Analisis Efisiensi Pemasaran Kakao (Studi Kasus: Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi)

(1)

i

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KAKAO

(Studi Kasus: Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi,

Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi)

SKRIPSI

OLEH:

NIKE SALFIDA KAROKARO 090304057

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ii

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KAKAO

(Studi Kasus: Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi,

Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi)

SKRIPSI

OLEH:

NIKE SALFIDA KAROKARO 090304057

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS ) ( Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc ) NIP : 130 365 300 NIP : 196304021997031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

iii

ABSTRAK

Nike Salfida KaroKaro (090304057) dengan judul skripsi “Analisis Efisiensi Pemasaran Kakao (Studi Kasus: Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi)” dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, Mec sebagai anggota komisi pembimbing Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional. Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah produsen kakao. Dimana salah satu sentra produksinya adalah Kabupaten Dairi. Tujuan penelitian adalah (1) Menganalisis hubungan saluran pemasaran komoditi kakao dengan efisiensi masing-masing saluran pemasaran di daerah penelitian (2) Menganalisis perbedaan efisiensi pemasaran bila petani menjual kepada pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani. Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja). Metode analisis untuk menganalisis hubungan saluran pemasaran komoditi kakao dengan efisiensi masing-masing saluran pemasaran di daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis uji beda rata-rata independent sampel test. Data yang dianalisis beda rata-ratanya adalah masing-masing saluran pemasaran dengan efisiensi masing-masing-masing-masing saluran dengan uji korelasi Eta, untuk menganalisis perbedaan efisiensi pemasaran bila petani menjual kepada pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani digunakan rumus efisiensi yaitu membandingkan jumlah keuntungan produsen dan pedagang dengan jumlah biaya produsen dan pedagang..

Hasil penelitian antara lain: nilai eta adalah 0.961 dan 1. Nilai menunjukkan angka yang mendekati 1, maka derajat hubungan antara saluran pemasaran dengan efisiensi pemasaran tinggi. Rata-rata efisiensi pemasaran bila petani menjual kepada pedagang pengumpul desa (saluran pemasaran 1) adalah sebesar 0,091. Rata-rata efisiensi pemasaran bila pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani (saluran pemasaran 2) adalah sebesar 0,072. Saluran pemasaran 1 dianggap lebih efisien karena nilai efisiensi yang lebih kecil dari saluran pemasaran 2.


(4)

iv

RIWAYAT HIDUP

Nike Salfida KaroKaro, lahir di Kota Medan pada tanggal 30 Juli 1991 anak dari Bapak M. Karokaro dan Ibu M. Tarigan. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :  Tahun 1997 masuk Sekolah Dasar Inpres Tigalingga tamat tahun 2003.

 Tahun 2003 masuk Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Negeri I tamat tahun 2006.

 Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Atas Methodist-I Medan tamat tahun 2009.

 Tahun 2009 menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

 Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Sei Kari , Kecamatan Kotarih , Kabupaten Serdang Berdagai, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari penelitian ini adalah “Analisis Efisiensi Pemasaran Kakao (Studi Kasus: Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi)”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Salmiah MS, selaku Ketua Program Studi Agribisnis FP USU dan

Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis MEc, selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis FP USU.

4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Agribisnis FP USU yang selama ini telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.

5. Seluruh pegawai di FP USU khususnya pegawai Program Studi Agribisnis. Segala hormat dan terima kasih teristimewa penulis ucapkan kepada Bapak M.KaroKaro dan mamak M.Tarigan, serta Kakak Nella Elfiera KaroKaro.SE, adik Nepa Sari KaroKaro dan Jonatan Perdinan KaroKaro atas kasih sayang, motivasi, semangat dan dukungan doa yang diberikan kepada penulis selama menjalani


(6)

vi

kuliah dan tak lupa kepada seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat khususnya buat bibik Ngalasi Br Karo.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman saya Jandwi Sarah KaroKaro dan Michael Novranda KaroKaro. Serta seluruh

teman-teman di Program Studi Agribisnis angkatan 2009 yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu namanya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud dan Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi kita semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2013


(7)

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 5

2.1 Tinjauan Pustaka... ... 5

2.2 Landasan Teori ... 7

2.3 Kerangka Pemikiran ... 12

2.4 Hipotesis Penelitian ... 12

BAB III. METODE PENELITIAN ... 13

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 13

3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 14

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 15

3.4 Model Analisis Data ... 16

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 19

3.5.1 Definisi ... 19

3.5.2 Batasan Operasional ... 20

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 22

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 22

4.1.1 Desa Lau Sireme ... 22

4.1.2 Desa Lau Bagot ... 25

4.1.3 Desa Sukandebi ... 28

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian ... 31

4.2.1 Karakteristik Petani ... 31

4.2.2 Pedagang pengumpul desa ... 31

4.2.3 Pedagang besar ... 32


(8)

viii

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

5.1 Saluran Pemasaran ... 33

5.1.1 Saluran Pemasaran I ... 35

5.1.2 Saluran Pemasaran II ... 36

5.2 Fungsi-Fungsi Pemasaran ... 37

5.3 Analisis Margin Tataniaga ... 40

5.3.1 Analisis Margin Tataniaga Saluran Pemasaran I ... 40

5.3.2 Analisis Margin Tataniaga Saluran Pemasaran II ... 43

5.4 Efisiensi Pemasaran ... 45

5.5 Hubungan Efisiensi Pemasaran dengan Saluran Pemasaran ... 47

5.6 Perbedaan Efisiensi Pemasaran masing-masing Saluran ... 47

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ix

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Luas Lahan (Ha) Dan Produksi (Ton) Kakao Di

Kabupaten Dairi (2006-2010) ... 13 2. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa

Lau Sireme Tahun 2011 ... 23 3. Sarana dan Prasarana di Desa Lau Sireme 2011 ... 24 4. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa

Lau Bagot Tahun 2011 ... 26 5. Sarana dan Prasarana di Desa Lau Bagot 2011 ... 27 6. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa

Sukandebi Tahun 2011 ... 29 7. Sarana dan Prasarana di Desa Sukandebi 2011 ... 30 8. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pelaku

pemasaran kakao di daerah penelitian ... 38 9. Biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah

keuntungan pedagang pengumpul desa pada saluran

pemasaran I ... 40 10. Biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah

keuntungan pedagang besar pada saluran pemasaran I ... 41 11. Biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah


(10)

x

12. Marketing margin, biaya pemasaran , marjin keuntungan,

dan nisbah keuntungan saluran Pemasaran II ... 44 13. Efisiensi Pemasaran ... 45 14. Analisis hubungan saluran pemasaran dengan efisiensi


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Pemasaran Kakao ... 12 2. Skema Saluran Pemasaran Kakao Di Desa Lau Sireme,


(12)

iii

ABSTRAK

Nike Salfida KaroKaro (090304057) dengan judul skripsi “Analisis Efisiensi Pemasaran Kakao (Studi Kasus: Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi)” dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, Mec sebagai anggota komisi pembimbing Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional. Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah produsen kakao. Dimana salah satu sentra produksinya adalah Kabupaten Dairi. Tujuan penelitian adalah (1) Menganalisis hubungan saluran pemasaran komoditi kakao dengan efisiensi masing-masing saluran pemasaran di daerah penelitian (2) Menganalisis perbedaan efisiensi pemasaran bila petani menjual kepada pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani. Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja). Metode analisis untuk menganalisis hubungan saluran pemasaran komoditi kakao dengan efisiensi masing-masing saluran pemasaran di daerah penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis uji beda rata-rata independent sampel test. Data yang dianalisis beda rata-ratanya adalah masing-masing saluran pemasaran dengan efisiensi masing-masing-masing-masing saluran dengan uji korelasi Eta, untuk menganalisis perbedaan efisiensi pemasaran bila petani menjual kepada pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani digunakan rumus efisiensi yaitu membandingkan jumlah keuntungan produsen dan pedagang dengan jumlah biaya produsen dan pedagang..

Hasil penelitian antara lain: nilai eta adalah 0.961 dan 1. Nilai menunjukkan angka yang mendekati 1, maka derajat hubungan antara saluran pemasaran dengan efisiensi pemasaran tinggi. Rata-rata efisiensi pemasaran bila petani menjual kepada pedagang pengumpul desa (saluran pemasaran 1) adalah sebesar 0,091. Rata-rata efisiensi pemasaran bila pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani (saluran pemasaran 2) adalah sebesar 0,072. Saluran pemasaran 1 dianggap lebih efisien karena nilai efisiensi yang lebih kecil dari saluran pemasaran 2.


(13)

xii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka mengembangkan ekspor non-migas, komoditas perkebunan yang mempunyai prospek baik terus dikembangkan. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional. Khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Biji kakao dapat dibuat berbagai macam produk seperti olahan makanan, sabun, farfum, obat-obatan dan pembuatan kosmetik. Kakao diharapkan dapat membangun industri-industri hilir pengelolaan kakao di Indonesia (Spillane, 1995).

Pengembangan budidaya kakao di Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Perkembangan luas lahan tanaman kakao dari tahun 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 masing-masing sebesar 49.171,94 Ha, 56.428,48 Ha, 60.221,22 Ha, 66.090,95 Ha dan 69.370,90 Ha. Dengan persentase kenaikan 14.75% tahun 2007, 6.72% tahun 2008, 9.75% tahun 2009 dan 4.9% tahun 2010. Perkembangan luas areal pertanaman budidaya kakao di Sumatera Utara diikuti dengan peningkatan produksi yaitu 32.781,35 ton pada tahun 2006 dan 36.289,78 ton pada tahun 2010. Dengan persentase peningkaan produksi sebesar 10.7 %. Ini menunjukkan bahwa budidaya kakao khususnya di Sumatera Utara memang semakin berkembang (Badan Pusat Statistik (a), 2011).


(14)

xiii

Di Kabupaten Dairi, perkembangan penanaman kakao terus ditingkatkan. Salah satu kecamatan yang mengalami peningkatan luas lahan dan produksi kakao adalah kecamatan Tigalingga. Perkembangan luas areal pada tahun 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 masing-masing 52 Ha, 58 Ha, 62 Ha, 70 Ha dan 70 Ha. Dengan persentase peningkatan luas tanam sebesar 11.53% tahun 2007, 6.89% tahun 2008, 12.90% tahun 2009 dan tidak tampak perkembangan luas lahan dari tahun 2009 sampai 2010. Produktifitas kakao sebesar 22,50 ton pada tahun 2006 dan 30 ton pada tahun 2010. Dengan persentase peningkatan produksi sebesar 33.33%. Hal ini menggambarkan bahwa adanya respon yang baik dari masyarakat di Kecamatan Tigalingga untuk mengembangkan komoditi kakao. Meskipun setiap tahunnya terdapat fluktuasi jumlah produksi yang tidak terlalu besar tetapi perkebunan kakao rakyat di kecamatan Tigalingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat (Badan Pusat Statistik (b), 2011).

Pemasaran merupakan kegiatan ekonomi yang berfungsi menyampaikan barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemasaran langsung dan pemasaran tidak langsung. Pemasaran langsung dilakukan dengan tidak melalui pedagang perantara artinya petani menjual langsung produksinya ke tangan konsumen. Penyaluran tidak langsung dimulai dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen (Haryanto, 2007).

Efisiensi pemasaran dapat terjadi yaitu pertama, jika biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran menjadi lebih tinggi; kedua, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi;


(15)

xiv

ketiga, tersedia fasilitas fisik pemasaran; keempat, adanya kompetisi pasar yang sehat. Saluran pemasaran dikatakan efisien bila mampu mendistribusikan hasil produksi kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu membagi keuntungan yang adil kepada semua pihak yang ikut serta didalam kegiatan produksi dan pemasaran (Rahim, 2005 ).

Tingkat efisiensi pemasaran dapat dicari dengan menggunakan rumus kriteria yaitu biaya pemasaran berbanding dengan harga produk yang dipasarkan 0< x ≥1. Jika nilai efisiensi yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi (Soekartawi, 1989)

Dari latar belakang tersebut maka perlu dikaji lebih jauh bagaimana sebenarnya sistem pemasaran Kakao di tempat penelitian tersebut, dalam skripsi yang diberi judul Analisis Efisiensi Pemasaran Kakao dengan studi kasus Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi. 1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan saluran pemasaran komoditi kakao dengan tingkat efisien pemasaran masing-masing saluran pemasaran tersebut di daerah penelitian?

2. Bagaimanakah perbedaan tingkat efisiensi pemasaran bila petani menjual kepada pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani?


(16)

xv 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis hubungan saluran pemasaran komoditi kakao dengan

efisiensi masing-masing saluran pemasaran di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis perbedaan efisiensi pemasaran bila petani menjual kepada pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani.

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi petani kakao dalam mengambil keputusan dalam melakukan pemasaran hasil usahataninya.

2. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah atau Pemerintah daerah setempat untuk melakukan pengembangan saluran pemasaran pada daerah penelitian. 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti dan pihak-pihak lain yang


(17)

xvi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis seperti wilayah Indonesia. Tanaman kakao baik ditanam pada daerah yang berada pada 100 LU dan 100 LS dengan curah hujan 1100-3000 mm/tahun. Biji-biji kakao yang telah mengalami pengolahan dapat dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi ataupun bahan campuran dalam makanan. Biji kakao mengandung lemak 50-60% dari berat bijinya. Terdapat theobromine dan kafein yang berfungsi mencegang penuaan dini dan memberi efek terjaga bagi pengonsumsinya (Suwarto, dkk, 2010).

Pengelolaan biji Kakao yang dilakukan petani Kakao meliputi kegiatan fermentasi, pencucian, pengeringan dan pengemasan selanjutnya dilakukan oleh para pelaku lembaga pemasaran agar sampai di konsumennya. Di dalam industri pangan, biji kakao yang digunakan dalam pembuatan coklat (chocolate confectionery) berasal dari tanaman kakao mulia dan kakao lindak. Biji kakao yang diperoleh berasal dari pelaku-pelaku pemasaran (Setyohadi, 2010).

Pemasaran adalah aliran produk secara fisis dan ekonomi dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen. Definisi lain menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu/kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,


(18)

xvii

menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Pemasaran melibatkan banyak kegiatan yang berbeda yang menambah nilai produk pada saat produk bergerak melalui sistem tersebut. Kegiatan-kegiatan dalam usaha pemasaran tidak hanya kegiatan memindahkan barang/jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen saja dengan sistem penjualan, tetapi banyak kegiatan lain yang juga dijalankan dalam kegiatan pemasaran. Penjualan hanyalah salah satu dari berbagai fungsi pemasaran. Apabila pemasar melakukan pekerjaan dengan baik untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen, mengembangkan produk dan menetapkan harga yang tepat, mendistribusikan dan mempromosikannya secara efektif, maka akan sangat mudah menjual barang-barang tersebut (Sudiyono, 2004).

Pemasaran Kakao pada perkebunan besar dilakukan oleh kantor pemasaran bersama. Sedangkan jalur tataniaga Kakao yang berasal dari perkebunan rakyat umumnya berlangsung melalui pedagang pengumpul desa, pedagang perantara di kecamatan dan kabupaten, pedagang eksportir di propinsi (Siregar, 1993).

Tinjauan terhadap prospek pasar internasional memang harus memperbaiki faktor pemintaan dan penawaran. Indonesia sebagai negara produsen kakao, kajian yang terutama adalah keunggulan komparatif yang dimiliki. Pada dasarnya tidak ada komoditas yang tidak mempunyai saingan. Keberhasilan dalam memasarkan adalah upaya yang harus dilakukan bukan bagaimana memproduksi saja tetapi memperkuat daya saingnya. Khususnya untuk kakao adalah komoditas yang harganya relatif mahal. baik dikembangkan di daerah terpencil karena faktor


(19)

xviii

transfortasi merupakan komponen yang kecil dibandingkan keuntungan yang diperoleh (Spillane, 1995).

Pada dasarnya aktifitas ekonomi meliputi aktifitas produksi, aktifitas konsumsi, dan aktifitas distribusi. Di sektor produksi, barang-barang dan jasa dihasilkan, di sektor konsumsi barang-barang dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua sektor sangat relatif. Ada yang jauh dan ada yang dekat. Umumnya jarak fisik produksi dan konsumsi hasil pertanian/usahatani relatif cukup jauh, karena usahatani berada di pelosok desa yang membutuhkan areal yang cukup luas. Sebaliknya barang-barang industri justru diproduksi didekat-dekat kota besar. Termasuk sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, alat-alat dan mesin pertanian. Jarak tersebut membutuhkan penghubung agar barang-barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen dapat sampai ke tangan konsumen dengan tepat tempat, tepat jumlah, tepat waktu, tepat mutu, tepat jenis dan pada tingkat harga yang layak dibayar konsumen. Sektor distribusilah yang merupakan penghubung tersebut. Sektor inilah yang bertanggungjawab memindahkan, mengalokasikan, mendayagunakan, menganekaragamkan barang-barang yang dihasilkan di sektor produksi. Dan disektor inilah tataniaga atau pemasaran berperan (Anonimus (c), 2011).

2.2 Landasan Teori

Saluran pemasaran adalah himpunan organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses untuk membuat produk atau jasa yang siap untuk dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen atau pengguna industrial. Jalur pemasaran hasil pertanian adalah saluran yang digunakan petani produsen untuk


(20)

xix

menyalurkan hasil pertanian dari produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan konsumen. Setiap lembaga pemasaran ini melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti: membeli dari petani (produsen), menjual kepada pedagang berikutnya, mengangkut, mensortir, menyimpan, dan lain-lain (Rahardi, dkk, 1993).

Menurut (Rismayani, 2007), dalam hal ini sistem tataniaga pertanian mencakup dua jenis kegiatan utama :

1. Aspek Distribusi Fisik

Kegiatan pemasaran pada aspek distribusi fisik meliputi penanganan fisik, penyimpanan, pemrosesan, dan transfer memindahkan barang baku dan barang jadi dari produsen ke konsumen.

2. Aspek Ekonomi

Pemasaran dari aspek ekonomi meliputi pertukaran dan proses penetapan harga dalam sistem pasar. Sektor tataniaga pertanian merupakan kegiatan yang lebih besar dari industri lainnya, lebih kompleks, lebih mahal, tetapi mampu menopang perekonomian nasional. Mengapa pemasaran produk pertanian itu kompleks dan mahal. Karena proses pembelian hasil produksi petani dari sentra produksi dan diteruskan ke daerah konsentrasi konsumsi berlangsung sulit dan mahal sebab pemasaran produk pertanian umumnya bersifat konsentrasi-distributif, tidak seperti produk industri yang proses pemasarannya berlangsung secara distributive. Di samping itu karakteristik produk pangan/pertanian yaitu voluminous, memerlukan ruang dan biaya penyimpanan yang relatif besar, biaya pengangkutan mahal, harga produk relatif sangat kecil dibandingkan dengan volumenya, biaya total pemasarannya seringkali jauh lebih besar secara proporsional dibandingkan


(21)

xx

dengan biaya produksinya, penawaran produknya relatif kecil, mudah rusak / perishable.

Komponen biaya pemasaran terdiri atas semua jenis pengeluaran yang dikorbankan oleh seluruh middelman dan lembaga pemasaran yang berperan dalam proses perpindahan barang dari produsen hingga ke tangan konsumen. Keuntungan yang diambil pelaku-pelaku pemasaran diambil atas modal dan jasa yang telah dilakukan dalam menjalankan aktifitas pemasaran tersebut. Setelah dilakukan pengelompokan biaya pemasaran menurut biaya yang sama, maka marketing margin tersebut disebut price spread. Dan jika price spread dipersenkan terhadap harga beli konsumen maka diperoleh share margin (Soekartawi, 1989). Marjin dapat didefenisikan perbedaan harga yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Marketing margin terdiri dari berbagai macam ongkos-ongkos dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Jadi marketing margin itu terdiri dari berbagai margin seperti retail margin yaitu selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang dibayarkan produsen oleh sipengecer, profit margin, besarnya keuntungan balas jasa oleh middleman (Anonimus, 2011).

Salah satu kegunaan dari perhitungan price spread adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga. Marketing margin sangat erat hubungannya dengan price spread. Sistem tataniaga dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga


(22)

xxi

yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut (Mubyarto, 1994).

2.3 Kerangka Pemikiran

Kakao merupakan komoditi perkebunan yang dalam proses penyampaian dari produsen ke konsumen akhirnya tidak dapat bertemu secara langsung. Kegiatan pemasarannya memerlukan lembaga-lembaga pemasaran meliputi dari produsen, pedagang pengumpul di desa, pedagang pengumpul kecamatan/kabupaten kemudian ke eksportir. Masing-masing pedagang perantara melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran atau fungsi pemasaran untuk menyampaikan biji kakao kering dari petani hingga ke konsumen akhir. Fungsi pemasaran tersebut antara lain pembelian, penjualan, transportasi, pengepakan, penyimpanan, pembiayaan, pengolahan, dan pengambilan resiko.

Pelaksanaan kegiatan fungsi pemasaran oleh lembaga-lembaga pemasaran menyebabkan terbentuknya biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran menentukan tingkat harga yang diterima produsen dan lembaga pemasaran Biaya pemasaran menghasilkan adanya perbedaan harga antara petani dengan harga di tingkat konsumen akhir yang disebut dengan margin pemasaran. Tinggi rendahnya marjin pemasaran akan mempengaruhi efisiensi pemasaran. Dari biaya pemasaran dan harga jual didapatkan marjin keuntungan yang merupakan pengukuran untuk efisiensi pemasaran. Jumlah lembaga pemasaran yang berperan dalam pemasaran biji kakao mempengaruhi tingkat efisiensi pemasaran.

Memperkecil biaya pemasaran suatu produk dapat diartikan menaikkan bagian yang diterima produsen dari harga yang dibayarkan konsumen. Memperbesar


(23)

xxii

pengeluaran konsumen adalah salah satu cara. Hasil pertanian biasanya berupa produk makanan, dengan melakukan pengelolaan yaitu menghasilkan produk-produk olahan yang lebih inovatif dan berkembang diharapkan member nilai guna yang akan dibayar lebih oleh konsumen akhir. Margin pemasaran adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir.

Prospek pemasaran biji kakao di kabupaten Dairi sangat baik. Hal ini tampak dari peningkatan luas areal penanaman komoditi kakao yang senantiasa meningkat setiap tahunnya yang diikuti peningkatan produksi. Semakin baik saluran pemasaran akan menimbulkan kelancaran arus barang yang membantu meningkatkan efisiensi pemasaran.


(24)

xxiii

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

= Menyatakan hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Pemasaran Kakao

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan saluran pemasaran Kakao dengan tingkat efisiensi pemasaran di daerah penelitian

2. Ada perbedaan tingkat efisiensi pemasaran kakao pada masing-masing saluran pemasaran di daerah penelitian.

Petani

Pedagang Pengumpul desa

Pedagang Pengumpul kecamatan Saluran

Pemasaran

Efisiensi Pemasaran

Pedagang besar di propinsi/eksportir


(25)

xxiv

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Sample

Daerah penelitian dipilih dengan menggunakan metode ‘purposive sampling’ yaitu dengan menggunakan sampel yang dipercaya memiliki potensi yang terbaik sebagai sentra produksi kakao. Kecamatan Tigalingga di Kabupaten Dairi dipilih sebagai daerah penelitian karena daerah tersebut menunjukkan peningkatan luas lahan pertanaman dan produksi kakao setiap tahunnya.

Table 1. Luas lahan (Ha) dan produksi (Ton) kakao di Kabupaten Dairi (2006-2010)

Kecamatan 2006 2007 2008 2009 2010

L P L P L P L P L P

Sidikalang 3 0 0.8 0.4 4 0.8 4 0.8 4 0.8

Sitinjo - - - - - - - - - -

Berampu 7 1.2 11 3 13 42 13 4.20 13 4.20

Parbuluan - - - - - - - - - -

Sumbul - - - - - - - - - -

Silahi sabuan - - - - - - - - - -

Silima punga 54 10.8 603 20.8 65 45.5 73 45.5 73 45.5

Lae parira 14 2.40 18 5 20 7.5 21 7.5 21 7.5

Siempat nempu 32 9.10 38 13.9 52 29.4 59 29.4 59 29.4

Siempat N hilir 70 17.5 72 20.8 41 26.6 51 26.6 51 26.6

Siempat N hulu 25 8.85 29 9.43 34 13 36 13 36 13

Tigalingga 52 22.5 58 27 62 30 70 30 70 30

Gunung Sitember

17 9.60 21 11.5 23 13 45 17 45 17

Pegagan hilir 19 5.20 19 5.20 19 5.2 33 9.40 33 9.40

Tanah Pinem 59 21.0 72 37 75 25.5 110 35.5 110 35.5

Sumber : Badan Pusat Statisik, 2011 Ket:

L = Luas Lahan Kakao P = Produksi Kakao


(26)

xxv

Kecamatan Tigalingga sebagai salah satu penghasil kakao yang luas areal dan produksinya meningkat setiap tahun. Dengan urutan nomor tiga sebagai kecamatan yang luas areal dan produksi terbaik di Kabupaten Dairi. Ketiga desa yang dipilih karena memiliki potensi tertinggi dalam luas lahan dan produksi kakao. Desa Lau Sireme dengan luas lahan 50,70 Ha produksi 13.60 Ton, Desa Lau Bagot dengan luas lahan 39.10 Ha produksi 12.20 Ton dan Desa Sukandebi dengan luas lahan 30.20 Ha produksi 9.10 Ton (Badan Pusat Statistik (c), 2011). 3.2Metode Penentuan Sample

3.2.1 Produsen (Petani)

Dalam kegiatan penelitian yang menjadi sampel adalah petani kakao yang terdapat di Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot dan Desa Sukandebi, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Ketiga sampel desa diambil karena potensi yang baik dalam luas lahan dan produksi kakao. Jumlah kuantitas petani kakaodi Desa Lau Sireme sebanyak 125 Kepala Keluarga (KK), 137 KK di desa Lau Bagot dan 170 KK di Desa Sukandebi. Jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah 432 KK. Sampel diambil dengan menggunakan metode Simple Random Sampling yaitu sebanyak 81 petani, dengan rumus Slovin sebagai berikut :

n =

².

Dimana :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi


(27)

xxvi maka :

n =

. , ² n =

, n = 81,2 n= 81 petani

3.2.2 Lembaga Pemasaran

Pengambilan sampel pedagang pengumpul desa dilakukan dengan metode accidental sampling yaitu diambil dari pedagang yang kebetulan ditemukan didaerah penelitian. Sampel pedagang pengumpul desa terdiri dari 3 pedagang pengumpul desa, 2 pedagang besar kecamatan dan 1 eksportir. Sampel diperoleh dari penelusuran yaitu mengikuti saluran pemasaran berdasarkan informasi petani sampel.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani kakao dengan metode wawancara dan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai lembaga, instansi dan dinas yang terkait dengan penelitian ini, seperti: Dinas Pertanian Kabupaten Dairi, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, Kantor Kecamatan Tigalingga, dan Kantor Kepala Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi .


(28)

xxvii 3.3 Metode Analisis Data

Untuk masalah 1, dianalisis dengan menggunakan analisis uji beda rata-rata independent sampel test. Data yang dianalisis beda rata-ratanya adalah masing-masing saluran pemasaran dengan efisiensi masing-masing-masing-masing saluran tersebut. Data diolah dengan menggunakan program SPSS. Hasil dan kesimpulan dari analisis data dapat diketahui dengan kriteria sebagai berikut :

Pengujian hipotesis

t = x

1

-x

2

(n

1

-1)s

12

+ (n

2

-1)s

22 keterangan :

X1 = rata-rata efisiensi saluran pemasaran ke 1 X2 = rata-rata efisiensi saluran pemasaran ke 2 n1 = jumlah sampel saluran pemasaran ke 1 n2 = jumlah sampel saluran pemasaran ke 2 S12 = varians dari saluran pemasaran ke 1 S22 = varians dari saluran pemasaran ke 2 kriteria uji:

jika t hitung < t table atau sig > 0.05 ,maka Ho diterima dan H1 ditolak jika t hitung > t table atau sig < 0.05 ,maka Ho ditolak dan H1 diterima

Ho : tidak ada hubungan yang signifikan antara saluran pemasaran yang digunakan dengan tingkat efisiensi saluran pemasaran tersebut

H1 : ada hubungan yang signifikan antara saluran pemasaran yang digunakan


(29)

xxviii

Menganalisis saluran pemasaran yang didaerah penelitian dilakukan dengan metode deskriptif berdasarkan survey didaerah penelitian. Menghitung tingkat efisiensi pemasaran pada masing-masing saluran pemasaran menggunakan rumus efisiensi yaitu:

Ep = x 100 %

Keterangan :

Ep = efisiensi pemasaran

Selain nilai Ep, suatu sistem pemasaran dikatakan sudah efisien apabila memenuhi kriteria efisiensi sebagai berikut :

1. Apabila persentase perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi

2. Mampu mendistribusikan pembagian keuntungan yang adil diantara para pelaku-pelaku pemasaran

3. Apabila biaya-biaya pemasaran dapat ditekan seminim mungkin

4. Apabila tersedia fasilitas fisik yang memadai yang dapat menjamin kelancaran arus barang

5. Ada kompetisi yang sehat (Soekartawi, 1989).

Kemudian menghitung besarnya margin pemasaran, bagian harga yang diterima

(share margin), sebaran harga (price spread) dan besar biaya pemasaran pada

masing-masing lembaga pemasaran kakao di daerah penelitian. Margin pemasaran


(30)

xxix Mji = Psi – Pbi

atau Mji = Bti + I keterangan :

Mji = Marjin pada lembaga pemasaran tingkat ke-i

Psi = Harga jual pada lembaga pemasaran pada lembaga tingkat ke-i Pbi = Harga beli lembaga pemasaran tingkat ke-i

Bti = Biaya pemasaran tingkat ke-i I = Keuntungan pemasaran tingkat ke-i

Bagian harga yang diterima (share margin) dihitung dengan menggunakan rumus: Sm

=

x100 %

Keterangan :

Sm = Share margin dalam persen ( % )

Pp = Harga yang diterima produsen atau pedagang Pk = Harga beli konsumen

Price spread diperoleh dengan mengelompokkan biaya-biaya pemasaran menurut komponen biaya yang sama. Untuk menghitung biaya pemasaran, dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan selama melakukan fungsi-fungsi pemasaran.

Masalah 2, menghitung tingkat efisiensi pemasaran bila petani menjual langsung kepada pedagang atau pedagang membeli langsung ke lahan usahatani pada masing-masing saluran pemasaran digunakan rumus sebagai berikut:


(31)

xxx Ep = x 100 %

Keterangan:

JL = Keuntungan lembaga tata niaga Jp = Keuntungan Produsen

Ot = Ongkos tata niaga

Op = Ongkos pemasaran oleh produsen 3.5 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam proses penelitian, maka penulis membuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1. Defenisi

1. Produsen adalah petani yang mengusahakan dan memproduksi tanaman Kakao sebagai tanaman budidaya.

2. Biji basah adalah biji Kakao yang masih dilapisi pulp dengan kadar air yang masih cukup tinggi dan belum mengalami proses fermentasi dan pengeringan. 3. Biji kering adalah biji Kakao yang sudah difermentasi dan dan dikeringkan

dengan kadar air ±8%.

4. Pemasaran adalah suatu kegiatan usaha mengalirkan barang dari produsen ke konsumen.

5. Saluran pemasaran adalah seluruh bagian dari pemasaran yang terdiri dari lembaga-lembaga pemasaran yang berperan dalam penyampaian barang atau jasa dari produsen hingga sampai ke konsumen.


(32)

xxxi

6. Pedagang Perantara adalah orang atau badan usaha yang terlibat dalam kegiatan pemasaran biji kakao.

7. Pedagang pengumpul desa adalah pedagang yang berdomisili di desa atau di kecamatan yang membeli biji kering dari petani dan menjualnya ke pedagang besar atau ke eksportir.

8. Pedagang besar adalah pedagang yang berdomisili di kecamatan atau di kabupaten yang membeli biji Kakao dari beberapa orang pedagang pengumpul desa selanjutnya akan dijual ke eksportir.

9. Eksportir adalah konsumen yang membeli biji Kakao kering dari pedagang besar.

10.Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam usaha menyampaikan biji Kakao dari produsen ke konsumennya.

11.Margin pemasaran adalah selisih antara harga yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen.

12.Price Spread (Sebaran Harga) adalah semua ongkos yang dikeluarkan dalam kegiatan penyampaian barang dari produsen ke konsumen.

13.Share Margin adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen. 14.Efisiensi pemasaran adalah nisbah antara biaya yang dikeluarkan untuk

memasarkan tiap unit produk dibagi dengan nilai produk yang dipasarkan.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Lau Sireme, Desa lau Bagot, Desa Sukandebi, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. 2. Penelitian dilakukan pada tahun 2013.


(33)

xxxii

3. Sampel penelitian adalah petani Kakao dan Lembaga pemasaran yaitu orang atau badan yang terlibat dalam proses pemasaran biji kakao di Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.


(34)

xxxiii

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan sebanyak 3 desa yang terdapat di Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi , Propinsi Sumatera Utara yaitu Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot dan Desa Sukandebi. Ketiganya memiliki perkembangan luas lahan dan produksi kakao.

4.1.1 Desa Lau Sireme

Desa Lau Sireme terletak di Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 240 Ha dan berada pada ketinggian 700-1000 mdpl.

Adapun batas-batas dari Desa Lau Sireme adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Harapan

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lau Bagot Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gunung Tua Sebelah Barat berbatasan dengan Batu Gun-Gun

Desa Lau Sireme sangat berpotensi dalam pengembangan pertanian seperti jagung, durian, kakao. Jika dilihat dari penggunaan tanah adalah sebagai berikut: Tanah Perkebunan : 190 Ha

Tanah Pekarangan/Bangunan : 48 Ha Lainnya : 2 Ha


(35)

xxxiv

Tanah perkebunan seluas 190 Ha digunakan sebagai hutan kayu dan perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat sebagian besar digunakan untuk tanaman perkebunan seperti kakao, durian dan jagung.

A. Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Lau Sireme sampai tahun 2012 adalah 2.539 jiwa meliputi 1.284 jiwa (50,57%) laki-laki dan 1.255 jiwa (49,42%) perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 535 KK.

Distribusi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lau Sireme Tahun 2011

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Petani 441 71,94

2 Buruh Tani 75 12,23

3 Pegawai Negeri Sipil 56 9,13

4 TNI 5 0,81

5 POLRI 3 0,48

6 Pensiunan 10 1,63

7 Wiraswasta 23 3,75

Total 613 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Lau Sireme 2012

Tabel 2 menunjukkan bahwa penduduk di daerah penelitian memiliki beragam pekerjaan dan mayoritas mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani yaitu sebesar 441 jiwa (71,94%) dan sebagai buruh tani sebanyak 75 jiwa (12,23%), sedangkan sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak 56 jiwa (9,13%), TNI sebanyak 5 jiwa (0,81%), POLRI sebanyak 3 jiwa (0,48%), Pensiunan sebanyak 10 jiwa (1,63%) dan wiraswasta sebanyak 23 jiwa (3,75%).


(36)

xxxv B. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di suatu daerah akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Semakin baik sarana dan prasarananya, maka akan mempercepat laju perkembangan daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Lau Sireme dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Sarana dan Prasarana di Desa Lau Sireme 2011

No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1 Sarana Pendidikan: - SD - SMP - SMU 4 1 - 2 Sarana Kesehatan:

- Puskesmas Pembantu - Posyandu

1 3 3 Sarana Peribadatan:

- Mesjid - Gereja

2 5 4 Sarana Transportasi:

- Jalan Aspal

- Jalan Tanah yang Diperkeras - Jalan Tanah

4 Km 1 Km 6 Km Sumber : Kantor Kepala Desa Lau Sireme 2012

Tabel 3 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di Desa Lau Sireme yang dibutuhkan oleh masyarakat sudah dapat terpenuhi baik dibidang pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan trasnsportasi. Sarana perekonomian seperti koperasi unit desa, pasar tempat memasarkan produk hasil pertanian tidak terdapat di desa tersebut, sehingga untuk memperoleh pinjaman modal yang dibutuhkan petani dapat diperoleh dari pedagang-pedagang pengumpul yang datang ke desa tersebut yang nantinya akan menjual hasil-hasil pertaniannya kepada pedagang


(37)

xxxvi

pengumpul desa tersebut, sedangkan pasar untuk menjual hasil-hasil pertanian terdapat di ibukota kecamatan.

4.1.2 Desa Lau Bagot

Desa Lau Bagot dengan luas wilayah 600 Ha yang berada pada ketinggian 950-1100 dpl. Jarak dari ibukota kecamatan 0.5 Km dan jarak ke ibukota kabupaten 27.5 Km. Desa Lau Bagot terdiri dari enam dusun.

Dusun-dusun yang terdapat di Desa Lau Bagot diantaranya: 1. Dusun Hutakelep

2. Dusun Barisan Tigor 3. Dusun Kuta Bunga 4. Dusun Tanjung Selamat 5. Dusun Kampung Jawa 6. Dusun Lingga Julu

Adapun batas-batas dari Desa Lau Bagot adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tigalingga

Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Palding Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Lau Belulus Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukandebi

Desa Lau Bagot sangat berpotensi dalam pengembangan pertanian seperti jagung, durian, dan kakao. Jika dilihat dari penggunaan tanah adalah sebagai berikut: Tanah Perkebunan : 549 Ha


(38)

xxxvii

Tanah perkebunan seluas 549 Ha digunakan sebagai hutan kayu dan perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat sebagian besar digunakan untuk tanaman perkebunan seperti kakao, jagung dan durian.

A. Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Lau Bagot sampai tahun 2012 adalah 2.217 jiwa meliputi 1088 jiwa (49%) laki-laki dan 1129 jiwa (51%) perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 563 KK.

Distribusi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lau Bagot Tahun 2011

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Petani 801 79.9

2 Buruh Tani 98 8.9

3 Pegawai Negeri Sipil 39 3.6

5 POLRI 4 0.36

6 Pensiunan 15 1.37

7 Wiraswasta 64 5.84

Total 1095 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Lau Bagot 2012

Tabel 4 menunjukkan bahwa penduduk di daerah penelitian umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 875 jiwa (79.9%) dan sebagai buruh tani sebanyak 98 jiwa (8.9%), sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak 39 jiwa (3.6%), POLRI sebanyak 4 jiwa (0,36%), Pensiunan sebanyak 15 jiwa (1,37%) dan wiraswasta sebanyak 64 jiwa (5.84%).


(39)

xxxviii B. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di suatu daerah akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Semakin baik sarana dan prasarananya, maka akan mempercepat laju perkembangan daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Lau Bagot dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Sarana dan Prasarana di Desa Lau Bagot 2011

No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1 Sarana Pendidikan: - SD - SMP - SMU 2 2 2 2 Sarana Kesehatan:

- Puskesmas Pembantu - Poskesdes

1 1 3 Sarana Peribadatan:

- Mesjid - Gereja

1 10 4 Sarana Transportasi:

- Jalan Aspal

- Jalan Tanah yang Diperkeras - Jalan Tanah

33.5 Km 2 Km

- Km Sumber : Kantor Kepala Desa Lau Bagot 2012

Tabel 5 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di Desa Lau Bagot yang dibutuhkan oleh masyarakat sudah dapat terpenuhi baik dibidang pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan trasnsportasi. Sarana perekonomian pasar tempat memasarkan produk hasil pertanian tidak terdapat di desa tersebut. Pasar untuk menjual hasil-hasil pertanian terdapat di ibukota kecamatan.


(40)

xxxix 4.1.3 Desa Sukandebi

Desa Sukandebi dengan luas wilayah 832 Ha yang berada pada ketinggian 800 dpl. Jarak dari ibukota kecamatan 5 Km dan jarak ke ibukota kabupaten 32 Km. Desa Sukandebi terdiri dari empat dusun.

Dusun-dusun yang terdapat di Desa Sukandebi diantaranya: 1. Dusun Barisan Sukandebi

2. Dusun Sukandebi 3. Dusun Bertungen Jehe I 4. Dusun Bertungen Jehe II

Adapun batas-batas dari Desa Sukandebi adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Desa Lau Sireme

Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bertungen Julu Sebelah timur berbatasan dengan Desa Lau Bagot Sebelah barat berbatasan dengan Desa Lau Molgap

Desa Sukandebi sangat berpotensi dalam pengembangan pertanian seperti jagung, durian, kakao dan enau. Jika dilihat dari penggunaan tanah adalah sebagai berikut: Tanah Perkebunan : 500 Ha

Tanah Pekarangan/Bangunan : 10 Ha Lainnya : 322 Ha

Tanah perkebunan seluas 500 Ha digunakan sebagai hutan kayu dan perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat sebagian besar digunakan untuk tanaman perkebunan seperti kakao, durian, jagung dan enau.


(41)

xl A. Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Sukandebi sampai tahun 2012 adalah 2.258 jiwa meliputi 1056 jiwa (46.7%) laki-laki dan 1202 jiwa (53.2%) perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 503 KK.

Distribusi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Sukandebi Tahun 2011

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Petani 848 84.3

2 Buruh Tani 93 9.2

3 Pegawai Negeri Sipil 15 1.4

4 Wiraswasta 50 5

Total 1006 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Sukandebi 2012

Tabel 6 menunjukkan bahwa penduduk di daerah penelitian memiliki beragam pekerjaan dan mayoritas mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani yaitu sebesar 848 jiwa (84.3%) dan sebagai buruh tani sebanyak 93 jiwa (0.92%), sedangkan sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak 15 jiwa (0.14%), dan wiraswasta sebanyak 50 jiwa (0.5%).

B. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di suatu daerah sangat penting untuk mendukung perkembangan dan kemajuan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Semakin baik sarana dan prasarananya, maka akan mempercepat laju perkembangan daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Sukandebi dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(42)

xli

Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Desa Sukandebi 2011

No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1 Sarana Pendidikan: - SD - SMP - SMU 2 - - 2 Sarana Kesehatan:

- Puskesmas Pembantu - Polindes

- 1 3 Sarana Peribadatan:

- Mesjid - Gereja

1 6 4 Sarana Transportasi:

- Jalan Aspal

- Jalan Tanah yang Diperkeras - Jalan Tanah

10 Km 15 Km 2 Km Sumber : Kantor Kepala Desa Sukandebi 2012

Tabel 7 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di Desa Sukandebi yang dibutuhkan oleh masyarakat belum memadai dibidang pendidikan, masyarakat desa umumnya melanjutkan pendidikan ke ibukota kecamatan. Sarana kesehatan belum memadai, sarana peribadatan sudah tersedia sesuai kebutuhan masyarakat, dan sarana transfortasi tersedia dengan baik. Masyarakat desa banyak menggunakan sepeda motor untuk transfortasi dan sebagai fasilitas umum tersedia becak bermotor. Sarana perekonomian seperti pasar tempat memasarkan produk hasil pertanian tidak terdapat di desa tersebut, masyarakat menjual hasil pertanian kepada pengumpul di desa atau pasar yang terdapat di ibukota kecamatan.


(43)

xlii 4.2 Karakteristik Sampel Penelitian 4.2.1 Petani

Sampel petani dalam penelitian ini adalah petani kakao yang berdomisili di Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi. Sebagian besar petani mengungkapkan menanam kakao dilahan sendiri bersatu dengan tanaman lainnya seperti durian dan duku. Sebanyak 35% petani memiliki lahan <0.5Ha dan sisanya 65% memiliki lahan >0.5Ha.

4.2.2 Pedagang Pengumpul Desa

Pedagang pengumpul desa dalam penelitian ini adalah pedagang pengumpul yang membeli biji kakao kering dari petani sampel. Pedagang pengumpul desa ini memperoleh biji kakao dengan menjumpai petani kakao dari rumah ke rumah ataupun petani yang mengantar biji kakaonya ke lokasi pedagang pengumpul desa. Pada penelitian ini diambil 3 sampel pedagang pengumpul desa yang menjual biji kakao nya ke pedagang besar. Pedagang pengumpul desa yang pertama berumur 43 tahun dengan pendidikan lulusan SMP, sudah berpengalaman selama 10 tahun dalam berdagang biji kakao dan berdomisili di Desa Lau Sireme. Pedagang pengumpul desa yang kedua berumur 55 tahun dengan pendidikan lulusan SMA, sudah berpengalaman selama 10 tahun dalam berdagang biji kakao dan berdomisili di Desa Lau Bagot. Pedagang pengumpul desa yang ketiga berumur 40 tahun dengan pendidikan lulusan SMA, sudah berpengalaman selama 5 tahun dalam berdagang biji kakao dan berdomisili di Desa Sukandebi.


(44)

xliii

Biji kakao kering yang dibeli oleh masing-masing pedagang pengumpul desa berasal dari petani kakao disekitar wilayah kecamatan Tigalingga terutama di desa masing-masing pedagang berdomisili.

4.2.3 Pedagang Besar

Pada penelitian diambil 2 sampel pedagang besar yang ada di kecamatan Tigalingga. Pedagang besar pertama berumur 48 tahun dengan pendidikan lulusan sarjana ekonomi, sudah berpengalaman selama 2 tahun dalam berdagang biji kakao dan berdomisili di Desa Palding Kecamatan Tigalingga. Pedagang besar yang kedua berumur 41 tahun dengan pendidikan lulusan SMA/sederajat, sudah berpengalaman selama 5 tahun dalam berdagang biji kakao dan berdomisili di Desa Lau Sireme.

Kedua pedagang besar menjual biji kakao kering kepada eksportir yang ada di Medan dengan standar mutu ekspor.

4.2.4 Eksportir

Sampel eksportir berada di ibukota provinsi yaitu Kota Medan, eksportir mengirim kakao dalam bentuk biji kering dengan mutu ekspor ke beberapa negara seperti Eropa, China dan USA. Produk yang dihasilkan eksportir tidak hanya dalam bentuk biji. Produk lain misalnya butter (minyak cokelat), cake (padatan cokelat), powder (tepung cokelat). Namun yang menjadi objek penelitian pada skripsi ini adalah produk ekspor dalam bentuk biji kakao kering.


(45)

xliv

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Saluran Pemasaran

Dalam kegiatan pemasaran kakao di Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi, melibatkan petani sebagai produsen, pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan eksportir. Lembaga pemasaran tersebut masing-masing berfungsi untuk mempermudah penyaluran kakao dari produsen hingga ke eksportir.

Produsen adalah pihak pertama yang dalam kegiatan pemasaran Kakao. Produsen atau petani menjual biji kakao kering kepada pedagang pengumpul desa, kemudian pedagang pengumpul desa menjual ke pedagang besar selanjutnya oleh pedagang besar biji kakao tersebut dijual kepada eksportir.

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, terdapat dua saluran pemasaran biji kakao di daerah penelitian yaitu petani – pedagang pengumpul desa – pedagang Besar – eksportir, dan petani – pedagang besar – eksportir.

Gambar 2 . Skema Saluran Pemasaran Kakao Di Desa Sukandebi, Desa Lau Bagot Dan Lau Sireme.

Petani (biji kakao kering)

Pedagang Pengumpul Desa

Pedagang

Besar Ekspotir

Pedagang Besar


(46)

xlv

Berdasarkan data deskriftif terhadap petani di daerah penelitian diketahui bahwa petani yang menggunakan saluran pertama umumnya petani yang memiliki produksi yang sedikit (<100 Kg) dan kualitas kakao dengan grade rendah. Saluran pertama disebutkan lebih praktis, efisien dan resiko dapat diminimalkan.

1. Lebih praktis karena mudah menjual langsung kakao di lokasi usahatani, pedagang pengumpul desa yang berdomisili di desa setempat sehingga petani dapat melakukan transaksi penjualan setiap hari.

2. Lebih efisien karena petani dapat menghemat biaya transfortasi pengangkutan kakao.

3. Resiko dapat diminimalkan karena pedagang pengumpul desa menentukan harga dengan mengukur grade kakao secara tradisional. Pedagang pengumpul desa tidak memiliki standart alat ukur, kakao dinilai dengan kemampuan alami pedagang. Sehingga penentuan harga ditetapkan atas kesepakatan bersama antara petani dengan pedagang.

Sedangkan petani yang menggunakan saluran pemasaran yang kedua adalah petani yang sudah dapat berproduksi dengan baik (> 100Kg) dan menghasilkan biji kakao grade baik. Kakao kualitas baik yang dijual ke pedagang besar umumnya memperoleh penambahan harga sehingga saluran kedua dianggap lebih menguntungkan.

Melalui data deskriftif terhadap petani diperoleh kakao yang dihasilkan oleh petani yang menggunakan saluran pemasaran kedua lebih berkualitas karena petani menanam kakao secara khusus bukan secara tumpang sari, petani tersebut melakukan perawatan khusus seperti pemupukan dan penyemprotan hama secara


(47)

xlvi

rutin dua bulan sekali. Petani yang menanam kakao secara tumpang sari hasilnya lebih sedikit dan buah banyak yang busuk. Selain perawatan yang tidak rutin, tanaman sudah tertutup dari sinar matahari oleh tanaman lain disekitar tanaman kakao.

Kategori pemberian harga pada pedagang besar adalah kakao dengan grade baik akan dihargai lebih mahal dan kakao grade rendah diberi sanksi pengurangan harga. Standar mutu kakao grade baik yang diharapkan ialah Kadar air 8%, sampah 4 %, jumlah biji 115 dan keping kosong 2%. Biji kakao dengan kategori grade yang ditetapkan akan diberi harga yang telah ditetapkan sedangkan kakao yang kurang baik akan dikurangi harganya. Setiap penambahan 1% lebih baik diberi penambahan harga Rp200/Kg, sebaliknya setiap penurunan 1% kualitas lebih rendah diberi sanksi Rp200/Kg.

5.1.1 Saluran Pemasaran I

Pada saluran pemasaran yang pertama petani menjual kakao kering kepada pedagang pengumpul desa. Umumnya petani menjual biji kakao kering kepada pedagang pengumpul yang ada didesa untuk menghemat biaya transfortasi dan kemudahan bagi petani dalam menjual. Kisaran harga yang diterima olah petani berkisar Rp16.500 – Rp17.400 per kilogram tergantung kondisi kakao.

Pedagang pengumpul desa biasanya tidak memiliki alat untuk mengukur kondisi kakao. Umumnya para pedagang pengumpul desa melakukan pemeriksaan biji kakao secara tradisional. Harga ditetapkan berdasarkan kesepakatan antar petani dan pedagang pengumpul desa. Sebagian besar pedagang pengumpul desa akan


(48)

xlvii

melakukan penyortiran terhadap biji kakaonya sebelum dijual ke pedagang besar. Hal tersebut dilakukan karena pada saat menjual ke pedagang besar biji kakao akan diukur pada standart gradenya. Alat ukur kadar air adalah carter, alat ukur tersebut digunakan setelah mengambil sampel sebanyak 300 gram dengan alat suntik sampel. Sampel kemudian dibersihkan dari sampah dan keping kosong kemudian dihitung jumlah bijinya. Biji kakao dengan kualitas grade baik akan diberi penambahan harga sedangkan biji kakao yang kurang baik akan diberi sanksi berupa pemotongan harga. Pada umumnya harga jual pedagang pengumpul desa kepada pedagang besar berkisar Rp18.600 per kilogram.

Oleh pedagang besar biji kakao kering dijual kembali kepada eksportir di ibukota provinsi dengan harga Rp19.900 per kilogram. Sedangkan eksportir menjual biji kakao dengan kualias ekspor dengan harga $2.424 (kurs US$ 1= Rp9.149) atau sekitar Rp22.177 perkilogramnya.

5.1.2 Saluran Pemasaran II

Pada saluran pemasaran yang kedua petani menjual kakao kering langsung kepada pedagang besar. Kisaran harga yang diterima olah petani berkisar Rp18.600 per kilogram tergantung kondisi kakao. Petani yang umumnya memiliki kakao kualitas baik akan lebih tertarik menjual langsung ke pedagang besar karena harga yang diterima lebih baik meskipun petani harus datang langsung ke lokasi gudang pedagang Besar. Adapula pedagang besar yang memberi fasilitas penjemputan bagi petani yang memiliki minimal 100 kg biji kakao kering dan dibebankan biaya transportasi Rp100 per kilogramnya.


(49)

xlviii

Oleh pedagang besar biji kakao kering dijual kembali kepada eksportir di ibukota provinsi dengan harga Rp19.900 per kilogram. Sedangkan eksportir menjual biji kakao dengan kualias eksport dengan harga $2.424 (kurs US$ 1= Rp9149) atau sekitar Rp22.177 perkilogramnya.

Saluran pemasaran ini dianggap lebih merangkul petani untuk dapat menghasilkan biji kakao yang sesuai standart. Petani menjadi lebih memperhatikan tanamannya sehingga menghasilkan biji kakao yang berkualitas. Saluran pemasaran ini akan sangat menguntungkan baik bagi petani maupun eksportir, karena eksportir dapat memperoleh biji kakao kualitas ekspor. Eksportir biasanya akan memberi dukungan seperti memberikan insentif bagi petani barupa penambahan harga bagi biji kakao yang berkualitas dan ditanam ramah lingkungan.

5.2 Fungsi-Fungsi Pemasaran

Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh para pelaku kegiatan pemasaran kakao didaerah penelitian berbeda-beda, seperi tabel berikut:


(50)

xlix

Tabel 8. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pelaku pemasaran kakao di daerah penelitian

Pelaku pemasaran Fungsi Pemasaran Jual Beli Transp ortasi Penge pakan Pengeri ngan Sortasi Mar Keting Loss resiko

Petani + - + + + - + +

PPD + + + + + + + +

PB + + + + + + + +

Eksportir + + + + - + + +

Keterangan : + = melakukan - = tidak melakukan

Pada tabel 8, para pelaku kegiatan pemasaran didaerah penelitian melakukan fungsi pemasaran yang berbeda-beda. Meliputi kegiatan penjualan, pembelian, transfortasi, pengepakan, pengeringan, sortasi, marketing loss dan resiko. Petani sebagai produsen melakukan fungsi pertukaran yaitu kegiatan menjual biji kakao kepada salah satu pedagang pengumpul desa atau pedagang besar. Petani juga melakukan fungsi fisik transportasi yaitu pengangkutan biji kakao dari lokasi produsen ke lokasi pedagang pengumpul. Meskipun umumnya pedagang pengumpul desa menjemput ke lokasi petani seringkali petani juga mengantar langsung kelokasi pedagang. Transportasi yang digunakan umumnya sepeda motor, becak bahkan berjalan kaki.

Pedagang pengumpul desa merupakan pedagang yang umumnya membeli biji kakao kering dengan mendatangi langsung lokasi petani. Oleh pedagang pengumpul desa kakao yang sudah dikumpulkan akan dilakukan kegiatan sortasi sebelum menjual lagi ke pedagang besar, diharapkan kakao tersebut sudah dapat


(51)

l

mencapai grade yang baik agar tidak mengurangi harga. Kakao yang sudah disortir kemudian dikemas dalam karung dan diantar ke lokasi pedagang besar. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa adalah fungsi pertukaran meliputi kegiatan membeli dan menjual, fungsi fisik yaitu transportasi, penyimpanan dan pengemasan.

Kakao yang telah sampai pada pedagang besar akan dikemas ulang. Pengemasan dilakukan pada karung dengan berat 65,5 kilogram per karung. Kakao yang dikemas dipastikan sudah mencapai grade yang ditentukan. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar meliputi fungsi pertukaran yaitu kegiatan membeli dan menjual, fungsi fisik yaitu transforasi, penyimpanan, pengemasan, dan fungsi pelancar yaitu penyortiran.

Oleh eksportir kakao disortir kembali sebelum kemudian dikemas ulang dengan menggunakan kemasan dalam kardus seberat 25 Kg. Fungsi pemasaran yang dilakukan meliputi fungsi pertukaran yaitu kegiatan membeli dan menjual, fungsi fisik yaitu transforasi, penyimpanan, pengemasan, dan fungsi pelancar yaitu penyortiran.

5.3 Analisis Margin Tataniaga

Analisis margin tataniaga dilakukan sebagai indikator efisiensi tataniaga. Besarnya margin tataniaga pada berbagai saluran pemasaran dapat berbeda, karena tergantung pada panjang pendeknya saluran pemasaran dan aktifitas-aktifitas yang dilakukan dan keuntungan yang diharapkan oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran pemasaran.


(52)

li

5.3.1 Analisis Margin Tataniaga Saluran Pemasaran I

Pada table ini dapat dilihat hasil analisis margin tataniaga, biaya tataniaga, margin keuntungan, dan nisbah margin keuntungan pada saluran pemasaran pertama. Tabel 9. Biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah keuntungan

pedagang pengumpul desa pada saluran pemasaran I

No Lembaga Tataniaga Rp/Kg %

1 Petani

Harga Jual Petani 17400 93.54

2 Pedagang Pengumpul Desa

Harga Beli PPD 17400

Biaya Pemasaran 537.5 2.89

*Transportasi ke PB 100 0.53

*Kemasan (Goni) 25 0.13

*Upah Tenaga Kerja 50 0.27

*Marketing Loss 362.5 1.9

Margin Keuntungan 662.5

Nisbah Margin Keuntungan 1.23

Harga Jual Ke PB 18600 100

Dari tabel 9 diketahui bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa adalah transfortasi barang ke pedagang besar, membeli kemasan, membayar ongkos tenaga kerja dan Marketing loss. Pedagang besar menyediakan fasilitas menjemput barang ke lokasi pedagang pengumpul desa dengan membebankan biaya transfortasi sebesar Rp100/Kg. Biaya transfortasi dibayarkan oleh pedagang pengumpul desa ke pedagang besar. Pengepakan dilakukan dengan menggunakan goni plastik yang berkapasitas 80 Kg dengan harga Rp2000/goni. Ongkos tenaga kerja dibayarkan kepada seorang tenaga kerja yang bekerja pada hari pasar sebesar Rp100.000/hari. Dalam satu hari pasar pedagang pengumpul dapat mengumpulkan 2 ton kakao. Maka biaya tenaga kerja sebesar Rp50/Kg.


(53)

lii

Marketing loss adalah berkurangnya berat kakao karena peyortiran dan penjemuran yang dilakukan sebesar 2% atau sekitar Rp 362.5/kg.

Maka total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa adalah sebesar Rp537.5/Kg. Margin keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp662.5/Kg. Tabel 10. Biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah keuntungan pedagang besar pada saluran pemasaran I

Dari tabel 10 diketahui bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar adalah membayar ongkos tenaga kerja untuk penjemuran dan pengepakan, membeli kemasan, membayar sewa gudang dan listrik, biaya transfortasi ke eksportir, biaya bongkar muat dan marketing loss. Maka total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar adalah sebesar Rp522.74/Kg. Margin keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp777.26/Kg.

Tenaga kerja dibayar Rp 50.000/hari dengan pembelian 15 ton perminggu. Pedagang besar mempekerjakan seorang kasir dan 5 orang buruh. Dengan waktu

No Lembaga Tataniaga Rp/Kg %

3 Pedagang Besar

Harga Beli PB 18600 93.46

Biaya Pemasaran 522.74

*Tenaga Kerja

(penjemuran dan pengepakan)

120 0.6

*Kemasan (Goni) 29 0.14

*Gudang + listrik 83.33 0.41

*Transportasi 200 1

*Bongkar Muat Di Eksportir 30.53 0.15

*Marketing Loss 59.88 0.3

Margin Keuntungan 777.26

Nisbah Margin Keuntungan 1.48


(54)

liii

kerja 6 hari perminggu. Kemasan yang digunakan adalah goni plasik dengan kapasitas 65.5Kg/goni dengan harga goni sebesar Rp1900/goni. Biaya sewa gudang dan listrik Rp5.000.000/bulan. Ongkos bongkar muat di eksportir sebesar Rp2.000/Karung. Marketing loss sebesar 0.3 %.

Tabel 11. Biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah keuntungan eksportir pada saluran pemasaran I

Dari tabel 11 diketahui bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh eksportir adalah biaya tenaga kerja, biaya membeli kemasan, biaya sewa gudang dan listrik, biaya transfortasi ke pelabuhan, biaya dokumen dan bea cukai dan marketing loss. Maka total biaya yang dikeluarkan oleh eksportir adalah sebesar Rp770.993/Kg. Margin keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp1.506/Kg.

Dengan total produksi 800.000 Ton/bulan, biaya tenaga kerja sebesar Rp200.000.000/Bulan. Kemasan dari kardus seharga Rp4000/kardus dengan kapasitas 25 Kg. Biaya sewa kantor sekaligus gudang dan listrik sebesar Rp

No Lembaga Tataniaga Rp/Kg %

4 Eksportir

Harga Beli Eksportir 19900 89.73

Biaya Pemasaran 770.993

*Tenaga Kerja 250 1.12

*Kemasan (kardus) 160 0.72

*Gudang + listrik 31.25 0.14

*Transportasi 45 0.20

*Biaya Dokumen + bea cukai 41.383 0.18

*Marketing Loss 243.36 1.09

Margin Keuntungan 1506

Nisbah Margin Keuntungan 0.94

Marketing Margin 4777


(55)

liv

25.000.000/bulan. Biaya transportasi ke pelabuhan sebesar Rp900.000 untuk 20.000 Ton. biaya dokumen Rp2.000.000/bulan dan bea cukai sebesar $85 (kurs US$ 1 = Rp 9.149) untuk 20.000 Ton, dan marketing loss sebesar 1%. Diperoleh marketing margin untuk saluran pertama adalah sebesar Rp4.777/Kg.

5.3.1 Analisis Margin Tataniaga Saluran Pemasaran II

Pada table 12 dapat dilihat hasil analisis analisis margin , biaya tataniaga, margin keuntungan, dan nisbah margin keuntungan untuk saluran pemasaran II adalah


(56)

lv

Tabel 12. Marketing margin, biaya pemasaran, marjin keuntungan, dan nisbah keuntungan saluran Pemasaran II

Tingkat Lembaga Tataniaga Rp/Kg %

1 Petani

Harga Jual Petani 18600 83.87

Biaya pemasaran

*transportasi 100 0.45

Margin keuntungan 18500

2 Pedagang Besar

Harga Beli PB 18600

Biaya Pemasaran 522.74

*Tenaga Kerja

(penjemuran dan pengepakan)

120 0.54

*Kemasan (Goni) 29 0.13

*Gudang + listrik 83.33 0.37

*Transportasi 200 0.9

*Bongkar Muat Di Eksportir 30.53 0.14

*Marketing Loss 59.88 0.27

Margin Keuntungan 777.26

Nisbah Margin Keuntungan 1.48

Harga Jual Ke Ekportir 19900

3 Eksportir

Harga Beli Eksportir 19900

Biaya Pemasaran 770.993

*Tenaga Kerja 250 1.12

*Kemasan (kardus) 160 0.72

*Gudang + listrik 31.25 0.14

*Transportasi 45 0.2

*Biaya Dokumen + bea cukai 41.383 0.19

*Marketing Loss 243.36 1.09

Margin Keuntungan 1506

Nisbah Margin Keuntungan 0.94

Marketing Margin 3577

Harga Jual Eksportir 22177 100

Pada tabel 12 ditunjukkan bahwa margin keuntungan untuk setiap tingkatan sama dengan margin keuntungan pada saluran I. Namun tanpa mengikutkan pedagang pengumpul desa, petani ditambahkan biaya transfortasi ke pedagang besar sebesar


(57)

lvi

Rp100/Kg. Diperoleh marketing margin saluran pemasaran II adalah sebesar Rp 3.577/Kg.

Kondisi seperti ini akan sangat menguntungkan bagi petani jika menjual biji kakao kering kepada pedagang besar secara langsung.

5.3 Efisiensi Pemasaran

Pada tabel 8 sampai 12 diketahui marketing margin kedua saluran pemasaran, yaitu Rp4.777 untuk saluran pemasaran I dan Rp3.577 untuk saluran pemasaran II. Dalam Soekartawi (2002), jika diketahui efisiensi pemasaran lebih kecil dari 50% maka saluran pemasaran tersebut dikatakan efisien, sebaliknya jika lebih besar dari 50% maka saluran pemasaran belum efisien.

Tabel 13 . Efisiensi Pemasaran Saluran

Pemasaran

Biaya Pemasaran (Rp)

Biaya Produk yang Dipasarkan (Rp)

Efisiensi

pemasaran (%)

I 1831,233 22177 12,11

II 1397,733 22177 15,86

Untuk saluran pemasaran I, biaya pemasaran Rp1831,233 dengan biaya produk yang dipasarkan Rp22177. Maka besar efisiensi Pemasaran saluran I adalah 12,11%. Untuk saluran pemasaran II, biaya pemasaran adalah sebesar Rp1393.733 dengan biaya produk yang dipasarkan Rp 22177. Maka efisiensi pemasaran saluran II adalah 15,86%.


(58)

lvii

Dari nilai efisiensi yang diperoleh diketahui bahwa saluran pemasaran kakao sudah efisien. Saluran I dianggap yang paling efisien dengan selisih 3,75% dengan saluran II.

5.4. Hubungan Saluran Pemasaran Dengan Efisiensi Pemasaran

Dengan menggunakan analisis korelasi Eta dan data pada lampiran 4 dan 5, diperoleh sebagai berikut:

Tabel 14. Analisis hubungan saluran pemasaran dengan efisiensi pemasaran

Directional Measures

value Nominal by Interval Eta Saluran

Pemasaran dependent

1.000

Efisiensi Pemasaran dependent

.961

Nilai Eta yang diperoleh adalah antara 0 sampai 1. Semakin mendekati 0 berarti semakin rendahnya derajat hubungan antara baris dan kolom, sedangkan angka mendekati 1 berarti semakin tinggi derajat hubungan antara baris dan kolom. Jika hubungan antara baris dan kolom tinggi berarti kedua variabel memiliki keterikatan dimana baris yang dipilih akan sangat mempengaruhi hasil kolom. Jika hubungan antara baris dan kolom rendah berarti baris yang dipilih tidak terlalu mempengaruhi kolom.


(59)

lviii

Dari analisis yang telah dilakukan diperoleh nilai Eta adalah 1 dan 0.961. nilai menunjukkan angka yang mendekati 1, maka derajat hubungan antara saluran pemasaran dengan efisiensi pemasaran tinggi.

Hubungan antara saluran pemasaran dengan efisiensi pemasaran tinggi, hal ini diperoleh karena saluran pemasaran yang dipilih oleh petani akan memberikan tingkat efisiensi yang berbeda untuk saluran pemasaran yang berbeda pula. Perbedaan tersebut menunjukkan jika saluran pemasaran yang dipilih akan sangat berhubungan dengan efisiensi pemasaran yang diperoleh.

5.5 Analisis Efisiensi Pemasaran Bila Petani Menjual Kepada Pedagang Pengumpul Desa Atau Pedagang Besar Membeli Langsung Ke Lahan Usahatani

Kegiatan pemasaran kakao yang terdapat di Desa Lau Sireme, Desa Lau Bagot, Desa Sukandebi, Kecamatan Tigalingga, Kabupaten Dairi menggunakan dua saluran. Masing-masing saluran memiliki keunggulan, melalui data deskriptif berdasarkan hasil survey terhadap petani sebanyak 71.6% petani memilih menggunakan saluran pemasaran I karena hasil pertanian yang dihasilkan dengan jumlah panen yang masih sedikit. Petani yang menjual langsung ke pedagang di lokasi usahataninya tidak memerlukan biaya pemasaran. Harga ditetapkan oleh kesepakatan bersama. Melalui lampiran 4 diperoleh rata-rata efisiensi petani menjual ke pedagang pengumpul desa adalah sebesar 0.091.

Petani yang menjual kakaonya ke pedagang besar adalah petani yang umumnya memiliki areal tanaman kakao yang luas dengan hasil lebih berkualitas. Petani


(60)

lix

umumnya menjual kakao ke gudang pedagang besar dengan memanfaatkan fasilitas penjemputan dari pedagang besar ke lahan usahatani. Pedagang besar memberikan fasilitas penjemputan bagi petani yang hasil produksinya lebih dari 100Kg dan dikenakan biaya Rp100/kg. Petani ini menggunakan saluran pemasaran II. Melalui lampiran 5 diperoleh rata-rata efisiensi pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani adalah sebesar 0.072.

Saluran pemasaran I dianggap lebih efisien karena nilai efisiensi mendekati 1dari saluran pemasaran 2. Dengan selisih 0.019.

Efisiensi pemasaran yang diperoleh oleh petani masih rendah. Untuk dapat meningkatkan efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan mengurangi besarnya biaya pemasaran. Kemampuan petani dalam memproduksi kakao dari segi kualitas maupun kuantitas akan memberikan tingkat harga yang lebih baik dan mengurangi biaya pemasaran sehingga efisiensi pemasaran yang diperoleh akan lebih tinggi.


(61)

lx

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

1. Nilai Eta adalah 1 dan 0.961. Nilai menunjukkan angka yang mendekati 1, maka derajat hubungan antara saluran pemasaran dengan efisiensi pemasaran tinggi. Artinya saluran pemasaran yang digunakan oleh petani akan memberikan tingkat efisiensi yang berbeda untuk saluran pemasaran yang berbeda pula. Perbedaan tersebut menunjukkan jika saluran pemasaran yang dipilih akan sangat berhubungan dengan efisiensi pemasaran yang diperoleh. 2. Rata-rata efisiensi pemasaran bila petani menjual kepada pedagang pengumpul

desa (saluran pemasaran I) adalah sebesar 0.091. Rata-rata efisiensi pemasaran bila pedagang besar membeli langsung ke lahan usahatani (saluran pemasaran II) adalah sebesar 0.072. Dengan selisih 0.019 saluran pemasaran I dianggap lebih efisien karena nilai efisiensi yang lebih kecil dari saluran pemasaran II. Efisiensi pemasaran yang diperoleh oleh petani masih rendah. Untuk dapat meningkatkan efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan mengurangi besarnya biaya pemasaran. Kemampuan petani dalam memproduksi kakao dari segi kualitas maupun kuantitas akan memberikan tingkat harga yang lebih baik dan mengurangi biaya pemasaran sehingga efisiensi pemasaran yang diperoleh akan lebih tinggi.


(62)

lxi 6.2 SARAN

Kepada petani kakao agar dapat melakukan pemeliharaan dengan baik terhadap budidaya kakao, karena dengan pemeliharaan yang baik akan diperoleh produksi yang baik pula.

Kepada petani kakao dalam mengambil keputusan saat menjual hasil usahataninya harus memperhatikan perbandingan harga agar tidak merugi.

Kepada Pemerintah atau Pemerintah daerah setempat untuk melakukan pengembangan pemasaran pada daerah penelitian seperti pemberian penyuluhan agar petani kakao mampu melakukan pemeliharaan tanaman kakao dengan baik.


(63)

lxii

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus(a). 2012. “pemasaran produksi pertanian”. (http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4kakao)

_________(b). 2011. Tataniaga Hasil Pertanian. USU press, Medan.

Badan Pusat Statistik (a), 2011, Sumatera Utara Dalam Angka, BPS Sumatera Utara, Medan.

_________________ (b), 2011, Kabupaten Dairi Dalam Angka, BPS Sumatera Utara, Medan.

_________________ (c), 2011, Kecamatan Tigalingga Dalam Angka, BPS Sumatera Utara, Medan.

Banoewidjojo, M., 1983, Pembangunan Pertanian, Usaha Nasional, Surabaya. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Dairi, 2010. Kakao di Kabupaten Dairi Haryanto. 2007. Pemasaran Pertanian. UMMM Press, Malang

Mubyarto, 1994, Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3S, Jakarta.

Octavianty, Y. dan Suwarto. 2010. Budidaya Tanaman Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya. Depok.

Rahardi, F. Y. H. Indriani dan Haryono, 1993. Agribisnis Tanaman Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rismayani. 2007. Usaha Tani dan Pemasaran Hasil Pertanian. USU press, Medan.

Rahim,A. 2005. Ekonomika Pertanian. Penebar swadaya, Jakarta.

Setyohadi, 2010. Agroindustri Hasil Tanaman Perkebunan. Diktat Teknologi pertanian, medan.

Siregar, T.H., Slamet R. dan Laeli N., 1993. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Cokelat, Penebar Swadaya, Jakarta.

Soekartawi. 1989. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Spillane, J.J., 1995, Komoditi kakao; Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.


(64)

lxiii

Sukirno, S. 1994. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


(65)

lxiv Lamiran 1. Petani Desa Lau Sireme

PETANI DESA LAU SIREME NO SAMPEL UMUR (Tahun) TINGKAT PENDIDIKAN LUAS LAHAN (Ha) PRODUKSI (KG) SALURAN PEMASARAN HARGA (Rp/Kg

1 43 SMP 1 86 1 17000

2 37 SMP 0.495 32.5 1 17400

3 61 SD 1.5 132 2 18400

4 35 SMA 0.495 23.5 1 17000

5 45 SMP 1 84 1 17800

6 54 SD 0.495 30 1 16500

7 57 SD 0.33 27 1 17000

8 47 SMA 0.66 47 1 17000

9 42 SMP 0.33 19 1 17000

10 51 SMP 0.825 56 1 16500

11 32 SMA 0.825 70 1 16500

12 29 DIPLOMA 0.66 56 1 17400

13 32 DIPLOMA 1 92 1 17400

14 41 SMP 0.66 33 1 17000

15 65 SD 1 108.5 2 18300

16 26 SMP 0.66 32 1 17400

17 31 SMA 0.33 9.5 1 17000

18 55 SMP 0.825 55 1 17200

19 47 DIPLOMA 1 102 1 17700

20 49 SMP 0.33 10 1 16500

21 39 SMP 0.5 39.5 1 16500

22 53 SD 0.5 34 1 16500

23 37 SMA 0.33 23 1 17000

24 53 SD 0.495 29 1 17000

25 49 SD 0.495 32 1 17000

26 51 SMA 2 167 2 18400


(66)

lxv Lamiran 2. Petani Desa Lau Bagot

PETANI DESA LAU BAGOT NO SAMPEL UMUR (Tahun) TINGKAT PENDIDIKAN LUAS LAHAN (Ha) PRODUKSI (KG) SALURAN PEMASARAN HARGA (Rp/Kg

28 31 SMA 0.825 72 1 1700

29 37 DIPLOMA 0.825 96.6 1 1700

30 48 SMP 0.825 62.5 1 1740

31 43 SARJANA 1 100.5 2 1840

32 23 SMA 1 98.5 1 1740

33 26 SMA 0.66 65 1 1650

34 22 SMA 0.33 17 1 1650

35 37 DIPLOMA 1 82 1 1700

36 41 DIPLOMA 1 100.5 2 1860

37 33 SMP 0.495 40 1 1740

38 28 SMP 0.556 41.5 1 1700

39 56 SMA 2 342 2 1835

40 53 SMA 1 109.5 2 1830

41 57 DIPLOMA 1 89 1 1740

42 49 DIPLOMA 2 115.5 1 1740

43 34 SD 0.33 9.5 1 1700

44 31 SMP 0.33 27.5 1 1650

45 29 SMP 0.66 87.5 1 1740

46 53 SMA 2 210.5 2 1800

47 49 SMP 0.66 50 1 1700

48 35 SMP 0.495 46.5 1 1700

49 35 SD 0.33 23 1 1650

50 46 SMA 1 101.54 2 1850

51 62 SMP 2 178.5 2 1820

52 60 SMP 2 185 2 1820

53 56 SD 0.33 17 1 1740


(67)

lxvi Lamiran 3. Petani Desa Sukandebi

PETANI DESA SUKANDEBI NO SAMPEL UMUR (Tahun) TINGKAT PENDIDIKAN LUAS LAHAN (Ha) PRODUKSI (KG) SALURAN PEMASARAN HARGA (Rp/Kg)

55 36 DIPLOMA 2 200 2 18000

56 51 DIPLOMA 2 190 2 18200

57 48 SMP 2 258 2 18500

58 53 SMP 1 102 2 18600

59 40 SMA 2 267.5 2 18000

60 39 SARJANA 2 211.6 2 18300

61 44 SARJANA 1 73.5 1 17400

62 42 DIPLOMA 2 235.5 2 18800

63 37 DIPLOMA 1 89.5 1 17400

64 46 DIPLOMA 1 78.5 1 17400

65 49 SMP 1 100 2 18000

66 52 SMP 1 82 1 17400

67 60 SARJANA 2 223.02 2 18400

68 57 DIPLOMA 2 250 2 18100

69 61 SD 2 200 2 18300

70 27 SD 0.33 18 1 17400

71 43 SMP 0.66 43 1 16500

72 47 SMP 0.33 29 1 16500

73 38 SMA 0.33 30 1 17400

74 45 SMA 0.33 19.5 1 17000

75 28 SMA 0.495 54 1 17000

76 31 DIPLOMA 0.495 43 1 17000

77 48 DIPLOMA 0.66 47 1 17000

78 50 SD 0.33 18 1 17400

79 32 SMP 0.33 25.5 1 17400

80 39 SMP 0.33 30 1 17400


(68)

lxvii Lampiran 4. Efisiensi Pemasaran

NO SAMPE L SALURAN PEMASARA N EFISIENSI PEMASARA N NO SAMPE L SALURAN PEMASARA N EFISIENSI PEMASARAN

1 1 0.09 42 1 0.09

2 1 0.09 43 1 0.092

3 2 0.073 44 1 0.094

4 1 0.092 45 1 0.09

5 1 0.088 46 2 0.074

6 1 0.094 47 1 0.092

7 1 0.092 48 1 0.092

8 1 0.092 49 1 0.094

9 1 0.092 50 2 0.072

10 1 0.094 51 2 0.073

11 1 0.094 52 2 0.073

12 1 0.09 53 1 0.09

13 1 0.09 54 1 0.092

14 1 0.092 55 2 0.074

15 2 0.073 56 2 0.073

16 1 0.09 57 2 0.072

17 1 0.092 58 2 0.072

18 1 0.091 59 2 0.074

19 1 0.089 60 2 0.073

20 1 0.094 61 1 0.09

21 1 0.094 62 2 0.071

22 1 0.094 63 1 0.09

23 1 0.092 64 1 0.09

24 1 0.092 65 2 0.074

25 1 0.092 66 1 0.09

26 2 0.073 67 2 0.073

27 2 0.072 68 2 0.074

28 1 0.092 69 2 0.073

29 1 0.092 70 1 0.09

30 1 0.09 71 1 0.094

31 2 0.073 72 1 0.094

32 1 0.09 73 1 0.09

33 1 0.094 74 1 0.092

34 1 0.094 75 1 0.092

35 1 0.092 76 1 0.092

36 2 0.072 77 1 0.092

37 1 0.09 78 1 0.09

38 1 0.092 79 1 0.09


(69)

lxviii

40 2 0.073 81 1 0.09


(1)

lxv Lamiran 2. Petani Desa Lau Bagot

PETANI DESA LAU BAGOT NO

SAMPEL

UMUR (Tahun)

TINGKAT PENDIDIKAN

LUAS LAHAN

(Ha)

PRODUKSI (KG)

SALURAN PEMASARAN

HARGA (Rp/Kg 28 31 SMA 0.825 72 1 1700 29 37 DIPLOMA 0.825 96.6 1 1700 30 48 SMP 0.825 62.5 1 1740 31 43 SARJANA 1 100.5 2 1840 32 23 SMA 1 98.5 1 1740 33 26 SMA 0.66 65 1 1650 34 22 SMA 0.33 17 1 1650 35 37 DIPLOMA 1 82 1 1700 36 41 DIPLOMA 1 100.5 2 1860 37 33 SMP 0.495 40 1 1740 38 28 SMP 0.556 41.5 1 1700 39 56 SMA 2 342 2 1835 40 53 SMA 1 109.5 2 1830 41 57 DIPLOMA 1 89 1 1740 42 49 DIPLOMA 2 115.5 1 1740 43 34 SD 0.33 9.5 1 1700 44 31 SMP 0.33 27.5 1 1650 45 29 SMP 0.66 87.5 1 1740 46 53 SMA 2 210.5 2 1800 47 49 SMP 0.66 50 1 1700 48 35 SMP 0.495 46.5 1 1700 49 35 SD 0.33 23 1 1650 50 46 SMA 1 101.54 2 1850 51 62 SMP 2 178.5 2 1820 52 60 SMP 2 185 2 1820 53 56 SD 0.33 17 1 1740 54 53 SMP 0.33 21 1 1700


(2)

lxvi Lamiran 3. Petani Desa Sukandebi

PETANI DESA SUKANDEBI NO

SAMPEL

UMUR (Tahun)

TINGKAT PENDIDIKAN

LUAS LAHAN (Ha)

PRODUKSI (KG)

SALURAN PEMASARAN

HARGA (Rp/Kg)

55 36 DIPLOMA 2 200 2 18000 56 51 DIPLOMA 2 190 2 18200 57 48 SMP 2 258 2 18500 58 53 SMP 1 102 2 18600 59 40 SMA 2 267.5 2 18000 60 39 SARJANA 2 211.6 2 18300 61 44 SARJANA 1 73.5 1 17400 62 42 DIPLOMA 2 235.5 2 18800 63 37 DIPLOMA 1 89.5 1 17400 64 46 DIPLOMA 1 78.5 1 17400 65 49 SMP 1 100 2 18000 66 52 SMP 1 82 1 17400 67 60 SARJANA 2 223.02 2 18400 68 57 DIPLOMA 2 250 2 18100 69 61 SD 2 200 2 18300 70 27 SD 0.33 18 1 17400 71 43 SMP 0.66 43 1 16500 72 47 SMP 0.33 29 1 16500 73 38 SMA 0.33 30 1 17400 74 45 SMA 0.33 19.5 1 17000 75 28 SMA 0.495 54 1 17000 76 31 DIPLOMA 0.495 43 1 17000 77 48 DIPLOMA 0.66 47 1 17000 78 50 SD 0.33 18 1 17400 79 32 SMP 0.33 25.5 1 17400 80 39 SMP 0.33 30 1 17400 81 53 SD 0.33 25 1 17400


(3)

lxvii Lampiran 4. Efisiensi Pemasaran

NO SAMPE L SALURAN PEMASARA N EFISIENSI PEMASARA N NO SAMPE L SALURAN PEMASARA N EFISIENSI PEMASARAN

1 1 0.09 42 1 0.09

2 1 0.09 43 1 0.092

3 2 0.073 44 1 0.094

4 1 0.092 45 1 0.09

5 1 0.088 46 2 0.074

6 1 0.094 47 1 0.092

7 1 0.092 48 1 0.092

8 1 0.092 49 1 0.094

9 1 0.092 50 2 0.072

10 1 0.094 51 2 0.073

11 1 0.094 52 2 0.073

12 1 0.09 53 1 0.09

13 1 0.09 54 1 0.092

14 1 0.092 55 2 0.074

15 2 0.073 56 2 0.073

16 1 0.09 57 2 0.072

17 1 0.092 58 2 0.072

18 1 0.091 59 2 0.074

19 1 0.089 60 2 0.073

20 1 0.094 61 1 0.09

21 1 0.094 62 2 0.071

22 1 0.094 63 1 0.09

23 1 0.092 64 1 0.09

24 1 0.092 65 2 0.074

25 1 0.092 66 1 0.09

26 2 0.073 67 2 0.073

27 2 0.072 68 2 0.074

28 1 0.092 69 2 0.073

29 1 0.092 70 1 0.09

30 1 0.09 71 1 0.094

31 2 0.073 72 1 0.094

32 1 0.09 73 1 0.09

33 1 0.094 74 1 0.092

34 1 0.094 75 1 0.092

35 1 0.092 76 1 0.092

36 2 0.072 77 1 0.092

37 1 0.09 78 1 0.09

38 1 0.092 79 1 0.09

39 2 0.073 80 1 0.09


(4)

lxviii

40 2 0.073 81 1 0.09


(5)

lxix

Lamiran 5. Rata-Rata efisiensi Saluran Pemasaran I

EFISIENSI SALURAN PEMASARAN I NO

SAMPE L

SALURAN PEMASAR

AN

EFISIENSI PEMASAR

AN

NO SAMPE

L

SALURAN PEMASAR

AN

EFISIENSI PEMASAR

AN

1 1 0.092 35 1 0.092 2 1 0.09 37 1 0.09 4 1 0.092 38 1 0.092 5 1 0.088 41 1 0.09 6 1 0.094 42 1 0.09 7 1 0.092 43 1 0.092 8 1 0.092 44 1 0.094 9 1 0.092 45 1 0.09 10 1 0.094 47 1 0.092 11 1 0.094 48 1 0.092 12 1 0.09 49 1 0.094 13 1 0.09 53 1 0.09 14 1 0.092 54 1 0.092 16 1 0.09 61 1 0.09 17 1 0.092 63 1 0.09 18 1 0.091 64 1 0.09 19 1 0.089 66 1 0.09 20 1 0.094 70 1 0.09 21 1 0.094 71 1 0.094 22 1 0.094 72 1 0.094 23 1 0.092 73 1 0.09 24 1 0.092 74 1 0.092 25 1 0.092 75 1 0.092 28 1 0.092 76 1 0.092 29 1 0.092 77 1 0.092 30 1 0.09 78 1 0.09 32 1 0.09 79 1 0.09 33 1 0.094 80 1 0.09 34 1 0.094 81 1 0.09

JUMLAH 5.31

RATA-RATA 0.091


(6)

lxx

Lamiran 6. Rata-Rata efisiensi Saluran Pemasaran II

EFISIENSI SALURAN PEMASARAN II

NO SAMPEL SALURAN PEMASARAN EFISIENSI PEMASARAN

3 2 0.073

15 2 0.073

26 2 0.073

27 2 0.072

31 2 0.073

36 2 0.072

39 2 0.073

40 2 0.073

46 2 0.074

50 2 0.072

51 2 0.073

52 2 0.073

55 2 0.074

56 2 0.073

57 2 0.072

58 2 0.072

59 2 0.074

60 2 0.073

62 2 0.071

65 2 0.074

67 2 0.073

68 2 0.074

69 2 0.073

JUMLAH 1.677 RATA-RATA EFISIENSI 0.072