tanah

Tekstur tanah didominasi oleh tekstur sedang (lempung), meliputi 79,32% dari luas daerah. Kecamatan yang memiliki tekstur sedang terluas adalah Kecamatan Tempurejo sedangkan yang memiliki area tersempit adalah Kecamatan Gumukmas.

Untuk tanah yang bertekstur halus sebesar 19,50% dari luas wilayah yang mayoritas terdapat di Kecamatan Puger. Adapun untuk tanah yang bertekstur kasar sebesar 1,18% dari luas wilayah banyak terdapat di Kecamatan Sumberjambe.

Tingkat erosi di Kabupaten Jember cukup rendah. Sekitar 94,12% merupakan daerah bebas erosi dengan jenis tanah alluvial, gley, regosol, andosol, mediteran, dan latosol. Ditinjau dari segi drainase, 99,60% dari wilayah Kabupaten Jember merupakan daerah bebas genangan. 0,39% merupakan daerah tergenang periodik, dan hanya 0,01% merupakan daerah tergenang rawa.

F. Hidrologi

Kabupaten Jember mempunyai banyak sungai/kali yang bermanfaat untuk pertanian. Beberapa sungai yang cukup besar adalah:

1. Kali Bedadung, merupakan sungai yang membelah Kabupaten Jember di tengah-tengah. Hulu sungai berasal dari pegunungan Hyang yang banyak terdapat mata air.

2. Kali Mayang, merupakan sungai yang bermata air dan hulu sungai berasal dari Pegunugan Raung yang berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi.

3. Kali Sanen, merupakan sungai yang bermata air dan hulu sungai berasal dari Pegunugan Raung. Kali Sanen bertemu dengan Kali Mayang di Desa Sumberrejo dan bermuara di Samudera Indonesia.

4. Kali Jatiroto, merupakan perbatasan dengan Kabupaten Lumajang yang bermata air dan hulu sungai dari Pegunungan Hyang, bermuara di Samudera Indonesia.

G. Iklim dan Curah Hujan

Kabupaten Jember terletak antara ketinggian 0 3.300 m dpl dan beriklim sedang. Curah hujan di Kabupaten Jember dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu:


(48)

a. 0 1.500 mm/tahun, terdapat di Kecamatan Puger, Wuluhan dan Kecamatan Gumukmas.

b. 1.500 1.750 mm/tahun, terdapat di Kecamatan Kencong dan Ambulu.

c. 1.750 2.000 mm/tahun, terdapat di Kecamatan Sumbersari, Patrang, Arjasa, Mayang, Silo, Mumbulsari, Rambipuji, Jenggawah, Umbulsari, dan Kecamatan Balung.

d. 2.000 2.500 mm/tahun, terdapat di Kecamatan Kaliwates, Pakusai, Kalisat,

Sumberjambe, Ledokombo, Tempurejo, Sukorambi, dan Kecamatan Bangsalsari.

e. >2.500 mm/tahun, terdapat di Kecamatan Tanggul, Panti, dan Kecamatan Sumberbaru.

Bulan kering jatuh pada bulan Juli, Agustus, dan September, sedangkan bulan basah jatuh pada bulan Januari, Februari, Maret, April, Oktober, November, dan Desember. Bulan Mei dan Juni merupakan bulan sedang. Adapun peta curah hujan Kabupaten Jember dapat dilihat pada peta di bawah ini.


(49)

Gambar 4.5 Peta curah hujan Kabupaten Jember

Masterplan Pembangunan perkebunan dan Kehutanan


(50)

4.1.2 Karakteristik Penggunaan Lahan

Kondisi penggunaan lahan yang akan dibahas disini meliputi kondisi lahan pertanian, perkebunan, kawasan hutan produksi, industri, dan permukiman.

Kondisi lahan pertanian dan perkebunan di Kabupaten Jember sangat subur. Oleh karena itu, mayoritas penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Jember didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan. Kondisi ini sangat sesuai mengingat mata pencaharian utama penduduk Kabupaten Jember adalah sebagai petani yaitu lebih dari 500.000 jiwa. Adapun persebaran lahan pertanian dan perkebunan ini hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten Jember. Sebagian besar lahan ini terdapat di wilayah kota berordo II, IV, dan V. Meski begitu, pada wilayah transisi, yaitu perbatasan antara kota berordo II dan III juga mayoritas masih berupa lahan pertanian dan perkebunan.

Kawasan hutan produksi yang ada di Kabupaten Jember adalah berupa hutan jati dan hutan kayu lainnya. Persebaran kawasan hutan produksi ini berada di kawasan perbatasan Kabupaten Jember dengan kabupaten-kabupaten lainnya. Misalnya, pada sebelah utara Kabupaten Jember yang berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan sebelah timur yang berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, kawasan hutan produksi juga banyak ditemui di bagian selatan Kabupaten Jember yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia.

Untuk kawasan industri, di Kabupaten Jember mayoritas berupa industri pengolahan hasil pertanian dan pergudangan yang mengolah tembakau. Persebaran lokasi industri ini berada di wilayah bagian barat dan timur Kabupaten Jember, yaitu di Kecamatan Bangsalsari, Rambipuji, Balung, Jenggawah, Arjasa, Pakusari, Kalisat, dan Sukowono.

Untuk kawasan permukiman, persebarannya merata di Kabupaten Jember

dengan kepadatan rendah sedang. Sedangkan untuk kawasan permukiman di

wilayah kota berordo II yaitu Kecamatan Kaliwates, Kecamatan Patrang, dan Kecamatan

Sumbersari memiliki kepadatan sedang tinggi. Gambaran mengenai eksisting


(51)

Gambar 4.6 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Jember

Masterplan Pembangunan perkebunan dan Kehutanan


(52)

4.1.3 Karakteristik Kependudukan

A. Jumlah Penduduk

Kota dalam perkembangannya dari waktu ke waktu mengalami pertambahan dalam jumlah penduduk. Kabupaten Jember pada tahun 2010 (Hasil sensus penduduk) penduduknya berjumlah 2.332.729 jiwa dengan komposisi laki-laki 1.146.856 jiwa dan perempuan 1.185.870 jiwa.

Pertumbuhan penduduk Kabupaten Jember 20 tahun terakhir yaitu tahun 1990 2010 mengalami pertambahan penduduk yang cukup signifikan. Pada tiap tahunnya tidak selalu mengalami pertambahan penduduk namun ada yang mengalami penurunan penduduk.

Variabel-variabel yang berpengaruh langsung terhadap laju pertumbuhan penduduk, antara lain: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan migrasi penduduk, perlu adanya pengkajian secara terus-menerus, agar dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijaksanaan dibidang kependudukan.

Tabel 4. 5 Tingkat Perkembangan Penduduk Kabupaten Jember Tahun 2000-2010

No. Kecamatan 1990 2000 2010 Laju Pertumbuhan Penduduk(%) 1990- 2000 2000 - 2010

1 Kencong 63.676 64.726 65.173 0,1693 0,0712 2 Gumuk Mas 71.792 76.418 79.224 0,6481 0,3737 3 Puger 97.269 106.832 114.506 0,9748 0,7202 4 Wuluhan 101.747 110.656 114.506 0,8721 0,3716 5 Ambulu 97.179 101.272 105.103 0,4277 0,3849 6 Tempurejo 68.771 67.819 70.663 -0,1441 0,4259 7 Silo 85.928 94.558 103.850 0,9950 0,9744 8 Mayang 41.644 44.182 48.362 0,6139 0,9395 9 Mumbulsari 54.332 56.527 62.339 0,4105 1,0176 10 Jenggawah 73.188 76.923 81.318 0,5162 0,5764 11 Ajung 61.341 68.235 74.416 1,1079 0,9011 12 Rambipuji 70.726 74.614 78.934 0,5551 0,5839 13 Balung 70.811 74.461 77.005 0,5213 0,3481 14 Umbulsari 66.358 68.340 69.539 0,3049 0,1801 15 Semboro 36.754 41.954 43.475 1,3783 0,3691 16 Jombang 49.197 49.765 50.003 0,1188 0,0494 17 Sumberbaru 90.296 96.440 99.416 0,6833 0,3149 18 Tanggul 81.515 79.413 82.760 -0,2699 0,4280 19 Bangsalsari 98.364 106.737 113.905 0,8487 0,6746 20 Panti 52.132 55.489 59.399 0,6477 0,7069 21 Sukorambi 34.007 34.954 37.950 0,2845 0,8544


(53)

No. Kecamatan 1990 2000 2010 Laju Pertumbuhan Penduduk(%) 1990- 2000 2000 - 2010

22 Arjasa 32.915 40.132 38.055 2,0720 -0,5482 23 Pakusari 36.090 39.038 41.713 0,8156 0,6880 24 Kalisat 63.650 68.025 74.962 0,6901 1,0096 25 Ledokombo 55.539 58.496 62.528 0,5381 0,6919 26 Sumberjambe 52.426 55.214 60.126 0,5374 0,8855 27 Sukowono 53.298 55.729 58.734 0,4625 0,5448 28 Jelbuk 27.322 29.663 31.962 0,8541 0,7752 29 Kaliwates 90,941 95.177 111.861 0,4721 1,6849 30 Sumbersari 98.036 110.785 126.279 1,2728 1,3634 31 Patrang 85.045 85.083 94.471 0,0046 1,0886

Jumlah 2.062.289 2.187.657 2.332.726 0,6124 0,6664

QuR STrUKabupa ten Jember Dalam Angka Tahun 2013 B. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk di Kabupaten Jember secara keseluruhan sebesar 708,32 jiwa/km2. Kepadatan tertinggi terdapat pada Kecamatan Kaliwates sebesar 4.485,20 jiwa/km2 dan kepadatan terendah terdapat pada Kecamatan Tempurejo 134,73 jiwa/km2. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4. 6 Luas Wilayah, Persentase Luas Terhadap Luas Kabupaten, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk

(Jiwa) Kepadatan Penduduk(Jiwa/Km2)

1 Kencong 65,92 65.173 988,67

2 Gumuk Mas 82,98 79.224 954,74

3 Puger 148,99 114.506 768,55

4 Wuluhan 137,18 114.695 836,09 5 Ambulu 104,56 105.103 1.005,19 6 Tempurejo 524,46 70.663 134,73

7 Silo 309,98 103.850 335,02

8 Mayang 63,78 48.362 758,26

9 Mumbulsari 95,13 62.339 655,30 10 Jenggawah 51,02 81.318 1.593,85 11 Ajung 56,61 74.416 1.314,54 12 Rambipuji 52,80 78.934 1.494,96 13 Balung 47,12 77.005 1.634,23 14 Umbulsari 70,52 69.539 986,09 15 Semboro 45,43 43.475 956,97 16 Jombang 54,30 50.003 920,87 17 Sumberbaru 166,37 99.416 597,56 18 Tanggul 199,99 82.760 413,82 19 Bangsalsari 175,28 113.905 649,85


(1)

MASTERPLAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN JEMBER 2015

Tabel 6. 1MPP Peningkatan Produksi Perkebunan Kabupaten Jember Tahun 2015...6

Tabel 6. 2 Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Sektor Kehutanan Kabupaten Jembe Tahun 2015...14


(2)

MA~ E€ LAN EMBANG‚NAN E€KEB‚NAN DAN KEH‚ANAN

KAB‚AEN JEMBE€2015

7.1 KESIMPULAN

A. Pemasalahan Sektor Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember

Permasalahan utama yang timbul dan sekaligus merupakan tantangan yang dihadapi pelaku sektor perkebunan di Kabupaten Jember berdasarkan hasil survei dan kompilasi data sekunder secara umum yaitu :

• Belum masksimalnya produktivitas hasil perkebunan, dikarenakan faktor mulai dari pembibitan hingga resiko hama dan penyakit tanaman perkebunan yang tinggi.

• Minimnya modal dan peralatan yang sederhana yang digunakan oleh petani kebun rakyat

• Kesenjangan ekonomi yang cukup tajam antara pelaku perkebunan rakyat tradisional dengan yang modern dan terindustrialisasi.

• Penggunaan metode pembukaan lahan untuk perkebunan rakyat yang belum ramah lingkungan, seperti pembakaran lahan.

• Kebijakan pemerintah yang belum cukup berpihak pada perkebunan rakyat. Permasalahan yang muncul dalam sektor Kehutanan Di Kabupaten Jember pada dasarnya cukup banyak, akan tetapi jika dikerucutkan akan ditemukan satu permasalahan utama yakni kerusakan lahan dan lahan kritis.

Permasalahan utama lahan kritis pada kawasan hutan ini penyebabnya cukup banyak, mulai dari praktek illegal logging/ penjaharan hutan, penanaman tanaman yang tidak disesuaikan dengan kondisi kemampuan lahan, kurangnya kesadaran

BAB VII


(3)

MAƒ „E… †LAN †EMBANG‡NAN †E…KEB‡NAN DAN KEH‡„ANAN

KAB‡†A„EN JEMBE…2015

Hal ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan sumberdaya alam di masa yang akan datang dan mengganggu fungsi hidrologi, orologi dan fungsi produksi pertanian. Oleh karenanya perlu perhatian dari stakeholder terkait khususnya pemerintah Kabupaten Jember untuk mampu menangani permasalahan ini dengan bijak dan arif demi melestarikan lingkungan dan menjaga potensi kehutanan yang sudah ada.

B. SWOT Sektor Perkebunan dan Kehutanan

Concentric Strategyyaitu strategi pertumbuhan stabil dimana pengembangan dilakukan disesuaikan dengan kondisi eksisting yang ada. Potensi perkebunan dan kehutanan di Kabupaten Jember cukup besar, dengan pertumbuhan yang selalu mengikuti perkembangan kondisi eksisting diharapkan optimalisasi pengembangan sektor perkebunan dan kehutanan akan tercapai dalam waktu yang cepat.

C. Alternatif Program Sektor Perkebunan

Peringkat Program di atas kemudian dapat diajukan sebagai alternatif Program pengembangan perkebunan di Kabupaten Jember. Dari hasil skoring didapat bahwa ProgramPeningkatan Produksi Perkebunanmemperoleh skor tertinggi sebesar 437,5. Program ini dimaksudkan untuk meraih hasil yang maksimal dari sektor perkebunan. Beberap kegiatan yang dapat dilaksanakan adalah :

 Penyediaan sarana produksi yang memadai;  Peremajaan lahan perkebunan;

 Sertifikasi bibit unggul perkebunan; D. Alternatif Program Sektor kehutanan

Dari hasil skoring didapat bahwa Program Penyediaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) memperoleh skor tertinggi sebesar 407,5. Program ini dimaksudkan untuk menangani lahan kritis dan lahan tidak produktif pada hulu DAS, kawasan hutan lindung, hutan konservasi, sempadan sungai, teluk dan sumber air, dekat pemukiman. Beberapa kegiatan yang dapat dilaksanakan adalah :


(4)

MAˆ ‰EŠ ‹LAN ‹EMBANGŒNAN ‹EŠKEBŒNAN DAN KEHŒ‰ANAN

KABŒ‹A‰EN JEMBEŠ2015

1. Penetapan lokasi prioritas kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan dan desain model pelaksanaannya;

2. Pembentukan kelompok tani hutan/koperasi/ dan sejenisnya berbasis kampung

3. Penyediaan bibit

4. Pelatihan dan pendampingan pada kelompok tani hutan tentang penanaman dan pengelolaan hutan.

E. Strategi Pencapaian Jangka Pendek dan jangka panjang

Strategi dan program untuk yang terarah untuk mewujudkan kondisi perkebunan dan kehutanan Kabupaten Jember yang diinginkan.

Strategi yang dilakukan adalah : 1. Peningkatan produksi perkebunan;

o Peningkatan capaian tingkat produktivitas komoditas perkebunan :  tembakau sebesar 1,09 % per tahun

 kopi rakyat sebesar 2,03 % pertahun 2. Peningkatan kesejahteraan petani;

 petani tembakau sebesar 2,58% per tahun  petani kopi rakyat sebesar 2,46 % per tahun 3. Peningkatan pemasaran hasil produksi perkebunan; 4. Peningkatan penerapan Teknologi tepat guna;

5. Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan secara efisien dan berkelanjutan 6. Rehabilitasi hutan dan lahan;

7. Perlindungan dan konservasi hutan.

8. Mempercepat proses penataan kawasan guna pemantapan status dan fungsi kawasan serta areal kelola masyarakat sebagai dasar pengelolaan dan pemanfaatan hutan.


(5)

MA ŽE LAN EMBANG‘NAN EKEB‘NAN DAN KEH‘ŽANAN

KAB‘AŽEN JEMBE2015

7.2 REKOMENDASI

Rekomendasi berisi hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menyempurnakan pembuatan dokumen Penyusunan Masterplan Pembangunan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember Tahun 2015 ini serta sebagai langkah lanjutan dalam pengembangan kawasan sektor Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember kedepannya. Saran yang dapat direkomendasikan yaitu:

1. Diperlukan Peraturan Daerah (perda) sebagai implementasi serta payung hukum sektor perkebunan dan kehutanan untuk pengelolaan kawasan sentra produksi.

2. Keaktifan seluruh stakeholder di Kabupaten Jember terkait dalam menjalin kerjasama untuk meningkatkan produktivitas perkebunan.

3. Pelatihan dan pendampingan pada kelompok perkebunan/tani hutan tentang penanaman dan pengelolaan perkebunan/hutan

4. Terehabilitasinya lahan kritis dan lahan tidak produktif pada hulu DAS, kawasan hutan lindung, hutan konservasi, sempadan sungai, teluk dan sumber air, dekat pemukiman.


(6)

MA’ “E” •LAN •EMBANG–NAN •E”KEB–NAN DAN KEH–“ANAN

KAB–•A“EN JEMBE”2015

7.1 KESIMPULAN... 1 7.2 REKOMENDASI...—